Kajian implementasi business excellence pada mutu jasa di PT. Asuransi MSIG Indonesia

(1)

KAJIAN IMPLEMENTASI

BUSINESS EXCELLENCE

PADA

MUTU JASA DI PT. ASURANSI MSIG INDONESIA

Oleh

ELIS LISNAWATI

H24070078

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

ii

RINGKASAN

ELIS LISNAWATI. H24070078. Kajian Implementasi Business Excellence Pada

Mutu Jasa Di PT Asuransi MSIG Indonesia. Di bawah bimbingan H. MUSA

HUBEIS.

Dalam rangka menghadapi persaingan dan tuntutan terhadap pelaksanaan bisnis yang baik, PT. Asuransi MSIG Indonesia memfokuskan mutu jasa melalui

pendekatan Business Excellence at MSIG (BE@M) sebagai perluasan dari mutu

jasa dengan orientasi kepuasan konsumen. PT. Asuransi MSIG Indonesia

diharapkan dapat memberikan jasa asuransi dengan mutu terbaik, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan konsumen dan produktivitas penjualan.

Penelitian ini bertujuan untuk (1)mengetahui penerapan business excellence

pada PT. Asuransi MSIG Indonesia, (2) menganalisis faktor, aktor dan tujuan

yang mempengaruhi implementasi business excellence pada PT. Asuransi MSIG

Indonesia, serta (3) mengetahui langkah alternatif yang tepat dan efektif

diterapkan pada kegiatan business excellence di PT. Asuransi MSIG Indonesia.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari observasi langsung dan wawancara, serta penyebaran kuesioner kepada para pakar dari PT. Asuransi MSIG Indonesia. Data sekunder diperoleh dari studi literatur, internet, skripsi terdahulu dan beberapa literatur

yang terkait. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analytical

Hierarchy Process (AHP) yang diproses dengan menggunakan program komputer

Expert Choice 11 dan Microsoft Office Excel 2007.

Berdasarkan hasil penelitian, pelaksanaan business excellence dalam

peningkatan kinerja sasaran mutu yang dilakukan saat ini di PT. Asuransi MSIG Indonesia meliputi penyusunan hasil mutu obyektif pada semua bagian perusahaan, memonitor, meninjau kembali dan menganalisa mutu kinerja masing-masing bagian pada perusahaan, merekomendasi perbaikan sasaran mutu per kuartal, menindaklanjuti kesenjangan kinerja atau ketidakpatuhan, pertukaran pengetahuan mengenai tolak ukur sasaran mutu antar wilayah. Hal tersebut

dilaksanakan melalui perangkat kerja utama dari business excellence di PT.

Asuransi MSIG Indonesia, yaitu aktivitas ISO 9001 : 2008, suara konsumen,

i-action dan i-suggest. Faktor yang paling berpengaruh dalam penyusunan business excellence adalah kepemimpinan (0,329). Aktor yang mempunyai pengaruh

paling dominan dalam penyusunan business excellence adalah Manajemen

Business Unit (0,348) dan tujuan penerapan business excellence yang paling ingin

dicapai PT Asuransi MSIG Indonesia adalah service excellence (0,437).

Dari analisis didapatkan skenario survei suara karyawan (0,228), core

system selection (0,192) dan Sistem Manajemen Mutu (SMM) (0,161) merupakan skenario yang dapat diterapkan secara intensif dibandingkan dengan skenario lain. Penerapan secara intensif untuk skenario dengan bobot tertinggi ini dianggap mampu secara tepat dan efektif untuk meningkatkan mutu jasa yang diharapkan.


(3)

KAJIAN IMPLEMENTASI

BUSINESS EXCELLENCE

PADA

MUTU JASA DI PT. ASURANSI MSIG INDONESIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian tugas akhir

untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

Pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ELIS LISNAWATI

H24070078

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(4)

Judul Skripsi : Kajian Implementasi Business Excellence pada Mutu Jasa di PT Asuransi MSIG Indonesia

Nama : Elis Lisnawati

NIM : H24070078

Menyetujui, Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA) NIP : 19550626 198003 1 002

Mengetahui, Ketua Departemen

(Dr. Ir. Jono M Munandar, M.Sc) NIP : 19610123 198601 1 002


(5)

iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak kedua (2) dari tiga (3) bersaudara pasangan Edi Juswadi dan Odah Saodah. Bogor merupakan kota kelahiran penulis tepatnya pada tanggal 9 Mei 1989.

Penulis mengawali pendidikan formal di TK Anggaraeni pada tahun 1994-1995. Pada tahun 1995-2001, penulis meneruskan pendidikannya di SD Negeri Panaragan 1 Bogor dan pendidikan menengah pertama ditempuh dari tahun 2001-2004 di SMP Negeri 4 Bogor. Penulis menempuh pendidikan menengah atas pada tahun 2004-2007 di SMA Negeri 6 Bogor.

Penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007, diterima sebagai mahasiswa Departemen

Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) dengan supporting course.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan

antara lain sebagai sekertaris divisi public relation, himpunan profesi Centre of

Management (Com@) periode 2008/2009, vice president di Centre of Management (COM@) periode 2009/2010, divisi finance di Pojok BNI periode

2008/2009 dan anggota di FEMous Theatre.

Selama kuliah, penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti kegiatan mahasiswa di Departemen Manajemen dan kegiatan di FEM. Penulis pernah mengikuti magang atau pelatihan kerja di PT. Asuransi MSIG Indonesia.

Dalam rangka menyelesaikan studi di FEM, IPB, penulis melakukan

penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Kajian Implementasi Business

Excellence pada Mutu Jasa di PT. Asuransi MSIG Indonesia”, di bawah bimbingan Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis,MS, Dip.Ing.,DEA.


(6)

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji senantiasa penulis panjatkan hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga

dapat menyelesaikan skripsi berjudul Kajian Implementasi Business Excellence

Pada Mutu Jasa Di PT Asuransi MSIG Indonesia sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini membahas tentang kegiatan business excellence sebagai

perpanjangan mutu jasa yang berorientasi pada kepuasan konsumen. Berperan dalam membantu perusahaan untuk mencapai tujuannya, sehingga memiliki

keunggulan kompetitif. Kajian implementasi business excellence dilakukan

dengan mengidentifikasi faktor, aktor, tujuan dan langkah alternatif yang dapat

diterapkan perusahaan dalam kegiatan business excellence.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mengandung kekurangan, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun penulis harapkan untuk bahan perbaikan di masa yang akan datang. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, 12 April 2011


(7)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya yang senantiasa mengiringi perjalanan hidup penulis, terutama dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, motivasi, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof.Ir.Dr.H.Musa Hubeis,MS,Dipl,Ing,DEA. sebagai pembimbing

skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan dengan penuh kesabaran kepada penulis.

2. Bapak Ir. Abdul Basith, MS. dan Bapak Nurhadi Wijaya, S.TP, MM. Selaku

dosen penguji skripsi yang bersedia meluangkan waktunya menjadi penguji dalam ujian skripsi dan memberikan bimbingan, serta saran dalam penulisan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Jono Munandar, M.Sc selaku Ketua Departemen Manajemen, FEM

IPB.

4. Bapak Drs. J Damanik, Ibu Fenny, Bapak Haryadi, Bapak Bambang, Ibu

Santi, Ibu Tanti dan seluruh pihak manajemen PT Asuransi MSIG Indonesia yang telah memberikan kemudahan dalam penelitian.

5. Kedua orang tua tercinta (Edi. Juswadi dan O. Saodah), teteh (Etty Nurbaeti,

SE), aa (Ruslan Efendi, SE) dan adik tersayang (Intan Deviana) yang selalu mendoakan, memberikan motivasi, bantuan moril dan materiil selama penyusunan skripsi.

6. Bapak R Dikky Indrawan, SP, MM., Ibu Ratih Maria Dewi, SP, MM dan

Bapak Alim Setiawan S, STP, MSi selaku dosen pendamping dalam penjajakan ke PT. Asuransi MSIG Indonesia.

7. Seluruh dosen dan staf tata usaha Departemen Manajemen FEM IPB yang

sangat membantu terlaksananya perolehan ilmu dan penelitian penulis.

8. Sahabat sekaligus saudara tercinta (Bang Gie, Juwita, Tina, Ali, Indri, Syifa,


(8)

vii

mengajarkan pengalaman kebersamaan dan saling membantu dalam suka dan duka.

9. Teman-teman sebimbingan (Devi, Rari, Celli, Lena, Suci, Upeh, Arief dan

Yodia) yang telah bersama-sama menghadapi semua rintangan dan saling menguatkan.

10. Teman-teman satu tempat penelitian (Astri, Ratih, Duta, Adi dan Vera).

11. Seluruh teman-teman Manajemen 44 dan Mahasiswa IPB lain yang selalu

mendoakan dan memberikan semangat.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak baik yang tersebutkan maupun yang tidak tersebut hingga penyusunan skripsi ini selesai pada waktunya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penyusunan skripsi ini, semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, 12 April 2011


(9)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN

RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bisnis Asuransi ... 9

2.1.1 Pengertian Asuransi ... 9

2.1.2 Manfaat Asuransi... 10

2.1.3 Bidang Usaha Asuransi... 12

2.2. Konsep Mutu Jasa... 13

2.3. Business Excellence ... 19

2.4. Penelitian Terdahulu Yang Relevan... 22

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 24

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 25

3.3. Pengumpulan Data... 26

3.4. Pengolahan dan Analisis Data ... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 39

4.1.1 Sejarah PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 39

4.1.2 Visi dan Misi PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 41

4.1.3 Penghargaan dan Prestasi PT. Asuransi MSIG Indonesia . 43 4.1.4 Struktur Organisasi PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 45

4.1.5 Produk-Produk Asuransi PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 46

4.2. Gambaran Business Excellence di PT Asuransi MSIG Indonesia 49 4.2.1 Profil tim BE@M... 49


(10)

ix

4.2.2 Kerangka Kerja BE@M... 50

4.2.3 Kegiatan BE@M ... 51

4.3. Sasaran Mutu pada Implementasi Business Excellence di PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 57

4.3.1 Tingkat Kepuasan Karyawan... 57

4.3.2 Tingkat Kepuasan Konsumen ... 59

4.4. Analisis Unsur Penyusun Implementasi Business Excellence pada Mutu Jasa di PT Asuransi MSIG Indonesia... 65

4.5. Analisis Pemilihan Skenario Business Excellence dengan Metode AHP ... 75

4.6. Implikasi Manajerial ... 82

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 84

2. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 86


(11)

x

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Pertumbuhan jumlah perusahaan perasuransian di Indonesia pada

tahun 2009 ... 2

2. Kekayaan industri asuransi di Indonesia dari tahun 2005-2009 dalam miliar rupiah ... 2

3. Nilai skala banding berpasangan... 30

4. Matriks pendapat individu ... 34

5. Matriks pendapat gabungan ... 34

6. Nilai RI untuk matriks berukuran n ... 37

7. Nilai persen ketertarikan berdasarkan jumlah responden ... 58

8. Indeks keterlibatan konsumen PT. Asurasni MSIG Indonesia ... 62

9. Tingkat kepuasan konsumen secara keseluruhan terhadap PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 63

10. Tingkat keterlibatan konsumen untuk merekomendasikan jasa PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 63

11. Tingkat loyalitas konsumen PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 64

12. Bobot hasil penilaian terhadap faktor ... 77

13. Bobot hasil penilaian terhadap aktor ... 79

14. Bobot hasil penilaian terhadap tujuan ... 80


(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

No

.

Halaman

1. Model mutu jasa ... 17

2. Model perbaikan mutu proses bisnis... 21

3. Kerangka pemikiran penelitian... 25

4. Struktur hirarki identifikasi permasalahan... 32

5. Diagram alir pengolahan dan analisis data ... 38

6. Model customers first... 50

7. Diagram alur proses suara konsumen... 54

8. Grafik perilaku pembelian konsumen terhadap produk asuransi PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 61

9. Peta sektor indeks keterlibatan konsumen... 64

10. Struktur hirarki business excellence... 65

11. Hasil pengolahan struktur hirarki business excellence di PT. Asuransi MSIG Indonesia... 76


(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

No

.

Halaman

1. Tahapan proses penelitian ... 89

2. Kuesioner penelitian... 91

3. Daftar pertanyaan wawancara kepada pihak PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 100

4. Pengolahan dan analisis data... 101

5. Struktur organisasi PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 102

6. Hasil survei kepuasan karyawan ... 104

7. Hasil pengolahan software AHP... 105


(14)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Struktur ekonomi Indonesia lebih dari 30 tahun terakhir ini telah mengalami perubahan yang cukup besar, hal ini ditandai dengan perubahan dari penekanan perekonomian dari sektor manufaktur berkembang ke arah sektor jasa. Sektor jasa memiliki peran yang penting dan memiliki dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Meskipun belum sepenuhnya pulih, kondisi ekonomi Indonesia pada tahun 2009 mengalami perbaikan dibandingkan dengan tahun 2008, hal ini ditunjukan dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 4,5% yang diikuti dengan terjadinya kenaikan di semua sektor ekonomi dengan pertumbuhan tertinggi di sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 15,5% yang memberikan dampak pada meningkatnya jumlah penjualan kendaraan bermotor secara nasional yang memberikan kontribusi cukup signifikan pada bisnis asuransi nasional, khususnya asuransi kendaraan bermotor dan pengangkutan.

Perekonomian berkembang, maka industri tumbuh, termasuk perasuransian. Perkembangan industri asuransi dapat ditinjau dari sudut jumlah perusahaan perasuransian, premi bruto serta dari segi aset dan investasi. Jumlah perusahaan selama tiga (3) tahun terakhir (2007-2009) menunjukan perubahan yang fluktuatif. Pada akhir tahun 2008 jumlah perusahaan asuransi adalah 370 perusahaan, sedangkan akhir tahun 2009 adalah 377 perusahaan, rinciannya terdapat dalam Tabel 1.


(15)

Tabel 1. Pertumbuhan jumlah perusahaan perasuransian di Indonesia pada tahun 2009

Dari segi jumlah unit perusahaan, terlihat bahwa asuransi berkembang di Indonesia. Tetapi ditinjau dari modal masing-masing unit perusahaan sebagian besar memiliki modal kecil. Kemampuan retensi suatu perusahaan dapat dilihat dari besarnya modal yang dimiliki perusahaan itu. Pada Tabel 2 terlihat bahwa perkembangan aset industri asuransi Indonesia mengalami peningkatan yang cukup besar.

Tabel 2. Kekayaan industri asuransi di Indonesia dari tahun 2005-2009 dalam miliar rupiah

Tahun Asuransi

Jiwa

Asuransi

Kerugian Reasuransi

Asuransi Sosial dan Jamsostek

Asuransi PNS, TNI, dan Polri

2005 53,940.3 21,254.2 1,147.3 40,246.8 22,826.0 2006 71,034.1 23,760.8 1,221.5 51,546.8 27,371.0 2007 102,172.4 1,369.8 28,418.5 63,598.2 33,304.9 2008 102,404.7 33,148.0 1,621.2 66,606.7 39,777.5 2009 136,780.6 38,128.8 2,034.8 87,490.7 51,180.2 Sumber : BAPEPAM-LK, 2010

Jika diperhatikan modal dari masing-masing perusahaan dalam industri ini, ternyata yang memiliki modal besar hanya beberapa perusahaan, seperti terlihat dalam tabel. Sedangkan yang selebihnya mempunyai modal kecil sebatas memenuhi modal minimum yang ditetapkan pemerintah. Total investasi dari perusahaan asuransi sepanjang tahun 2010 mencapai Rp 187,35 triliun.

No. Keterangan 2007 2008 2009

1. Asuransi Jiwa (Life Insurance) 46 45 46 2. Asuransi Kerugian (Non Life Insurance) 93 90 89

3. Reasuransi (Reinsurance) 4 4 4

4. Penyelenggara Program Asuransi Sosial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Companies Administering Insurance Social Program and Workers Social Security Program)

2 2 2

5. Penyelenggara Asuransi untuk PNS dan TNI/POLRI (Companies Administering Insurance for Civil Servants and Armed Forces/Police).

3 3 3

Jumlah (1 s.d 5) 148 144 144

6. Pialang Asuransi (Insurance Brokers) 141 140 141 7. Pialang Reasuransi (Reinsurance Brokers) 21 22 22 8. Adjuster Asuransi (Loss Adjusters) 26 27 28 9. Konsultan Aktuaria (Actuarial Consultants) 30 29 29 10. Agen Asuransi (Insurance Agents) 6 8 13

Jumlah (6 s.d 10) 224 226 233

Total (1 s.d 10) 372 370 377


(16)

Disamping besarnya aset dan investasi, indikator pertumbuhan industri asuransi dapat dilihat dari tingkat penetrasi dan densitas industri asuransi. Tingkat penetrasi merupakan pendapatan premi perusahaan asuransi dibandingkan dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Sedangkan densitas industri merupakan pendapatan premi perusahaan asuransi dibandingkan dengan total penduduk Indonesia. Tingkat penetrasi dan densitas industri asuransi merupakan salah satu (1) dari beberapa indikator kinerja utama yang tercantum dalam sasaran strategik Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK). Tingkat penetrasi asuransi nasional, termasuk asuransi komersial dan asuransi sosial, mencapai 1,98% hingga akhir semester 1 tahun 2010. Sedangkan tingkat densitas industri asuransi meningkat dari Rp 369.700 per orang pada tahun 2009, menjadi Rp 400.476 per orang pada kuartal 1 tahun 2010.

Kebutuhan akan jasa perasuransian makin dirasakan, baik oleh perorangan maupun dunia usaha di Indonesia. Asuransi merupakan sarana finansial dalam tata kehidupan rumah tangga, baik dalam menghadapi risiko yang mendasar seperti risiko kematian, atau dalam menghadapi risiko atas harta benda yang dimiliki. Demikian pula dunia usaha dalam menjalankan kegiatannya menghadapi berbagai risiko yang mungkin dapat mengganggu kesinambungan usahanya. Dalam hal ini, banyak metode untuk menangani risiko, namun asuransi merupakan metode yang paling banyak digunakan. Asuransi menjanjikan perlindungan kepada pihak tertanggung terhadap risiko yang dihadapi perorangan maupun risiko yang dihadapi perusahaan.

Usaha perasuransian sebagai salah satu lembaga keuangan menjadi penting peranannya karena kegiatan perlindungan risiko, perusahaan

asuransi menghimpun dana masyarakat dari penerimaan premi.

Pembangunan ekonomi membutuhkan dukungan dana investasi dalam jumlah yang memadai. Pelaksanaannnya harus berdasarkan pada kemampuan sendiri. Untuk itu diperlukan usaha pengerah dana masyarakat. Dengan peranan asuransi tersebut dalam perkembangan pembangunan ekonomi yang semakin meningkat, maka semakin terasa kebutuhan akan hadirnya industri perasuransian yang kuat dan dapat diandalkan. Jenis


(17)

bidang usaha perasuransian menurut undang-undang mengenai usaha

perasuransian pasal 3 UU No. 2/1992 dalam Darmawi (2006), jenis usaha

asuransi dibedakan ke dalam :

1. Usaha asuransi, yang terdiri dari :

a. Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dan penanggulangan

risiko atau kerugian dan tanggung jawab kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.

b. Usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan

risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.

c. Usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang

terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan jiwa.

2. Usaha penunjang usaha asuransi

Usaha ini terdiri dari usaha pialang asuransi, usaha penilai kerugian asuransi, usaha konsultan aktuaria, dan usaha agen.

Dari kedua jenis usaha asuransi tersebut, jenis asuransi kerugian perlu diperhatikan seiring meningkatnya laju pembangunan di Indonesia pada berbagai bidang kehidupan, mengundang pula semakin meningkatnya jenis dan besar risiko yang dihadapi. Risiko tersebut dapat timbul dalam berbagai bentuk, seperti kerusakan alat-alat, terganggunya transportasi, rusaknya proyek hasil pembangunan, dan lain-lain. Hal tersebut jika tidak dipertimbangkan dapat menimbulkan kerugian finansial yang tidak sedikit. Di samping itu, segala pekerjaan yang telah diselesaikan pun perlu dihindarkan dari kemungkinan risiko kerusakan. Perusahaan asuransi kerugian adalah perusahaan asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.

Perusahaan asuransi kerugian tidak mengalami dampak krisis global yang nyata, karena penempatan investasinya sebagian besar di deposito berjangka dan surat berharga negara. Pertumbuhan investasi perusahaan


(18)

asuransi kerugian selama tahun 2009 19,44%, jauh di atas target pertumbuhan dalam indikator kinerja utama 4% (BAPEPAM-LK, 2010).

Pertumbuhan premi asuransi kerugian naik hingga 41,6% pada semester I tahun 2010 menjadi Rp 16,38 triliun dibandingkan dengan periode yang sama pada 2009, yaitu Rp 11,57 triliun. Pertumbuhan premi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan industri asuransi jiwa, yaitu 26,6%. Pertumbuhan premi industri asuransi kerugian yang lebih tinggi dibandingkan dengan asuransi jiwa juga terlihat secara tiga bulanan, dengan perolehan pada kuartal II tahun 2010 sebesar Rp 8,53 triliun, atau naik 8,62% dari kuartal sebelumnya Rp 7,85 triliun. Pertumbuhan premi industri asuransi kerugian lebih tinggi, tetapi dari sisi nilai tetap lebih tinggi asuransi jiwa. Perkembangan total premi, klaim, kekayaan, dan investasi perusahaan asuransi kerugian menggambarkan potensi asuransi kerugian di Indonesia relatif besar. Selama tahun 2009, jumlah kekayaan dan investasi perusahaan asuransi kerugian tumbuh lebih dari 19% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Pravita, 2010).

PT. Asuransi MSIG Indonesia atau yang sebelumnya lebih dikenal sebagai PT. Asuransi Mitsui Sumitomo Indonesia merupakan perusahaan

joint venture antara perusahaan asuransi Mitsui Sumitomo yang didirikan di Jepang dengan Rudi Wanandi, dengan porsi kepemilikian saham 80% milik Mitsui Sumitomo dan 20% milik Rudi Wanandi. Di bawah manajemen yang kuat dan dinamis, PT. Asuransi MSIG Indonesia melakukan pengembangan setiap tahunnya, sehingga posisi dalam pasar asuransi Indonesia semakin meningkat. PT. Asuransi MSIG Indonesia yang bergerak pada jenis asuransi kerugian, memiliki keunggulan dalam mengkombinasikan aktivitas terbaik

antara lokal dan global, memiliki jaringan yang luas, multi-channel

distribusi, dan hubungan kerjasama yang baik dengan konsumen dalam memberikan solusi asuransi.

Melalui lebih dari 300 karyawan berdedikasi tinggi yang tersebar dalam empat (4) kantor cabang dan empat (4) kantor perwakilan di Indonesia. PT. Asuransi MSIG Indonesia menyediakan tim yang terampil dan berpengalaman dari bidang Sumber Daya Manusia (SDM), keuangan,


(19)

penjualan dan pemasaran, informasi dan teknologi dan manajemen. Karyawan berkomitmen untuk mencapai tujuan, seperti memberikan kepuasan kepada konsumen dengan pelayanan mutu.

Dalam usahanya, PT. Asuransi MSIG Indonesia telah meraih berbagai pengakuan dan prestasi yang membanggakan. Di tahun 2007, PT. Asuransi MSIG Indonesia mendapatkan penghargaan oleh media asuransi sebagai peringkat kedua asuransi terbaik di tahun 2007 untuk kelas perusahaan

asuransi kerugian dan mendapatkan sertifikat ISO 9001 : 2008 pada tahun

2009. Pada tanggal 1 Oktober 2010 asuransi AIOI mengalihkan portofolio bisnisnya kepada PT. Asuransi MSIG Indonesia, sehingga secara resmi memiliki tanggung jawab atas segala hak dan kewajiban PT. Asuransi AIOI Indonesia menurut perjanjian reasuransi antara AIOI dengan reasuradur atau pihak ketiga lainnya (PT. Asuransi MSIG Indonesia, 2010).

Tuntutan terhadap pelaksanaan bisnis yang baik, membuat PT. Asuransi MSIG Indonesia memfokuskan mutu jasa yang menjadi proses pengendalian dan perbaikan dengan mengidentifikasi dan menjelaskan berbagai jurang pemisah antara harapan dan hasil untuk memberikan mutu

jasa terbaik. Melalui pendekatan business excellence yang merupakan

perluasan dari mutu jasa dengan orientasi kepuasan konsumen, yaitu

Business Excellence at MSIG (BE@M). PT. Asuransi MSIG Indonesia diharapkan dapat memberikan solusi tepat untuk menghasilkan jasa dengan mutu terbaik, sehingga dapat berpengaruh terhadap peningkatan kepercayaan konsumen terhadap jasa yang dihasilkan dan meningkatkan

penjualan. Business excellence bukan merupakan tujuan akhir perusahaan,

melainkan merupakan suatu cara untuk mencapai sasaran organisasi, yaitu

business driver menjadi perusahaan asuransi kerugian nomor satu di Asia dan menjadi pembeda dalam bersaing dengan para pesaing melalui peningkatan daya saing perusahaan dengan melakukan perbaikan secara terus-menerus terhadap produk, tenaga kerja, proses dan lingkungannya. Penelitian Kajian Implementasi BE@M pada Mutu Jasa di PT. Asuransi MSIG Indonesia diharapkan dapat memberikan jawaban tentang pencapaian


(20)

cita-cita perusahaan, sehingga PT. Asuransi MSIG Indonesia tetap mempertahankan pangsa pasarnya dan memiliki keunggulan kompetitif.

1.2. Perumusan Masalah

Bisnis yang lebih rumit dan menuntut dibandingkan sebelumnya. Terlihat dari pencarian bagi produk-produk baru yang dipercepat, pelangggan menginginkan barang dan jasa yang bermutu lebih tinggi. Karyawan ingin kondisi kerja lentur, pemegang saham mengharapkan laba yang besar, dan masyarakat menuntut kejujuran dan penghargaan bagi lingkungannya. Perusahaan yang telah berhasil menggunakan cara-cara baru dalam menghadapi tantangan-tantangan ini adalah perusahaan yang mampu mendefinisi ulang batasan-batasan tradisional, mengabungkan semuanya untuk mengembangkan barang dan jasa baru. Perusahaan fokus pada kompetensi inti yang merupakan keterampilan dan sumber daya yang digunakan untuk dapat bersaing dan menciptakan nilai bagi pemiliknya.

MSIG Indonesia sebagai pelaku bisnis asuransi dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari industri perasuransian di Indonesia telah memulai dan akan secara berkesinambungan melakukan berbagai upaya perbaikan secara langsung, ataupun tidak langsung berhubungan dengan industri asuransi. Di sisi lain, PT. Asuransi MSIG Indonesia sudah memulai mempersiapkan berbagai sumber daya untuk nantinya dapat mengikuti perubahan terkait dengan perubahan sistem, baik itu SDM, proses maupun prosedur untuk memastikan terpenuhnya kebutuhan nasabah, terutama dalam hal penyelesaian klaim, yang berujung pada kepuasan konsumen.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka permasalahan penelitian dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan business excellence pada PT. Asuransi MSIG

Indonesia ?

2. Faktor, aktor dan tujuan apakah yang mempengaruhi implementasi

business excellence pada PT. Asuransi MSIG Indonesia ?

3. Langkah alternatif apakah yang perlu diterapkan agar kegiatan business


(21)

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui penerapan business excellence pada PT. Asuransi MSIG

Indonesia.

2. Menganalisis faktor, aktor, dan tujuan yang mempengaruhi implementasi

business excellence pada PT. Asuransi MSIG Indonesia.

3. Mengetahui langkah alternatif yang tepat dan efektif diterapkan pada

kegiatan business excellence di PT. Asuransi MSIG Indonesia.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Kajian penerapan business excellence dalam pencapaian tujuan PT.

Asuransi MSIG Indonesia melalui BE@M akan dilakukan pada Kantor pusat yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman Jakarta Selatan, DKI

Jakarta. Hal ini menegaskan bahwa penerapan business excellence merujuk

pada penekanan mutu yang meliputi organisasi keseluruhan, mulai dari karyawan hingga konsumen. Empat (4) perangkat yang dimiliki BE@M

adalah sertifikasi ISO, Suara Konsumen, i-actions, dan i-suggests. Hal ini

menunjukkan komitmen manajemen perusahaan dalam mencapai


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bisnis Asuransi

2.1.1 Pengertian Asuransi

Menurut Darmawi (2006), asuransi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang ekonomi, hukum, bisnis, sosial atau berdasarkan pengertian matematika. Asuransi merupakan bisnis unik, karena didalamnya terdapat kelima (5) aspek tersebut. Dalam pandangan ekonomi, asuransi merupakan suatu metode untuk mengurangi risiko dengan memindahkan dan mengkombinasikaan ketidakpastian akan adanya kerugian keuangan. Dari sudut pandang hukum, asuransi merupakan suatu kontrak pertanggungan risiko antara tertanggung dengan penanggung. Menurut pandangan bisnis, asuransi adalah sebuah perusahaan yang usaha utamanya menerima atau menjual jasa, pemindahan risiko dari pihak lain, dan memperoleh keuntungan

dengan berbagi risiko (sharing of risk) di antara sejumlah besar

nasabahnya. Dari sudut pandang sosial, asuransi didefinisikan sebagai organisasi sosial yang menerima pemindahan risiko dan mengumpulkan dana dari anggota-anggotanya guna membayar kerugian yang mungkin terjadi pada masing-masing anggota tersebut. Dalam pandangan matematika, asuransi merupakan aplikasi

matematika dalam memperhitungkan biaya dan faedah

pertanggungan risiko.

Pengertian asuransi menurut undang-undang tentang usaha

perasuransian UU Republik Indonesia No. 2/1992 dalam Darmawi

(2006) adalah :

1. Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua (2)

pihak atau lebih yang pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga (3) yang mungkin akan diderita


(23)

tertanggung, yang timbul akibat suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

2. Yang dimaksud “penanggung” dalam definisi itu adalah suatu

badan usaha asuransi yang memenuhi ketentuan UU. No. 2/1992.

Selanjutnya pasal 21 UU No. 2/1992 dalam Darmawi (2006)

menjelaskan bisnis atau bidang usaha perasuransian sebagai usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi, memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.

2.1.2 Manfaat Asuransi

Asuransi mempunyai banyak manfaat (Darmawi, 2006), antara lain :

1. Asuransi melindungi risiko investasi

Kemauan untuk menanggung risiko merupakan unsur fundamental dalam perekonomian bebas. Bilamana suatu perusahaan berusaha untuk memperoleh keuntungan dalam bidang usahanya, maka kehadiran risiko dan ketidakpastian tidak dapat dihindarkan. Bisnis asuransi mengambil alih risiko tersebut.

2. Asuransi sebagai sumber dana investasi

Pembangunan ekonomi membutuhkan dukungan investasi dalam jumlah memadai yang pelaksanaannya harus berdasarkan pada kemampuan sendiri. Oleh karena itu, diperlukan usaha keras untuk mengerahkan dana masyarakat melalui lembaga keuangan bank dan nonbank. Usaha perasuransian sebagai salah satu lembaga keuangan nonbank yang menghimpun dana masyarakat, semakin penting peranannya sebagai sumber modal untuk investasi di berbagai bidang.


(24)

3. Asuransi untuk melengkapi persyaratan kredit

Kreditor lebih percaya pada perusahaan yang risiko kegiatan usahanya diasuransikan. Pemberi kredit tidak hanya tertarik dengan keadaan perusahaan serta kekayaannya yang ada saat ini, tetapi juga sejauhmana perusahaan tersebut telah melindungi diri dari kejadian-kejadian yang tidak terduga di masa depan. Cara untuk memperoleh perlindungan tersebut adalah dengan memiliki polis asuransi.

4. Asuransi dapat mengurangi kekhawatiran

Fungsi primer dari asuransi adalah mengurangi

kekhawatiran akibat ketidakpastian. Perusahaan asuransi tidak kuasa mencegah terjadinya kerugian-kerugian tak terduga. Jadi,

perusahaan asuransi tidaklah mengurangi ketidakpastian

terjadinya penyimpangan yang tidak diharapkan.

5. Asuransi mengurangi biaya modal

Dalam dunia usaha yang beban risikonya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, maka pihak-pihak penanam modal yang telah bersedia menanggung risiko atas modal yang diinvestasikan tersebut akan menetapkan biaya modal yang lebih tinggi.

6. Asuransi menjamin kestabilan perusahaan

Perusahaan-perusahaan yang menyadari arti pentingnya

asuransi sebagai salah satu faktor yang menciptakan goodwill

(jasa baik) antara kelompok pimpinan dan karyawan telah menyediakan polis secara berkelompok untuk para karyawan tertentu dengan cara membayar keseluruhan atau sebagian premi yang telah ditetapkan. Adanya usaha seperti itu dari pihak perusahaan dapat menjadi stabilisator jalannya roda perusahaan.

7. Asuransi dapat meratakan keuntungan

Dengan berusaha menentukan biaya-biaya “kebetulan” yang

mungkin dialami pada masa depan melalui program asuransi,


(25)

memperhitungkan biaya tersebut sebagai salah satu unsur dari total biaya untuk produk yang dijualnya. Dengan demikian, secara singkat dapat dikatakan bahwa asuransi dapat meratakan jumlah keuntungan yang diperoleh dari tahun ke tahun.

8. Asuransi dapat menyediakan layanan profesional

Jasa para ahli yang telah bekerja dalam perusahaan asuransi akan dinikmati oleh tertanggung tanpa adanya bayaran tambahan selain dari premi yang harus dibayarkan. Jasa-jasa yang diberikan oleh tenaga ahli dari perusahaan asuransi tidak dibayar oleh tertanggung, tetapi dibayar oleh perusahaan asuransi. Oleh karena itu, yang dikerjakan oleh para ahli di bidang asuransi bagi pihak tertanggung merupakan pelayanan dari perusahaan asuransi.

9. Asuransi mendorong usaha pencegahan kerugian

Perusahaan asuransi banyak melakukan usaha yang sifatnya mendorong perusahaan tertanggung untuk melindungi diri dari bahaya yang dapat menimbulkan kerugian. Oleh karena itu perusahaan asuransi secara sadar dan sistematis bekerja untuk menghilangkan atau memperkecil kemungkinan yang dapat menimbulkan kerugian.

10. Asuransi membantu pemeliharaan kesehatan

Usaha lain yang sangat erat hubungannya dengan usaha-usaha yang dilakukan untuk menghindari atau memperkecil penyebab kerugian adalah kegiatan asuransi yang bergerak pada jenis asuransi jiwa.

2.1.3 Bidang Usaha Asuransi

Menurut Darmawi (2006) bidang usaha asuransi dibagi menjadi dua (2) bagian, yaitu :

a. Asuransi atas orang (Personal Insurance)

Asuransi yang obyeknya orang atau penutupan asuransi atau individu-individu adalah asuransi yang berkaitan langsung dengan individu. Ada empat (4) macam peril yang ditutup dalam jenis asuransi ini, yaitu kematian, kecelakaan dan sakit, pengangguran


(26)

dan karena umur tua.

b. Asuransi atas harta (Properti Insurance)

Asuransi harta ditujukan terhadap peril-peril yang mungkin menghancurkan properti atau harta kekayaan. Asuransi tersebut di Indonesia digolongkan ke dalam asuransi kerugian.

2.2. Konsep Mutu Jasa

Sejak tahun 1970-an permasalahan mengenai mutu telah diperhatikan dalam kegiatan industri. Wirausahawan, pelaku bisnis, karyawan, konsumen, akademisi, pemerintah dan masyarakat luas semakin fokus terhadap pengelolaan mutu.

Kata mutu memiliki banyak definisi yang berbeda. Menurut Juran

dalam Nasution (2001), mutu produk adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen. Produk dikatakan memiliki kecocokan penggunaan produk, apabila memiliki beberapa ciri utama, diantaranya :

1. Teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan.

2. Psikologis, yaitu citra rasa atau status.

3. Waktu, yaitu kehandalan.

4. Kontraktual, yaitu adanya jaminan.

5. Etika, yaitu sopan santu, ramah atau jujur.

Kecocokan penggunaan produk yang dikemukakan di atas memiliki dua (2) aspek utama, yaitu ciri-ciri produk yang memenuhi tuntutan konsumen dan tidak memiliki kelemahan.

Crosby dalam Nasution (2001) menyatakan bahwa mutu adalah

conformance to requirement, yaitu sesuai yang diisyaratkan atau distandarkan. Suatu produk atau jasa dapat dikatakan bermutu, apabila telah sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan. Standar mutu meliputi bahan baku, proses produksi dan produk jadi.

Bila Juran mendefiniskan mutu sebagai fitness for use dan Crosby

mengatakan bahwa mutu sebagai conformance to requirement, maka

Feigenbaum dalam Nasution (2001) menyampaikan, bahwa mutu


(27)

Produk dapat dinilai memiliki mutu, apabila dapat memberikan kepuasan sepenuhnya kepada konsumen, yaitu sesuai dengan harapannya terhadap produk yang dihasilkan.

Deming dalam Nasution (2001) mendefinisikan mutu sebagai

kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen, maka perusahaan harus dapat mengetahui apa yang dibutuhkan konsumen atas suatu produk yang

dihasilkan. Sedangkan Garvin dan Daviz dalam Nasution (2001)

menyatakan, bahwa mutu adalah suatu kondisi yang dinamis dan memiliki hubungan dengan produk, manusia atau tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan konsumen atau pelanggan.

Penting memahami mutu dapat dijelaskan dalam dua sudut pandang, yaitu dari sudut manajemen operasional dan manajemen pemasaran. Jika dilihat dari sudut manajemen operasional, mutu produk menjadi sebuah kebijakan penting dalam meningkatkan daya saing produk yang harus memenuhi kepuasan konsumen yang dapat melebihi atau menyamai produk yang ditawarkan oleh pesaing. Sedangkan dilihat dari sudut pandang pemasaran, mutu adalah unsur utama dalam bauran pemasaran yang dapat meningkatkan volume penjualan dan memperluas pangsa pasar perusahaan (Nasution, 2001).

Upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu, produktivitas, efisiensi dan efektivitas perlu dilakukan secara terencana dan melibatkan partisipasi aktif dari semua unsur terkait dalam perusahaan, agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar. Salah satu usaha yang harus dilakukan oleh manajemen dalam meningkatkan efektivitas adalah menentukan arah dan tujuan dari perbaikan produktivitas dan mutu, maka perlu dilaksanakan sejalan dengan arah jangka panjang perusahaan (Han

and Leong, 2000).

Selain sebagai unsur penting dalam operasi, mutu juga memiliki pengaruh lain. Menurut Heizer dan Render (2006), terdapat tiga (3) alasan mutu penting untuk diterapkan, yaitu :


(28)

1. Reputasi perusahaan

Reputasi perusahaan sejalan dengan reputasi mutu yang dihasilkan. Mutu muncul sebagai persepsi mengenai produk baru perusahaan, kebiasaan karyawan dan hubungan pemasok.

2. Keandalan produk

Peraturan seperti Consumer Product Safety Act membuat standar produk

dan peraturan bagi produk yang tidak dapat memenuhi standar.

3. Keterlibatan global

Berkembangnya teknologi membuat mutu menjadi bahan perhatian

internasional, karena perusahaan dan negara bersaing dalam

perekonomian global, bila produk memenuhi standar mutu, desain dan harga global.

Pada bisnis dibidang jasa, perusahaan dapat mengandalkan mutu pelayanan yang ditawarkan kepada konsumen. Mutu jasa yang tinggi akan meningkatkan kepuasan dan menambah nilai loyalitas konsumen. Menurut

Kotler dalam Nasution (2001) jasa (service) merupakan aktivitas atau

manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan terhadap apapun. Saat ini konsumen memiliki pengetahuan yang lebih baik dalam memilih produk jasa yang dibutuhkannya. Semakin meningkatnya persaingan diantara perusahaan asuransi kerugian membuat konsumen semakin dimanjakan pada berbagai pilihan produk yang ditawarkan.

Menurut Han and Leong (2000), mutu pelayanan (service quality)

merupakan salah satu konsep manajemen yang populer dalam mempertahankan dan membangun loyalitas konsumen, karena dapat

menghasilkan keunggulan kompetitif dan bottom line yang positif bagi

konsumen. Service quality merupakan suatu komitmen untuk memberikan

pelayanan yang terbaik kepada konsumen. Perusahaan yang menerapkan mutu pelayanan yang baik, akan lebih mengutamakan relasional dari pada sekedar transaksi sesaat. Menurut Payne (2000), mutu jasa berkaitan dengan kemampuan sebuah organisasi untuk memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Persepsi konsumen terhadap mutu jasa ditentukan oleh


(29)

banyak faktor, salah satunya adalah dari pihak internal perusahaan. Salah satu (1) strategi perusahaan yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan mengetahui apa yang diinginkan konsumen, yaitu membuat perusahaan akan semakin baik dalam menawarkan apa yang dibutuhkan konsumen, sehingga dapat menciptakan dan mempertahankan loyalitas konsumen.

Dalam jasa, mutu merupakan sebuah fungsi dari persepsi konsumen, dengan kata lain mutu merupakan sesuatu yang dipersepsikan konsumen dan erat kaitannya dengan kebutuhan konsumen. Model mutu jasa pada Gambar 1 menggambarkan bahwa harapan konsumen terhadap jasa dipengaruhi secara eksternal, melalui komunikasi dari mulut ke mulut, dan internal melalui kebutuhan individu konsumen dan pengalaman masa lalu. Hal ini merupakan sebuah fungsi dari usaha komunikasi pemasaran perusahaan jasa.

Model mutu jasa menurut Barry dan Parasuraman dalam Han and

Leong (2000) terdapat lima (5) kesenjangan (gap) yang menyebabkan

kegagalan penyampaian jasa kepada konsumen, yaitu :

GAP 1. Kesenjangan tingkat harapan konsumen dan persepsi manajemen Manajemen tidak selalu memahami benar apa yang menjadi keinginan konsumen.

GAP 2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi mutu jasa

Manajemen mungkin benar dalam memahami keinginan

konsumen, tetapi tidak menetapkan standar pelaksanaan yang spesifik.

GAP 3. Kesenjangan antara spesifikasi mutu dan penyampaian jasa

Para personel mungkin tidak terlatih baik dan tidak mampu memenuhi standar.

GAP 4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal Harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat wakil-wakil dan iklan perusahaan.


(30)

GAP 5. Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan Kesenjangan terjadi apabila konsumen mengukur kinerja perusahaan dengan cara yang berbeda dan konsumen keliru mempersepsikan mutu jasa tersebut.

Gambar 1 . Model mutu jasa Barry dan Parasuraman dalam Han and Leong

(2000).

Lovelock dan Wright (2005) mendefinisikan mutu jasa sebagai evaluasi kognitif jangka panjang konsumen terhadap penyerahan jasa suatu perusahaan. Untuk meningkatkan mutu pelayanan diperlukan jasa pelengkap yang berbeda, tetapi hampir semuanya dapat digolongkan menjadi delapan (8) kelompok, yaitu :

a. Informasi, yaitu sekelompok jasa pelengkap yang mempermudah

pembelian dan penggunaan jasa dengan memberitahukan kepada konsumen tentang fitur dan kinerja jasa sebelum, selama dan setelah penyerahan jasa.

b. Penerimaan pesanan, yaitu sekelompok jasa pelengkap yang

mempermudah pembelian dengan menciptakan prosedur yang cepat, Pemasar

GAP 1 Konsumen

Komunikasi dari mulut ke mulut

Kebutuhan individu

Pengalaman masa lalu

Harapan terhadap jasa

Penerimaan jasa

Pengiriman jasa Komunikasi eksternal dengan

konsumen Penerjemahan persepsi

kedalam spesifikasi mutu jasa

Persepsi manajemen terhadap harapan konsumen GAP 2

GAP 3

GAP 4 GAP 5


(31)

akurat dan tanggap untuk menerima permohonan keanggotaan, melakukan pemesanan, atau melakukan reservasi.

c. Penagihan, yaitu sekumpulan jasa pelengkap yang memudahkan

pembelian dengan menyediakan dokumentasi yang jelas, tepat waktu, akurat dan relevan tentang apa yang harus dibayar konsumen, dirambah dengan informasi tentang cara membayarnya.

d. Pembayaran, yaitu sekumpulan jasa pelengkap yang memudahkan

pembelian dengan menawarkan pilihan prosedur yang mudah untuk melakukan pembayaran dengan cepat.

e. Konsultasi, yaitu sekumpulan jasa pelengkap yang menambah nilai

dengan memberikan jawaban kepada konsumen yang membutuhkan saran, konseling, atau pelatihan untuk membantu mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dari pengalaman jasa tersebut.

f. Keramahan, yaitu sekelompok jasa pelengkap yang menambah nilai

dengan cara memperlakukan para konsumen seperti tamu dan menyediakan perlengkapan kenyamanan yang mampu mengantisipasi kebutuhannya selama berinteraksi dengan penyedia jasa.

g. Pengamanan, yaitu sekumpulan jasa pelengkap yang menambah nilai

dengan membantu konsumen menangani atau mengamankan barang milik pribadinya yang dibawa ke tempat penyerahan jasa atau tempat membeli.

h. Pengecualian, yaitu sekumpulan jasa pelengkap yang menambah nilai

dengan menanggapi permintaan khusus, memecahkan masalah, menangani pengaduan dan saran, serta menyediakan kompensasi atau kegagalan jasa.

Barry dan Parasuraman dalam Nasution (2001) berhasil

mengidentifikasikan lima (5) kelompok karakteristik yang digunakan oleh para konsumen dalam mengevaluasi mutu jasa, sebagai dimensi mutu jasa berikut :

a. Bukti langsung (tangibles) meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai

dan sarana komunikasi.


(32)

yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan.

c. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk

membantu para konsumen dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

d. Jaminan (assurance), mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat

dipercaya yang dimiliki oleh staf, bebas dari bahaya, risiko dan keragu-raguan.

e. Empati (emphaty) meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,

komunikasi yang baik dan mampu memahami kebutuhan konsumennya.

2.3. Business Excellence

Menurut Griffin (2005), bisnis atau perusahaan adalah organisasi yang menyediakan barang atau jasa dengan maksud mendapatkan laba yang merupakan perbedaan antara penerimaan bisnis dengan biaya-biayanya. Dalam sistem kapitalistik, bisnis (perusahaan) didirikan untuk mendapatkan laba bagi pemiliki yang bebas untuk mendirikan perusahaan. Namun, konsumen juga memiliki kebebasan untuk memilih. Dalam memilih cara untuk mengejar laba, bisnis harus memperhitungkan apa yang diinginkan atau dibutuhkan konsumen.

Pada saat konsumen mulai merasakan layanan yang lebih baik, maka hal itu dapat meningkat harapan akan mutu jasa. Konsumen membuat perbandingan antara pengalaman layanan berbeda yang diperoleh, terlepas dari sektor industri. Kemampuan perusahaan untuk menarik dan mempertahankan konsumen baru tidak hanya merupakan sebuah fungsi dari produk atau penawaran produk, akan tetapi juga cara melayani konsumen

yang telah ada dan menciptakan reputasi di pasar (Cook, 2008).

Pertumbuhan tingkat kepentingan konsumen jasa dalam lingkungan persaingan dan perubahan pola bisnis, membuat perusahaan harus melihat

kembali mutu jasa yang telah dibangun. Business excellence merupakan

perpanjangan dari mutu jasa yang fokus terhadap orientasi konsumen.

Business excellence memiliki kaitan yang erat dengan service excellence.

Menurut Cook (2008), melalui service excellence, diharapkan

perusahaan dapat memiliki keunggulan kompetitif, sehingga menjadi bisnis


(33)

diterapkan dalam sebuah organisasi dapat membantu untuk memfokuskan pikiran dan tindakan secara sistematik, terstruktur yang harus mengarah pada peningkatan kinerja. Melalui pendekatan holistik, pengalaman penerapan bisnis dapat membantu antara kerahasiaan dan sektor organisasi publik untuk dapat fokus terhadap orientasi konsumen.

Cook (2008) persepsi konsumen terhadap mutu jasa dan kegiatan bisnis di bidang jasa ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya adalah dari pihak internal perusahaan terhadap konsumen. Dengan mengetahui apa yang diinginkan konsumen, sebuah perusahaan jasa akan lebih baik dalam menawarkan apa yang dibutuhkan konsumen. Hal ini, dapat menciptakan dan mempertahankan loyalitas konsumen. Konsumen yang terbentuk pada sebuah perusahaan, bukan hanya pihak yang merasakan produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan saja (konsumen eksternal), melainkan karyawan sebagai konsumen internal dari sebuah perusahaan.

Menurut Gaspersz (2005), untuk meningkatkan daya saing dalam

industri diperlukan peningkatan proses secara konseptual seperti business

excellence yang merupakan perluasan dari Mission, Values and Guiding Principles (MVGP) dan Total Quality Excellence (TQE), dengan berfokus pada utilisasi Sumber Daya Manusia (SDM) secara efektif dan bertujuan untuk perbaikan secara terus-menerus dalam mutu, kepuasan konsumen dan efisiensi. Model perbaikan terus-menerus memberikan suatu cara untuk memvisualisasikan aspek-aspek kunci dari proses perbaikan seperti, suara dari konsumen (voice of the customer) dan suara dari proses (voice of the process) yang digunakan untuk memfokuskan suatu usaha perbaikan mencapai tujuan perusahaan.

Sebuah penjelasan dari pelayanan yang baik adalah tercapainya

harapan konsumen, business excellence tidak hanya fokus pada

permasalahan internal melainkan juga eksternal, tidak hanya membahas

mengenai penerapan sertifikasi International Standard for Organization

(ISO) dan jasa konsumen, akan tetapi juga membangun inovasi dan perbaikan secara berkelanjutan untuk membangun jasa kelas dunia. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan menjalin hubungan baik dengan berbagai


(34)

pihak terkait secara berkelanjutan, dengan pendekatan business excellence

perusahaan memperoleh manfaat nyata, seperti perbaikan indikator

keuangan, peningkatan inovasi dan generasi ide, kepuasan konsumen dan pertumbuhan organisasi (BPIR, 2010).

Montgomery dalam Gaspersz (2005) mengemukakan suatu model

yang disebut sebagai model perbaikan mutu proses bisnis atau dikenal

dengan Business Process Quality Improvement (BPQI) seperti yang

ditunjukan dalam Gambar 2, terlihat bahwa model perbaikan proses bisnis

yang mengkaji keseluruhan rantai pemasok-konsumen (supplier-customer

chain), di mana suatu kebutuhan dari konsumen merupakan masukan bagi industri untuk diteruskan kepada pemasok. Pengukuran dilakukan pada keseluruhan sistem apabila diidentifikasi adanya kecacatan atau kegagalan dalam proses secara keseluruhan. Hasil temuan berupa akar penyebab kecacatan atau kegagalan selanjutnya harus dihilangkan melalui pengembangan tindakan korektif. Pada akhirnya, tindakan pengujian dan evaluasi harus dilakukan untuk menguji dan mengevaluasi keefektifan dari tindakan korektif yang dilakukan.

Gambar 2. Model perbaikan mutu proses bisnis Montgomery

dalam Gaspersz (2005)

Tujuan kerangka kerja business excellence adalah untuk menciptakan

suatu lingkungan perbaikan berkelanjutan yang mengarah kepada kesuksesan bisnis yang berkelanjutan. Hal ini, didasarkan pada prinsip-prinsip abadi perbaikan organisasi yang merupakan filsafat yang

mendasarinya. Kerangka kerja business excellence menggambarkan

unsur-Analisis penyebab kegagalan Mengembangankan

tindakan korektif

INPUT AKTIVITAS OUTPUT

(PROSES)

PENGUKURAN

Menghilangkan Penyebab Kegagalan Pengujian dan evaluasi

Akar Penyebab

Gagal Identifikasi

kegagalan


(35)

unsur penting untuk keunggulan organisasi yang berkelanjutan. Hal ini dapat digunakan untuk memperbaiki setiap bagian dari organisasi.

Melalui prinsip-prinsip business excellence, pendekatan organisasi

untuk perbaikan dirancang untuk keberhasilan semua unsur organisasi yang terintegrasi dan sistem manajemen yang mencakup semua aspek dari sebuah organisasi. Aspek pendekatan organisasi untuk perbaikan menyeluruh (BPIR, 2010), yaitu :

a. Kepemimpinan.

b. Fokus konsumen dan pasar. c. Strategi dan perencanaan. d. Orang.

e. Informasi dan pengetahuan.

f. Proses manajemen peningkatan dan inovasi. g. Sukses dan keberlanjutan.

2.4. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Kusumaningrum (2009) melakukan kajian implementasi sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2000 pada perusahaan otomotif PT. Mah Sing Indonesia, dilihat dari penerapan yang dilakukan perusahaan terhadap ISO 9001 : 2000 dinilai baik. Dalam menjalankan sistem manajemen mutu (SMM) perusahaan. Dengan menggunakan metode proses hirarki analitik, diketahui bahwa faktor permasalahan yang paling berpengaruh adalah SMM dengan bobot 0,236. Aktor yang paling berperan dalam penerapan SMM adalah manajemen puncak dengan bobot 0,625. Sedangkan kendala terberat yang dihadapi oleh aktor adalah pada pengelolaan SDM dengan bobot 0.733. Alternatif tindakan yang paling cocok pada perusahaan tersebut adalah meningkatkan kerjasama tim dengan bobot 0, 314.

Wulandari (2009) melakukan kajian mengenai penerapan SMM ISO 9001 : 2000 pada PT. Unitex Tbk, Bogor. Dalam hal ini diidentifikasi faktor-faktor yang menjadi permasalahan dalam penerapan, aktor yang berperan, tujuan yang ingin dicapai perusahaan, serta alternatif pemecahan masalah yang dihadapi perusahaan, dengan berdasarkan hasil kajian


(36)

diperoleh bahwa perusahaan telah menerapkan SMM ISO 9001 : 2000 dengan baik dan persyaratan dalam ISO 9001 : 2000 telah terpenuhi.

Faktor yang menjadi permasalahan dalam penerapan adalah SMM, tanggung jawab manajemen, manajemen sumber daya, realisasi produk, perbaikan, analisis dan peningkatan. Aktor yang paling berperan dalam

penerapan SMM ISO 9001 : 2000 adalah top management. Tujuan dari

penerapan SMM ISO 9001 : 2000 adalah perbaikan administrasi dan dokumentasi, perbaikan infrastruktur dan perbaikan partisipasi karyawan. Sedangkan alternatif tindakan berupa perbaikan sistem informasi menjadi prioritas utama, lalu sosialisasi, pendidikan dan pelatihan (diklat),


(37)

III.

METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Perkembangan dunia usaha yang begitu pesat menyebabkan persaingan yang kompetitif, maka menuntut perusahaan melakukan usaha keras agar produk-produknya atau jasanya dapat diterima dan memiliki nilai lebih bagi penggunanya, yaitu memperhatikan mutu produk atau jasanya.

PT. Asuransi MSIG Indonesia melalui business excellence di MSIG yang

dibangun dengan pendekatan business excellence sebagai langkah untuk

mempersiapkan perbaikan dan pencegahan untuk menghasilkan jasa yang

bermutu baik. Untuk membangun business excellence, perusahaan

membutuhkan integrasi menyeluruh pada divisi yang terdapat di perusahaan.

Penerapan business excellence perlu mendapat dukungan dari

berbagai pihak guna tercapainya tujuan bersama, dengan kerangka kerja

yang jelas terhadap dimensi excellence terkait yang dilakukan dalam tiga (3)

tingkatan perencanaan aksi business excellence, melalui keempat (4)

perangkat yang digunakan PT. Asuransi MSIG Indonesia, berharap dapat mencapai tujuan untuk menjadi perusahaan asuransi kerugian nomor satu (1) di Asia dan memiliki keunggulan kompetitif dalam bersaing secara

sehat. Agar business excellence dapat berjalan sesuai fungsinya, maka perlu

melakukan identifikasi permasalah yang terjadi saat implementasi, untuk mengetahui faktor yang berpengaruh, pihak yang berperan dalam penerapan, tujuan dan alternatif kegiatan yang dapat diusulkan sebagai

perbaikan penerapan business excellence. Kerangka pemikiran penelitian

dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan tahapan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.


(38)

Gambar 3. Kerangka pemikiran penelitian 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Obyek penelitian adalah Kajian implementasi business excellence

pada mutu jasa di PT. Asuransi MSIG Indonesia memiliki Kantor pusat yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Penelitian dilaksanakan dalam waktu 2,5 bulan sejak bulan Februari hingga awal bulan April 2011.

Implementasi BE@M

Analytical Hierarchy Process

(AHP)

Rekomendasi Strategi

Business Excellence

PT. Asuransi MSIG Indonesia

Meningkatkan mutu

pelayanan kedalam

orientasi kepuasan

pelanggan

Pendekatan Holistik (Mengarahkan

stakeholder

terhadap visi bersama)

Penerapan

Business Excellence at

MSIG

Sertifikasi ISO

Suara Konsumen

i-action i-suggest


(39)

3.3. Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari : a. Data Primer

Data ini diperoleh melalui wawancara langsung kepada pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Data primer umumnya berupa data kualitatif maupun kuantitatif dan digunakan untuk membuktikan hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya. Data primer diperoleh dengan pengamatan secara langsung (observasi lapangan), yaitu penyebaran kuesioner (Lampiran 2) dan wawancara dengan pihak manajemen PT. Asuransi MSIG Indonesia (Lampiran 3). b. Data Sekunder

Data ini merupakan data yang berfungsi sebagai pelengkap data primer. Data sekunder diperoleh melalui media lain yang bersumber pada

penelusuran pustaka dan publikasi elektronik (internet).

3.4. Pengolahan dan Analisis Data

Tahap awal yang dilakukan sebelum mengolah data adalah

mempelajari literatur yang berkaitan dengan business excellence, PT.

Asuransi MSIG Indonesia dan pengolahan AHP. Setelah mempelajari

literatur, dilakukan identifikasi bentuk kegiatan business excellence melalui

observasi langsung dan wawancara dengan pihak penyusun business

excellence. Identifikasi faktor, aktor, tujuan dan skenario business excellence juga dilakukan melalui wawancara dengan pihak penyusun

business excellence.

Hasil identifikasi faktor, aktor, tujuan dan skenario business

excellence kemudian didiskusikan kembali dengan pakar sehingga digunakan untuk menentukan unsur penyusun struktur hirarki. Struktur hirarki tersebut kemudian digunakan sebagai acuan kuesioner yang akan

dinilai oleh pakar (pakar business excellence di PT. Asuransi MSIG

Indonesia). Nara sumber interview dan penilai kuesioner dipilih secara

sengaja (purposive sampling), dengan pertimbangan pemahaman tentang


(40)

implementasi business excellence pada PT. Asuransi MSIG Indonesia

menggunakan teknikAHP.Hingga diperolehhasil pengolahan vertikal yang

menggambarkan keterkaitan dan tingkat pengaruh antara unsur pada satu tingkat hirarki dengan unsur pada tingkat hirarki lainnya. Hasil pengolahan

yang menunjukkan pemilihan skenario business excellence diperoleh dari

pengolahan vertikal. Pengumpulan dan pengolahan data dapat dilihat pada Lampiran 4.

Teknik analisa yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, sebagai sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks, dengan cara menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan untuk memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau peubah ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subyektif tentang pentingnya tiap peubah dan mensintesis berbagai pertimbangan untuk menetapkan peubah mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

Teknik AHP ini membantu memecahkan persoalan kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil sesuai dengan perkiraan secara intuitif, sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat (Saaty, 1991).

Keuntungan penerapan proses hirarki menurut Fewidarto (1996) adalah :

1. Penyajian sistem secara hirarki dapat digunakan untuk menjelaskan

bagaimana perubahan-perubahan prioritas pada level atas mempengaruhi prioritas unsur pada level/tingkat di bawahnya.

2. Hirarki memberikan banyak informasi yang lengkap pada struktur dan


(41)

gambaran tentang pelaku-pelaku dan tujuan-tujuan pada level yang lebih tinggi. Unsur-unsur kendala yang terbaik adalah disajikan pada level yang lebih tinggi untuk menjamin bahwa kendala-kendala itu diperhatikan.

3. Hirarki lebih efisien daripada merakit modul-modul secara keseluruhan.

4. Hirarki lebih mantap (stabil) dan lentur (fleksibel). Stabil dalam arti

bahwa perubahan yang kecil memilki dampak yang kecil dan lentur dalam hal bahwa penambahan untuk mendapatkan suatu hirarki terstruktur baik yang tidak menggangu kerjanya.

Menurut Saaty (1991), terdapat tiga (3) prinsip dalam memecahkan

persoalan dengan AHP, yaitu prinsip menyusun hirarki (Decomposition),

prinsip menentukan prioritas (Comparative Judgement), dan prinsip

konsistensi logis (Logical Consistency). Hirarki yang dimaksud adalah

hirarki dari permasalahan yang akan dipecahkan untuk mempertimbangkan kriteria-kriteria atau komponen-komponen yang mendukung pencapaian tujuan. Dalam proses menentukan tujuan dan hirarki tujuan, perlu diperhatikan apakah kumpulan tujuan beserta kriteria-kriteria yang bersangkutan tepat untuk persoalan yang dihadapi.

Dalam memilih kriteria-kriteria pada setiap masalah pengambilan keputusan perlu memperhatikan kriteria-kriteria berikut :

1. Lengkap

Kriteria harus lengkap, sehingga mencakup semua aspek yang penting, yang digunakan dalam mengambil keputusan untuk pencapaian tujuan. 2. Operasional

Operasional dalam artian bahwa setiap kriteria ini harus mempunyai arti bagi pengambil keputusan, sehingga benar-benar dapat menghayati terhadap alternatif yang ada, disamping terhadap sarana untuk membantu penjelasan alat untuk berkomunikasi.

3. Tidak berlebihan

Menghindari adanya kriteria yang pada dasarnya mengandung pengertian yang sama.


(42)

4. Minimum

Diusahakan agar jumlah kriteria seminimal mungkin untuk

mempermudah pemahaman terhadap persoalan, serta menyederhanakan persoalan dalam analisis (Saaty, 1991).

a. Decomposition

Setelah persoalan didefinisikan maka perlu dilakukan

decomposition, yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi, karena alasan ini maka proses analisis ini

dinamai hirarki (Hierarchy). Pembuatan hirarki tersebut tidak

memerlukan pedoman yang pasti berapa banyak hirarki tersebut dibuat, tergantung dari pengambil keputusan yang menentukan dengan memperhatikan keuntungan dan kerugian yang diperoleh jika keadaan tersebut diperinci lebih lanjut. Ada dua (2) jenis hirarki, yaitu hirarki lengkap dan hirarki tidak lengkap. Dalam hirarki lengkap, semua unsur pada semua tingkat memiliki semua unsur yang ada pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian, dinamakan hirarki tidak lengkap.

b. Comparatif Judgement

Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua (2) unsur pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat yang diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas unsur-unsur. Hasil dari penilaian ini akan

ditempatkan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise

comparison. Dalam melakukan penilaian terhadap unsur-unsur yang diperbandingkan terdapat tahapan-tahapan, yakni :

1) Unsur mana yang lebih (penting/disukai/berpengaruh/lainnya). 2) Berapa kali sering (penting/disukai/berpengaruh/lainnya).

Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua (2) unsur, perlu dipahami tujuan yang diambil secara umum. Dalam


(43)

penyusunan skala kepentingan, Saaty menggunakan patokan seperti dimuat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai skala banding berpasangan

Sumber : Saaty, 1991

Dalam penilaian kepentingan relatif dua (2) unsur berlaku aksioma

reciprocal, artinya jika unsur i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka unsur j harus sama dengan 1/3 kali pentingnya dibanding unsur i. Disamping itu, perbandingan dua (2) unsur yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama penting. Dua (2) unsur yang berlainan dapat saja dinilai sama penting. Jika terdapat m unsur, maka

akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran m x n.

Banyaknya penilaian yang diperlukan dalam menyusun matriks ini

adalah n(n-1)/2, karena matriks reciprocal dan unsur-unsur diagonalnya

sama dengan 1. Synthesis of Priority dari setiap matriks pairwise

comparison kemudian dicari nilai eigen vector untuk mendapatkan local

Intensitas Kepentingan

Definisi Penjelasan

1 Kedua unsur sama pentingnya Dua unsur memiliki sifat yang sama besar

3 Unsur yang satu sedikit lebih penting daripada yang lainnya.

Pengalaman dan pertimbangan sedikit mendukung satu unsur di atas yang lainnya.

5 Unsur yang satu esensial atau sangat penting daripada yang lainnya.

Pengalaman dan

pertimbangan dengan kuat mendukung satu unsur atas unsur lainnya.

7 Satu unsur jelas lebih penting dari yang lainnya.

Satu unsur dengan kuat didukung dan memiliki dominan yang sangat kuat dalam prakteknya.

9 Satu unsur mutlak lebih penting dari yang lainnya.

Bukti yang mendukung unsur yang satu atas yang lainnya memiliki tingkat penegasan tertinggi dan mungkin menguatkan. 2,4,6,8 Nilai-nilai di antara dua

pertimbangan yang berdekatan.

Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan.

Kebalikannya

Jika aktivitas i mendapat satu angka dibandingkan dengan satu aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan i.


(44)

priority, karena matriks-matriks pairwise comparison terdapat pada

setiap tingkat, sehingga untuk mendapatkan global priority harus

dilakukan sintesis antara local priority. Pengurutan unsur-unsur menurut

kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting.

c. Logical Consistency

Konsistensi memiliki dua (2) makna, pertama (1) adalah obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Arti kedua (2) adalah menyangkut tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu.

AHP dapat digunakan dalam memecahkan berbagai masalah diantaranya untuk mengalokasikan sumber daya, analisis keputusan manfaat atau biaya, menentukan peringkat beberapa alternatif, melaksanakan perencanaan ke masa depan yang diproyeksikan dan menetapkan prioritas pengembangan suatu unit usaha dan permasalahan kompleks lainnya. Secara umum, langkah-langkah dasar dari AHP dapat diringkas dalam penjelasan berikut ini :

1) Mendefinisikan masalah dan menetapkan tujuan. Bila AHP digunakan untuk memilih alternatif atau penyusunan prioritas alternatif, maka pada tahap ini dilakukan pengembangan alternatif.

2) Menyusun masalah dalam struktur hirarki. Setiap permasalahan yang kompleks dapat ditinjau dari sisi yang detail dan terstruktur.

3) Menyusun prioritas untuk tiap unsur masalah pada tingkat hirarki. Proses ini menghasilkan bobot unsur terhadap pencapaian tujuan, sehingga unsur dengan bobot tertinggi memiliki prioritas penanganan. Langkah pertama (1) pada tahap ini adalah menyusun perbandingan berpasangan yang ditransformasikan dalam bentuk matriks, sehingga matriks ini disebut matriks perbandingan berpasangan.

Langkah-langkah dalam analisis metode AHP secara umum dibagi dalam delapan (8) langkah (Saaty, 1991), yaitu :

1) Mendefinisikan permasalahan dan merinci pemecahan yang diinginkan. Fokus dari analisis ini adalah identifikasi permasalahan


(45)

mutu perusahaan dan kinerja setiap bagian yang ada pada perusahaan untuk mencapai tujuannya. Untuk mengetahuinya dapat dilakukan dengan cara wawancara kepada pihak terkait. Setelah ditentukan fokus

analisis, selanjutnya ditentukan komponen-komponen dan

pendefinisian masing-masing komponen.

2) Membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh. Setelah komponen-komponen dari fokus analisis diketahui, lalu dilakukan pembuatan hirarki. Hirarki merupakan abstraksi struktur suatu sistem yang mempelajari fungsi interaksi antar komponen dan dampaknya terhadap sistem. Pembuatan hirarki bertujuan untuk mengetahui tingkatan-tingkatan analisis. Penyusunan hirarki terdiri dari beberapa tingkatan, dari seperangkat peubah. Pada fokus identifikasi permasalahan tersusun beberapa tingkatan seperti tingkat satu (1) adalah fokus sasaran atau cita-cita utama, tingkat dua (2) adalah faktor atau kriteria masalah, tingkat tiga (3) adalah aktor atau pelaku, tingkat empat (4) merupakan obyektif atau tujuan yang ingin dicapai yang sesuai dengan sasaran pada tingkat satu (1) dan di tingkat lima (5) adalah skenario atau alternatif kegiatan atau tindakan yang dapat diambil untuk mengatasi masalah yang ada. Contoh struktur hirarki dari identifikasi permasalahan mutu dapat dilihat pada Gambar 4.

Tingkat 1

Fokus/ Ultimate Goal

Tingkat 2

Faktor/ Kriteria Masalah

Tingkat 3

Aktor/ Pelaku

Tingkat 4

Tujuan/ Penyebab Masalah

Tingkat 5

Skenario/ Alternatif

A1 A2 A3 A4

T1 T2 T3 T4

F1 F2 F3 F4

Identifikasi Masalah (UG)

S1 S2 S3 S4


(1)

Lanjutan Lampiran 7

Level 2 terhadap pelayanan konsumen (PKn)

Level 2 terhadap hasil (hsl)

Graphical Assessment HOm

Compare the relative importance with respect to: PKn

RHC

HOm RHC BUm BEM RKj Kar

HOm (1,86121) (3,16228) (3,3437) 3,08007 (6,43526)

RHC (1,86121) (3,3437) 3,87298 (6,85255)

BUm (1,86121) 6,19198 (3,93598)

BEM 5,43879 (2,21336)

RKj (7,45391)

Kar Incon: 0,04

Priorities with respect to: Co...

Goal: Implementasi Business Excellence Pada Mutu Jasa Di PT. Asuransi MSIG Indon esia >PKn

HOm ,063

RHC ,087

BUm ,151

BEM ,222

RKj ,032

Kar ,445

In consistency = 0,04 with 0 missin g judgments.

Graphical Assessment

HOm

Compare the relative importance with respect to: Hsl

RHC

HOm RHC BUm BEM RKj Kar

HOm (2,78316) (1,86121) 2,71081 5,0 5,20681

RHC 2,21336 4,40056 7,23762 5,47723

BUm 2,71081 6,48074 5,0

BEM 3,49964 1,68179

RKj (2,21336)

Kar Incon: 0,03

Priorities with respect to: Co...

Goal: Implementasi Business Excellence Pada Mutu Jasa Di PT. Asuransi MSIG Indon esia >Hsl

HOm ,188

RHC ,388

BUm ,245

BEM ,089

RKj ,035

Kar ,055

In consistency = 0,03 with 0 missin g judgments.


(2)

Lanjutan Lampiran 7

Level 3 terhadap level 2

Level 3 terhadap manajemen

Head Office

(HOm)

Level 3 terhadap manajemen

Regional Holding Company

(RHC)

Level 3 terhadap manajemen

Business Unit

(Bum)

Graphical Assessment SE

Compare the relative importance with respect to: Kpn \ HOm

PE

SE PE IE

SE 2,05977 3,30975

PE 1,56508

IE Incon: 0,00

Priorities with respect to: Co...

Goal: Implementasi Business Excellence Pada Mutu Jasa Di PT. Asuransi MSIG Indon esia >Kpn

>HOm

SE ,560

PE ,269

IE ,171

In consistency = 0,00 007 with 0 missin g judgments.

Graphical Assessment SE

Compare the relative importance with respect to: Kpn \ RHC

PE

SE PE IE

SE 2,51487 1,68179

PE 1,0

IE Incon: 0,02

Priorities with respect to: Co...

Goal: Implementasi Business Excellence Pada Mutu Jasa Di PT. Asuransi MSIG Indon esia >Kpn

>RHC

SE ,506

PE ,230

IE ,263

In consistency = 0,02 with 0 missin g judgments.

Graphical Assessment

SE

Compare the relative importance with respect to: Kpn \ BUm

PE

SE PE IE

SE 4,40056 2,44949

PE (1,18921)

IE Incon: 0,02

Priorities with respect to: Co...

Goal: Implementasi Business Excellence Pada Mutu Jasa Di PT. Asuransi MSIG Indon esia >Kpn

>BUm

SE ,619

PE ,161

IE ,220

In consistency = 0,02 with 0 missin g judgments.


(3)

Lanjutan Lampiran 7

Level 3 terhadap tim BE@M (BEM)

Level 3 terhadap rekan kerja (RKj)

Level 3 terhadap Karyawan (Kar)

Graphical Assessment

SE

Compare the relative importance with respect to: Kpn \ BEM

PE

SE PE IE

SE (2,78316) (1,56508)

PE 1,41421

IE Incon: 0,01

Priorities with respect to: Co...

Goal: Implementasi Business Excellence Pada Mutu Jasa Di PT. Asuransi MSIG Indon esia >Kpn

>BEM

SE ,190

PE ,489

IE ,321

In consistency = 0,00 556 with 0 missin g judgments.

Graphical Assessment SE

Compare the relative importance with respect to: Kpn \ RKj

PE

SE PE IE

SE (1,41421) 2,44949

PE 1,86121

IE Incon: 0,04

Priorities with respect to: Co...

Goal: Implementasi Business Excellence Pada Mutu Jasa Di PT. Asuransi MSIG Indon esia >Kpn

>RKj

SE ,377

PE ,434

IE ,189

In consistency = 0,04 with 0 missin g judgments.

Graphical Assessment SE

Compare the relative importance with respect to: Kpn \ Kar

PE

SE PE IE

SE (2,51487) 3,87298

PE 4,78674

IE Incon: 0,05

Priorities with respect to: Co...

Goal: Implementasi Business Excellence Pada Mutu Jasa Di PT. Asuransi MSIG Indon esia >Kpn

>Kar

SE ,302

PE ,599

IE ,099

In consistency = 0,05 with 0 missin g judgments.


(4)

Level 4 terhadap

Service Excellence

(SE)

Level 4 terhadap

Process Excellence

(PE)

Level 4 terhadap

Innovation Excellence

(IE)

Graphical Assessment

SSK

Compare the relative importance with respect to: Kpn \ HOm \ SE

MSK

SSK MSK PBg SMM CSS PIm

SSK 2,05977 2,59002 4,40056 5,69243 5,11777

MSK 2,44949 3,40866 5,14369 3,32686

PBg 1,86121 3,0 2,64575

SMM 2,21336 1,96799

CSS 1,26632

PIm Incon: 0,02

Priorities with respect to: Co...

Goal: Implementasi Business Excellence Pada Mutu Jasa Di PT. Asuransi MSIG Indon esia >Kpn >HOm >SE SSK ,382 MSK ,263 PBg ,147 SMM ,094 CSS ,056 PIm ,059

In consistency = 0,02 with 0 missin g judgments.

Graphical Assessment

SSK

Compare the relative importance with respect to: Kpn \ HOm \ PE

MSK

SSK MSK PBg SMM CSS PIm

SSK 1,68179 2,44949 (2,44949) (3,87298) 2,59002

MSK 1,68179 (3,40866) (5,91608) 3,0

PBg (3,87298) (5,91608) 2,71081

SMM (2,44949) 4,40056

CSS 6,43526

PIm Incon: 0,03

Priorities with respect to: Co... Goal: Implementasi Business Excel lence Pada Mutu Jasa Di PT. Asuransi MSIG I ndon esia

>Kpn >HOm >P E SSK ,123 MSK ,089 PBg ,069 SMM ,239 CSS ,437 PIm ,043

In consistency = 0,03 with 0 mi ssin g judgments.

Graphical Assessment

SSK

Compare the relative importance with respect to: Kpn \ HOm \ IE

MSK

SSK MSK PBg SMM CSS PIm

SSK 2,51487 3,66284 (2,27951) (2,44949) (5,0)

MSK 2,21336 (3,72242) (2,71081) (5,69243)

PBg (4,40056) (2,44949) (7,0)

SMM 1,86121 (2,44949)

CSS (2,71081)

PIm Incon: 0,03

Priorities with respect to: Co... Goal: Implementasi Business Excellence Pada Mutu Jasa Di PT. Asuransi MSIG Indon esia

>Kpn >HOm >IE SSK ,107 MSK ,063 PBg ,044 SMM ,217 CSS ,155 PIm ,413

In consistency = 0,03 with 0 missin g judgments.


(5)

Lampiran 8. Hasil pengolahan horizontal dan vertikal

1.

Perhitungan horizontal

A.

Hubungan antara unsur aktor terhadap unsur faktor.

Faktor Kpn Prn Sis SDM Prs PKn Hsl

WHom 0,066 0,071 0,097 0,136 0,183 0,063 0,188

WRHC 0,121 0,115 0,369 0,270 0,242 0,087 0,388

WBum 0,407 0,340 0,291 0,408 0,374 0,151 0,245

WBEM 0,218 0,287 0,141 0,096 0,105 0,222 0,089

WRKj 0,059 0,043 0,038 0,039 0,035 0,032 0,035

WKar 0,130 0,145 0,066 0,050 0,060 0,445 0,055

B.

Hubungan antara unsur tujuan terhadap unsur aktor.

C.

Hubungan antara unsur skenario terhadap unsur tujuan

Tujuan SE PE IE

WSSK 0,382 0,123 0,107

WMSK 0,263 0,089 0,063

WPBg 0,147 0,069 0,044

WSMM 0,094 0,239 0,217

WCSS 0,056 0,437 0,155

WPIm 0,059 0,043 0,413

1.

Perhitungan vertikal

A.

Aktor yang Berpengaruh dalam implementasi

business excellence

Faktor Kpn Prn Sis SDM Prs PKn Hsl

bobot

VP

faktor 0,329 0,254 0,042 0,168 0,097 0,069 0,041

Hom 0,066 0,071 0,097 0,136 0,183 0,063 0,188 0,089

RHC 0,121 0,115 0,369 0,270 0,242 0,087 0,388 0,159

Bum 0,407 0,340 0,291 0,408 0,374 0,151 0,245 0,348

BEM 0,218 0,287 0,141 0,096 0,105 0,222 0,089 0,192

RKj 0,059 0,043 0,038 0,039 0,035 0,032 0,035 0,044

Kar 0,130 0,145 0,066 0,050 0,060 0,445 0,055 0,127

1,001 1,001 1,002 0,999 0,999 1,000 1,000

Aktor HOm RHC BUm BEM RKj Kar

WSE 0,560 0,506 0,619 0,190 0,377 0,302

WPE 0,269 0,230 0,161 0,489 0,434 0,599


(6)

B.

Perhitungan Vertikal Tujuan yang Paling Ingin Dicapai dalam

implementasi

business excellence

Aktor HOm RHC BUm BEM RKj Kar Bobot

VP

aktor 0,089 0,159 0,348 0,192 0,044 0,127

SE 0,560 0,506 0,619 0,190 0,377 0,302 0,437

PE 0,269 0,230 0,161 0,489 0,434 0,599 0,306

IE 0,171 0,263 0,220 0,321 0,189 0,099 0,216

1,000 0,999 1,000 1,000 1,000 1,000

C.

Perhitungan Vertikal Skenario yang Dianggap Tepat dan Efektif

Tujuan SE PE IE

VP

tujuan 0,437 0,306 0,216 bobot

SSK 0,382 0,123 0,107 0,228

MSK 0,263 0,089 0,063 0,156

PBg 0,147 0,069 0,044 0,095

SMM 0,094 0,239 0,217 0,161

CSS 0,056 0,437 0,155 0,192

PIm 0,059 0,043 0,413 0,128