dibuat berdasarkan peran dan norma gender yang dikonstruksi secara sosial yang mencegah seseorang untuk menikmati hubungan antar manusia secara penuh.
2.3.2. Bentuk-bentuk Ketimpangan Gender 2.3.2.1. Gender dan Marginalisasi Perempuan
Bentuk manifestasi ketimpangan gender adalah proses marginalisasi atau pemiskinan ekonomi terhadap kaum perempuan. Dari segi sumbernya bisa berasal
dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsiran agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan Fakih, 1996.
Marginalisasi kaum perempuan tidak saja terjadi di tempat pekerjaan seperti jenis pekerjaan untuk perempuan, upah yang rendah. Tetapi juga terjadi dalam rumah
tangga, masyarakat dan negara. Marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi sejak di rumah tangga dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga yang laki-laki dan
perempuan.
2.3.2.2. Gender dan Subordinasi
Pandangan gender bisa menimbulkan subordinasi terhadap perempuan. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak
bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Kesehatan reproduksi dan hak-hak kesehatan tubuh
perempuan masih dinomor duakan. Kehamilan adalah kodrat perempuan, akan tetapi resikonya harus ditanggung bersama oleh suami, keluarga dan masyarakat selain
perempuan itu sendiri Simatauw dkk, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Sikap individualistik masyarakat yang menganggap kelahiran adalah tanggung jawab keluarga saja sehingga bantuan gotong royong membantu ibu hamil
dan melahirkan tidak ada dalam masyarakat. Pandangan yang bias gender ini membawa dampak yang tidak menguntungkan pada perempuan. Nilai sosial budaya
tersebut diperkuat oleh cara pandang agama yang sempit yakni persalinan merupakan hal yang biasa dan meninggal ketika bersalin adalah mati syahid, pandangan ini
berdampak pada tingginya kepasrahan kepada keadaan dan rendahnya usaha untuk mencegah musibah.
Subordinasi juga membuat anggapan bahwa perempuan tidak penting terlibat dalam pengambilan keputusan. Anggapan perempuan itu tidak bisa memimpin
berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi nomor dua. Bentuk subordinasi terhadap perempuan yang menonjol adalah bahwa semua
pekerjaan yang dikategorikan sebagai reproduksi dianggap lebih rendah dan menjadi subordinasi dari pekerjaan produksi yang dikuasai kaum lelaki.
2.3.2.3. Gender dan
Stereotipe
Stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Pelabelan menunjukkan adanya relasi kekuasaan yang timpang dan
bertujuan untuk menguasai pihak lain. Stereotipe selalu merugikan dan menimbulkan ketimpangan. Masyarakat memiliki anggapan bahwa tugas utama kaum perempuan
adalah melayani suami. Perempuan dianggap lemah, kurang terdidik, emosional dan kurang ketrampilan dan hanya bisa berdedikasi di dalam rumah tangga. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
mengakibatkan perempuan tidak bisa berpartisipasi di sektor kerja. Pelabelan negatif sering ditimpakan kepada perempuan Daulay, 2007.
2.3.2.4. Gender dan Kekerasan