Teori Paritas Daya Beli

Kemudian rezim nilai tukar merangkak crawling peg rates dimana negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodik dengan tujuan bergerak menuju suatu nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. Keuntungan dari rezim ini adalah suatu negara dapat mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibandingkan rezim nilai tukar tertambat. Ada lagi yang disebut rezim nilai tukar mengambang bebas terkendali managed floating exchange rate system dimana suatu negara menerapkan nilai tukar mengambang terkendali apabila bank sentral melakukan intervensi di pasar valuta asing tetapi tidak ada komitmen untuk mempertahankan nilai tukar secara berkala atau mengurangi tingkat fluktuasi pada tingkat moderat, serta mencegah pergerakan nilai yang terlalu besar Simorangkir dan Sueno, 2005 dalam Partisiwi, 2008. Tabel 2.2. Rezim Nilai Tukar Negara dalam Seluruh Kawasan Negara Mata Uang Sistem Nilai Tukar Indonesia Rupiah Mengambang Terkendali Malaysia Ringgit Mengambang Terkendali Singapura Dollar Singapura Mengambang Terkendali Filipina Peso Filipina Mengambang Bebas Thailand Bath Mengambang Terkendali Jepang Yen Mengambang Bebas Korea Selatan Won Mengambang Bebas Australia Dollar Australia Mengambang Bebas New Zealand Dollar New Zealand Mengambang Bebas China Yuan Merangkak Crawling Peg India Rupee Mengambang Terkendali Jerman Euro Mengambang Bebas Perancis Euro Mengambang Bebas Inggris Poundsterling Mengambang Bebas Kanada Dollar Kanada Mengambang Bebas Meksiko Peso Meksiko Mengambang Bebas Amerika Serikat Dollar Amerika Serikat Mengambang Bebas Sumber: IMF, De Facto Classification of Exchange Rate Regimes and Monetary Policy Frameworks , 2008

2.3. Teori Paritas Daya Beli

Salah satu teori yang terkenal bagaimana menentukan nilai tukar adalah teori paritas daya beli theory of purchasing power parity PPP. Teori paritas daya beli menetapkan bawa nilai tukar antara dua mata uang akan disesuaikan untuk merefleksikan perubahan tingkat harga dalam dua negara Mishkin, 2001. Teori ini merupakan penyederhanaan sebuah aplikasi dari hukum satu harga the law of one price terhadap harga tingkat nasional daripada harga individu. Implikasinya bahwa harga komoditi yang diperdagangkan antarnegara haruslah sama walaupun didenominasikan dalam mata uang yang berlaku. Menurut Kutan dan Dibooglu 1998 paritas daya beli juga mengimplikasikan nilai tukar yang stasioner. Sebagai contoh harga baja Jepang meningkat 10 , yang pada awalnya 10.000 yen menjadi 11.000 yen, relatif terhadap harga dolar Amerika Serikat, belum berubah di titik 100 US . Oleh karena itu nilai tukar harus meningkat sampai 110 yen terhadap dolar, sehingga nilai tukar riil apresiasi 10 terhadap dolar. Pengaplikasian hukum satu harga terhadap tingkat harga dalam dua negara menghasilkan teori paritas daya beli, sehingga apabila di Jepang tingkat harga meningkat 10 relatif terhadap tingkat harga di Amerika Serikat, maka dolar akan mengalami apresiasi 10 . Menurut Batiz 1994 paritas daya beli dapat dibagi menjadi dua yaitu paritas daya beli absolut absolute purchasing power parity dan paritas daya beli relatif relative purchasing power parity. Paritas daya beli absolut menyatakan bahwa kurs memiliki hubungan dengan harga relatif suatu barang. Hubungan antara kurs dengan tingkat harga umum dirumuskan sebagai : P = e P 2.6 dimana P adalah harga domestik, e adalah kurs nominal, dan P adalah harga luar negeri harga impor. Paritas daya beli relatif menyatakan bahwa perubahan kurs sepanjang waktu t ke t + T akan sebanding dengan perubahan paritas daya beli antar dua negara. Dalam konsep paritas daya beli relatif, dibutuhkan adanya penghitungan periode dasar base period. Persamaan paritas daya beli relatif dapat dirumuskan sebagai berikut : = 1 + 2.7 dimana adalah nilai tukar yang diharapkan expected exchange rate, adalah kurs pada periode dasar base period, adalah inflasi di dalam negeri, dan adalah inflasi di luar negeri. Implikasi dari persamaan ini yaitu perubahan dalam ekspektasi kurs expected exchange rate akan berhubungan dengan perubahan dengan ekspektasi inflasi expected inflation.

2.4. Consumer Price Index CPI