6.4 Deskripsi Persepsi Responden Mengenai Hutan Mangrove Secara Keseluruhan
Sub-bab ini menjelaskan persepsi responden mengenai hutan mangrove secara keseluruhan. Frekuensi persepsi responden mengenai hutan mangrove
secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Frekuensi Persepsi Responden Mengenai Hutan Mangrove
Kategori Persepsi Jumlah Responden orang
Presentase Negatif
1 1,43
Positif 69
98,57 Total
70 100
Sumber: Data primer diolah
Dapat dilihat pada Tabel 14 bahwa persepsi sebagian besar responden mengenai hutan mangrove secara keseluruhan adalah positif. Sebesar 98,57
persen 69 orang responden memiliki persepsi positif mengenai hutan mangrove. Sementara itu, hanya sebesar 1,43 persen 1 orang responden saja yang memiliki
persepsi negatif mengenai hutan mangrove. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pesanggem LMDH Mina Wana Lestari memiliki penilaian dan pandangan
yang positif mengenai hutan mangrove baik mengenai ekosistem maupun fungsinya. Hal ini salah satunya karena responden telah tinggal, memanfaatkan,
dan berinteraksi dengan hutan mangrove cukup lama. Berbagai sensasi yang didapat pesanggem mengenai hutan mangrove yang
diterima melalui alat panca indera mereka membentuk suatu persepsi mengenai hutan mangrove. Tanpa ada proses pengorganisasian sensasi-sensasi pada
persepsi, sensasi yang diterima manusia mengenai suatu obyek akan menjadi sensasi-sensasi yang acak Zimbardo, 1995: 232. Pesanggem yang telah tinggal
lama dan berinteraksi dengan hutan mangrove baik secara langsung maupun tidak langsung menerima sensasi-sensasi dari obyek hutan mangrove, misalnya seperti:
1 Indera penglihatan yang diterima melalui mata. Pesanggem menerima sensasi berupa wujud fisik hutan mangrove Desa Sedari yang
vegetasinya didominasi oleh tanaman payau dengan dedaunan berwarna hijau, batang yang menghujam ke tanah tergenang air, akar berbentuk
akar napas Avicennia spp. dan akar tunjang Rhizophora spp.. Pesanggem juga menangkap sensasi berupa hewan- hewan yang banyak
hidup di hutan mangrove seperti ikan, kepiting, dan katak; berbagai spesies serangga seperti laba- laba, nyamuk, dan semut; beberapa spesies
burung seperti Ardea sp. blekok dan bangaukuntul Egretta sp. dan Leotoptilos sp.; dan ular. Pesanggem juga menangkap sensasi
komponen abiotik dari hutan mangrove seperti tanah, air, cahaya, dan batu. Selain itu, pesanggem juga menangkap sensasi dari hutan
mangrove berupa berbagai fungsi dari hutan mangrove yang bermanfaat bagi kehidupan mereka.
2 Indera pendengaran yang diterima melalui telinga. Pesanggem menerima sensasi secara langsung seperti mendengar berbagai hewan
yang hidup di hutan mangrove walaupun mungkin mereka belum melihatnya sama sekali seperti monyet. Pesanggem juga mendengar
desiran angin pada saat di hutan mangrove yang menandakan terdapat udara yang dapat dihirup untuk bernafas. Pesanggem juga dapat
menerima sensasi hutan mangrove secara tidak langsung, yaitu mendengar dari orang-orang sebenarnya bagaimana obyek fisik hutan
mangrove walaupun pesanggem tersebut jarang atau hampir tidak pernah melihat secara langsung hutan mangrove.
3 Indera peraba melalui kulit. Pesanggem merasakan sensasi bagaimana tekstur dari tanaman payau yang menyusun hutan mangrove. Mereka
juga dapat merasakan suhu udara yang sejuk apabila berada di dalam hutan mangrove.
4 Indera perasa melalui lidah. Pesanggem merasakan sensasi bagaimana air asin merupakan habitat dari hutan mangrove.
Berbagai sensasi mengenai hutan mangrove yang diterima oleh pesanggem melalui alat panca indera selanjutnya mendapat tempatnya dalam otak mereka
menurut suatu kategorisasi tertentu dan menjadi informasi yang bermakna sehingga terbentuklah persepsi pesanggem mengenai hutan mangrove.
Implikasinya, apabila pesanggem diajukan pertanyaan mengenai bagaimana sebenarnya bentuk fisik hutan mangrove, maka otak mereka melakukan proses
kognitif untuk mencari kategorisasi yang tersimpan mengenai sensasi hutan mangrove yang ditangkap oleh panca indera dan mereka akan menjawab hutan
mangrove terdiri dari tanaman payau yang memiliki tempat hidup di daerah pesisir, terdiri dari berbagai macam hewan yang hidup di dalamnya, dan
sebagainya. Faktanya, proses pembentukan persepsi tidak sesederhana seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya. Hal ini karena menurut Leavitt 1978: 29, persepsi seseorang ditentukan oleh kebutuhannya. Sementara itu, Asngari 1984
mengemukakan bahwa karakteristik pribadi berpengaruh pada persepsi seseorang, yaitu mencakup umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan status sosial. Hal
ini karena persepsi merupakan proses pengamatan serapan yang berasal dari kemampuan kognisi orang tersebut. Namun dalam penelitian ini, faktor- faktor
yang mempengaruhi persepsi pesanggem mengenai hutan mangrove tidak dibahas sehingga relasi antara faktor-faktor tersebut dengan persepsi pesanggem tidak
dianalisis. Penelitian ini hanya melihat secara deskriptif persepsi pesanggem mengenai hutan mangrove.
BAB VII PAR TISIPASI R ESPONDEN DALAM PENGELOLAAN TAMBAK