Model empang-parit ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu: 1 cahaya matahari yang menyinari cukup baik ; 2 biaya penyempurnaan empang parit
dapat dilaksanakan secara bertahap setiap pemeliharaan. Sementara itu, beberapa hambatannya adalah pemeliharaan ikan kurang terintegrasi dan lebar parit terbatas
sehingga cahaya matahari yang menyinari tidak cukup banyak. Model empang-parit yang umumnya dikatakan sistem tradisional ini dalam
pelaksanaannya kurang disukai oleh petani. Beberapa alasan yang dikemukakan petani pada saat diskusi pelatihan budidaya tambak sistem wanamina pada tanggal
12 November 2006 antara Universitas Lampung Unila dengan petani di Desa Margasari
11
, yaitu: a Tambak yang ditumbuhi mangrove pada bagian pelatarannya akan
menghilangkan fungsi pelataran sebagai tempat pertukaran oksigen. b Mangrove yang ada di tambak akan menjadi sarang hama, seperti
biawak, ular, lingsang, burung elang, dan lain- lain. c Kawasan budidaya tambak akan menjadi sempit, sehingga mengurangi
produksi yang akan dipanen nantinya. Terlihat bahwa menurut petani model empang-parit kurang menguntungkan
secara ekonomi. Kebanyakan petani hanya memikirkan keuntungan ekonomi dari tambak ini tanpa melihat sisi ekologi nya. Padahal tujuan dari pengelolaan tambak
ramah lingkungan ini sudahlah jelas tidak hanya keuntungan ekonomi semata tetapi bagaimana mempertahankan tegakan hutan mangrove yang kondisinya
semakin mengkhawatirkan.
2.7 Lembaga Masyarakat Desa Hutan LMDH “Mina Wana Lestari”
LMDH “Mina Wana Lestari” merupakan salah satu LMDH yang aktif melakukan pengelolaan tambak ramah lingkungan. LMDH ini termasuk ke dalam
Bagian Kesatuan Pemangku Hutan BKPH Cikiong, Kesatuan Pemangku Hutan KPH Purwakarta, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Perum
Perhutani mempercayakan “LMDH Mina Wana Lestari” untuk mengelola petak hutan mangrove seluas 2.840,95 hektar yang menjadi pangkuan Desa Sedari,
Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, melalui perjanjian kerjasama PHBM
11
http:mangrove.unila.ac.id index.php?option=com_contenttask=vie wid=31 dia kses
pada tanggal 24 Mei 2010 pukul 15.35 WIB.
Plus. LMDH ini telah melakukan kerjasama dalam pengelolaan tambak ramah lingkungan dengan model empang-parit selama 3 tahun.
Pesanggem didefinisikan sebagai petani yang mengerjakan usahatani dalam kawasan hutan payau yang terkait dalam perjanjian kerjasama dengan Perhutani
Perum Perhutani, 2007. Mereka adalah masyarakat desa-desa di Kecamatan Cibuaya dan Kecamatan Ciwaru yang tergabung dalam LMDH
“Mina Wana Lestari” dan menggarap tambak ramah lingkungan model empang-parit. Para
pesanggem ini memiliki kewajiban untuk memelihara tanaman payau yang ditanam Perhutani di tambak yang dikelola. Mereka juga diwajibkan membayar
uang ganti rugi atas tambak yang mereka kelola dengan masa perjanjian selama satu tahun. Setelah itu, mereka harus memperpanjang masa perjanjian dan
membayar lagi uang ganti rugi. Uang ganti rugi tersebut berbeda-beda tiap pesanggem tergantung kelasnya. Kriteria penentuan kelas
12
, yaitu berdasarkan: a Kerapatan Tegakan
b Luas Pengaruh Pasang-surut c Lebar parit 5m dengan memakai pola empang-parit
Sementara itu, kelas klasifikasi pesanggem dalam pengelolaan tambak, yaitu: a Kelas I = Rp60.400 per hatahun
b Kelas II = Rp77.200 per hatahun c Kelas III = Rp94.000 per hatahun
d Kelas IV = Rp144.400 per hatahun
2.8 Pengertian Partisipasi