Kekerasan Hot Water Treatment HWT dan Penggunaan Larutan CaCl

13 produk. Selama ritel, pengendalian laju respirasi menjadi penting karena terkait dengan seberapa lama buah dapat dipajang dan dijual. Menurut Pantastico 1986, laju respirasi dipengaruhi oleh faktor internal buah, diantaranya yaitu tingkat perkembangan, ukuran produk dan pelapis alami. Variasi dalam laju respirasi terjadi selama perkembangan organ, misalnya dengan makin besarnya buah, jumlah CO 2 yang dikeluarkan bertambah juga. Untuk buah-buah pada puncak perkembangannya, laju respirasinya minimal pada tingkat kemasakan dan setelah itu boleh dikatakan konstan, demikian pula setelah pemanenan. Hanya bila proses pematangan akan dimulai, laju respirasinya akan meningkat sampai puncak klimakterik, sesudah itu akan berkurang dengan perlahan-lahan. Selain faktor diatas, laju respirasi juga dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari luar buah, misalnya suhu penyimpanan, oksigen yang tersedia, karbon dioksida, zat pengatur pertumbuhan serta tingkat kerusakan buah.

2. Kekerasan

Salah satu proses yang terjadi selama pemasakan buah komoditi hortikultura setelah panen adalah penurunan kekerasan buah buah semakin lunak yang disebabkan oleh degradasi komponen-komponen penyusun dinding sel. Kekerasan atau kelunakan suatu buah dapat berhubungan dengan tingkat kematangan atau tingkat kebusukan buah tersebut. Buah yang masih mentah mempunyai tingkat kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan buah yang masak. Kekerasan juga dapat dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. Menurut Sugiarti 2012, perubahan kekerasan mangga gedong yang disimpan pada masing-masing suhu yang berbeda semakin meningkat dengan semakin lamanya waktu penyimpanan dan kenaikan terjadi lebih cepat pada suhu penyimoanan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kematangan pada buah mangga berlangsung pada bagian pangkal buah, kemudian disusul pada bagian tengah buah dan ujung buah. Nilai kekerasan buah menunjukkan kedalaman jarum yang ditusukkan ke dalam buah, semakin dalam tusukan jarum ke dalam buah maka buah tersebut semakin lunak. Menurut Apandi 1984 perubahan tekstur yang terjadi pada buah yaitu dari keras menjadi lunak sebagai akibat terjadinya proses kelayuan karena respirasi dan transpirasi. Proses kelayuan ini merupakan masa senescence atau penuaan yang disusul dengan kerusakan buah karena adanya proses respirasi dan transpirasi menyebabkan buah dan sayur kehilangan air akibat berkurangnya karbon dalam proses respirasi. Menurut Supratomo 2006, terdapat tujuh macam prinsip pengukuran tekstur buah, yaitu dengan penekanan compression, ekstruksi yang dapat digunakan untuk mengukur kekentalan pasta, penusukan puncture and penetration, tarikan tension, pemotongan dan penggesekan cutting and shearing, pematahan fracture and bending serta kelengketan adhesion. Berdasarkan ketujuh metode pengukuran tekstur di atas, dalam penelitian digunakan metode penusukan puncture. Supratomo 2006 berpendapat bahwa metode tusuk ini menggunakan jarum yang ditusukkan ke dalam produk yang sifatnya merusak, digunakan untuk mengukur kekerasan suatu bahan, dimana permukaan instrumen lebih kecil daripada permukaan benda, sehingga menyebabkan tekanan dan gesekan. Alat yang digunakan bisa berbentuk datar, kerucut conical dan lengkung jari sehingga hasil akhir yang dapat diperoleh dari metode pengukuran ini adalah mengukur tingkat kematangan buah. 14 Pada metode penusukan, probe ditekan oleh besaran gaya yang konstan sehingga dapat menusuk buah diukur pada kedalam dan waktu tertentu serta dalam keadaan yang telah ditentukan sebelumnya. Besarnya gaya yang diperlukan untuk menusuk sampel menunjukkan derajat kekerasan hardness atau kesegaran firmness sampel tersebut. Metode ini digunakan untuk menguji kesegaran pada buah-buahan, sayuran dan keju serta menguji kekerasan pada permen, coklat dan margarin atau bloom test untuk gelatin Fauzi, 2012.

3. Susut Bobot