cahaya yang masuk sehhingga akan meningkatkan kekeruhan suatu perairan, dan sebaliknya nilai TSS yang rendah akan meningkatkan cahaya yang masuk ke
badan perairan dan menjadikan perairan lebih transparan dan cerah. Suin 2002 menyatakan bahwa tingginya nilai kekeruhan pada suatu
perairan mengakibatkan penetrasi cahaya akan berkurang. Kekeruhan air disebabkan karena adanya bahan-bahan yang melayang seperti lumpur dan
partikel-partikel debu. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2009, air yang keruh biasanya mengandung lumpur dan bahan organik sisa pembuangan
limbah masyarakat. Kondisi ini dapat mengakibatkan terhalangnya cahaya yang masuk ke dalam air sehingga proses fotosintesis menjadi terganggu.
j. Warna air
Berdasarkan Tabel 5 dapat diperoleh nilai warna air pada keempat stasiun adalah sama yaitu 0,2 Skala TCU. Hal ini berhubungan dengan nilai TSS dan TDS yang
relatif sama dan tidak berbeda jauh pada keempat stasiun. Nilai warna sangat dipengaruhi oleh tingkat kekeruhan pada suatu perairan. Nilai warna air yang
sama untuk keempat stasiun ini menujukkan bahwa perairan tersebut tergolong perairan yang tidak tercemar. Hal ini sesuai dengan PP No. 82 Tahun 2001
Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang menetapkan baku mutu nilai warna air yang masih diperbolehkan dalam suatu
perairan adalah 50 Skala TCU. Sinabutar 2014 menyatakan bahwa cahaya yang masuk pada perairan
dipengaruhi oleh kondisi kejernihan perairan. Semakin jernih suatu perairan semakin tinggi tingkat penetrasi cahaya pada perairan tersebut begitu juga
sebaliknya, semakin tinggi tingkat kekeruhan suatu perairan semakin rendah nilai tingkat penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan tersebut.
k. Amoniak
Berdasarkan Tabel 5 dapat diperoleh nilai rata-rata amoniak berkisar antara 0,01-0,02 mgL. Nilai amoniak tertinggi terdapat pada stasiun 3 yang merupakan
daerah pariwisata dengan nilai 0,02 mgL dan yang terendah terdapat pada stasiun 2 dengan nilai 0,01. Nilai amoniak pada keempat stasiun juga tidak berbeda
signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan perairan tersebut tergolong kategori tidak tercemar. Hal ini juga sesuai dengan PP No. 82 Tahun 2001
Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang menetapkan baku mutu nilai amoniak yang diperbolehkan pada kawasan perairan
adalah 0,5 mgL. Menurut Abida 2010, tingginya konsentrasi amoniak di kawasan
perairan diduga karena tingginya proses dekomposisi bahan organik di kolom perairan. Blackburn Sorensen 1988 juga menyatakan bahwa konsentrasi
amonium jar ang dijumpai mencapai 1μ M pada lapisan tercampur bagian atas di
perairan terbuka atau laut dalam, namun sebaliknya ditemukan konsentrasi yang lebih besar dari level tersebut pada perairan estuari dan teluk yang terpolusi.
l. Fosfat