Pemanfaatan HKI Hak kekayaan intelektual dan tantangan implementasinya di perguruan tinggi

Kant or HKI-IPB 85 bagian kesekretariatanadministrasi, perlindungan dan komersialisasi. Pada Sentra HKI yang intensitas kegiatannya cukup tinggi, juga telah memiliki bagiandivisi informasi HKI dan HukumPengawasan. Dalam bab selanjutnya dapat dilihat berbagai contoh Sentra HKI di beberapa perguruan tinggi.

3. Pemanfaatan HKI

Sesuai dengan esensi dari sistem HKI yang merupakan “penghargaan” bagi orang-orang yang kreatif, inventif dan inovatif, maka pemanfaatan HKI merupakan bagian penting dalam sistem HKI. Salah esensi utama yang terkandung di dalam sistem HKI adalah nilai ekonomi yang terkandung didalamnya, terutama selama dalam masa perlindungan efektif. Seseorang atau lembaga yang memiliki HKI akan mendapatkan hak untuk menentukan bentuk pemanfaatan dari HKI yang dimilikinya, termasuk target wilayah, target konsumen dan sebagainya. Hal ini merupakan bagian dari penghargaan pemberian “eksklusif” yang terkandung dalam sistem HKI bagi pemiliknya. Banyak pihak mengatakan bahwa pemanfaatan kekayaan intelektual hasil kegiatan perguruan tinggi berbasiskan sistem HKI baru dapat dilakukan apabila kekayaan intelektual tersebut telah dilindungi atau telah mendapatkan sertifikat atau granted, misal telah memperoleh sertifikat Paten, Hak Cipta, Merek atau yang lainnya. Secara prinsip hal tersebut memang benar, akan tetapi mengingat lamanya proses permohonan perlindungan, maka ada kalanya si pemohon atau pemilik harus dapat menyikapi dengan baik dalam upaya pemanfaatannya. Dari berbagai UU di bidang HKI UU Paten, Desain Industri dan sebagainya dinyatakan bahwa dimungkinkannya adanya pengalihan hak dan lisensi. Pengalihan hak dapat terjadi karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis atau sebab-sebab lain. Lisensi terjadi karena pengalihan berdasarkan perjanjian lisensi. Berdasarkan hal tersebut, maka pemanfaatan HKI dapat dilakukan sendiri oleh pemilik atau melimpahkannya atau memberikan ijinnya kepada pihak lain. Kant or HKI-IPB 86 UU No. 182002 tentang Sisnas P3IPTEK juga mengatur pengelolaan, termasuk didalamnya pemanfaatan kekayaan intelektualHKI yang dihasilkan dari kegiatan penelitian dan pengembangan yang dibiayai sebagian atau seluruhnya oleh Pemerintah danatau Pemerintah Daerah. Pernyataan tersebut dikaitkan dengan proses alih teknologi. Pengertian alih teknologi yang tercantum dalam UU tersebut adalah “pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi antar lembaga, badan atau orang, baik yang berada di lingkungan dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri ke dalam negeri dan sebaliknya”. Selanjutnya di dalam Pasal 16 dinyatakan bahwa : 1 Perguruan tinggi dan lembaga litbang wajib mengusahakan alih teknologi kekayaan intelektual serta hasil kegiatan penelitian dan pengembangan , yang dibiayai sepenuhnya atau sebagian oleh pemerintah danatau pemerintah daerah kepada badan usaha, pemerintah, atau masyarakat, sejauh tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan peraturan perundang-undangan. 2 Apabila sebagian biaya kegiatan penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dibiayai oleh pihak lain, selain pemerintah danatau pemerintah daerah, pengalihan teknologi dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang telah diatur sebelumnya dengan pihak lain tersebut. 3 Perguruan tinggi dan lembaga litbang pemerintah berhak menggunakan pendapatan yang diperolehnya dari hasil alih teknologi danatau pelayanan jasa ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengembangkan diri. 4 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Kant or HKI-IPB 87 Untuk menindaklanjuti ketentuan dalam ayat 4 di atas, Pemerintah pada bulan Mei 2005 telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan, khususnya alih teknologi dari hasil penelitian dan pengembangan yang dibiayai sebagian atau seluruhnya oleh Pemerintah danatau Pemerintah Daerah . Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut tidak hanya terfokus pada alih teknologi namun juga hal-hal yang terkait erat dengannya, yang meliputi : - Tujuan - Kepemilikan dan implikasinya - Pengelolaan kekayaan intelektual dan cakupannya - Ketentuan pelaksanaan alih teknologi - Unit kerja yang mengusahakan allih teknologi - Mekanisme - Pembiayaan alih teknologi - Penggunaan pendapatan hasil alih teknologi. Secara umum dapat dikatakan bahwa pemanfaatan kekayaan intelektualHKI dapat bersifat non-komersial atau komersial. Hal ini juga dinyatakan dalam PP di atas pada Pasal 14, yakni : “Alih teknologi kekayaan intelektual serta hasil kegiatan penelitian dan pengembangan dapat dilakukan secara komersial atau non komersial”. Mekanisme yang dapat ditempuh dalam pelaksanaan alih teknologi menurut PP No.202005 Pasal 20 adalah melalui lisensi, kerja sama, pelayanan jasa ilmu pengetahuan dan teknologi danatau publikasi. Perlu ditekankan di sini, mekanisme ini hanya berlaku bagi hasil penelitian dan pengembangan yang dibiayai sebagian atau seluruhnya oleh Pemerintah danatau Pemerintah Daerah. Di luar konteks itu masih Kant or HKI-IPB 88 terdapat mekanisme lain seperti yang akan dibahas pada bab selanjutnya, khususnya yang bersifat komersial. Satu hal penting yang harus dipegang dalam melakukan lisensi dari KI dan hasil kegiatan penelitian dan pengembangan tersebut adalah penerima lisensi dari perguruan tinggi tidak dapat mengalihkan hak lisensi kepada pihak ketiga Pasal 23, PP No.202005. Ketentuan lainnya dilandasi oleh peraturan yang berlaku. Kerja sama dalam rangka alih teknologi harus berprinsip pada keuntungan sinergis bagi semua pihak yang bekerja sama dan berdasarkan pada kompetensi inti yang dimiliki pasal 26, PP No. 202005. Kegiatan konsultasi, kontrak penelitian dan pengembangan, kontrak kajian, pendidikan danatau pelatihan dan bentuk-bentuk interaksi lainnya antara beberapa atau banyak pihak termasuk dalam mekanisme pelayanan jasa iptek. Dalam PP tersbut selanjutnya dinyatakan bahwa pembiayaan alih teknologi dari KIHKI milik Pemerintah danatau Pemerintah Daerah dibebankan kepada dan menjadi tanggung jawab penerima alih teknologi. Namun sesuai dengan peraturan yang berlaku, Pemerintah danatau Pemerintah Daerah pun juga dapat menanggung pembiayaan tersebut. Selain pihak-pihak tersebut, pihak lainpun dapat diikutsertakan dalam pembiayaan. Salah satu terobosan yang dibuat oleh Tim Penyusun PP No.202005 adalah bahwa Perguruan Tinggi berhak menggunakan pendapatan yang diperolehnya dari hasil alih teknologi kekayaan intelektual serta hasil kegiatan penelitian dan pengembangan milik Pemerintah danatau Pemerintah Daerah Pasal 38. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya tentang sifat dan mekanisme alih teknologi, maka pendapatan di sini adalah pendapatan dari hasil lisensi, kerja sama, pelayanan jasa iptek dan publikasi, termasuk didalamnya royalti atau bentuk imbalan lainya. Pendapatan tersebut dapat digunakan langsung oleh Perguruan Tinggi tanpa harus menyetor terlebih dahulu ke Pemerintah, dalam hal ini Departemen Keuangan. Akan tetapi PP Kant or HKI-IPB 89 tersebut juga mengatur mekanisme penggunaan pendapatan tersebut. Hal di atas merupakan hal baru dan “angin segar” bagi Perguruan Tinggi serta dapat memotivasi para mahasiswa dan penelitistaf pengajar untuk mengahsilkan karya-karya inventif dan inovatif. Secara khusus dinyatakan bahwa pendapatan dari hasil alih teknologi dapat langsung digunakan untuk : - meningkatkan anggaran penelitian dan pengembangan - memberikan insentif untuk meningkatkan motivasi dan kemampuan - memperkuat kemampuan pengelolaan dan alih teknologi KIHKI - melakukan investasi untuk memperkuat sumber daya IPTEK yang dimiliki - meningkatkan kualitas dan memperluas jangkauan alih teknologi - memperluas jaringan kerja. Dalam hal publikasi, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan adanya kemungkinan hilangnya peluang kekayaan intelektual untuk dapat dilindungi Paten, sehingga mempengaruhi nilai dari pemanfaatannya. Teknologi yang akan dipublikasikan sebaiknya dikaji terlebih dahulu untuk menilai besar kecilnya peluang untuk layak dilindungi melalui sistem HKI dan dimanfaatkan, terutama untuk tujuan komersial. Apabila dinilai memiliki kelayakan tinggi, maka teknologi tersebut harus segera dimohonkan perlindungannya sebelum dipublikasikan. Hal-hal yang diungkapkan di atas dan dilandasi oleh PP 202005, sekali lagi perlu ditekankan, berlaku untuk KIHKI milik Pemerintah danatau Pemerintah Daerah karena dibiayai sebagian atau seluruhnya oleh Pemerintah danatau Pemerintah Daerah. Untuk KIHKI yang dihasilkan dari kegiatan penelitian dan pengembangan yang melibatkan biaya pihak lain, selain Pemerintah danatau Pemerintah Daerah, misal perusahaan, maka pemanfaatannya disesuaikan dengan perjanjiankesepakatan sebelumnya. Selanjutnya untuk KIHKI yang dihasilkan dari kegiatan tridharma Perguruan Tinggi yang tidak Kant or HKI-IPB 90 melibatkan biaya sepersen pun dari Pemerintah danatau Pemerintah Daerah pemanfaatannya dapat dilandaskan pada UU dan peraturan lain yang tersedia danatau pada kesepakatan bersama antar pihak yang terlibat. Namun, sebenarnya esensi dari pemanfaatan, baik dari KIHKI miliki Pemerintah danatau Pemerintah Daerah maupun bukan, adalah sama, hanya berbeda pada ketentuan-ketentuan yang merupakan implikasi dari kepemilikan.

C. Tantangan Manajemen HKI di Perguruan Tinggi

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa Perguruan Tinggi memiliki potensi besar untuk menghasilkan kekayaan intelektual dan HKI yang berkualitas tinggi. Namun dengan masih adanya beberapa kelemahan dalam sistem pendidikan, sistem HKI dan sistem lainnya yang terkait di negara berkembang, termasuk di Indonesia, maka untuk menerapkan sistem HKI, Perguruan Tinggi memiliki beberapa tantangan yang dapat dilihat dari berbagai aspek. Berikut ini sedikit ulasan mengenai tantangan tersebut.

1. Orientasi kegiatan Tridharma