1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan investasi besar jangka panjang yang harus ditata, disiapkan dan diberikan sarana maupun prasarananya dalam arti modal
material yang cukup besar, sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Pendidikan No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XI
pasal 40 ayat 2 yakni pendidik harus profesional untuk menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis.
Untuk mewujudkan suasana pembelajaran yang bermakna kegiatan pembelajaran harus dirancang sedemikian rupa agar peserta didik terlibat
secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya Sistem
Pendidikan Nasional, 2003: 13. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun
2006 tentang standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Standar Kompetensi Muatan Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk
mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah yang materinya tidak dapat
dikelompokkan kedalam mata pelajaran yang ada. Subtansi muatan lokal ditentukan oleh sekolah. Sekolah dapat menyelenggarakan satu mata
pelajaran muatan lokal setiap semester yaitu bahasa Jawa BSNP, 2006:10.
Berkaitan dengan hal tersebut, standar proses yang berisi perencanaan proses pembelajaran diantaranya Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 bahwa, Standar Proses adalah Standar Nasional Pendidikan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan. Standar proses meliputi perencanaan proses pembelajaran
yang berisi Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD. Bahasa Jawa di SDMI merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang
menggambarkan penguasaan, sikap dan keterampilan yang diharapkan sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu mata pelajaran. Di
dalam kurikulum KTSP, bahasa Jawa merupakan salah satu mata pelajaran muatan lokal yang dilaksanakan di daerah Jawa Tengah yang didalamnya
mencakup lima kompetensi dasar yaitu mencakup aspek mendengarkan, berbicara, membaca, menulis dan sastra. Pada kompetensi membaca, dalam
mata pelajaran bahasa Jawa, siswa harus mampu menguasai dua keterampilan yaitu membaca bacaan berbahasa Jawa berhuruf latin dan membaca bacaan
berbahasa Jawa dengan huruf Jawa. Agar dapat terampil membaca aksara Jawa, siswa harus memahami bahasa Jawa dan mengenal aksara Jawanya.
Hasil penelitian Depdiknas 2008, menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan pelaksanaan standar isi mata pelajaran bahasa Jawa. Guru dalam
pembelajaran lebih menekankan pada metode yang mengaktifkan guru, pembelajaran yang dilakukan guru kurang kreatif, lebih banyak menggunakan
metode ceramah dan kurang mengoptimalkan media pembelajaran, sehingga
siswa merasa jenuh dan kurang antusias dalam pembelajaran bahasa Jawa. Berdasarkan hasil observasi dengan tim kolaborasi pada tanggal 14 Maret
2011 pada SDN 03 Sengon, bahwa dalam membaca aksara Jawa siswa kurang memperhatikan intonasi dan lafal yang tepat dan guru belum menggunakan
model pembelajaran membaca yang bervariasi, sehingga siswa kurang aktif, cepat merasa bosan dan penggunaan media pembelajaran masih kurang.
Didukung dari data pencapaian hasil observasi dan evaluasi membaca aksara Jawa berupa kata dan kalimat sederhana masih di bawah Kriteria
Ketuntasan Minimal KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 65. Data hasil belajar ditunjukkan bahwa, dari 34 siswa kelas IV SDN 03 Sengon, hanya 13
siswa yakni 38 yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal dan yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal 21 siswa yakni 62 yaitu dengan nilai
rata-rata kelas 58,17. Nilai terendah 40 dan nilai tertinggi 70. Dengan melihat data hasil belajar dan kompetensi kelas IV yang seharusnya bisa membaca
aksara Jawa, perlu proses pembelajaran untuk ditingkatkan kualitasnya, agar siswa Sekolah Dasar tersebut terampil membaca aksara Jawa, sebagai upaya
meningkatkan keterampilan membaca aksara Jawa. Setelah berdiskusi dengan guru kelas IV, untuk memecahkan masalah
pembelajaran tersebut, tim kolaborasi menetapkan alternatif tindakan untuk meningkatkan keterampilan membaca aksara Jawa yang dapat mendorong
keaktifan siswa dalam pembelajaran dan meningkatkan aktivitas guru. Maka peneliti menggunakan salah satu model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Head Together. Dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif, dapat mengaktifkan siswa dalam menjawab pertanyaan maupun memahami materi pembelajaran. Pembelajaran kooperatif atau cooperative
learning mengacu pada model pengajaran, siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar Trianto, 2007:62.
Manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan membaca aksara Jawa, diharapkan siswa akan lebih aktif, kreatif dan terampil
dalam membaca aksara Jawa. Penggunaan media kartu aksara Jawa pada pembelajaran sangat membantu efektivitas proses pembelajaran serta
penyampaian pesan dan isi pelajaran, sehingga dapat membantu siswa meningkatkan keterampilan membaca aksara Jawa karena penyajian informasi
menjadi lebih menarik. Hal ini memungkinkan tercapainya tujuan pembelajaran, yang pada akhirnya dapat meningkatkan keterampilan
membaca siswa. Pembelajaran bahasa Jawa khususnya memiliki fungsi yang fundamental dalam menimbulkan serta mengembangkan kemampuan berfikir
kritis, kreatif dan inovatif, supaya tujuan tersebut dapat tercapai maka bahasa Jawa perlu diajarkan dengan cara yang tepat dan dapat melibatkan siswa
secara aktif melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Manfaat penyajian model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat
menjadikan anak aktif dan termotivasi untuk membaca aksara Jawa dan dapat mempermudah siswa untuk memahami aksara Jawa berupa kata dan kalimat
sederhana. Pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan keterampilan membaca aksara Jawa pada siswa kelas IV SD Negeri 03 Sengon
Kabupaten Batang.
B. Rumusan Masalah dan Pemecahan Masalah