signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan perairan tersebut tergolong kategori tidak tercemar. Hal ini juga sesuai dengan PP No. 82 Tahun 2001
Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang menetapkan baku mutu nilai amoniak yang diperbolehkan pada kawasan perairan
adalah 0,5 mgL. Menurut Abida 2010, tingginya konsentrasi amoniak di kawasan
perairan diduga karena tingginya proses dekomposisi bahan organik di kolom perairan. Blackburn Sorensen 1988 juga menyatakan bahwa konsentrasi
amonium jar ang dijumpai mencapai 1μ M pada lapisan tercampur bagian atas di
perairan terbuka atau laut dalam, namun sebaliknya ditemukan konsentrasi yang lebih besar dari level tersebut pada perairan estuari dan teluk yang terpolusi.
l. Fosfat
Berdasarkan Tabel 5 dapat diperoleh nilai rata-rata posphat berkisar antara 0,03- 0,14 mgL. Nilai fosfat tertinggi terdapat pada stasiun 3 yang merupakan daerah
pariwisata dengan nilai 0,14 mgL dan yang terendah terdapat pada stasiun 1 dan 2 yaitu 0,03 mgL. Tinggi rendahnya nilai phosfat dipengaruhi oleh konsentrasi
senyawa organik maupun anorganik pada suatu perairan. Effendi 2003 menyatakan bahwa sumber utama phosfat berasal dari
pelapukan batuan mineral, dekomposisi bahan organik, sumber antropogenik seperti limbah industri dan domestik. Supono 2008 menambahkan bahwa fosfat
merupakan unsur yang sangat penting dalam suatu ekosistem perairan dan termasuk sebagai
limitting factors yang digunakan untuk mendukung
pertumbuhan biota air, terutama diatom epilitik.
m. COD Chemical Oxygen Demand
Berdasarkan Tabel 5 dapat diperoleh nilai rata-rata COD berkisar antara 1,2-1,8 mgL. Nilai COD tertinggi terdapat pada stasiun 2 yang merupakan daerah
dermaga dengan nilai 1,8 mgL dan yang terendah terdapat pada stasiun 3 yang merupakan daerah pariwisata dengan nilai 1,2 mgL. Nilai COD dalam suatu
kawasan perairan berhubungan dengan nilai kelarutan oksigen pada perairan tersebut. Konsentrasi senyawa anorganik sangat berdampak pada tinggi rendahnya
nilai COD. Konsentrasi senyawa anorganik yang tinggi mengakibatkan tingginya nilai COD, sebaliknya konsentrasi senyawa anorganik
yang rendah mengakibatkan nilai COD juga semakin rendah.
Menurut Rohayati 2003, COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi secara kimiawi bahan organik menjadi CO
2
dan H
2
O. Effendi 2000 juga menyatakan bahwa nilai COD dibawah 10 mgL baik untuk kehidupan biota air termasuk alga dan fitoplankton.
4.7 Analisis Korelasi Pearson
antara Produktivitas Primer dengan Kelimpahan Fitoplankton dan Faktor Fisik Kimia Perairan
Nilai korelasi yang diperoleh dengan metode komputerisasi SPSS ver. 16.00 dapat dilihat pada Tabel 6 berikut:
Tabel 6. Nilai Korelasi Pearson antara Produktivitas Primer dengan Kelimpahan Fitoplankton dan Faktor Fisik Kimia Perairan
No Parameter
Kelimpahan Produktivitas Primer
1 Kelimpahan
1 0.977
2 Temperatur
0,540 0,121
3 Penetrasi Cahaya
-0,303 -0,199
4 Intensitas Cahaya
0,398 0,502
5 pH air
-0,658 -0,568
6 DO
-0,980 -0,999
7 BOD
5
0,932 0,885
8 Kejenuhan Oksigen
-0,955 -0,975
9 TDS
0,449 0,597
10 TSS
0,295 0,279
11 Warna
0,168 0,362
12 Amoniak
0,397 0,218
13 Phosfat
-0,577 -0,469
14 COD
0,574 0,415
Keterangan: + = Korelasi Positif Searah dan - = Korelasi Negatif Berlawanan
Tabel 6 menunjukkan hasil analisis korelasi antara parameter fisik kimia perairan dengan produktivitas primer dan kelimpahan fitoplankton Haranggaol
Danau Toba. Nilai korelasi kelimpahan fitoplankton sebesar 0,977 berpengaruh sangat kuat terhadap produktivitas primer perairan. Tingginya nilai korelasi
tersebut menandakan bahwa semakin tinggi kelimpahan fitoplankton pada suatu perairan maka semakin tinggi pula nilai produktivitas primer di perairan tersebut.
Hal ini disebabkan karena semakin tinggi kelimpahan fitoplankton maka semakin tinggi pula klorofil yang dihasilkan sehingga meningkatkan laju fotosintesis. Laju
fotosintesis yang semakin tinggi akan meningkatkan kadar oksigen terlarut
perairan yang kemudian akan meningkatkan pula nilai produktivitas primer. Nilai korelasi BOD
5
sebesar 0,932 dan 0,885 juga berpengaruh sangat kuat terhadap kelimpahan fitoplankton dan laju produktivitas primer. Tingginya nilai korelasi
BOD tersebut terhadap kelimpahan fitoplankton dan produktivitas primer tersebut menandakan bahwa semakin tinggi BOD
5
pada suatu perairan maka semakin tinggi pula kelimpahan fitoplakton dan nilai produktivitas primer di perairan
tersebut. Tingginya nilai BOD
5
di perairan juga menandakan bahwa tinggi pula senyawa organik yang terdapat di perairan tersebut. Nilai BOD
5
berpengaruh terhadap kandungan oksigen terlarut dan kandungan bahan organik pada perairan,
BOD
5
yang tinggi mencerminkan tingginya senyawa organik yang dapat didegradasi secara biologis. Semakin tinggi senyawa organik pada perairan maka
akan meningkatkan kelimpahan fitoplankton yang kemudian juga akan meningkatkan produktivitas primer pada perairan tersebut. Saeni 1989
menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi besarnya jumlah oksigen terlarut dalam perairan antara lain proses penguraian bahan organik.
Nilai korelasi temperatur dan COD terhadap kelimpahan fitoplankton berturut-turut sebesar 0,540 dan 0,574 berpengaruh sedang terhadap kelimpahan
fitoplankton. Nilai temperatur dan COD pada batasan optimum akan meningkatkan kelimpahan fitoplankton, tetapi jika temperatur dan COD telah
melewati batasan toleransi bagi fitoplankton maka akan menurunkan kelimpahan fitoplankton di perairan tersebut.
Nilai korelasi intensitas cahaya, TSS, warna dan amoniak terhadap kelimpahan fitoplankton berturut-turut sebesar 0,398, 0,295, 0,168 dan 0,391
berpengaruh rendah terhadap kelimpahan fitoplankton. Intensitas cahaya yang tinggi mempengaruhi keberadaan fitoplankton, semakin tinggi intensitas cahaya
dalam suatu perairan semakin tinggi pula proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Tingginya TSS Total Suspended Solid mempengaruhi keberadaan fitoplankton. Semakin tinggi TSS maka semakin sulit cahaya menembus badan
perairan yang mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis dan perkembangan fitoplankton. Sebaliknya semakin rendah nilai TSS maka semakin mudah cahaya
menembus badan perairan dan membantu proses fotosintesis dan perkembangan
fitoplankton. Odum 1993 menyatakan bahwa kekeruhan seringkali berperan penting sebagai faktor pembatas di suatu perairan. Adanya kekeruhan dan padatan
tersuspensi dapat mengahalangi penetrasi ke badan air sehingga proses fotosintesis akan terganggu.
Nilai amoniak turut berperan dalam perkembangan fitoplankton. Nilai amoniak sebagai nutrien yang tinggi sangat membantu proses metabolisme
fitoplankton sehingga dapat menyebabkan fitoplankton berkembang pesat. Sanders et al., 1987 menyatakan bahwa setiap spesies fitoplankton menunjukkan
persyaratan berbeda terhadap nutrien, perubahan dalam struktur komunitas sering terjadi sebagai akibat dari konsentrasi nutrien relatif dan fluktuasinya.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN