Perlindungan Jenis Lain UU Lingkungan Hidup, Adat, Kontrak

Kant or HKI-IPB 194 itu menguntungkan atau justru merugikan negara-negara pemilik pengetahuan tradisional yang banyak seperti Indonesia.

4. Perlindungan Jenis Lain UU Lingkungan Hidup, Adat, Kontrak

a. Undang-Undang Lingkungan Hidup

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Pengelolaan Lingkungan Hidup Lembaran Negara No. 68, 1997 mengatur beberapa ketentuan mengenai konservasi sumber daya alam yang diartikan sebagai pengelolaan sumber daya alam tak terbaharui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbaharui untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya. Pasal 8 UU Lingkungan Hidup menetapkan: 1 Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh Pemerintah. 2 Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Pemerintah: a Mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup; b Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup, dan pemanfaatan kembali sumber daya alam, termasuk sumber daya genetika; c Mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang danatau subyek hukum lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan, termasuk sumber daya genetika; d Mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial; e Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kant or HKI-IPB 195

b. Hukum Adat dan Kontrak

Kemungkinan memberdayakan hukum adat bagi perlindungan pengetahuan tradisional yang dimaksud dalam Pasal 8j CBD terbuka lebar, hanya kelemahan utama dari hukum adat ini di tingkat nasional tidak mengikat secara formal, sehingga penegakan dan penerapannya tidak dapat dipaksakan sebagaimana halnya hukum positif negara tersebut, apalagi bagi negara yang menganut sistem civil law seperti Indonesia. Disamping itu, Hukum Adat dan kontrak pun dapat dioptimalkan untuk perlindungan pengetahuan tradisional yang dimiliki masyarakat tradisional. Hukum Adat banyak negara telah memberikan rambu-rambu memadai mengenai pemanfaatan pengetahuan tradisional, walaupun itu sifatnya masih internal, sehingga tidak begitu efektif jika berhadapan dengan pihak dari luar. Kontrak bisa bersifat mengikat ataupun tidak; termasuk jenis kontrak antara lain contractual agreement, letter of intent, memorandum of understanding , dan konvensi-konvensi. Kontrak yang mengikat mempunyai kekuatan untuk dipaksakan pelaksanaannya, artinya jika salah satu pihak melanggar kewajiban yang dibebankan kepadanya, maka pihak lainnya dapat menuntut pemenuhan pelaksanaan kewajiban tersebut. Dengan demikian, demi efektifnya perlindungan pengetahuan tradisional masyarakat tradisional, penting sekali memahami aspek-aspek yang penting untuk dituangkan dalam suatu kontrak, sehingga dapat diterapkan dan dipaksakan pelaksanaannya. Untuk ini, CBD telah mengembangkan guide-line yang dapat dijadikan pedoman ketika mengadakan pengaturan tentang pengetahuan tradisional dalam suatu kontrak seperti yang tertuang dalam note by the Executive Secretary dalam dokumen Ad hoc Open-Ended Inter-Sessional Working Group on Article 8j and Related Provisions of the Convention on Biological Diversity UNEPCBDWG8J12 yang memuat guideline sebagai berikut: Kant or HKI-IPB 196 1 Memasukkan ketentuan yang mengatur akses ke tanah dan teritori komunitas tidak boleh masuk pada daerah yang disakralkan, area yang sensitif secara ekologis, ataupun daerah pengembangbiakan, dan lain-lain; 2 Mencantumkan klausula kerahasiaan bagi perlindungan sumber dan informasi yang dirahasiakan; 3 Mencantumkan hak untuk me-review penelitian dan mengesahkan teks penelitian sebelum disiarkan atau dipublikasikan; 4 Menetapkan hak untuk mendapatkan salinan penelitian dalam bentuk dan format yang dapat dipahami komunitas misalnya menggunakan audiovideo tape daripada secara tertulis; 5 Pencantuman ketentuan pengiriman kembali kepada komunitas informasi yang digunakan dalam penelitian; 6 Menetapkan kepemilikan komunal atau kepemilikan bersama atas Hak Cipta mengenai publikasi apa saja yang muncul dari penelitian; 7 Menetapkan bahwa Hak Paten yang muncul adalah bersifat Hak Paten bersama antara pemegang pengetahuan tradisional dan penelitikolektor; 8 Pengakuan atas sifat kolektif dari pengetahuan, baik di dalam maupun di antara generasi dari komunitas aslilokal harus diakui; 9 Ketentuan mengenai kontrol penggunaan pengetahuan harus tetap berada pada komunitas, bahkan jika informasi tersebut ditemukan dalam area “public domain”; 10 Mencantumkan ketentuan mengenai pelaksanaan hak oleh komunitas mana saja tidak boleh melanggar hak dari komunitas lainnya untuk menggunakan, membuang ataupun mengontrol penggunaan sumber daya yang mereka punyai; 11 Menetapkan bahwa penciptaan hak monopoli atas pengetahuan harus dihindari, dan kemungkinan mendapatkan hak monopoli atas pengetahuan atau hal-hal yang berkaitan dengan sumber daya hayati harus dicegah; Kant or HKI-IPB 197 12 Menentukan pembagian keuntungan yang adil di dalam dan di antara komunitas; 13 Menetapkan adanya perbantuan mengenai pengujian ulang atas pengetahuan tradisional dan pengetahuan yang berhubungan dengan keanekaragaman hayati harus disediakan, dan setiap penggunaan yang mengakibatkan dampak buruk atas sumber daya dan budaya harus diminimalisir, dan 14 Ketentuan yang menetapkan bahwa perkiraan harus ditetapkan mengenai penggunaan sumber daya atas pengetahuan yang ada, khususnya mengenai tumbuhan obat-obatan, menggunakan pengetahuan tersebut. Namun demikian, kelemahan utama yang harus diperhitungkan dalam mengimpelementasikan cara ini adalah tingkat kemampuan memahami, mengidentifikasi dan menegosiasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat tradisional dalam wujud klasusul- klausul kontrak dari masyarakat itu sendiri. Pada umumnya, kemampuan demikian itu tidak dimiliki oleh masyarakat tradisional, sementara pihak yang paling bersinggungan dengan kontrak ini adalah masyarakat tersebut. Oleh karena itu, sistem pendampingan dan monitoring dalam cara ini penting artinya. Monitoring dan pendampingan bisa dilakukan oleh Kantor HaKI yang ada, atau akan lebih baik jika dibentuk badan khusus yang menangani masalah masyarakat tradisional saja, mengingat kepentingan masyarakat tradisional tidak hanya berkenaan dengan HaKI. Jika lembaga demikian ada, maka pendampingan dan monitoring ini menjadi bagian dari tugas lembaga tersebut.

5. Sui Generis