Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi yang terus maju dan ditemukannya teori-teori baru serta alat-alat canggih untuk mengatasi tantangan zaman, tidak lepas dari perkembangan ilmu pengertahuan. Dan wadah berkembangnya pengetahuan adalah dunia pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan menjadi suatu hal yang penting untuk dikembangkan. Pendidikan pada hakikatnya harus mampu menyediakan lingkungan yang memungkinkan setiap peserta didik untuk mengembangkan bakat, minat, dan kemampuannya secara optimal dan utuh mencakup matra kognitif, afektif, dan psikomotor. Islam telah mewajibkan bagi setiap pengikutnya untuk menuntut ilmu seperti yang disampaikan oleh Rasulullah Muhammad SAW: ﺖﺍﻤﻠﺴﻤﻠﺍﻭﻦﻴﻤﻠﺴﻤ ﻰﻠ ﺔﻀﺮﻔﻢﻠ ﻠﺇﺐﻠﻂ ”Menuntut ilmu merupakan kewajiban atas setiap orang muslim laki- laki maupun muslim perempuan.” HR. Abdul Bar Adapun tujuan dari pendidikan nasional adalah untuk membangun bangsa dan negara Indonesia menjadi lebih baik sebagaimana yang tertulis dalam UU pendidikan no. 20 tahun 2003 Bab II pasal 3 yang berbunyi: 1 Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 1 Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Th. 2003. SISDIKNAS Sistem Pendidikan Nasional. Bandung :Fokus Media, 2006. Hal. 5. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK tujuan utama yang ingin dicapai pada mata pelajaran Kimia di SMAMA yaitu pada kurikulum 2004 adalah: 2 1. Menyadari keteraturan dan keindahan alam untuk mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. 2. Memupuk sikap ilmiah yang mencakup: sikap jujur dan obyektif terhadap data; sikap terbuka, yaitu bersedia menerima pendapat orang lain serta mau mengubah pandangannya, jika ada bukti bahwa pandangannya tidak benar; ulet dan tidak cepat putus asa; kritis terhadap pernyataan ilmiah, yaitu tidak mudah percaya tanpa ada dukungan hasil observasi empiris; dan dapat bekerjasama dengan orang lain. 3. Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana siswa melakukan pengujian hipotesis dengan merancang eksperimen melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan interpretasi data, serta mengkomunikasikan hasil eksperimen secara lisan dan tertulis. 4. Meningkatkan kesadaran tentang aplikasi sains yang dapat bermanfaat dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat. 5. Memahami konsep-konsep kimia dan saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. 6. Membentuk sikap yang positif terhadap kimia, yaitu merasa tertarik untuk mempelajari kimia lebih lanjut karena merasakan keindahan dalam keteraturan perilaku alam serta kemampuan kimia dalam menjelaskan berbagai peristiwa alam dan penerapannya dalam teknologi. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam IPA khususnya Kimia, mempunyai potensi besar dalam menyiapkan sumber daya manusia karena semua kehidupan pada dasarnya adalah hasil reaksi-reaksi kimia. Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang materi yang meliputi susunan, struktur, sifat, dan perubahannya serta energi yang menyertai perubahannya menyertai perubahan materi tersebut. 3 Ilmu Kimia juga 2 Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum 2004 Standar Kkompetensi Mata pelajaran Kimia Sekolah Menengah Atas dan Madrasah aliyah . Jakarta: 2003. Hal. 7-8. 3 Michael Purba. KIMIA 2000 Untuk SMU kelas 1. Jakarta: Erlangga, 2000. Cet. Ke-1, hal. 3. memiliki keterkaitan dengan ilmu biologi, fisika, dan ilmu pengetahuan yang lain. Sekolah Menengah Atas SMAMA merupakan jenjang pendidikan menengah yang akan dimasuki siswa setelah ia menamatkan tingkat SD dan SMP. Di SMAMA dipelajari berbagai macam pelajaran yang pastinya lebih tinggi dan lebih sulit pembahasannya dibandingkan dengan konsep pelajaran di tingkat sebelumnya. Terkadang para siswa mengalami banyak kesulitan dalam mengikuti palajaran mereka di tingkat tersebut, tak terkecuali pelajaran kimia. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa kelas X di SMAN 2 Cisauk, peneliti mendapatkan informasi bahwa materi kimia masih dirasa sulit oleh siswa karena banyak mengandung rumus-rumus kimia yang masih terasa asing bagi mereka. Namun meskipun begitu sebagian dari mereka tetap menyukai pelajaran kimia walaupun hasil mereka tidak begitu baik. Cara pengajaran yang dilakukan oleh guru cukup baik walau tidak semua siswa terperhatikan. Saat melakukan observasi kelas peneliti masih melihat separuh siswa tidak memperhatikan pelajaran karena kurangnya pengawasan dari guru. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kimia yang mengajar khusus untuk kelas X di sekolah tersebut di dapat informasi bahwa masih terdapat kesulitan pada siswa dalam memahami pelajaran kimia dan mengerjakan soal-soal kimia khususnya pada pokok bahasan stoikiometri, yakni dalam hal perhitungan karena kurangnya kemampuan analisis dan pemahaman soal yang baik. Rata-rata hasil belajar kimia siswa pada tahun ajaran sebelumnya khususnya pada pokok bahasan stoikiometri masih tergolong rendah yakni 41,80. Hasil tersebut berada pada tingkat paling rendah dibandingkan dengan hasil belajar kimia pada pokok bahasan lainnya. Guru bidang studi tersebut menyarankan agar penelitian yang dilakukan dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa tak terkecuali pada pokok bahasan stoikiometri. Stoikiometri merupakan materi dasar dalam kimia yang harus bisa di fahami oleh siswa. Siswa harus mempunyai kemampuan analisa dan matematika yang baik agar dapat menyelesaikan soal-soal perhitungan dengan benar. Dalam stoikiometri terdapat konsep mol yang merupakan materi atau konsep dasar dalam perhitungan kimia itu sendiri sehingga menjadi salah satu materi kimia yang esensial secara umum. Isi materi yang terkandung di dalamnya merupakan aspek kimia yang sifatnya abstrak yang juga membutuhkan pemahaman dan hafalan yaitu hukum-hukum dasar kimia, menghitung volum reaksi dan hasil reaksi, menentukan rumus empiris dan rumus molekul, serta menentukan reaksi pembatas. Materi-materi tersebut harus bisa dijelaskan dengan baik agar siswa mengerti dan menguasai konsep dasar yang akan terus dipergunakan hingga tingkat selanjutnya. Siswa akan mengalami kesulitan dalam mengikuti materi selanjutnya jika materi dasarnya belum berhasil mereka kuasai. Selain itu, penyelesaian soal-soal stoikiometri juga membutuhkan pemahaman yang tepat, apa yang disajikan dan ditanyakan terkadang cukup membingungkan. Hal ini menyebabkan pelajaran kimia khususnya stoikimometri dianggap sulit oleh siswa sehingga menjadi masalah bagi mereka. Begitupun yang terjadi di sekolah yang hendak dijadikan target penelitian ini. Salah satu pendekatan yang dapat memfasilitasi hal tersebut adalah pendekatan problem solving pemecahan masalah Dalam pemecahan masalah, yang terpenting harus difahami adalah masalah itu sendiri. Menurut John Dewey dalam buku Mulyati Arifin: Masalah adalah suatu yang diragukan atau sesuatu yang belum pasti. 4 Individu menyadari masalah bila ia dihadapkan langsung kepada situasi keraguan dan kekaburan sehingga merasakan adanya semacam kesulitan. Dimanapun dan kapanpun seseorang akan bertemu dengan masalah. Sedangkan menurut Wordnet seperti yang dikutip oleh Arief dalam artikelnya “masalah adalah keadaan kesulitan yang perlu dipecahkan”. Adapun definisi lain dari masalah 4 Mulyati Arifin, Strategi Belajar Mengajar Kimia: Prinsip dan Aplikasinya, Bandung: UPI, 2000, hal. 95 yaitu suatu pertanyaan yang diajukan untuk dicarikan penyelesaiannya, Webster’s Revised Unabridged Dictionary. Pembahasan mengenai pemecahan masalah tidak bisa lepas dari tokoh utamanya yaitu G. Polya. Menurut Polya, dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu: 1 memahami masalah, 2 merencanakan pemecahannya, 3 menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana, dan 4 memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Empat tahap pemecahan masalah dari Polya tersebut merupakan satu kesatuan yang sangat penting untuk dikembangkan. Pemecahan masalah merupakan tahapan yang paling tinggi karena masalah selalu datang dalam proses pembelajaran dan membutuhkan pemecahan dari berbagai sudut pandang. Siswa tidak akan mampu memecahkan suatu masalah apabila tidak mempunyai banyak konsep, kaidah atau aturan tertentu dari berbagai aspeknya. “The best way for the students to learn science was by giving them challenge problems and forcing their mind, stimulating habituation to think and doing action related to problem solving.” 5 Tahap-tahap pemecahan masalah yang akan peneliti terapkan dalam penelitian adalah 4 tahap pemecahan Polya karena tahap-tahap tersebut dirasa efektif dan efesian untuk diberikan kepada siswa. Dengan 4 tahap pemecahan masalah tersebut siswa dilatih untuk dapat memahami atau menganalisa suatu masalah, kemudian merencanakan suatu pemecahan masalahnya lalu melaksanakan rencana pemecahan masalah atau melakukan perhitungan jika terdapat soal yang memerlukan perhitungan dalam penyelesaiannya. Setelah itu memeriksa atau mengecek kembali hasil pemecahan masalah. Maka melalui pendekatan problem solving pada pembelajaran kimia diharapkan terjadi peningkatan hasil belajar pada siswa kelas X khususnya pada pokok bahasan stoikiometri. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul penelitian: 5 Munir Tanrere, Environmental Problem Solving in Learning Chemistry for High School Students, Jurnal of Applied Sciences in Environmental Sanitation Volume 3 No.1, 2008, h. 47 “PENERAPAN PENDEKATAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA TERHADAP KONSEP MOL DALAM STOIKIOMETRI ”

B. Identifikasi Masalah