2.2 Konsep Kinerja Keuangan Daerah
Menurut Halim 2001, ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi adalah 1 kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut
memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangannya sendiri untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan; 2 ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu, PAD harus menjadi sumber keuangan
terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Informasi yang digunakan untuk pengukuran kinerja menurut Mardiasmo
dalam Halim diukur berdasarkan pada anggaran yang telah dibuat dengan menganalisis varians selisih atau perbedaan antara kinerja aktual dengan yang
dianggarkan. Analisis varians secara garis besar berfokus pada varians pendapatan revenue variance dan varians pengeluaran expenditure variance yang terdiri
dari varians belanja tutin dan varians belanja investasimodal. Apabila derajat kemandirian suatu daerah semakin tinggi akan semakin
menunjukkkan bahwa daerah tersebut mampu membiayai pengeluarannya sendiri tanpa bantuan dari pemerintah pusat. Secara umum, semakin tinggi kontribusi
pendapatan asli daerah dan semakin tinggi kemampuan daerah untuk membiayai kemampuannya sendiri akan menunjukkan kinerja keuangan daerah yang positif.
Kinerja keuangan positif dapat diartikan sebagai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai kebutuhan daerah dan mendukung pelaksanaan otonomi daerah
pada daerah tersebut.
2.3 Keuangan Daerah dalam Pembangunan Sebelum dan pada Masa Desentralisasi Fiskal
Sebelum desentralisasi fiskal dilaksanakan, sumber-sumber peneriman daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah PAD dan empat jenis transfer, yaitu
1 Subsidi Daerah Otonom SDO, 2 Bantuan Inpres, 3 Pinjaman Daerah, dan 4 Daftar Isian Proyek DIP. SDO adalah bantuan dari pemerintah pusat kepada
PEMDA atas beban APBN untuk memenuhi kebutuhan ”belanja rutin daerah” karena belum dapat dipenuhi dari PAD. SDO bertujuan untuk membiayai gaji
pegawai pemerintah PNS di daerah. Sebagian kecil lainnya digunakan untuk subsidi bagi pengeluaran rutin di bidang pendidikan dasar SBBO-RSUD, dan
subsidi untuk pembiayaan pelatihan pegawai pemerintah. SDO dikategorikan sebagi transfer pusat bersifat khusus spesific grant karena daerah tidak memiliki
kewenangan dalam menetapkan penggunaan SDO. Pada tahun anggaran 19992000 istilah SDO direklasifikasi menjadi Dana Rutin Daerah DRD.
Program Inpres yang dibiayai oleh APBN adalah suatu program pembangunan yang bertujuan :
a. menyebar luas dan meratakan pembangunan di daerah-daerah
b. untuk mendorong pemda melaksanakan pembangunan, pemerintah pusat
membantu pembiayaan, pengarahan dan petunjuk pelaksanaannya earmarket
c. melibatkan masyarakat daerah, menyerap tenaga kerja daerah, dan
membuka daerah-daerah terpencil d.
bottom up Pada tahun anggaran 19992000 istilah bantuan inpres direklasifikasi
menjadi Dana Pembangunan Daerah DPD. Selain kedua jenis transfer di atas,
daerah diperbolehkan melakukan pinjaman terutama untuk membiayai proyek- proyek yang cost recovery. Sumber pinjaman daerah adalah Daftar Isian Proyek
DIP. DIP merupakan proyek sektoral pemerintah pusat yang dilaksanakan di daerah. Bantuan Inpres dikategorikan sebagai bantuan antar tingkat pemerintahan
intergovernmental grants sedangkan DIP diklasifikasikan sebagai inkind allocation
karena walaupun dananya mengalir ke daerah tapi tidak termasuk ke dalam anggaran daerah.
Setelah desentralisasi fiskal dilaksanakan maka sumber penerimaaan daerah terdiri dari: 1 Pendapatan Asli Daerah PAD, 2 Dana Perimbangan, 3
Pinjaman Daerah, 4 Dana Darurat, dan 5 Daftar Isian Proyek DIP. Dalam UU No 25 Tahun 1999, Dana Perimbangan yang terdiri atas a Bagian daerah dari
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, dan Penerimaan dari sumber alam Dana Bagi Hasil, b Dana Alokasi
Khusus DAK, dan c Dana Alokasi Umum DAU. Sumber dana yang berasal dari PAD, Dana Bagi Hasil, dan DAU merupakan sumber dan yang bersifat block
grant artinya penggunaan ketiga jenis dana tersebut sepenuhnya menjadi
kewenangan daerah berdasarkan prioritas daerah. Sumber penerimaan daerah sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal disajikan di Lampiran 1 dan 2.
Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004, struktur APBD dibagi menjadi pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang masing-masing harus
dicantumkan bersamaan dengan jumlah anggarannya dan realisasi anggaran periode sebelumnya. Sumber pendapatan daerah adalah: Pendapatan Asli Daerah
yang terdiri dari Hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah, Hasil pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan yang sah. Pendapatan
Transfer terdiri dari Transfer Pemerintah pusat-dana perimbangan yang terdiri dari Dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil sumber daya alam, dana alokasi umum dan
dana alokasi khusus. Transfer pemerintah pusat-lainnya terdiri dari dana otonomi khusus dan dana penyesuaian. Transfer pemerintah provinsi terdiri dari
pendapatan bagi hasil pajak dan pendapatan bagi hasil lainnya serta lain-lain pendapatan daerah yang sah.
2.4 Pembagian Urusan Pemerintahan