18
mengalami proses industrialisasi yang berjalan lambat perlu mengetahui faktor- faktor apa saja yang dapat memicu peningkatan produktivitas sektor pertaniannya.
2.1.3 Konsep Deindustrialisasi
Secara umum deindustrialisasi dapat diartikan sebagai penurunan peranan sektor manufaktur baik dalam kontribusi jumlah output maupun kontribusi jumlah
pekerja dalam sebuah perekonomian. Definisi deindustrialisasi sendiri memiliki banyak interpretasi. Tabel 3 berisi beberapa definisi deindustrialisasi beserta
sumbernya.
Tabel 3 Beberapa definisi deindustrialisasi berdasarkan sumbernya Sumber Definisi
Deindustrialisasi
a. Blackaby 1979 diacu dalam Jalilian dan
Weiss 2000 Penurunan nilai tambah riil sektor manufaktur atau
penurunan kontribusi sektor manufaktur dalam pendapatan nasional.
b. Singh 1982 diacu dalam Jalilian dan
Weiss 2000 Ketidakmampuan sektor manufaktur menghasilkan
nilai ekspor yang mencukupi dalam membiayai impornya untuk mencapai kondisi full-employment
dalam perekonomian.
c. Rowthorn dan Wells 1987 diacu dalam
IMF 1997 Penurunan proporsi jumlah pekerja sektor
manufaktur terhadap total pekerja.
d. Bazen dan Thirlwall 1989 diacu dalam
Jalilian dan Weiss 2000
Penurunan jumlah pekerja sektor manufaktur baik secara absolut maupun relatif terhadap total
pekerja.
e. World Bank 1994 diacu dalam Jalilian
dan Weiss 2000 Penurunan tidak sementara kontribusi sektor
manufaktur yang dapat menurunkan efisiensi ekonomi dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi
berjalan lebih lambat.
f. Rowthorn dan Coutts 2004
Penurunan kontribusi sektor manufaktur pada perekonomian nasional.
g. Wikipedia 2009 Proses perubahan sosial dan ekonomi yang
disebabkan oleh semakin berkurangnya kapasitas atau aktivitas industri pada suatu daerah atau
negara, khususnya untuk industri berat heavy industry
atau industri manufaktur.
19
Lanjutan Tabel 3 Sumber Definisi
Deindustrialisasi
h. Cairncross 1982 dan Lever 1991 diacu
dalam Wikipedia 2009
h. 1. Penurunan output sektor manufaktur atau penurunan jumlah pekerja sektor manufaktur
definisi ini bisa menimbulkan salah interpretasi ketika terjadi penurunan output
atau jumlah pekerja sektor manufaktur secara sementara ataupun penurunan tersebut
merupakan bagian dari siklusnya.
h. 2. Pergeseran sektor manufaktur menuju sektor jasa sehingga sektor manufaktur memiliki
proporsi output atau jumlah pekerja terhadap total output atau pekerja yang lebih kecil
dibanding sektor jasa definisi ini bisa menyebabkan salah interpretasi misalnya
pergeseran sektor manufaktur ke sektor jasa terjadi tapi secara absolut ouput atau jumlah
pekerja sektor manufaktur tetap meningkat.
h. 3. Penurunan proporsi output sektor manufaktur pada neraca perdagangan luar negeri external
trade sehingga perekonomian gagal
menciptakan keseimbangan pada neraca perdagangan luar negerinya nilai ekspor lebih
kecil dibandingkan nilai impornya.
h. 4. Suatu kondisi dimana neraca perdagangan mengalami defisit secara terus menerus
sehingga dapat mengganggu proses produksi barang manufaktur dalam negeri dan pada
akhirnya akan terjadi penurunan output sektor manufaktur tersebut dalam perekonomian.
Teori-teori yang menjelaskan tentang deindustrialisasi telah berkembang sejak lama. Rowthorn dan Wells 1987 yang diacu dalam IMF 1997
membedakan definisi deindustrialisasi menjadi dua macam yaitu deindustrialisasi positif dan deindustrialisasi negatif. Deindustrialisasi positif merupakan sebuah
konsekuensi dari sebuah perekonomian yang telah mengalami kedewasaan maturity. Deindustrialisasi negatif mengindikasikan adanya performa yang
buruk dari sebuah perekonomian. Deindustrialisasi negatif tersebut merupakan
20
efek sekaligus penyebab dari performa buruk sebuah perekonomian. Deindustrialisasi negatif merupakan efek dari performa buruk sebuah
perekonomian karena jika perekonomian memburuk maka akan menurunkan tingkat konsumsi dan pada akhirnya akan menurunkan tingkat produksi
khususnya sektor manufaktur. Sebaliknya, deindustrialisasi negatif juga merupakan penyebab memburuknya perekonomian karena penurunan tingkat
produksi dapat menyebabkan penurunan tingkat pendapatan yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat konsumsi masyarakat.
Rowthorn 1992 menganggap bahwa teori Marx tentang penurunan profit industri dapat disebutkan sebagai awal mula teori deindustrialisasi. Teori tersebut
menyebutkan bahwa inovasi teknologi dapat membuat proses produksi menjadi lebih efisien sehingga dapat meningkatkan produktivitas. Pada saat yang
bersamaan, inovasi teknologi dapat menyebabkan pengurangan jumlah pekerja karena pekerja dapat digantikan dengan mesin sehingga kapasitas penggunaan
kapital meningkat. Jika diasumsikan pekerja dapat memberikan nilai tambah baru, maka semakin besar penggunaan kapital akan menghasilkan nilai tambah dan
surplus yang lebih kecil dibandingkan penambahan pekerja. Rata-rata profit industri akan menurun dalam jangka panjang. Implikasinya adalah bagi sebuah
industri, disamping melakukan inovasi teknologi sebagai investasi kapital perlu juga mengembangkan kemampuan pekerjanya sebagai investasi human kapital
untuk mengantisipasi terjadinya deindustrialisasi negatif. Pitelis dan Antonakis 2003 mengemukakan bahwa perkembangan sektor
manufaktur dapat dicirikan dengan produktivitasnya yang tinggi. Tingginya produktivitas sektor manufaktur, dengan asumsi ceteris paribus, akan
menyebabkan penurunan biaya relatif untuk memproduksi barang manufaktur sehingga harga barang manufaktur bisa lebih murah. Hal inilah yang bisa
menyebabkan proporsi nilai tambah sektor manufaktur menurun dengan asumsi demand
terhadap barang manufaktur dan jasa bersifat inelasitis. Perkembangan selanjutnya adalah pengurangan aktivitas sektor manufaktur karena sebagian
proses produksinya dilakukan dengan cara outsourcing atau dikontrakkan menyebabkan turunnya proporsi nilai tambah sektor manufaktur tanpa
21
memperburuk kondisi perekonomian. Deindustrialisasi ini memberikan dampak positif bagi sektor manufaktur karena produktivitasnya yang tinggi.
Pengertian lain dari deindustrialisasi bisa dilihat dari sisi pekerja. Bazen dan Thirlwall 1989 diacu dalam Jalilian dan Weiss 2000 menyebutkan bahwa
fokus terhadap pekerja sektor manufaktur ini dilakukan karena sangat berguna untuk melihat peningkatan pendapatan pada level produktivitas pekerja tertentu
dan hubungan antara industrialisasi dan penciptaan lapangan kerja. Berdasarkan pengertian deindustrialisasi yang dikemukakan lihat Tabel 3 dapat disimpulkan
bahwa deindustrialisasi positif tidak menyebabkan bertambahnya jumlah pengangguran dan sebaliknya deindustrialisasi negatif dapat menyebabkan
bertambahnya jumlah pengangguran. Reisman 2002 menemukan bahwa inflasi turut berkontribusi dalam
terjadinya deindustrialisasi. Inflasi menyebabkan investasi menjadi lebih mahal dan profit yang diharapkan menjadi berkurang. Selain itu, perubahan struktur
perekonomian oleh peraturan pemerintah juga bisa menyebabkan terjadinya deindustrialisasi. Menurut Bluestone dan Harrison 1982 serta Logan dan
Swanstrom 1990, terobosan di bidang transportasi, komunikasi dan teknologi informasi menyebabkan perusahaan manufaktur akan berpindah ke lokasi yang
lebih murah dan lokasi sebelumnya pusat kota ditempati oleh sektor jasa dan aglomerasi finansial.
Singh 1977 menyatakan bahwa untuk menganalisis adanya industrialisasi dan deindustrialisasi dalam kasus perekonomian terbuka, tidak cukup hanya
dengan menganalisis karakteristik perekonomian domestik saja melainkan harus menganalisis juga interaksi dengan negara lainnya. Pada negara berkembang di
awal tahap pertumbuhannya, kontribusi sektor pertanian pada balance of payment sama atau lebih besar daripada kontribusi sektor manufaktur. Pada saat
pendapatan perkapita meningkat pada level middle-income countries, peranan sektor manufaktur menjadi sangat penting. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya
demand terhadap produk manufaktur, dimana jika tidak dapat dipenuhi dari pasar
domestik maka akan dipenuhi melalui impor sehingga akan mengubah kondisi neraca perdagangan. Sedangkan pada negara maju, kontribusi sektor manufaktur
22
saat ini sangat kecil baik terhadap GDP maupun terhadap total pekerja dan sektor ekspor utama adalah knowladge-based services.
2.1.4 Model Deindustrialisasi