Kemampuan Perawatan diri Pembahasan

perubahan fisik dan psikis lansia semakin meningkat sehingga mempengaruhi kemampuan perawatan diri dan konsep dirinya Drakeiron, 2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 38 responden mampu berpindah dari tidur ke duduk secara mandiri tanpa bantuan orang lain. Sekitar 32 dari responden mandiri dalam melakukan mobilisasi, hal ini sejalan dengan hasil penelitian Muzahar Zaini 2010 tentang tingkat kemandirian lansia dalam memenuhi aktivitas sehari-hari yang menyatakan bahwa sebagian besar lansia 68,6 mandiri dalam melakukan perpindahan. Namun 34 responden membutuhkan bantuan satu orang lain atau harus memakai walker dalam melakukan mobilisasi. Sammy 2008 menyatakan bahwa penggunaan walker pada lansia bisa terjadi karena adanya gangguan fisik misalnya gangguan sendi dan tulang, atau penyakit rematik seperti pengapuran tulang atau patah tulang yang tentu akan menghambat pergerakan mobilisasi. Sebagian responden 50 dapat pergi ke toilet dan menyiram BAB dan BAK tanpa bantuan orang lain. Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian Muzahar Zaini 2010 tentang tingkat kemandirian lansia dalam memenuhi aktivitas kehidupan sehari-hari yang menyatakan bahwa sebanyak 68,6 lansia melakukan toileting dengan mandiri. Kuntjoro 2002 menyatakan bahwa lansia yang memiliki tingkat kemampuan perawatan diri yang mandiri sering menolak pertolongan atau bantuan dari orang lain. Lansia dengan tipe mandiri selalu mengandalkan dirinya sendiri agar dapat mengatasi kesulitan yang mereka alami dalam beraktivitas. Sebagian besar responden dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti membersihkan diri seperti menggosok dan melap badan 58, mandi 68, dan berpakaian meliputi mengenakan pakaian atas dan pakaian bawah 60 dengan mandiri atau tanpa bantuan orang lain. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Muzahar Zaini 2010 tentang tingkat kemandirian lansia dalam memenuhi aktivitas kehidupan sehari-hari yang menyatakan bahwa sebanyak 68,6 lansia mandiri dalam mandi dan berpakain. Sedangkan dalam pemenuhan kebutuhan makan, sebagian responden memerlukan pertolongan orang lain 46 dalam melakukannya. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Muzahar Zaini 2010 tentang tingkat kemandirian lansia dalam memenuhi aktivitas kehidupan sehari- hari yang menyatakan bahwa mayoritas lansia 80 mandiri dalam memenuhi kebutuhan makan. Menurut Oswari 1985, lansia dapat beraktivitas secara maksimal tanpa pertolongan orang lain dan banyak lansia yang masih tetap sehat dan segar di hari tuanya sehingga mereka cenderung melakukan aktivitasnya dengan mandiri dan tidak tergantung orang lain. Terkadang lansia hanya mandiri dalam membersihkan diri, mandi dan berpakaian dan memerlukan pertolongan orang lain dalam makan. kondisi seperti ini mungkin terjadi seperti yang disebutkan dalam suatu penelitian mengenai indeks Katz pada aktivitas sehari-hari bahwa seorang lansia bisa mandiri membersihkan diri dan berpakaian, namun membutuhkan bantuan pada salah satu fungsi dalam melakukan aktivitas sehari- hari Sammy, 2008. Indeks Katz merupakan dasar untuk menetapkan serangkaian kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Namun kemampuan itu dapat hilang dan berubah menjadi ketidakmampuan Watson, 2003. Sebagian responden kadang-kadang tidak dapat mengontrol BAB 42 dan tidak dapat mengontrol BAK 38. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Muzahar Zaini 2010 tentang tingkat kemandirian lansia dalam memenuhi aktivitas kehidupan sehari-hari yang menyatakan bahwa sebagian besar lansia 68,8 mengalami inkontinensia. Insiden inkontinensia biasanya meningkat pada lansia. Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 15–30 usia lanjut di masyarakat dan 20-30 pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami inkontinensia urin, dan kemungkinan bertambah berat inkontinensia urinnya saat berumur 65-74 tahun Drakeiron, 2008. Masalah inkontinensia meningkat dua kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Wanita yang melahirkan anak dengan otot dasar panggul yang lemah dapat menjadi penyebab inkontinensia. Pada laki-laki penyebab utamanya adalah pembesaran kelenjar prostat Watson, 2003. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian bahwa sebagian besar responden adalah wanita. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa mayoritas lansia tidak mampu untuk naik turun tangga 54. Hal ini terjadi karena menurunnya kondisi fisik lansia dan berkurangnya keseimbangan pada lansia sehingga tidak mampu untuk naik turun tangga Watson, 2003. Pada penelitian terdapat lansia dengan tingkat ketergantungan berat dan total. Hal yang sama didapatkan pada penelitian mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional Veteran 2010 tentang hubungan kegiatan fisik pada konsep diri lansia yang menyatakan bahwa sebanyak 30,9 lansia berada pada tingkat ketergantungan total dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Hal ini terjadi karena faktor fisik yang menyebabkan imobilitas misalnya karena adanya fraktur ekstremitas, nyeri pada pergerakan arthritis, paralisis karena penyakit serebrovaskular, kelelahan yang ekstrim akibat penyakit kardiovaskular sehingga kaki tidak terpelihara secara adekuat. Seperti hasil penelitian Eriec Hendriko 2009 tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang menyatakan bahwa status kesehatan mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap kemampuan lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Selain itu, imobilisasi dapat juga terjadi karena penyakit parkinson dengan gejala tremor dan ketidakmampuan untuk berjalan Watson, 2003. Berdasarkan data statistik, lansia memerlukan bantuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari karena mereka kehilangan kemandirian baik secara fisik diantaranya karena adanya keterbatasan gerak maupun secara psikologis yaitu karena depresi atau kerusakan kognitif. Pada lansia, faktor-faktor fisik dan psikologis dapat menurunkan kemampuan untuk berespon pada stres dan dapat meningkatkan resiko hilangnya kemampuan fisiknya Lueckenotte, 1997.

2.2. Konsep Diri

Hasil penelitian yang didapat tentang konsep diri lansia menunjukkan bahwa mayoritas responden 86 memiliki konsep diri yang positif. Hal yang sama didapatkan pada penelitian mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional Veteran 2010 tentang hubungan kegiatan fisik pada konsep diri lansia yang menyatakan bahwa sebanyak 58,8 lansia memiliki konsep diri positif. Berdasarkan komponen konsep diri, didapatkan bahwa sebagian besar responden 66 memiliki identitas diri yang baik. Responden masih mengetahui identitasnya dengan baik, yang dapat dilihat dari data demografi yang ditanyakan pada responden. Dari hasil jawaban responden tentang keadaannya saat ini dan kesadaran dirinya tentang keadaannya sekarang menunjukkan identitas diri yang baik pada responden. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kozier 2004 bahwa identitas diri seseorang biasanya berupa karakteristik yang membedakan seseorang dengan yang lainnya yang meliputi nama, jenis kelamin, umur, ras, pekerjaan atau peran. Selain itu, Erikson 1963 dalam Pottter Perry 2005 menyatakan bahwa identitas diri menunjukkan kesadaran akan suatu kepastian dan adanya pemisahan dari yang lainnya, perasaan diri seutuhnya dan pemeliharaan solidaritas dengan kelompok sosial yang ideal melalui keunikan individu. Identitas sangat berkaitan erat dengan penampilan dan kemampuan. Sebanyak 34 responden merasa kecewa dan menolak keadaannya yang tergantung pada orang lain serta merasa tidak puas sebagai lansia. Hal ini sesuai dengan pendapat Keliat 1998 bahwa seseorang yang menderita penyakit akan terganggu identitas dirinya sehingga perlu diberikan pendidikan kesehatan kepada penderita mengenai hal yang positif pada dirinya sehingga responden tidak mengingkari penyakit yang dideritanya. Citra diri responden yang didapat dari hasil penelitian sebagian besar baik 88. Responden masih percaya diri dengan penampilannya dan masih menyukai bagian tubuhnya meskipun telah berubah secara fisik dan tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Sebanyak 12 responden memiliki citra diri yang kurang dan tidak percaya diri serta tidak menyukai bagian tubuhnya yang mengalami perubahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Potter Perry 2005 bahwa perubahan fisik yang terjadi pada lansia dapat merubah persepsi lansia terhadap tubuhnya. Tarwoto Wartonah 2006 menyatakan bahwa citra diri akan tumbuh secara positif dan akurat bila kesadaran akan diri berdasar atas observasi mandiri dan perhatian yang sesuai akan kesehatan diri, termasuk persepsi saat ini dan masa lalu.