d. Melalui PTK secara kolaboratif akan tercipta peluang yang luas
terhadap terciptanya karya tulis bagi guru. e.
Karya Tulis Ilmiah semakin diperlukan guru di masa depan untuk meningkatkan kariernya, dan dalam rangka membuat rancangan
penelitian tindakan kelas yang lebih berbobot sambil mengajar di kelas.
B. Pembelajaran Kooperatif
1. Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif
merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi
pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan
pelajaran Isjoni, 2011:14-15. Menurut Slavin dalam Isjoni 2011:15, pembelajaran kooperatif
adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6
orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan menurut Sanjaya 2006:239, pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan belajar siswa
yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa
dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Pembelajaran kooperatif bukanlah sesuatu yang baru dan telah dianjurkan oleh para ahli pendidikan untuk digunakan dalam
pembelajaran. Slavin dalam Sanjaya 2006:240 mengemukakan dua alasan, pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa
penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan
sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif
dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah dan mengintegrasikan pengetahuan dengan
ketrampilan. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih
mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika peserta didik saling berdiskusi dengan temannya. Menurut Slavin, Eggen Kauchack
Trianto, 2009:56, dalam pembelajaran kooperatif, siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 orang untuk
bekerja sama dalam menguasai materi yang diberikan guru. Artzt Newman Trianto, 2009:56-57 menyatakan bahwa dalam belajar
kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Sistem penilaian
dilakukan dengan memberikan penghargaan pada kelompok yang
mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Jadi, setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan
kelompoknya. Setiap individu akan saling membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap
individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok.
Kelompok yang dibentuk dalam pembelajaran kooperatif, terdiri dari siswa-siswa yang sederajat tetapi heterogen dalam kemampuan,
jenis kelamin, sukuras, dan satu sama lain saling membantu. Pembentukan kelompok ini bertujuan untuk memberikan kesempatan
kepada semua siswa agar bisa terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan belajar. Tugas masing-masing anggota kelompok adalah mencapai
ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan dalam belajar. Proses belajar
belum bisa dikatakan selesai apabila salah satu anggota kelompok belum memahami materi yang dipelajari.
Selama beberapa kali pertemuan, siswa akan terus berada dalam kelompok yang sama dan mereka diajarkan ketrampilan-ketrampilan
khusus agar dapat bekerja sama dengan baik didalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan kepada teman
sekelompok dengan baik, berdiskusi, dan sebagainya. Agar terlaksana dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau
tugas yang direncanakan untuk diajarkan.
Tujuan pembelajaran kooperatif menurut Johnson Johnson Trianto, 2009:57 adalah memaksimalkan belajar siswa untuk
peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Dengan pembelajaran kooperatif, diharapkan
kelak akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki solidaritas sosial yang kuat.
Pembelajaran kooperatif mempunyai berbagai kelebihan dan kekurangan. Menurut Sanjaya 2006:247-248, kelebihan pembelajaran
kooperatif adalah: a.
Melalui pembelajaran
kooperatif siswa
tidak terlalu
menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi
dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
b. Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan
mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
c. Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada
orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaannya.
d. Pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap
siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar. e.
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan
sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan
ketrampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.
f. Melalui
pembelajaran kooperatif
dapat mengembangkan
kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan
masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.
g. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa
menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata riil.
h. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan
motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.
Sedangkan kekurangan pembelajaran kooperatif adalah Sanjaya, 2006:248-249:
a. Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran kooperatif
memang membutuhkan waktu. Sangat tidak rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan
memahami filsafat cooperative learning. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, mereka akan merasa
terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerja
sama dalam kelompok.
b. Ciri utama dari pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa saling
membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru,
bisa terjadi cara belajar yang demikian apa seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa.
c. Penilaian
yang diberikan
dalam pembelajaran
kooperatif didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru
perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.
d. Keberhasilan
pembelajaran kooperatif
dalam upaya
mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, dan hal ini tidak mungkin dapat
tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-sekali penerapan strategi ini.
e. Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang
sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara
individual. Oleh karena itu idealnya melalui pembelajaran kooperatif selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus
belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal itu, dalam pembelajaran kooperatif memang bukan
pekerjaan yang mudah.
Terdapat 5 tipe pembelajaran kooperatif Slavin, 2005:11-17, yaitu: a.
Student Teams Achievement Division STAD Dalam STAD, para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri
atas empat orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan
pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan
bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara sendiri-
sendiri, di mana saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling membantu.
Skor kuis para siswa dibandingkan dengan rata-rata pencapaian mereka, dan kepada masing-masing tim akan diberikan
poin berdasarkan tingkat kemajuan yang diraih siswa dibandingkan hasil yang mereka capai sebelumnya. Poin ini kemudian
dijumlahkan untuk memperoleh skor tim, dan tim yang berhasil memenuhi kriteria tertentu akan mendapatkan sertifikat atau
penghargaan lainnya. Seluruh rangkaian kegiatan, termasuk presentasi yang disampaikan guru, praktik tim, dan kuis biasanya
memerlukan waktu 3-5 periode kelas.
b. Jigsaw II
Jigsaw II adalah adaptasi dari teknik teka-teki Elliot Aronson. Dalam teknik ini, siswa bekerja dalam anggota 4 orang dengan latar
belakang yang berbeda. Para siswa ditugaskan untuk membaca bab, buku kecil, atau materi lain, biasanya bidang studi sosial. Biografi,
atau materi-materi yang bersifat penjelasan terperinci lainnya. Tiap anggota tim ditugaskan secara acak untuk menjadi “ahli” dalam
aspek tertentu dari tugas membaca tersebut. Setelah itu, para ahli dari tim berbeda bertemu untuk mendiskusikan topik yang sedang
mereka bahas, lalu mereka kembali kepada timnya untuk mengajarkan topik mereka itu kepada teman satu timnya. Akhirnya,
akan ada kuis atau bentuk penilaian lainnya untuk semua topik. Penghitungan skor dan rekognisi didasarkan pada kemajuan yang
dicapai seperti dalam STAD.
c. Teams Games Tournament TGT Teams Games-Tournament, pada mulanya dikembangkan oleh
David DeVries dan Keith Edwards, ini merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Metode hampir sama
seperti STAD, tetapi menggantikan kuis dengan turnamen mingguan, dimana siswa memainkan game akademik dengan
anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. Siswa memainkan game ini bersama tiga orang pada ”meja
turnamen”, dimana ketiga peserta dalam satu meja turnamen ini adalah para siswa yang memiliki rekor nilai terakhir yang sama.
Sebuah prosedur “menggeser kedudukan” membuat permainan ini cukup adil. Peraih rekor tertinggi dalam tiap meja turnamen akan
mendapatkan poin untuk timnya, tanpa menghiraukan dari meja mana ia mendapatkannya: ini berarti bahwa mereka yang
berprestasi rendah bermain dengan yang berprestasi rendah juga
dan yang berprestasi tinggi bermain dengan yang berprestasi tinggi keduanya memiliki kesempatan yang sama untuk sukses.
Tim dengan tingkat kinerja tertinggi mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan tim lainnya.
TGT memiliki banyak kesamaan dinamika dengan STAD, tetapi menambahkan dimensi kegembiraan yang diperoleh dari
penggunaan permainan. Teman satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan mempelajari
lembar kegiatan dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain, tetapi sewaktu siswa sedang bermain dalam game, temannya tidak
boleh membantu, memastikan telah terjadi tanggung jawab individual.
Sebagian guru
memilih TGT
karena faktor
menyenangkan dan kegiatannya , sementara yang lain lebih memilih yang murni bersifat kooperatif saja yaitu STAD, dan
banyak juga yang mengkombinasikan keduanya.
d. Team Accelerated Instruction TAI
Team Accelerated Instruction TAI menggunakan bauran kemampuan empat anggota yang berbeda dan memberi sertifikat
untuk tim dengan kinerja terbaik. TAI menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan pengajaran yang individual. Dalam
TAI, para siswa memasuki sekuen individual berdasarkan tes penempatan dan kemudian menlanjutkannya dengan tingkat
kemampuan mereka sendiri. Secara umum, anggota kelompok bekerja pada unit pelajaran yang berbeda. Teman satu tim saling
memeriksa hasil kerja masing-masing menggunakan lembar jawaban dan saling membantu dalam menyelesaikan berbagai
masalah. Unit tes yang terakhir akan dilakukan tanpa bantuan teman satu tim dan skornya dihitung dengan monitor siswa. Tiap
minggu, guru menjumlah angka dari tiap unit yang telah diselesaikan semua anggota tim dan memberikan sertifikat atau
penghargaan tim lainnya untuk tim yang berhasil melampaui kriteria skor yang didasarkan pada angka tes terakhir yang telah
dilakukan, dengan poin ekstra untuk lembar jawaban yang sempurna dan pekerjaan rumah yang telah diselesaikan. Para siswa
bertanggung jawab untuk saling mengecek satu sama lain dan mengelola materi yang disampaikan, dan guru dapat menghabiskan
waktu di dalam kelas penyampaian pelajaran kepada kelompok kecil siswa yang terdiri dari beberapa tim yang belajar pada tingkat
yang sama.
Dalam TAI, para siswa saling mendukung dan saling membantu satu sama lain untuk berusaha keras karena mereka
semua menginginkan tim mereka berhasil. Tanggung jawab individu bisa dipastikan hadir karena satu-satunya skor yang
diperhitungkan adalah skor akhir,dan siswa melakukan tes akhir
tanpa bantuan teman satu tim. Para siswa juga mendapatkan kesempatan sukses yang sama karena semuanya telah ditempatkan
berdasarkan tingkat kemampuan atau pengetahuan lain yang dimiliki sebelumnya.
Namun demikian individualisasi yang menjadi bagian dari TAI membuatnya menjadi sedikit berbeda dari STAD dan TGT. Dalam
beberapa pembelajaran, kebanyakan konsep dibangun dari konsep sebelumnya. Apabila konsep sebelumnya tidak dikuasai, akan sulit
atau tidak mungkin untuk mempelajari konsep berikutnya. Dalam TAI, para siswa belajar pada tingkat kemampuan mereka sendiri-
sendiri, jadi apabila mereka tidak memenuhi syarat kemampuan tertentu mereka dapat membangun dasar yang kuat sebelum
melangkah ke tahap berikutnya.
e. Cooperatif Integrated Reading and Composition CIRC CIRC merupakan program komperehensif untuk mengajarkan
membaca dan menulis pada kelas sekolah dasar pada tingkat yang lebih tinggi dan juga pada sekolah menengah. Dalam CIRC, guru
menggunakan novel atau bahan bacaan yang berisi latihan soal dan cerita. Mereka mungkin menggunakan novel atau bahan bacaan
yang berisi latihan soal dan cerita. Mereka mungkin menggunakan kelompok membaca, seperti dalam kelas membaca tradisional. Para
siswa ditugaskan untuk berpasangan dalam tim mereka untuk belajar dalam serangkaian kegiatan yang bersifat kognitif, termasuk
membacakan cerita satu sama lain, membuat prediksi mengenai bagaimana akhir dari sebuah cerita naratif, saling merangkum cerita
satu sama lain, menulis tanggapan terhadap cerita, dan melatih pengucapan, penerimaan, dan kosa kata. Para siswa juga belajar
dalam timnya untuk menguasai gagasan utama dan kemampuan komprehesif lainnya. Selama periode seni berbahasa, siswa terlibat
dalam pelatihan penulisan, konsep penulisan, saling merevisi dan menyunting karya yang satu dengan yang lainnya, dan
mempersiapkan pemuatan hasil kerja tim atau buku-buku kelas.
Dalam kebanyakan kegiatan CIRC, para siswa mengikuti serangkaian pengajaran guru, praktik tim, pra-penilaian tim, dan
kuis. Para murid tidak mengerjakan kuis sampai teman satu timnya menyatakan bahwa mereka sudah siap. Penghargaan untuk tim dan
sertifikat akan diberikan kepada tim berdasarkan kinerja rata-rata dari semua anggota tim dalam semua kegiatan membaca dan
menulis. Karena siswa belajar dengan materi yang sesuai dengan tingkat kemampuan mereka, maka mereka punya kesempatan yang
sama untuk sukses. Konstribusi siswa pada timnya disasarkan pada skor kuisnya dan membuat karangan tertulis secara independen,
yang memastikan adanya tanggung jawab individu.
2. Pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament TGT
Teams Games Tournament TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-
kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang
berbeda Isjoni, 2011:83-84. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja
kelompok, guru memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya.
Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab
untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.
Akhirnya, untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan
permainan akademik. Dalam permainan akademik siswa akan dibagi dalam meja-meja turnamen, dimana setiap meja turnamen terdiri dari 5-
6 orang yang merupakan wakil dari kelompoknya masing-masing. Dalam setiap meja permainan diusahakan agar tidak ada peserta yang
berasal dari kelompok yang sama. Siswa dikelompokkan dalam satu meja turnamen secara homogen dari segi kemampuan akademik, artinya
dalam satu meja turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan agar setara.
Hal ini dapat ditentukan dengan melihat nilai yang mereka peroleh pada saat pre-test. Skor yang diperoleh setiap peserta dalam
permainan akademik dicatat pada lembar pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan menjumlahkan skor-skor yang diperoleh anggota
suatu kelompok, kemudian dibagi banyaknya anggota kelompok tersebut. Skor kelompok ini digunakan untuk memberikan penghargaan
tim berupa sertifikat dengan mencamtumkan predikat tertentu. Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing merupakan wakil
dari kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya, masing-masing ditempatkan dalam meja-meja turnamen. Tiap meja turnamen ditempati
5 sampai 6 orang peserta, dan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok peserta homogen. Permainan ini diawali dengan
memberitahukan aturan permainan. Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartu-kartu soal untuk bermain kartu soal dan
kunci ditaruh terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca.
Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan
dulu pembaca soal dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang undian mengambil katu undian yang
berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh
pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan
penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pemain akan
membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditanggapi oleh penantang searah jarum jam. Setelah itu pembaca soal akan membuka kunci
jawaban dan skor hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang pertama kali memberikan jawaban benar.
Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu
soal habis dibacakan, dimana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai
pembaca soal, pemain, dan penantang. Disini permainan dapat dilakukan berkali-kali dengan syarat bahwa setiap peserta harus
mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemain, penantang, dan pembaca soal.
Dalam permainan ini pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab
atau memberikan jawaban kepada peserta lain. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam satu meja menghitung jumlah
kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang ditelah disediakan. Selanjutnya setiap pemain
kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh kepada ketua kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin yang
diperoleh anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan,
kemudian menentukan
kriteria penghargaan
yang diterima
kelompoknya. Kelebihan
dari pembelajaran
TGT Menurut
Suarjana http:ekocin.wordpress.com20110617model-pembelajaran-teams-
games-tournaments-tgt-2, antara lain: 1 Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas.
2 Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu. 3 Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara
mendalam. 4 Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa.
5 Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain. 6 Motivasi belajar lebih tinggi.
7 Hasil belajar lebih baik. 8 Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.
Sedangkan kelemahan
TGT menurut
Suarjana http:ekocin.wordpress.com20110617model-pembelajaran-teams-
games-tournaments-tgt-2 adalah: 1 Bagi guru:
a Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi
jika guru yang bertindak sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok.
b Waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini
dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh.
2 Bagi siswa: Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit
memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa
yang mempunyai kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain.
C. Prestasi Belajar