paritas dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Herlina dkk 2006, tentang faktor resiko kejadian anemia pada ibu hamil
di kota Bogor. Mereka menemukan bahwa secara uji statistik tidak ada pengaruh antara paritas dengan kejadian anemia.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hoo Swie Tjiong dalam Prawirohardjo 2002 yang menyatakan apabila prevalensi
anemia dihubungkan dengan paritas, terlihat bahwa semakin banyak jumlah anak yang dilahirkan, wanita dewasa kemungkinan untuk menderita anemia cukup besar.
Begitu juga dengan penelitian surbakti 1986, yang menunjukkan kejadian anemia lebih tinggi pada kelompok dengan paritas lebih dari tiga 36,13 dibanding paritas
kurang dari tiga 26,68. Penelitian Hasibuan 1997 menunjukkan anemia ibu hamil pada kelompok paritas lebih dari tiga 35,96 dan paritas kurang dari tiga
17,98 berarti semakin tinggi paritas semakin tinggi kejadian anemia pada ibu hamil.
5.2.3. Jarak kehamilan
Dari hasil penelitian diketahui bahwa, anemia lebih banyak ditemukan pada ibu dengan jarak kehamilannya dari kelompok tidak berisiko 58,8 dibandingkan
dengan ibu yang jarak kehamilannya berisiko 41,2. Hasil uji regresi logistik pada penelitian ini tidak ada pengaruh antara jarak kehamilan dengan kejadian anemia,
karena jumlah anak yang dimiliki ibu rata-rata 1-2 orang dengan jarak kehamilan ≥ 2
tahun.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Prawirohardjo 2002, jarak kehamilan adalah rentang waktu sejak dimulainya suatu persalinan sampai kehamilan berikutnya.Setiap kehamilan
menyebabkan cadangan zat besi berkurang, oleh karena itu pada setiap akhir kehamilan di butuhkan waktu 2 tahun untuk memungkinkan tubuh wanita dapat pulih
dari kebutuhan ekstra, pada kehamilan dan laktasi serta mengembalikan cadangan zat besi ketingkat normal. Dengan syarat selama masa tenggang waktu itu kondisi
kesehatan dan mutu gizi baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Herlina dkk
2006, tentang faktor resiko kejadian anemia pada ibu hamil di kota Bogor. Mereka menemukan bahwa tidak ada pengaruh antara jarak kehamilan dengan kejadian
anemia denngan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ibu hamil dengan jarak kehamilan 2 tahun sebesar 40 dan jarak kehamilan
≥ 2 tahun sebesar 60. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Ridwan di Puskesmas
Bantimurung 2006, ditemukan bahwa ibu hamil paling banyak menderita anemia pada jarak kehamilan
≤ 2 tahun dengan hasil uji statistik memperlihatkan bahwa jarak kelahiran mempunyai risiko lebih besar terhadap kejadian anemia.
Menurut Nasution 2005, banyak wanita yang tidak dapat memulihkan tenaga
karena jarak kehamilan yang terlalu dekat, sehingga membuat wanita lebih sering mengalami tingkat kesehatan yang buruk. Karena kondisi ibu masih belum pulih dan
pemenuhan zat-zat gizi belum optimal, sudah harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandungnya. Jarak dua kehamilan yang terlalu pendek akan
mempengaruhi daya tahan dan gizi ibu selanjutnya akan mempengaruhi hasil
Universitas Sumatera Utara
reproduksi. Seorang wanita yang melahirkan berturut-turut dalam jangka waktu pendek tidak sempat memulihkan kesehatannya serta harus membagi perhatiannya
kepada kedua anak dalam waktu yang sama.
5.3. Pengaruh Ketimpangan Gender dalam Keluarga terhadap Anemia 5.3.1. Distribusi makanan