97 Memaknai Hari Raya sebagai Cara Merealisasikan Keselamatan....
dari kebahagiaan surgawi, semua ini tidaklah sepadan dengan seperenambelas dari kebahagiaan yang muncul ketika nafsu keinginan lenyap.”
1. Kebijaksanaan, Moralitas dan Kesadaran Murni Sebagai Jalan
Keselamatan Dukkha
adalah istilah yang kompleks dan seringkali diterjemahkan sebagai penderitaan, walaupun sesungguhnya kata penderitaan
kurang lengkap mendefi nisikan kata ‘dukkha.’ Dalam uraian berikut istilah dukkha bisa berarti penderitaan, yang tidak memuaskan, proses
timbul berlangsung dan lenyapnya suatu fenomena. Kata dukkha perlu dipahami dan dibedakan dari penderitaan dalam bahasa
Inggris terdapat kata suffering dan pain. Secara mudah penderitaan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu penderitaan secara fi sik
dukkha dan penderitaan secara psikologis domanassa. Penderitaan secara fi sik misalnya sakit, kepanasan, kelaparan, kematian, usia
tua dan segala sesuatu yang merupakan proses tubuh. Penderitaan secara batin adalah ketika segala fenomena baik fi sik maupun batin
tidak sesuai dengan keinginan diri. Penderitaan tubuh tidak selalu membuat kita merasa menderita. Misalnya orang yang kepanasan
tubuhnya, bisa jadi ia tidak merasa menderita akibat panas itu, tetapi bisa jadi ia juga menderita wujudnya misalnya mengeluh jika ada
reaksi batin yang menolak panas itu dan menginginkan yang tidak panas. Penderitaan secara batin adalah reaksi batiniah atas fenomena
karena batin mempunyai keinginan rendah nafsu.
Penderitaan fi sik adalah penderitaan yang universal, dialami oleh semua kemenjadian. Menurut agama Buddha segala jenis yang
berkondisi tidak bebas dari ruang dan waktu, termasuk fi sik dan alam semesta ini, tidak kekal adanya dan tercengkeram oleh dukkha
proses segala sesuatu dari muncul, berlangsung, dan lenyap. Di mana ada kehadiran disitu ada perubahan, segala yang berkondisi
mengalami perubahan tidak ada yang kekal atau tetap. Tidaklah mungkin menghentikan proses perubahan tubuh, tidaklah mungkin
juga menolak interaksi tubuh dengan semua fenomena di dunia selama kita masih mempunyai indera. Jadi selama ada unsur fi sik di situ
penderitaan secara fi sik tidak terhindarkan karena pasti mengalami
98 Makna Keselamatan dalam Perspektif Agama-Agama
perubahan misalnya menjadi tua, terkena penyakit, bahkan hancur karena kematian.
Penderitaan batin berbeda dengan penderitaan fi sik. Tidak semua orang mengalami penderitaan batin. Hanya mereka yang mengijinkan
diri mereka mengalami penderitaan yang akan menderita. Contoh, orang yang sakit belum tentu merasakan penderitaan sakit secara
batin. Oleh karenanya, sering muncul nasihat bijak meskipun tubuhmu sakit tetapi jangan biarkan batinjiwamu ikut sakit. Munculnya
penderitaan secara batin terjadi karena kita mengijinkan diri kita mengalami penderitaan itu. Dalam agama Buddha sering disampaikan
bahwa bahagia atau menderita adalah sebuah pilihan.
Mengapa kita mengijinkan diri kita menderita? Dalam pandangan agama Buddha hal itu terjadi karena kita mempunyai keakuan
pandangan salah sehingga ada kemelekatan terhadap keinginan. Kita menginginkan sesuatu berjalan seperti apa yang kita maui dan
tidak siap menerima perubahan fenomena yang tidak sesuai dengan keinginan kita, padahal tidak semua fenomena baik fi sik maupun
batin selalu sesuai dengan yang kita inginkan. Adanya gap antara keinginan dan kesadaran menerima perubahan adalah penyebab
dari penderitaan. Selama kita belum bisa berdamai dengan kedua hal tersebut, penderitaan batin akan membuntuti hidup ini.
Ketidakwaspadaan batin membuat semua fenomena “di luar” batin keluar masuk dan secara mudah membuat reaksi-reaksi atas
kondisi psikologis kita. Begitu ada keinginan maka kemungkinan muncul penderitaan. Keinginan yang tidak terpenuhi akan membawa
penderitaan dan keinginan yang terpenuhi akan menimbulkan keinginan-keinginan yang baru kemelekatan sehingga tidak ada
habis-habisnya. Karena ada “keinginan” otomatis kita merasa belum mencapainya. Mereka yang mempunyai keinginan berarti belum
mencapai keinginannya. Karena ada keinginan kita memproduksi “waktu baru” yaitu jarak antara keinginan dan tercapainya keinginan,
sehingga otomatis kita memperpanjang proses kehidupan kita. Semakin kita memiliki banyak keinginan, semakin kita menambah
proses kehidupan, semakin kita masuk dalam jebakan keinginan; yaitu, jika keinginan itu tidak tercapai kita menjadi kecewa, jika
99 Memaknai Hari Raya sebagai Cara Merealisasikan Keselamatan....
hal itu tercapai kita berpotensi masuk dalam ketidakpuasan dan kemelekatan.
Bagaimana kita bisa berdamai sehingga penderitaan tidak muncul? Cara yang diajarkan oleh Buddha Gautama adalah menjaga
kesadaran murni dari batin. Menjaga kewaspadaan batin bhs. Jawa: eling lan waspada
. Mengawasi segala bentuk reaksi batin tentang keinginan, perasaan, nafsu, kesenangan, dan keadaan fi sik. Inilah yang
sering disebut melaksanakan Vipassana Bhavana meditasi menjaga kesadaran. Karena batin menjadi waspada aware maka tidak mudah
penderitaan kita ijinkan melekat dalam hidup kita. Karena keinginan, nafsu dan kesenangan tidak berlanjut maka produksi bahan bakar
kelahiran kembali dapat dikurangi hingga akhirnya benar-benar putus dari lingkaran kelahiran kembali. Karena tidak ada kelahiran kembali
maka tidak ada penderitaan baik fi sik maupun batin.
Ketiadaan keinginan rendah dan nafsu sekaligus juga memotong niat-niat buruk yang dimotivasi oleh kebencian dan keserakahan.
Hilangnya kebencian dan keserakahan adalah moralitas yang sempurna karena kejahatan tidak akan muncul. Hancurnya keinginan
rendah, kebencian, dan keserakahan akan mempengaruhi cara pandang kita terhadap kehidupan; kita menjadi lebih bijaksana
dan mampu menerima segala sesuatu apa adanya. Tumbuhnya kebijaksanaan, moralitas yang baik juga akan memperkuat kesadaran
atau kewaspadaan sehingga kepadaman total dari hawa nafsu tumbuh. Orang yang telah mengalahkan nafsu dan keinginan rendah berada
dalam jalan keselamatan.
Kebebasan dari nafsu keinginan, kebencian, keserakahan, keakuan, kemelekatan, kebodohan batin adalah pencapaian
Nibbana kesucian. Mereka yang mencapai Nibbana dikatakan telah
tercerahkan dan memperoleh kesucian. Mereka juga disebut sebagai Buddha Yang Telah Sadar. Buddha sesungguhnya tidak hanya
merujuk pada Buddha Gautama Sidharta Gautama, tetapi mereka yang telah mencapai kesadaran sempurna juga dikatakan telah
menjadi Buddha.
100 Makna Keselamatan dalam Perspektif Agama-Agama
2. Keselamatan Karena Usaha Diri Sendiri