2.9 Bentuk-bentuk Tahapan Partisipasi dalam Praktek
Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat secara aktif dalam setiap tahapan pembangunan mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan. Masyarakat tidak lagi
menjadi obyek pembangunan tetapi menjadi subyek pembangunan, dimana masyarakat berperan aktif menyelesaikan masalahnya sendiri.
15
Partisipasi dalam prakteknya terdiri dari empat bentuk tahapan Pamudji, 1997 dalam Asnawati,
2004, yaitu: 1 Partisipasi dalam perencanaan kegiatan, yaitu keterlibatan dalam bentuk
kehadiran, menyampaikan pendapat, dan pengambilan keputusan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan yang akan
dilaksanakan. 2 Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan, yaitu keterlibatan dalam bentuk
penyediaan dana, pengadaan sarana, dan berkorban waktu dan tenaga sejak persiapan kegiatan, pelaksanaan, dan pasca pelaksanaan kegiatan
yang berupa pemeliharaan hasil- hasil kegiatan. 3 Partisipasi dalam pengendalian kegiatan monitoring, pengawasan, dan
evaluasi. 4 Partisipasi dalam pemanfaatan hasil kegiatan.
Cohen dan Uphoff 1977 dalam Makmur 2005 membagi partisipasi ke dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
1 Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud di sini
adalah pada perencanaan suatu kegiatan. 2 Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam
pembangunan, sebab tahapan ini adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi
dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk tindakan sebagai anggota proyek.
15
Buku 1 Intisari “Seminar Nasional Keberlanjutan Partisipasi Masyarakat dalam Pe mbangunan
” halaman 3. Editor: Budhy Tjahjati Sugijanto Soegijoko, Gita Chandrika Napitupulu, Wahuyu Mulyana, Frieda Fidi. Yogyakarta, 25-26 Ju li 2008.
3 Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan
demi perbaikan program selanjutnya. 4 Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan
partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subyek
pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran.
Partisipasi dalam arti sesungguhnya melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam setiap bentuk tahapan partisipasi, tidak terkecuali masyarakat
lokal. Pada kegiatan pembangunan di Indonesia, partisipasi masyarakat cenderung masih rendah karena masih adanya perbedaan sikap antara masyarakat dengan
golongan elit Utomo, 1984. Utomo 1984 mengemukakan bahwa pengertian mengembangkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa paling sedikit
mencakup dua aspek yang penting, yaitu bahwa peserta partisipasi masyarakat lokal seyogyanya turut menentukan dalam pengambilan keputusan dan turut
melaksanakannya; walaupun antara golongan elit dan masyarakat bawahan masih terdapat perbedaan sikap dalam menilai kepentingan mengembangkan partisipasi
tersebut sebagai berikut: 1 Ahli dari golongan elit menganggap diri mereka paling tahu dan merasa
harus menggurui masyarakat.
2 Rakyat atau masyarakat golongan bawah belum terbiasa dengan pola hidup moderen, sehingga partisipasi mereka rendah tingkatannya
bahkan lebih menunjukkan partisipasi yang tinggi dalam kegiatan ritus
kolektif yang tradisionil.
3 Ada kontradiksi antara usaha mengembangkan partisipasi dengan usaha
mencapai target secepat-cepatnya.
Akibatnya maka ada gejala umum pada masyarakat pedesaan hanya ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang mereka mengerti saja, atau
berpartisipasi secara semu, yaitu hanya mengikuti kehendak atasan yang tidak sepenuhnya mereka mengerti kegunaannya.
2.10 Hubungan Persepsi dan Partisipasi