pada perairan tersebut juga akan semakin tinggi sehingga akan meningkatkan laju fotosintesis pada stasiun tersebut. Intensitas cahaya juga sangat mempengaruhi
nilai produktivitas primer. Intensitas cahaya yang optimum untuk proses fotosintesis fitoplankton menjadikan nilai produktivitas perairan semakin tinggi,
sebaliknya intensitas cahaya yang kurang atau bahkan berlebih dapat menghambat proses fotosintesis dan mengurangi nilai produktivitas primer. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Abida 2010 yang menyatakan bahwa nilai produktivitas akan meningkat sampai pada cahaya optimum kemudian menurun kembali pada lapisan
dibawahnya sampai pada cahaya pada kolom air tidak tersedia bagi fitoplankton untuk melakukan fotosintesis. Alianto et al. 2007 juga menyatakan bahwa faktor
utama yang mengontrol laju produktivitas primer di perairan adalah cahaya, dan ditambah oleh pernyataan Parsons et al. 1984 yang menyatakan aspek dasar dari
cahaya yang penting secara biologi adalah kuantitas dan kualitasnya. Pada stasiun 4 yang memiliki nilai produktivitas primer terendah,
diperoleh nilai kelimpahan fitoplankton yaitu sebesar 10.040,83 indL. Rendahnya kelimpahan fitoplankton tersebut menjadikan nilai produktivitas primer di stasiun
tersebut juga lebih rendah dibandingkan dengan stasiun lainnya. Rendahnya kelimpahan fitoplankton tersebut berdampak pada rendahnya juga klorofil pada
perairan sehingga menyebabkan minimnya proses fotosintesis pada stasiun tersebut. Intensitas cahaya yang lebih rendah pada stasiun ini dibandingkan
stasiun lainnya juga mempengaruhi nilai produktivitas tersebut. Lalli Parsons 1993 menyatakan bahwa proses fotosintesis di perairan hanya dapat berlangsung
jika ada cahaya sampai pada kedalaman tertentu tempat fitoplankton berada. Alianto et al. 2007 menambahkan distribusi cahaya dan unsur hara di perairan
pada umumnya tidak serasi dengan kebutuhan fitoplankton. Hal ini akan berpengaruh pada produktivitas primer fitoplankton.
4.6. Faktor Fisik Kimia Perairan
Hasil pengukuran faktor fisik kimia perairan yang diperoleh pada setiap stasiun penelitian di Perairan Haranggaol Danau Toba Sumatera Utara dapat dilihat pada
Tabel 5 berikut:
Tabel 5. Nilai Faktor Fisik Kimia Perairan Pada Masing-Masing Stasiun Penelitian
No Parameter
Satuan Stasiun 1
Stasiun 2 Stasiun 3
Stasiun 4
1 Temperatur
o
C 27
26 26
27 2
Penetrasi Cahaya Cm
390 258
320 425
3 Intensitas Cahaya
Candella x 2000
1740 1585
1858 1150
4 pH air
7,2 7,1
7,2 7,3
5 DO
MgL 6,2
6,5 6,9
7,1 6
BOD
5
MgL 1,6
1,7 1,2
0,9 7
Kejenuhan Oksigen 78,88
81,35 85,10
89,05 8
TDS MgL
78,5 77,8
78,4 77,3
9 TSS
MgL 2
2 2
2 10
Warna Skala TCU
0.2 0,2
0,2 0,2
11 Amoniak
MgL 0,01
0,1 0,02
0,01 12
Fosfat MgL
0,03 0,03
0,14 0,04
13 COD
MgL 1,6
1,8 1,2
1,6
Keterangan: Stasiun 1
: Daerah Keramba Stasiun 2
: Daerah Dermaga Stasiun 3
: Daerah Pariwisata Stasiun 4
: Daerah Bebas Aktifitas Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai setiap faktor fisik kimia perairan
memiliki perbedaan pada setiap stasiun. Hal ini juga secara langsung akan mempengaruhi kelimpahan fitoplankton pada setiap stasiunnya.
a. Temperatur
Berdasarkan Tabel 5 diperoleh nilai rata-rata temperatur berkisar antara 26-27
o
C. Temperatur tertinggi terdapat pada stasiun 1 dan 4 dengan nilai 27
o
C. Hal ini disebabkan pada stasiun 1 yang merupakan daerah keramba paparan cahaya yang
masuk ke badan perairan lebih besar sehingga dapat meningkatkan temperatur sekitar perairan dan juga pada daerah keramba tersebut terjadi penguraian pelet
pakan ikan yang pada prosesnya dapat menghasilkan panas. Stasiun 4 juga memiliki nilai temperatur tertinggi, hal ini disebabkan karena pada daerah bebas
aktifitas ini terdapat tutupan vegetasi kanopi pada daerah pinggirannya dan juga tidak terdapat aktifitas masyarakat di sekitar stasiun sehingga menyebabkan suhu
normal perairan yaitu 27
o
C pada stasiun ini. Nilai temperatur terendah terdapat pada stasiun 2 dan 3. Hal ini disebabkan pada stasiun 2 yang merupakan daerah
dermaga juga terdapat perumahan masyarakat dan sedikit tutupan vegetasi yang dapat menahan intensitas cahaya matahari yang masuk ke badan perairan. Stasiun
3 juga memiliki nilai temperatur terendah, hal ini disebabkan karena substrat pada
daerah pariwisata ini terdapat bebatuan besar yang ketika bertabrakan dengan gelombang air dapat menurunkan suhu di sekitar daerah tersebut akibat adanya
pertukaran panas air dengan udara sekeliling. Menurut Barus 2004, pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas air dengan udara sekelilingnya, ketinggian geografis dan faktor kanopi penutupan oleh
vegetasi dari pepohonan yang tumbuh di tepi. Selain itu, pola temperatur perairan dapat dipengaruhi oleh faktor anthropogen faktor yang diakibatkan oleh
manusia. Effendi 2003 menambahkan bahwa nilai temperatur tersebut masih baik untuk pertumbuhan alga terutama jenis diatom 20-30
o
C, sedangkan jenis Cyanophyta lebih dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu tinggi.
b. Penetrasi Cahaya