Analisis Kinerja Keuangan Daerah .1 Derajat desentralisasi fiskal

4.3.4 Analisis Kinerja Keuangan Daerah 4.3.4.1 Derajat desentralisasi fiskal Secara konseptual, pola hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah harus sesuai dengan kemampuan daerah dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan. Oleh karena itu, untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah, salah satunya dapat diukur melalui kinerja keuangan daerah. Menurut Musgrave dan Musgrave dalam Halim 2007 untuk mengukur kinerja keuangan daerah dapat digunakan derajat desentalisasi fiskal antara pemerintah pusat dan daerah, antara lain: dengan 1 rasio Pendapatan Asli Daerah PAD terhadap Total Penerimaan Daerah TPD, 2 rasio Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak BHPBP terhadap total penerimaan daerah dan 3 rasio antara sumbangan pemerintah pusat SUM terhadap total penerimaan daerah. Secara ringkas dapat ditampilkan dalam perumusan berikut ini: 1 TPD PAD 2 TPD BHPBP 3 TPD SUM Nilai rasio yang tinggi antara variabel Pendapatan Asli Daerah terhadap Total Pendapatan Daerah dan Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak terhadap Total Pendapatan Daerah serta nilai rasio yang rendah antara sumbangan pemerintah pusat terhadap total pendapatan daerah menunjukkan kecilnya tingkat ketergantungan daerah terhadap transfer pusat dan sebaliknya. Tim Fisipol dan Balitbang Depdagri RI 19911992 membuat klasifikasi tentang kemampuan keuangan daerah. Kemampuan keuangan daerah merupakan kemampuan kabupatenkota dalam membiayai urusan-urusan rumah tangganya khususnya yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah. Tabel 3. Kualifikasi Kemampuan Keuangan Daerah Skala Persentase PAD terhadap TPD Kualifikasi 1 0,00 - 10,00 Sangat Kurang 2 10,01 - 20,00 Kurang 3 20,01 -30,00 Sedang 4 30,01 - 40,00 Cukup 5 40,01 - 50,00 Baik 6 50,00 Sangat baik Sumber: Tim Fisipol UGM Balitbang Depdagri dalam Trianstuti 2005 4.3.4.2 Derajat Kemandirian Daerah Selain itu, dalam melihat kinerja keuangan daerah dapat menggunakan derajat kemandirian daerah untuk mengukur seberapa jauh penerimaan yang berasal dari daerah dalam memenuhi kebutuhan daerah Halim, 2007, antara lain: 1 Rasio antara PAD terhadap Total Pengeluaran Daerah TPD, 2 rasio antara PAD terhadap Total Pengeluaran Rutin KR, 3 rasio antara Pendapatan Daerah Sendiri PDS terhadap total penerimaan daerah. PDS merupakan penjumlahan PAD dan BHPBP, serta 4 rasio antara PDS terhadap pengeluaran daerah. Secara ringkas dirumuskan sebagai berikut: 1 TKD PAD 2 KR PAD 3 TPD PDS 4 TKD PDS Nilai rasio yang rendah dari semua variabel yang menunjukkan kemandirian daerah mencerminkan tingkat kemandirian daerah yang tinggi. Apabila derajat kemandirian dipadukan dengan derajat desentralisasi fiskal yang digunakan untuk melihat kontribusi pendapatan asli daerah terhadap pendapatan daerah secara keseluruhan, maka akan terlihat kinerja keuangan daerah secara utuh.

V. GAMBARAN UMUM