Derajat Desentralisasi Fiskal Kinerja Keuangan Kabupaten Bogor

Dalam mengembangkan mekanisme keuangan daerah Kabupaten Bogor yang berkelanjutan sangat bergantung pada kemampuan finansial pemerintah Kabupaten Bogor. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 5 sampai 8. Adapun rasio- rasio indikator derajat desentralisasi fiskal antara pemerintah pusat dan daerah, serta indikator derajat kemandirian suatu daerah di wilayah Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut.

7.1.1 Derajat Desentralisasi Fiskal

Derajat Desentralisasi Fiskal digunakan untuk melihat kontribusi pendapatan asli daerah terhadap pengeluaran daerah secara keseluruhan. 1. Rasio PAD terhadap Total Penerimaan Daerah TPD Pada tahun 1995 proporsi PAD terhadap total pendapatan APBD sebesar 35,89 persen dan menurun menjadi 15,08 persen pada tahun 2000. Walaupun Jumlah PAD meningkat tetapi bila PAD ini dibandingkan dengan total penerimaan maka proporsinya akan menurun. Sebelum desentralisasi fiskal, PAD cenderung mengalami peningkatan kemudian mengalami penurunan pada tahun 2000 karena bagian PAD seperti pajak dan retribusi daerah mengalami penurunan. Bila dilihat pada gambar bahwa rasio PAD terhadap total pendapatan justru mengalami penurunan, yang artinya pemerintah daerah Kabupaten Bogor justru semakin tergantung kepada pemerintah pusat. Bila dibandingkan dengan kondisi pada masa desentralisasi fiskal, rasio PAD terhadap total penerimaan juga mengalami peningkatan dari 14,38 persen pada tahun 2001 menjadi 17,04 persen pada tahun 2006. Peningkatan ini cenderung berfluktuasi selama periode desentralisasi fiskal. PAD pada tahun 2001 meningkat lebih dari 100 persen tetapi peningkatan DAU sebagai sumber terbesar penerimaan daerah masih lebih kecil dari peningkatan PAD sehingga rasio PADTPD mengalami peningkatan. Persentasi Komposisi PADTPD sebelum dilaksanakannya desentralisasi fiskal justru lebih besar dibandingkan dengan komposisi PADTPD saat dilaksanakannya desentralisasi fiskal. Rata-rata komposisi PAD dibandingkan dengan TPD pada tahun 1995 sampai tahun 2000 adalah sebesar 27,89 persen sedangkan rata-rata PADTPD dari tahun 2001 sampai 2006 adalah sebesar 16,34 persen. Berdasarkan kriteria penilaian, untuk kategori sebelum desentralisasi fiskal Kabupaten Bogor termasuk dalam kategori sedang tetapi setelah desentralisasi fiskal termasuk dalam kategori kurang. 2. Rasio Bagi Hasil Pajak Bukan Pajak terhadap Total Penerimaan Kontribusi rata-rata BHPBP terhadap Total Penerimaan pada masa sebelum desentralisasi lebih tinggi dibandingkan pada masa desentralisasi. Pada masa sebelum desentralisasi fiskal, pemerintah kabupaten cenderung mengalami peningkatan rasio dari tahun 1995 sampai tahun 1998 tetapi kemudian mengalami penurunan menjadi 9,69 persen pada tahun 2000. Penurunan itu disebabkan karena menurunnya jumlah pos bagi hasil pajak dan bukan pajak pada tahun 2000, padahal pada tahun sebelumnya pos tersebut selalu mengalami peningkatan. Pada masa desentralisasi fiskal rasio ini juga relatif sama setiap tahunnya. Pada tahun 2001 rasio BHPBP terhadap total penerimaan sebesar 11,53 persen meningkat menjadi pada 14,37 persen tahun 2005, kemudian mengalami penurunan menjadi 11,87 persen. Pada masa ini DAU dan DAK menjadi bagian dari pos dana perimbangan. Peningkatan BHPBP hampir sama dengan dengan peningkatan TPD sehinggga besarnya rasio antara ini pada tahun 2001 dan 2006 juga tidak jauh berbeda. Derajat Desentralisasi Fiskal 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 PADTPD BHPBPTPD SUMTPD Gambar 5. Derajat Desentralisasi Fiskal Sebelum dilaksanakannya Desentralisasi Fiskal 3. Sumbangan terhadap Total Pendapatan Daerah Rasio sumbangan terhadap TPD dari tahun 1995 sampai 2000 mengalami fluktuasi naik turun. Pada masa sebelum desentralisasi fiskal rasio SUMTPD sebesar 46,18 persen pada tahun 1995 yang kemudian mengalami peningkatan menjadi 72,20 persen pada tahun 2000. Hal ini terjadi karena semakin meningkatnya jumlah dana Subsidi Daerah Otonom SDO. Pada masa desentralisasi fiskal rasio sumbangan terhadap TPD mengalami peningkatan, yang pada awalnya nol persen menjadi 2,47 persen pada tahun 2006. Bila dilihat dalam gambar rasio sumbangan terhadap TPD yang sangat besar pada sebelum desentralisasi fiskal dibanding sesudahnya disebabkan karena setelah dilaksanakannya desentralisasi fiskal, SDO dihapuskan dan digantikan menjadi Dana Alokasi Umum DAU. Rasio SUMTPD makin rendah menunjukkan semakin tidak tergantungnya pemerintah daerah Kabupaten Bogor. Rasio SUMTPD yang semakin kecil saat desentralisasi fiskal pada kondisi ini tidak menunjukkan Kabupaten Bogor yang semakin berkurang ketergantungannya kepada pemerintah pusat karena pada masa ini diberlakukan alokasi DAU. Derajat Desentralisasi Fiskal 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 PADTPD BHPBPTPD SUMTPD Gambar 6. Derajat Desentralisasi Fiskal Pada Masa Desentralisasi Fiskal. Dari Gambar 4 dan 5 terlihat bahwa peranan pemerintah pusat cukup besar dalam realisasi penerimaan Kabupaten Bogor. Derajat desentralisasi fiskal yang yang rendah terlihat dari rendahnya kontribusi PAD terhadap penerimaan daerah. Pada sebelum desentralisasi fiskal, penerimaan daerah lebih didominasi oleh sumbangan dan bantuan sedangkan pada masa desentralisasi fiskal, sumbangan dan bantuan masuk ke dalam pos lain-lain pendapatan yang sah. Pada masa ini kontribusi sumbangan dan bantuan menurun drastis karena sumber penerimaan terbesar ketika masa desentralisasi fiskal berasal dari Dana Alokasi Umum DAU yang menjadi sumber peneriman terbesar bagi Kabupaten Bogor. Lebih dari 60 persen peneriman Kabupaten Bogor didominasi oleh DAU.

7.1.2 Derajat Kemandirian Daerah