dan 2 memiliki Indeks Similaritas tertinggi yaitu 65,62 sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun 2 dan 3 sebesar 47,46 . Hal ini sesuai dengan
total kelimpahan dan indeks keanekaragaman yang cukup berbeda antara stasiun 2 dan 3. Nilai kelimpahan fitoplankton pada stasiun 2 jauh lebih besar dibandingkan
nilai kelimpahan stasiun 3, sedangkan nilai indeks keanekaragaman terjadi hal sebaliknya yaitu nilai indeks keanekaragaman pada stasiun 3 lebih besar
dibandingkan stasiun 2. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor fisik kimia perairan seperti intensitas cahaya, penetrasi cahaya, dan pH yang berbeda pada kedua
stasiun. Berdasarkan kategori tersebut, maka perbandingan antara stasiun 1 dan 2,
stasiun 1 dan 3, stasiun 1 dan 4, stasiun 2 dan 4, serta stasiun 3 dan 4 tergolong kategori mirip sedangkan perbandingan antara stasiun 2 dan 3 tergolong tidak
mirip. Dari hasil tersebut, adanya perbedaan golongan dari setiap stasiun dipengaruhi oleh faktor ekologis perairan dan aktifitas yang ada pada setiap
stasiun. Pada stasiun dengan indeks similaritas yang tergolong mirip, tidak terdapat nilai faktor fisik kimia yang jauh berbeda sehingga pada stasiun tersebut
terdapat kemiripan genus fitoplankton. Cheremer et al., 2007 menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi komposisi alga di perairan, baik secara alami
seperti cahaya, arus, suhu dan tipe substrat ataupun berbagai macam aktifitas manusia.
Menurut Barus 2004, suatu perairan yang belum tercemar akan menunjukkan jumlah individu yang seimbang dari hampir semua spesies yang
ada. Sebaliknya suatu perairan yang tercemar akan menyebabkan penyebaran jumlah individu tidak merata dan cenderung ada spesies tertentu yang bersifat
dominan.
4.5. Nilai Produktivitas Primer NPP
Nilai Produktivitas Primer yang diperoleh berdasarkan kelimpahan fitoplankton dan intensitas cahaya pada masing-masing stasiun penelitian dapat dilihat pada
Tabel 4 berikut:
Tabel 4. Nilai Produktivitas Primer NPP berdasarkan kelimpahan dan intensitas cahaya pada masing-masing stasiun penelitian
Stasiun Nilai Produktivitas
Primer mg Cm
3
hari Kelimpahan indL
Intensitas Cahaya candela
1 258,99
15.265,31 1740 x 2000
2 191,43
14.258,50 1585 x 2000
3 112,61
10.557,84 1858 x 2000
4 78,83
10.040,83 1150 x 2000
Keterangan: Stasiun 1
: Daerah Keramba Stasiun 2
: Daerah Dermaga Stasiun 3
: Daerah Pariwisata Stasiun 4
: Daerah Bebas Aktifitas Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa nilai produktivitas primer pada semua
stasiun penelitian adalah 78,83-258,99 mg Cm
3
hari. Nilai produktivitas primer yang diperoleh berbeda pada masing-masing stasiun. Hal ini dapat disebabkan
karena adanya perbedaan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik pada setiap stasiun. Hardiyanto et al. 2012 menyatakan bahwa perbedaan nilai produktivitas
primer menunjukkan perbedaan yang disebabkan perbedaan aktivitas organisme akuatik seperti konsumsi oksigen terlarut untuk kebutuhan respirasi maupun
dekomposisi bahan organik oleh bakteri. Nilai produktivitas primer tertinggi diperoleh pada stasiun 1 dengan nilai 258,99 mg Cm
3
hari dan yang terendah diperoleh pada stasiun 4 dengan nilai 78,83 mg Cm
3
hari. Tinggi rendahnya nilai produktivitas primer pada suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
suhu, intensitas cahaya, penetrasi cahaya, pH air, kandungan oksigen terlarut dan senyawa organik yang terkandung dalam perairan tersebut. Keseluruhan faktor
tersebut sangat berdampak secara langsung terhadap kehidupan tumbuhan air maupun fitoplankton sebagai produsen penyedia oksigen utama perairan yang
kemudian dapat mempengaruhi tinggi rendahnya nilai produktivitas primer di perairan tersebut.
Pada stasiun 1 yang memiliki nilai produktivitas primer tertinggi, diperoleh nilai kelimpahan fitoplankton tertinggi sebesar 15.265,31 indL.
Tingginya kelimpahan fitoplankton tersebut menjadikan nilai produktivitas primer pada stasiun tersebut juga tinggi dibandingkan stasiun lainnya. Hal ini disebabkan
semakin tingginya kelimpahan di suatu perairan maka klorofil yang dihasilkan
pada perairan tersebut juga akan semakin tinggi sehingga akan meningkatkan laju fotosintesis pada stasiun tersebut. Intensitas cahaya juga sangat mempengaruhi
nilai produktivitas primer. Intensitas cahaya yang optimum untuk proses fotosintesis fitoplankton menjadikan nilai produktivitas perairan semakin tinggi,
sebaliknya intensitas cahaya yang kurang atau bahkan berlebih dapat menghambat proses fotosintesis dan mengurangi nilai produktivitas primer. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Abida 2010 yang menyatakan bahwa nilai produktivitas akan meningkat sampai pada cahaya optimum kemudian menurun kembali pada lapisan
dibawahnya sampai pada cahaya pada kolom air tidak tersedia bagi fitoplankton untuk melakukan fotosintesis. Alianto et al. 2007 juga menyatakan bahwa faktor
utama yang mengontrol laju produktivitas primer di perairan adalah cahaya, dan ditambah oleh pernyataan Parsons et al. 1984 yang menyatakan aspek dasar dari
cahaya yang penting secara biologi adalah kuantitas dan kualitasnya. Pada stasiun 4 yang memiliki nilai produktivitas primer terendah,
diperoleh nilai kelimpahan fitoplankton yaitu sebesar 10.040,83 indL. Rendahnya kelimpahan fitoplankton tersebut menjadikan nilai produktivitas primer di stasiun
tersebut juga lebih rendah dibandingkan dengan stasiun lainnya. Rendahnya kelimpahan fitoplankton tersebut berdampak pada rendahnya juga klorofil pada
perairan sehingga menyebabkan minimnya proses fotosintesis pada stasiun tersebut. Intensitas cahaya yang lebih rendah pada stasiun ini dibandingkan
stasiun lainnya juga mempengaruhi nilai produktivitas tersebut. Lalli Parsons 1993 menyatakan bahwa proses fotosintesis di perairan hanya dapat berlangsung
jika ada cahaya sampai pada kedalaman tertentu tempat fitoplankton berada. Alianto et al. 2007 menambahkan distribusi cahaya dan unsur hara di perairan
pada umumnya tidak serasi dengan kebutuhan fitoplankton. Hal ini akan berpengaruh pada produktivitas primer fitoplankton.
4.6. Faktor Fisik Kimia Perairan