Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat

63 Di lingkup Kecamatan Giriwoyo terdapat tiga bakul besar yang beroperasi, sedangkan pedagangbakul yang kecil kurang lebih 7 – 10 orang.

5.1.4 Pemasaran

Pemasaran kayu rakyat yang dilakukan oleh petani di lokasi penelitian dalam bentuk pohon masih berdiri, yaitu sistem penjualan dengan cara menghitung jumlah pohon yang akan dijual dengan satuan per pohon atau dengan sistem penjualan berdasarkan luasantebas. Untuk sistem penjualan per pohon, pohon yang akan dijual ditandai dengan cara menoreh sedikit kulit batang pohon sebagai tanda bagi pedagang untuk menunjukan pohon yang hendak dijual, sedangkan untuk sistem tebas, petani menjual seluruh tegakanpohon yang ada di sebidang lahan tanpa melihat jenis pohon maupun ukuran diameternya. Biasanya petani menjual kayu rakyat kepada pedagang kecil bakul dan pedagang besarpengepul. Bakul melakukan pembelian pohon berdiri dengan menanggung seluruh biaya produksi pemanenan, penyaradan dan pengangkutan, dan biaya administrasi pengurusan ijin tebangpengurusan Surat Keterangan Asal Usul SKAU yang diterbitkan oleh Kepala DesaLurah atau pejabat setingkat Kepala DesaLurah. Setelah membeli kayu rakyat dari petani, bakul menjual kembali kayu tersebut ke pedagang besarpengepul. Hal ini terjadi karena bakul tidak dapat menjual kayu rakyat tersebut keluar daerah sebelum memiliki badan hukum. Tidak berbeda dengan bakul, pengepul menanggung seluruh biaya produksi pemanenan, penyaradan dan pengangkutan biaya administrasinya yang meliputi pengurusan ijin tebangpengurusan Surat Keterangan Asal Usul Kayu SKAU di desa, pengurusan dokumen untuk pengangkutan kayu rakyat ke luar daerah Surat Keterangan Sahnya Kayu Bulat yang diterbitkan oleh petugas Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertambangan Kabupaten. Pengepul yang ada di lokasi penelitian ada tiga dan ketiganya tergabung dalam sebuah organisasi yang dinamakan Asosiasi Pengusaha Kayu ASPEK yang didirikan di tingkat Kabupaten. Dengan keberadaan organisasi ini diharapkan dapat mendorong kerjasama antar pihak dalam pengusahaan pemasaranpenjualan kayu rakyat. Sesuai dengan keputusan Bupati Wonogiri 64 nomor 1 tahun 2012, para pengepul ditarik sumbangan, dan sumbangan tersebut langsung disetorkan ke Kas Daerah Pemerintah Kabupaten Wonogiri. Besar kecilnya sumbangan tersebut telah diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Kayu Jati : Rp 15.000m3 2. Kayu Mahoni, Akasia dan Sonokeling : Rp 10.000m3 3. Kayu Jenis Lainnya : Rp 5.000m3 4. Kayu BakarRantingBongkaran Rumah : Rp 5.000m3 Petani yang akan menjual kayu rakyat cukup menghubungi beberapa bakul atau pengepul. Pemanggilan tersebut bertujuan untuk mendapatkan harga penawaran yang terbaik, harga jual akan ditentukan atas dasar kesepakatan bersama. Harga kayu berbeda-beda tergantung pada jenis, kualitas, diameter dan jarak lokasi kayu dengan jalan transportasi. Dilihat dari jenisnya kayu jati relatif lebih mahal dibandingkan jenis yang lainnya akasia, mahoni dan kayu lokal. Demikian juga dengan besar kecilnya diameter, dimana semakin besar diameter semakin mahal harganya. Sebagai contoh harga kayu jati yang diperoleh dari pengepul di tingkat kecamatan adalah: Rp 600.000 – Rp 1.500.000 per meter kubik untuk diameter 10 – 15 cm; Rp 1.000.000 – Rp 2.250.000 untuk diameter 16 – 19 cm; Rp 2.000.000 – Rp 2.750.000 untuk diameter 22 – 28 cm; Rp 3.200.000 – Rp 5.500.000 untuk diameter 30 – 38 cm. Selain beberapa kondisi diatas, yang menentukan harga jual dari kayu rakyat, ada beberapa kepercayaanmitos petani yang membuat harga jual kayu rakyat menjadi sangat jatuhtidak ada nilainya yaitu: a. Pohon yang yang terkena sambaran petir Masyarakat yang ada di lokasi penelitian mempercayaimitos bahwa kayu yang tersambar petir merupakan kayu yang terkena kutukan. Oleh karena itu mereka enggan menggunakan kayu tersebut untuk bahan bangunan ataupun mebel. Mereka beranggapan jika menggunakan kayu tersebut takut terkena dampak dari kutukan tersebut, sehingga petani menjual kayu dengan harga yang murah. 65 b. Pohon yang roboh Pemanfaatan pohon yang roboh merupakan salah satu pantangan bagi petani untuk digunakan sebagai bahan pembangunan rumah yang terjadi di lokasi penelitian. Hal ini terjadi karena masyarakat beranggapan bahwa dengan menggunakan kayu hasil dari pohon yang roboh akan membuat bangunan rumah yang dibuat juga akan mengalami hal yang sama seperti bahan yang mereka gunakan. c. Pohon yang tumbuh di pemakaman Masyarakat memiliki anggapanmitos bahwa pohon yang tumbuh di pemakaman menjadi tempat tinggal bagi mahluk halus yang ada di pemakaman tersebut. Oleh karena itu masyarakat tidak memanfaatkan kayu-kayu tersebut untuk kebutuhan rumah tangga, karena mereka beranggapan bila menggunakan kayu-kayu tersebut akan menyebabkan adanya gangguan yang ditimbulkan oleh mahluk halus dari penghuni kayu tersebut. Hal tersebut dimanfaatkan oleh para bakul dan pengepul membeli kayu rakyat dengan harga murah. Saluran pemasaran kayu rakyat yang ada di lokasi penelitian dapat terbagi dalam tiga yaitu: a. Saluran pemasaran pertama Pada saluran pertama ini, petani menjual kayu rakyat dalam bentuk pohon berdiri langsung ke bakul yang juga sekaligus langsung mengolah kayunya menjadi kayu bangunan, kusen untuk dijual kepada konsumen lingkup dusun dan desa. b. Saluran pemasaran kedua Pada saluran pemasaran kayu rakyat pola kedua, petani menjual kayu rakyat dalam bentuk pohon berdiri kepada bakul yang kemudian menjualnya ke bakul yang lain yang berprofesi selain menjadi bakul juga memproduksi kayu rakyat tersebut menjadi mebel dan kayu bangunan untuk kebutuhan masyarakat, instansi swasta dan pemerintah di lingkup kecamatan. 66 c. Saluran pemasaran ketiga Pada saluran pemasaran kayu rakyat pola ketiga, petani menjual kayu rakyat dalam bentuk pohon berdiri kepada bakul yang kemudian menjualnya kepada pedagang pengumpul dalam bentuk kayu gelondongan. Pedagang pengumpul besar menjual kepada industri lingkup kabupaten bahkan luar kabupaten. Daerah tujuan utama dalam pemasaran kayu ini adalah Kabupaten Jepara, Kota Solo, dan Kabupaten Pacitan. Secara singkat saluran pemasaran kayu rakyat yang ada di lokasi penelitian baik yang tersertifikasi maupun yang belum tersertifikasi tersaji pada Gambar 14. Gambar 14 Saluran pemasaran kayu rakyat di lokasi penelitian Simulasi Perbandingan Pengeloaan Hutan Rakyat yang Dikelola dengan Baik dan Dikelola secara Tradisional Untuk mendapatkan gambaran perbandingan pengelolaan hutan rakyat dengan menggunakan teknik silvikultur dibandingkan dengan pengelolaan hutan rakyat secara tradisional maka dilakukan simulasi perhitungan hasil pengelolaan hutan rakyat. Perbandingan ini dengan menggunakan asumsi biaya yang dikeluarkan dari Kementerian Kehutanan dengan daur tebang selama 20 tahun. Kelayakan pengelolaan hutan rakyat ini dapat diketahui dengan analisis finansial. Menurut Gittinger 1986 salah satu cara untuk melihat kelayakan dari analisis finansial adalah menggunakan Cast Flow Analysis. Alasan penggunaan metode ini Bakul + Sawmill Desa Saluran 1 Petani Bakul Pengepul+ Sawmill + Meubel Saluran 2 Konsumen Bakul Industri DalamLuar Kota Pengepul Saluran 3 67 adalah adanya pengaruh waktu terhadap nilai uang selama umur ekonomis kegiatan usaha. Cast Flow Analysis dilakukan setelah komponen-komponen biaya dan pendapatan ditentukan dan diperoleh nilainya. Untuk mendapatkan nilai sekarang dari masing-masing komponen maka dikalikan dengan tingkat suku bunga yang berlaku. Dalam penelitian ini dibuat skenario tingkat suku bunga yang digunakan yaitu 15, penggunaan suku bunga tersebut untuk mengetahui kelayakan pengelolaan hutan rakyat pada berbagai fluktuasi tingkat suku bunga saat ini. Suku bunga pinjaman dipakai untuk menentukan nilai kini dari biaya dan penerimaan yang didasarkan pada tingkat biaya investasi jangka panjang yang diberikan oleh bank. Dua komponen yang perlu dianalisis untuk mengetahui pendapatan bersih sekarang yaitu komponen biaya dan pendapatan. Konsep biaya yang digunakan adalah biaya pembangunan atau pengelolaan hutan rakyat establishment cost. Biaya tersebut dihitung seluruhnya sepanjang waktu pengelolaan hutan rakyat. Komponen biaya yang dihitung adalah biaya penyiapan lahan, penanaman, perawatan, dan biaya tahunan Biaya-biaya ini dihitung dengan mengasumsikan banyaknya atau lamanya hari orang kerja HOK yaitu waktu dan tenaga yang dikeluarkan petani untuk mengerjakan komponen tersebut. Komponen biaya yang yang dikeluarkan dalam pengelolaan hutan rakyat diasumsikan sesuai dengan standar biaya Kementerian Kehutanan. Secara lengkap komponen biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan hutan rakyat tersaji pada Tabel 13. Tabel 13. Komponen biaya untuk pengelolaan hutan rakyat per hektar No Kegiatan Volume Biaya Satuan Total Biaya A Persiapan lapangan penanaman 1 Pengadaan Bibit btg 440 1.250 550.000 2 Pelabelan Bibit HOK 5 35.000 175.000 3 Pengukuran Lapangan dan pemasangan Patok Batas HOK 24 35.000 840.000 4 Pembuatan lobang tanam dan pemasangan ajir HOK 50 35.000 1.750.000 5 Pengangkutan bibit dan penanaman HOK 32 35.000 1.120.000 6 Perawatan penyiraman, pemupukan dan pemberantasan hama HOK 12 35.000 420.000 7 Pengadaan pupuk dan obat-obatan paket 1 1.350.000 1.350.000 68 Tabel 13. Komponen biaya untuk pengelolaan ………………….. lanjutan No Kegiatan Volume Biaya Satuan Total Biaya B Pemeliharaan Tahun I 1 Penyiangan, pemupukan dan pemberantasan hama penyakit HOK 20 35.000 700.000 2 Upah Penyulaman dan pengankutan bibit HOK 20 35.000 700.000 3 Pembelian Bibit sulaman paket 1 500.000 500.000 C Pemeliharaan Tahun II 1 Penyiangan, pemupukan dan pemberantasan hama penyakit HOK 20 35.000 700.000 2 Pengadaan pupuk dan abat-obatan paket 1 1.000.000 1.000.000 D Pemeliharaan Tahun III 1 Penyiangan, pemupukan dan pemberantasan hama penyakit HOK 20 35.000 700.000 2 Upah pembersihan jalan pemeriksaan dan jalur isolasi HOK 20 35.000 700.000 3 Upah Pemeliharaan pagar HOK 10 35.000 350.000 E Pemeliharaan Tahun IV 1 Penyiangan, pemupukan dan pemberantasan hama penyakit HOK 20 35.000 700.000 2 Upah pembersihan jalan pemeriksaan dan jalur isolasi HOK 20 35.000 700.000 3 Upah Pemeliharaan pagar HOK 10 35.000 350.000 F Pemeliharaan Tahun V 1 Penyiangan, pemupukan dan pemberantasan hama penyakit HOK 20 35.000 700.000 2 Upah pembersihan jalan pemeriksaan dan jalur isolasi HOK 20 35.000 700.000 3 Upah Pemeliharaan pagar HOK 10 35.000 350.000 Total Biaya Pengelolaan 15.055.000 Sumber : Kemenhut 2011 Komponen kedua adalah pendapatan petani hutan rakyat. Dalam kajian pengelolaan hutan rakyat ini, diasumsikan kayu yang dipanen oleh masyarakat adalah tanaman jati. Petani sebenarnya tidak mempunyai waktu yang pasti untuk memanen kayu dari hutan rakyatnya, namun pada pembuatan simulasi ini daur tebang yang dilakukan oleh petani untuk tanaman jatinya adalah 20 tahun. Jumlah perolehan tebangan yang diperoleh jika tanaman tersebut dikelola dengan baik dan tidak dikelola dengan baik dengan jumlah tanaman sebanyak 440 batang tersaji pada Tabel 14. 69 Tabel 14 Komponen pendapatan petani dari pengelolaan hutan rakyat. No Uraian Kegiatan Dikelola Tidak Dikelola Volume Kayu Harga Kayum3 Rp Jumlah Rp Volume Kayu Harga Kayum3 Rp Jumlah Rp 1 Biaya Penanaman dan Pemeliharaan 15.055.000 6.205.000 Jumlah Perngeluaran 15.055.000 6.205.000 1 Hasil Penjarangan Pertama tahun kelima - - - - - - 2 Hasil Penjarangan Kedua tahun kesepuluh - - - - - - 3 Hasil Penjarangan Ketiga tahun kelimabelas - - - - - - 4 Hasil penebangan 42,04 1.500.000 63.057.496 30,90 800.000 24.718.471 Jumlah Pendapatan 63.057.496 24.718.471 Total Pendapatan dari hutan rakyat dengan daur 20 tahun 48.002.496 18.513.471 Perbandingan NPV, BCR dan IRR dalam Pengeloaan Hutan Rakyat yang Dikelola dengan Baik dan Dikelola Secara Tradisional Menurut Gittinger 1986 kriteria-kriteria yang digunakan dalam suatu evaluasi terhadap investasi adalah Net Present Value NPV, Benefit Cost Ratio BCR dan Internal Rate of Return IRR. - Net Present Value NPV diperoleh dari hasil pengurangan pendapatan bersih saat ini dengan total biaya saat ini, yang sudah dikalikan dengan faktor diskon pada tingkat suku bunga dengan asumsi tingkat suku bunga 15 . - Benefit Cost Ratio BCR merupakan angka perbandingan ratio jumlah manfaat benefit terhadap jumlah biaya investasi dan operasional pada tingkat suku bunga 15. - Internal Rate of Return IRR merupakan tingkat pengembalian internal dari suatu investasi pada saat NPV = 0. Dengan menggunakan tiga kriteria yaitu NPV, BCR dan IRR diatas kegiatan pengelolaan hutan rakyat yang ada di lokasi penelitian baik yang di kelola dengan baik maupun yang dikelola dengan tradisional didapatkan hasil 70 analisis kelayakan finansial berdasarkan tiga kriteria sebagaimana tersaji pada Tabel 15. Tabel 15 Analisis kelayakan finansial No Analisis Nilai Dikelola Tidak Dikelola 1 NPV Net Present Value Rp8,311,099 Rp4,694,699 2 BCR Benefit Cost Ratio 0.32 0.24 3 IRR Internal Rate of return 9.21 8.63 Tabel 15 menunjukkan pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan oleh petani menunjukkan hasil yang kurang memuaskan jika dilihat dari jeda waktu yang panjang. Oleh karena itu, agar pengelolaan hutan rakyat layak secara finansial maka perlu adanya subsidi dari pemerintah dalam pengelolaan hutan rakyat berupa pinjaman lunak dengan suku bunga rendah, maksimal 9 untuk hutan rakyat yang dikelola dengan baik dan 8 untuk hutan rakyat yang dikelola secara tradisional. Dengan tingkat suku bunga tersebut pengusahaan hutan rakyat layak secara finansial, dengan syarat tidak ada oportunitas pemanfaatan lahan dengan jenis tanaman pertanian, perkebunan, atau pengunaan lain yang lebih menguntungkan.

5.2 Karakteristik Individu Petani

5.2.1 Jenis kelamin, Agama, Etnis dan Mata Pencaharian

Penelitian ini dilakukan pada dua kelompok petani, yaitu petani di lokasi yang memiliki status telah mendapatkan sertifikasi dalam pengelolaan hutan rakyat sebanyak 57 petani dan yang belum memiliki status sertifikasinon sertifikasi dalam pengelolaan hutan rakyat dengan jumlah responden sebanyak 58 petani. Seluruh responden beretnis Jawa, dengan pekerjaan utama sebagai petani Lampiran 2. Identifikasi individu responden berdasarkan jenis kelamin, agama, etnis dan mata pencaharian tersaji pada Tabel 16. 71 Tabel 16 Identifikasi individu berdasarkan Jenis Kelamin, Agama dan Etnis No Identifikasi Individu Sertifikasi Non sertifikasi Jumlah orang Persentase Jumlah orang Persentase 1. Jenis Kelamin - Laki-laki 46 80,70 51 87,93 - Perempuan 11 19,30 7 12,07 2. Agama - Islam 57 100 46 79,31 - Katolik - 12 20,69 - Lainnya - - - - 3. Etnis - Jawa 57 100 58 100 - Lainnya - - - - Jumlah Pada Tabel 16 terlihat bahwa sebagian besar responden baik yang memiliki hutan rakyat yang tersertifikasi maupun yang belum tersertifikasi adalah laki-laki 80,70 dan 87,93. Hal ini terjadi karena laki-laki merupakan penanggung jawab penuh dalam pengelolaan lahan yang mereka miliki.

5.2.2 Jumlah Anggota Keluarga

Rata-rata jumlah anggota keluarga responden baik yang sertifikasi maupun non sertifikasi adalah 3 jiwakeluarga dengan selang 2 sampai 6 jiwakeluarga. Secara rinci jumlah anggota responden tersaji pada Tabel 17. Tabel 17 Sebaran responden berdasarkan jumlah anggota keluarga No Jumlah anggota keluarga jiwa Sertifikasi Non sertifikasi Jumlah Persentase Jumlah Persentase 1. 2 21 36,84 19 32,76 2. 3 17 29,83 23 39,66 3. 4 14 24,56 12 20,69 4. 5 3 5,26 4 6,90 5. 6 2 3,51 0,00 Jumlah 57 100,00 58 100,00 Mayoritas jumlah anggota dalam keluarga responden berjumlah 2 dan 3 jiwakepala keluarga. Hal ini terjadi karena banyak masyarakat di lokasi penelitian akan keluar dari daerah tersebut setelah lulus pendidikan untuk mencari pekerjaan ke kota-kota besar. 72

5.2.3 Umur

Umur merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas dan produktifitas manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebaran umur responden di lokasi yang tersertifikasi dan yang belum tersertifikasi secara rinci tersaji pada Tabel 18. Tabel 18 Sebaran responden berdasarkan umur di lokasi Penelitian No Kelompok Umur Kategori Skor Sertifikasi Non Sertifikasi Jumlah orang Persentase Jumlah orang Persentase 1. 28 - 44 Rendah 3 10 17,544 10 17,241 2. 45 - 60 Sedang 2 35 61,404 36 62,069 3. 60 - 75 Tinggi 1 12 21,053 12 20,690 Jumlah 57 100,00 58 100,00 Umur merupakan faktor yang mempengaruhi kekuatan fisik, cara berpikir dan bertindak seseorang. Seorang petani yang berumur muda akan mempunyai tubuh atau fisik yang kuat dan cenderung mudah menerima dan mempraktekkan teknik baru dalam bertani. Ichwandi 2001 menyebutkan bahwa usia produktif menunjukkan tersedianya sumber tenaga kerja yang baik, karena umur produktif akan lebih mudah menerima perubahan, ide-ide dan inovasi. Sementara itu, seorang petani yang sudah berumur tua, mempunyai pengalaman lebih banyak, lebih matang, tetapi memiliki kekuatan fisik yang cenderung menurun dan mempraktekkan teknik bertani yang sudah pernah dialami sebelumnya. Terlihat bahwa sebaran umur responden di lokasi penelitian baik yang telah mendapatkan sertifikasi maupun belum mendapatkan sertifikasi didominasi petani pada kelompok umur tua. Oleh karena itu pengelolaan hutan rakyat cenderung bersifat tradisional, yaitu setelah melakukan penanaman tidak dilakukan beberapa kegiatan silvikultur untuk menunjang produktifitasnya. 73

5.2.4 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan salah satu ukuran kemampuan seseorang dalam mengidentifikasi, merumuskan dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Tingkat pendidikan responden di lokasi penelitian tersaji pada Tabel 19. Tabel 19 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan di lokasi penelitian No Tingkat Pendidikan Kategori Skor Sertifikasi Non Sertifikasi Jumlah orang Persentase Jumlah orang Persentase 1. Tidak Sekolah-Tamat SD Rendah 1 35 61,40 33 56,90 2. Tamat SLTP atau sederajat Sedang 2 14 24,56 17 29,31 3. SLTADiplomaSarjana Tinggi 3 8 14,04 8 13,79 Jumlah 57 100,00 58 100,00 Tingkat pendidikan sebagian besar responden di lokasi yang tersertifikasi maupun tidak tersertifikasi tergolong rendah 61,40 dan 56,90. Tingkat pendidikan yang rendah ini diduga mempengaruhi pendapatan petani khususnya dari sektor kehutanan, karena dari lokasi penelitian petani dalam pengelolaan hutan rakyat hanya berdasarkan naluri dan pengalaman turun temurun saja tanpa adanya penerapan inovasi baru atau menerapkan sistem silvikultur yang baik. Hardjanto 2003 menyebutkan bahwa tingkat pendidikan petani umumnya sangat terbatas rendah, yang berdampak ada keterbatasan pengetahuan. Akibatnya untuk memulai suatu yang baru akan memakan waktu yang lama.

5.2.5 Tingkat Pendidikan Non Formal

Pendidikan non formal responden diperoleh dari berbagai pelatihan, kursus atau bimbingan teknis yang pernah diikuti. Tingkat pendidikan non formal responden di lokasi yang tersertifikasi tersaji pada Tabel 20. 74 Tabel 20 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan non formal di lokasi penelitian No Tingkat Pendidikan Non Formal kali Kategori Skor Sertifikasi Non Sertifikasi Jumlah orang Persentase Jumlah orang Persentase 1. Tidak pernah Rendah 1 44 77.19 51 87,93 2. 1 – 3 Sedang 2 11 19.30 1 1,72 3. 3 Tinggi 3 2 3.51 6 10,34 Jumlah 57 100,00 58 100,00 Pada Tabel 20 menunjukkan petani yang berada di lokasi yang tersertifikasi maupun yang belum tersertifikasi pada umumnya tidak pernah atau jarang mengikuti pendidikan non formal 77,19 dan 87,93. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh petani melalui kegiatan pelatihan teknis yang berkaitan dengan pengelolaan hutan rakyat baik yang dilaksanakan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertambangan Kabupaten maupun Provinsi, LSM serta pihak swasta yang peduli dengan lingkungan PT. Sari Ayu Martatilaar, berkontribusi terhadap perubahan pola pengelolaan hutan rakyat yang diterapkan petani. Pengetahuan dan keterampilan ini sangat menunjang kegiatan pengelolaan hutan rakyat sehingga berimplikasi pada produktivitas hasil hutan rakyat. Para petani yang telah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan hutan rakyat akan menularkan pengalaman dan pengetahuannya kepada sesama petani melalui pertemuan-pertemuan yang ada di lingkup dusun.

5.2.6 Tingkat Pendapatan

Besar kecilnya pendapatan petani mempengaruhi keputusan apa yang akan dikerjakan dan jenis usaha yang akan dilakukannya pada sebidang lahan yang dimilikinya. Andayani 2002 menyebutkan, pemilik lahan yang latar belakang sosial ekonominya baik akan memilih jenis usaha yang memiliki nilai komersial tinggi pada lahan miliknya dan pada pemilik lahan yang secara ekonomi kurang mampu, pemilihan jenis terkendala oleh faktor ekonomi tersebut. Tingkat pendapatan responden di lokasi penelitian tersaji pada Tabel 21. 75 Tabel 21 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendaparan responden di lokasi penelitian No Tingkat Pendapatan RP Kategori Skor Sertifikasi Non Sertifikasi Jumlah orang Persentase Jumlah orang Persentase 1. 500.000 Rendah 1 14 24,56 5 8,62 2. 500.000 – 1.000.000 Sedang 2 38 66,67 43 74,14 3. 1.000.000 Tinggi 3 5 8,77 10 17,24 Jumlah 57 100,00 58 100,00 Pendapatan petani yang berada di lokasi yang tersertifikasi maupun yang belum tersertifikasi masih dalam kategori rendah 66,67 dan 74,14. Berdasarkan standard kebutuhan hidup minimal di Kabupaten Wonogiri sebesar 775.000, maka pendapatan masyarakat yang ada di lokasi penelitian masih tergolong sedang, dari hasil pendapatan petani tersebut, petani masih tergolong petani yang subsisten, hasil yang diperoleh hanya untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari. Hardjanto 2003 menyebutkan bahwa pemilik kayu rakyat yang mengusahakan hutan rakyat umumnya adalah petani miskin dengan modal yang sangat terbatas, karena biaya pengelolaan kayu rakyat hampir tidak ada dan tenaga kerja yang digunakan untuk pemeliharaan kayu rakyat dapat dikerjakan oleh anggota keluarga. Suharjito 2002 menyebutkan salah satu alasan mengapa masyarakat memilih menanam jenis tertentu pada kebun talun adalah mudah memelihara. Hal ini merujuk pada orientasi hemat input produksi tenaga kerja, pupuk dan obat-obatan dan pengelolaannya kurang intensif.

5.2.7 Tingkat Kesehatan

Kesehatan merupakan faktor yang mendukung petani dalam beraktifitas dalam setiap kegiatan yang dilakukan, jika petani memiliki tingkat kesehatan yang baik maka akan kinerjanya baik juga dan begitu sebaliknya. Tingkat kesehatan responden di lokasi penelitian tersaji pada Tabel 22. 76 Tabel 22 Sebaran responden berdasarkan tingkat kesehatan responden di lokasi penelitian No Tingkat Kesehatan haritahun Kategori Skor Sertifikasi Non Sertifikasi Jumlah orang Persentase Jumlah orang Persentase 1. 3 Tinggi 3 52 91,23 49 84,48 2. 3 – 6 Sedang 2 3 5,26 7 12,07 3. 6 Rendah 1 2 3,51 2 3,45 Jumlah 57 100,00 58 100,00 Tingkat kesehatan petani yang berada di lokasi yang tersertifikasi maupun yang belum tersertifikasi masuk kategori tinggi 91,23 dan 84,48. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesehatan masyarakat sangat baik, dari tingkat kesehatan ini dapat dilihat produktifitas masyarakat dalam pengelolaan hutan rakyat.

5.2.8 Luas Kepemilikan Lahan

Luas lahan yang dimiliki oleh seseorang akan mempengaruhi jenis usaha yang akan dilakukannya pada lahan tersebut. Semakin luas lahan yang dimiliki oleh seseorang, maka ada kemungkinan untuk menanam lebih dari satu jenis tanaman. Secara rinci luas kepemilikan lahan responden di lokasi penelitian tersaji pada Tabel 23. Tabel 23 Sebaran responden berdasarkan luas lahan dan status kepemilikan di lokasi penelitian No Luas Lahan Ha Kategori Skor Sertifikasi Non Sertifikasi Jumlah orang Persentase Jumlah orang Persentase 1. 0,3 Rendah 1 4 7,02 5 8,62 2. 0,3 – 1 Sedang 2 29 50,88 25 43,10 3. 1 Tinggi 3 24 42,11 28 48,28 Jumlah 57 100,00 58 100,00 Luas lahan petani yang berada di lokasi yang tersertifikasi maupun yang belum tersertifikasi masuk dalam kategori sedang dan tinggi 50,88 dan 48,28. Sebagian besar lahan yang dimiliki petani adalah lahan hak milik yang diwariskan dari generasi sebelumnya warisan, dimana lahan merupakan sarana produksi bagi usahatani, termasuk salah satu faktor produksi dan pabrik hasil pertanian. 77

5.2.9 Lama Tinggal

Petani yang ada di lokasi baik yang telah mendapatkan sertifikasi maupun yang belum mendapatkan sertifikasi mayoritas adalah masyarakat asli yang menempati lokasi tersebut sejak mereka dilahirkan. Sebaran responden berdasarkan lama tinggal tersaji pada Tabel 24. Tabel 24 Sebaran responden berdasarkan lama tinggal No Lama Tinggal tahun Kategori Skor Sertifikasi Non Sertifikasi Jumlah orang Persentase Jumlah orang Persentase 1. 5 Rendah 1 1 1,75 1 1,72 2. 5 – 10 Sedang 2 2 3,51 1 1,72 3. 10 Tinggi 3 54 94,74 56 96,55 Jumlah 57 100,00 58 100,00 Sebagian besar responden yang berada di lokasi penelitian baik yang telah tersertifikasi maupun yang belum tersertifikasi merupakan penduduk asli yang telah menempati lokasi tersebut sejak lahir 94,74 dan 96,55. Hal ini merupakan dukungan positif dalam pengelolaan hutan rakyat karena masyarakat tidak hanya berupa sekumpulan manusia yang secara fisik telah bersama dalam kurun waktu tertentu melainkan terdapat semangat atau ruh yang memperkuat kehidupan kolektif.

5.2.10 Status Sosial

Status sosial menunjukkan tingkat penghargaan masyarakat kepada individu yang bersangkutan dalam kelompok masyarakat. Status sosial responden yang ada di lokasi penelitian tersaji pada Tabel 25. Tabel 25 Sebaran responden berdasarlan status sosial No Status Sosial Skor Sertifikasi Non Sertifikasi Jumlah orang Persentase Jumlah orang Persentase 1. Rendah 1 12 21,05 7 12,07 2. Sedang 2 44 77,19 47 81,03 3. Tinggi 3 1 1,75 4 6,90 Jumlah 57 100,00 58 100,00 78 Berdasarkan Tabel 25 di atas status sosial responden yang berada di kedua lokasi berada pada kategori sedang 77,19 dan 81,03. Dilihat dari status sosial yang ada di masyarakat ini, mereka lebih mudah bergaul dengan masyarakat lain dan tidak merasa rendah diri. Status sosial ini umumnya ditentukan oleh kedudukan seseorang dalam masyarakat untuk menjaga keutuhan sosial orang wajib bertindak sesuai status masing-masing karena nilai keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan dalam struktur sosial berguna untuk kelangsungan hidup bersama Lawang 2005.

5.3 Penilaian Karakteristik Individu

Penilaian karakteristik individu dilakukan untuk memperoleh gambaran umum dari kondisi individu sebagai anggota komunitas. Karakteristik individu petani di lokasi penelitian menunjukkan rata-rata komunitas berada pada kategori usia produktif tua, pendidikan formal sedang, pendidikan non formal pada kategori rendah, pendapatan pada kategori sedang, tingkat kesehatan pada kategori tinggi, luas lahan pada kategori sedang, lama tinggal pada kategori tinggi dan status sosial pada kategori sedang. Kategori tersebut menunjukkan kekuatan dan kelemahan dari individu-individu pada komunitas yang ada di lokasi penelitian yang mengelola hutan rakyat. Karakteristik individu sebagai kekuatan komunitas sangat mendukung dalam pengelolaan hutan rakyat, sebaliknya untuk karakteristik individu yang berupa kelemahan komunitas akan menjadi penghambat dalam pengelolaan hutan rakyat. Penilaian karakteristik individu tersaji pada Tabel 26. Tabel 26 Penilaian karakteristik individu petani responden No. Karakteristik Individu Sertifikasi Non Sertifikasi Keterangan Skor Skor Rata- rata Skor Rata-rata 1 umur 145 2,58 ≈3 147 2,53 ≈3 1 : usia muda 2 : usia sedang 3 : usia tua 2 Pendidikan formal 87 1,53 ≈2 91 1,57 ≈2 1 : pendidikan rendah 2 : pendidikan sedang 3 : pendidikan tinggi 3 Pendidikan Non formal 72 1,26 ≈1 71 1,22 ≈1 1 : pendidikan rendah 2 : pendidikan sedang 3 : pendidikan tinggi 79 Tabel 26 Penilaian karakteristik individu .............................lanjutan No. Karakteristik Individu Sertifikasi Non Sertifikasi Keterangan Skor Skor Rata- rata Skor Rata- rata 4 Pendapatan 105 1,84 ≈2 121 2,09 ≈2 1 : pendapatan rendah 2 : pendapatan sedang 3 : pendapatan tinggi 5 Tingkat kesehatan 164 2,88 ≈3 163 2,81 ≈3 1 : kesehatan rendah 2 : kesehatan sedang 3 : kesehatan tinggi 6 Luas lahan 134 2,35 ≈2 139 2,40 ≈2 1 : lahan sempit 2 : lahan sedang 3 : lahan luas 7 Lama tinggal 167 2,93 ≈3 171 2,95 ≈3 1: lama tinggal rendah 2: lama tinggal sedang 3: lama tinggal tinggi 8 Status sosial 103 1,81 ≈2 113 1,95 ≈2 1: status sosial rendah 2: status sosial sedang 3: status sosial tinggi Jumlah 978 17,16 1.016 17,52 Persamaan selang nilai untuk karakteristik individu: Berdasarkan persamaan selang untuk petani yang tersertifikasi maupun yang belum tersertifikasi dengan X maksimum 24 dan X minimum 8 dengan jumlah kelas 3 rendah, sedang dan tinggi didapatkan lebar kelas adalah 5,33. Maka skala penilaian karakteristik individu untuk petani yang tersertifikasi adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik individu rendah bila jumlah skor 13,33 2. Karakteristik individu sedang bila jumlah skor 13,33 – 18.67 3. Karakteristik individu tinggi bila jumlah skor 18,67 Karakteristik individu petani baik di lahan hutan rakyat yang telah tersertifikasi maupun yang belum tersertifikasi berdasarkan penilainnya memiliki rata-rata skor sebesar 17,16 dan 17,52 berarti termasuk dalam kategori sedang. Sebaran tingkat karakteristik individu petani baik yang tersertifikasi dan yang belum tersertifikasi tersaji pada Tabel 27. 80 Tabel 27 Penilaian karakteristik individu petani yang tersertifikasi dan yang belum tersertifikasi berdasarkan kategori No Kategori Karakteristik Individu Selang Nilai Sertifikasi Non Sertifikasi Jumlah orang Persentase Jumlah orang Persentase 1 Rendah 13,33 1 1,75 0,00 2 Sedang 13,33 – 18,67 50 87,72 51 87,93 3 Tinggi 18,67 6 10,53 7 12,07 Jumlah 57 100,00 58 100,00 Tabel 27 menunjukkan bahwa karakteristik individu petani yang berada baik di lokasi yang telah mendapatkan sertifikasi maupun yang belum mendapatkan sertifikasi termasuk dalam kategori sedang. Penilaian karakteristik individu petani ini menjadi hal yang sangat dibutuhkan karena tingkat karakteristik individu akan mempengaruhi tingkat modal manusia. Menurut Fukuyama 2007 dan Coleman 1988, modal manusia dalam bentuk pendidikan dan keterampilan lebih dominan dalam menentukan keberhasilan pembangunan dibandingkan modal yang berwujud fisik seperti teknologi, tanah, bangunan, mesin-mesin dan sebagainya.

5.4 Unsur-unsur Pembentuk Modal Sosial

Unsur-unsur modal sosial yang diukur dalam komunitas petani di lokasi penelitian terdiri dari kepercayaan, norma sosial, jaringan sosial, tindakan proaktif dan kepedulian. Tingkatan unsur modal sosial terbagi menjadi 4 tingkatan mengacu pada modal sosial Uphoff 2000, yaitu: minimum, rendah, sedang, dan tinggi.

5.4.1 Kepercayaan

Fukuyama 2007 menyatakan bahwa kepercayaan adalah sikap saling mempercayai masyarakat sedangkan Grotaert et al 2004 menyatakan bahwa kepercayaaan merupakan unsur modal sosial yang sulit untuk diukur karena mempunyai arti yang sangat luas dan berbeda bagi setiap individu. Oleh karena itu diperlukan pengkajian terhadap kepercayaan yang mencakup kepercayaan terhadap individu, institusi, dan bisnis. Penilaian kepercayaan petani responden meliputi tingkat kepercayaan terhadap orang sekitar di dalam komunitas, orang