19
BAB II KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
A. Konsep Kebijakan Pendidikan di Indonesia
Kunci berhasil atau tidaknya suatu bangsa ada pada bidang pendidikan,
dunia pendidikan
merupakan modal
dalam mempersiapkan masa depan peradaban dunia, sehingga pemerintah
perlu mengembangkan strategi pendidikan, melalui kebijakan pendidikan yang berorientasi pada kualitas yang menyeluruh,
menurut George S. Papadopoulos,” kebangkitan pendidikan sebagai gerbang bagi kemakmuran masa depan.”
40
walaupun menurut Winarno,”Pendidikan Nasional dewasa ini cenderung
menuju kepada suatu tragedi Nasional karena kekurang mantapan kebijakan pendidikan.”
41
M.Mastuhu beranggapan,”terpuruknya Pendidikan Nasional karena demokrasi di negara kita bagaikan
orang sakit.”
42
Alex melihat adanya inkonsistensi kebijakan karena
40
George S. Papadopoulos, Pendidikan Pada abad XXI Pokok Persoalan dan Harapan, Komisi Internasional tentang Pendidikan untuk Abad
XXI, UNESCO Publising,1996, h. 10
41
Menurut Winarno
disamping kekurangmantapan
kebijakan Pendidikan juga karena kurangnya profesionalisme birokrasi pendidikan serta
masih kurangnya profesionalnya pelaksana pendidikan , Kebijakan-kebijakan yang telah dirumuskan di dalam strategi pembangunan pendidikan nasional
apabila tidak diarahkan kembali kepada tujuannya yang hakiki maka hasilnya adalah tragedi suatu bangsa,Winarno mencanangkan konsep-konsep yang sangat
brilian sebagai sintesa dari strategi-strategi pendidikan yang dianggapnya keliru sehingga dapat menuju kepada tragedi suatu bangsa Winarno surahkmad,
pendidikan Nasional Strategi dan Tragedi, Jakarta, KOMPAS Penerbit Buku, 2009, h. 41.
42
M.Mastuhu beranggapan dalam era globalisasi “penyakit dunia”
dengan cepat menjalar ke berbagai negara lain, terutama negara-negara yang belum menguasai sains dan teknologi maju. Indonesia dewasa ini bagaikan orang
sakit yang hampir seluruh persendian tulang-tulangnya terasa ngilu, ada tanda- tanda
hanyut menjadi
korban globalisasi,
jika kita
tidak cepat
mengobatinya.dengan gejala demokrasi yang sakit, masalahnya lahan kegiatan kerja demokrasi sebagian besar adalah politik.rakyat Indonesia sudah habis
dipeta-petakan menurut partai politik sehingga rakyat tidak bisa menyuarakan aspirasinya secara langsung.M. Mastuhu, Sistem Pendidikan Nasional Visioner,
Jakarta, Lentera Hati, 2007, h.38.
perbedaan visi dan pemahaman terhadap arah pembangunan pendidikan
yang disebabkan
oleh pergantian
pemerintahan
43
sedangakan Tilaar berasumsi Pendidikan Nasional Indonesia kehilangan rohnya
44
selanjutnya Tilaar menulis bahwa dewasa ini pendidikan Nasional bukan lagi pemersatu bangsa tetapi
telah merupakan ajang pertikaian
45
dari berbagai pendapat di atas dapat kita simpulakan bahwa peran pemerintah sangatlah besar
dalam menggiring arah kemajuan dan keberhasilan pendidikan melalui kebijakan
– kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah itu sendiri.
Kebijakan merupakan bagian dari strategi dalam membangun suatu pemerintahan baik di tingkat pusat ataupun tingkat daerah
dalam menghadapi suatu masalah, dengan maksud memperbaharui mutu pendidikan pemerintah RI mengeluarkan kebijakan-kebijakan
yang didasarkan pada kesadaran akan bahaya ketertinggalan dalam mutu pendidikan nasional. Perkembangan pendidikan pada masa
orde baru Tilaar menyebutnya dengan “Miracle Asia”
46
. Pada masa orde baru pertumbuhan ekonomi yang cepat dan stabilitas
keamanan menjadikan pendidikan sebagai penunjang keberhasilan ekonomi.
43
Dalam pergantian mentri pendidikan nasional seperti : Juwono Sudarsono,yahya Muhaimin, Malik Fajar dan Bambang Sudibjo, dari keempat
mentri pada pemerintahan berbeda, telah memberi pengaruh yang berbeda –beda
pada pelaksanaan kebijakan dalam pendidikan. Alex,Menyoal Konsep mutu dalam Kebijakan Pendidikan Isu-isu Kritis Kebijakan Pendidikan di Era
Otonomi Daerah, bogor, Ghalia 2002 h.17
44
Menurut Tilaar munculnya banyak kritik baik dari praktisi pendidikan maupun dari kalangan pengamat pendidikan mengenai pendidikan nasional yang
tidak mempunyai arah yang jelas menunjukan hilangnya alat vital di dalam pendidikan nasional yang menggerakan sistem pendidikan untuk mewujudkan
cita-cita proklamasi 1945. H.A.R. Tilaar, Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis, Jakarta, Rineka cipta, 2006, h. 14
45
Tilaar berpendapat setiap kelompok mementingkan kepentingan kelompoknya sendiri dan masing-masing ingin mewujudkan kepentingan
kelompoknya sendiri , menurut Tilaar terdapat dua kekuatan besar yang mempengaruhi jalannya pendidikan nasional dewasa ini, yaitu kekuatan politik
dan kekuatan ekonomi H.A.R. Tilaar, Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis, Jakarta, Rineka cipta, 2006, h. 14
46
Tilaar, Standarisasi Pendidikan Nasional, Suatu Tinjauan Kritis,Jakarta, Rineka cipta, 2006. H. 10.
Menurut Moh. Alifudin, “Kebijakan merupakan pedoman
atau prinsip-prinsip untuk bertindak bagi masyarakat yang menguraikan sasaran penting dan secara luas menunjukan
bagaimana aktifitas dapat dikerjakan. ”
47
M. Sirozi berpendapat “Kebijakan adalah sebagai kompromi politik yang dinamis dan
interaktif, satu penyelesaian diantara kepentingan yang saling bersaing.
”
48
Kareel Steenbrink menggambarkan,” Kebijakan sebagai tindakan pembaharuan.”
49
Kebijakan merupakan asal kata dari bijak artinya selalu menggunakan akal budinya
50
yang selanjutnya dalam kamus besar Bahasa Indonesia dikatakan
kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan dan cara bertindak. Sedangkan Wahidin Halim menuturkan,
“kebijakan merupakan kecenderungan kepada suatu hal yang akan menentramkan pihak lain, kebijakan pemimpin yang
berprinsip sebagai pelayan, pemimpin tak lain hanyalah seorang yang tangan dan semua potensi diri yang dimilikinya adalah
kepanjangan tangan dari Tuhan ,untuk diabadikan demi kemaslahatan orang banyak, dalam arti, hal tersebut merupakan
tugas yang diembankan Tuhan
”
51
. Kebijakan merupakan wacana yang bersifat terbuka dan
harus di sodorkan dalam wacana publik yang terbuka, demokratis dan bebas tekanan,
Blackmore Lauder yang dikutip Nusa Putra menjelaskan,” Policy-as-text distinguishes between more open ended
‘readerly’ texts that allow for interpretation by policy actors, and more closed ‘writerly’ policy texts that are more
prespective and constraining of reinterpretation by teachers. In both cases policy texts are seen as inherently ambiguous
47
Moh.Alifudin, Reformasi Pendidikan.Jakarta, Magnascript Publishing, 2012, h. 16.
48
Muhammad Sirozi, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia, Peran Tokoh-Tokoh Islam dalam Penyusunan UU no 2 1989, Indonesia Netherlands
Cooperation in Islamic Studies, 2004 hal 1.
49
Kareel A. Steenbrink, Pesantren, madrasah, Sekolah : pendidikan Isam dalam kurun Modern Jakarta ; LP3ES, 1974, h.23,24.
50
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Jakarta ,Gramedia Pustaka Utama,2008, h190.
51
Wahidin Halim, Managemen Spiritual, Melibas , Jakarta 2004,hal 13.
and open to degrees of interpretation. Policy-as-discourse sees policy as part of wider system social relation, framing
what is said and tought. Policy texts simultaneously emergeout of, but also produce, particular policy
discourses.
”
52
Kebijakan sebagai wacana lebih mmenekankan pada konteks sosial yang melibatkan banyak orang, kebijakan itu
didiskusikan dan diperdebatkan secara terbuka oleh bnayak orang yang terlibat. Dengan demikian yang akan dihasilkan bukan
interpretasi seorang individu yang membancanya, tapi sebuah konsensus yang bersifat sosial. Kebijakan tidak akan bermakna
apa-apa tanpa diimplementasikan dilaksanakan. Kebijakan yang tidak diimplemantasikan tidak akan memberikan kontribusi apa
pun terhadap kehidupan. Jadi, implementasi kebijakan merupakan hal penting di bandingkan formulasi kebijakan. Suatu kebijakan
dapat dilaksanakan dan kemudian memiliki dampak tertentu maka harus ada usaha menafsirkan agar program menjadi rencana dan
pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dapat dilaksanakan.
Menurut Wahidin Halim ,”seorang pemimpin kepala daerah
yang bijaksana akan memperhatikan kepentingan sesuai dengan nurani yang berlandaskan pada aturan agama yang diyakininya,
bukan pada kepentingan pribadi atau kepentingan golongan. ”
53
52
Nusa Putra, Hendarman, Metodologi Kebijakan, Bandung, Rosda Karya,2012, h.44-45.
53
Selanjutnya menurut Wahidin tiga elemen kebijakan publik: 1 identifikasi dari tujuan ingin dicapai; 2 taktik atau strategi dari beragam
langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan; 3 penyediaan ragam input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik maupun strategi
tersebut di atas. Dari ketiganya tersirat bahwa pada dasarnya kebijakan publik adalah sebuah sikap pemerintah yang berorientasi pada tindakan. Artinya
kebijkan publik merupakan kerja kongkrit dari adanya organisasi birokrasi pemerintah yang memang diberi wewenang untuk melaksanakan tugas-tugas
kepublikan, tugas-tugas yang menyangkut hajat orang banyak, seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, peneranga, air dan sebagainya. Dan tugas-
tugas kepublikan tersebut lebih konkret lagi adalah berupa serangkaian program tindakan yang hendak direalisasikan dalam bentuk nyata. karena itu biasanya
diperlukan pentahapan dan managemen tertentu agar tujuan tersebut terealisasi. Rangkaian proses perealisasian tujuan program kepublikan tersebutlah yang
dinamakan kebijakan publik.
kebijakan publik memiliki beberapa implikasi 1 bahwa kebijakan publik itu bentuk awalnya adalah penetapan tindakan-tindakan
Walaupun menurut M. Sirozi ,”Dalam kenyataannya kebijakan akan dipengaruhi oleh kelompok yang berkepentingan”
54
. Dari uraian di atas maka kita dapat menarik kesimpulan :
1. Kebijakan adalah tindakan perubahan menurut kepentingan
2. Kebijakan merupakan peraturan yang dibuat seorang
pengambil keputusan dengan maksud mengarahkan kepada yang lebih baik.
3. Kebijakan dapat dibuat karena kepentingan politik
4. Kebijakan terjadi karena tuntutan masyarakat
5. Kebijakan merupakan tuntutan nurani pemimpin yang berpihak
pada kebenaran. Kebijakan memerlukan kontrol yang berkesinambungan agar
dapat terlihat dampak yang maksimal, karena dapat terjadi kebijakan berjalan namun dampak hanya sedikit. Kebijakan Umum
dalam undang-undang harus dilanjutkan dengan kebijakan khusus yang menunjang, seperti anggaran, sarana dan prasarana serta SDM
sumber daya manusia, agar kebijakan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, atau kebijakan terstruktur.
Selanjutnya pendidikan dalam kamus besar Bahasa Indonesia merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasankan manusia melalui
pemerintah; 2 bahwa kebijakan publik tersebut tidak cukup hanya dinyatakan dalam bentuk teks-teks formal, namun juga harus dilaksanakan atau
diimplementasikan secara nyata; 3 bahwa kebijakan publik tersebut pada hakikatnya harus memiliki tujuan-tujuan dan dampak-dampak, baik jangka
panjang, menengah, dan jangka pendek, yang sebelumnya telah dirancang secara matang dan terencana dan 4 bahwa segala proses itu diperuntukan semata bagi
pemenuhan kepada masyarakat. Itu artinya karena kebijakan publik merupakan sarana pemenuhan kebutuhan masyarakat, maka ukuran sukses atau tidaknya
kebijakan tersebut tergantung bagaimana masyarakat menilai. Bila masyarakat merasa kebutuhan dan kepentingannya sudah terpenuhi oleh kebijakan publik,
maka dengan sendirinya kebijakan tersebut akan dianggap telah menjalankan fungsi pelayanannya dengan baik. tapi bila yang terjadi sebaliknya, maka dengan
sendirinya masyarakat menganggap bahwa kebijakan publik yang ada tidaklah sukses atau gagal. Wahidin Halim, 1001 Wajah Kota tangerang, Pembangunan
menuju Akhlakul Karimah Jakarta, Melibas, 2004, hal 90,91.
54
Muhammad Sirozi, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia, Peran Tokoh-Tokoh Islam dalam Penyusunan UU no 2 1989, Indonesia Netherlands
Cooperation in Islamic Studies,2004 hal. 2.
upaya pengajaran dan pelatihan,
55
pendidikan, kata latin untuk mendidik adalah educare yang berasal dari e-ducare yang berarti
menggiring keluar, jadi educare dapat diartikan usaha pemuliaan, jadi pemuliaan manusia atau pembentukan manusia, maka proses
pendidikan sebagai proses pembentukan merupakan proses informal. Seluruh proses pemuliaan ialah pembentukan moral
manusia muda hanya mungkin lewat interaksi informal antara dia dan lingkungan hidup manusia muda
56
. Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya
melalui proses pembelajaran danatau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat, UUD RI 1945 pasal 31 ayat 1
menyebutkan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan ayat 3 menegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan
satu sistim
pendidikan nasional
yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
57
Menurut Zaki Ba dawi, “dalam perspektif Islam,
pendidikan pada dasarnya berupaya untuk mengembangkan seluruh potensi seoptimal mungkin , baik yang menyakut aspek jasmaniah
maupun rohaniah. ”
58
Al- Qur’anul Karim menyebutkan beberapa istilah yang
dipergunakan dalam pengertian pendidikan, biasa dipergunakan ta’lim, sesuai dengan firman Allah SWT, dalam QS.Al-Baqoroh
ayat 31. Ngalim Purwanto berpendapat, “Pendidikan bentuk usaha
orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan”.
59
sependapat dengan Ahmad T afsir,” Pendidikan dalam Islam
merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju taklif kedewasaan, baik secara akal, mental maupun
55
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Jakarta , Gramedia Pustaka Utama, 2008, h190.
56
J.Drost,sj, Proses Pembelajaran Sebagai Proses Pendidikan, Grasindo Jakarta 1999, hal 1-2.
57
Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
58
A. Zaki badawi, Mu’jam Musthalahat al-‘Ulum al-Ijtimaiyat Bairut
Maktabah Lubnan, 1982 h. 127.
59
M. Ngalim Purwanto, ilmu pendidikan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung 1994, hal 11.
moral, tujuannya dalam rangka untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diembannya.
”
60
Dalam lintasan sejarah peradaban Islam peran pendidikan Islam, peran pendidikan ini,
benar-benar bisa dilaksanakan pada masa kejayaan Islam, hal ini dapat kita saksikan, dimana pendidikan benar-benar mampu
membentuk peradaban, sehingga peradaban Islam menjadi peradaban terdepan sekaligus peradaban yang mewarnai sepanjang
Jazirah Arab, Asia Barat hingga Eropa Timur, oleh karena itu, adanya paradigma pendidikan yang memberdayakan peserta didik
merupakan sebuah keniscayaan. Sejak akhir perang dunia kedua, pendidikan telah menjadi kegiatan utama di dunia, dari segi
pendanaan
merupakan urutan
ke dua
setelah anggaran
ketentaraan
61
. Menurut Paul Lengrand, ”manusia memiliki
persediaan bahan ideologi yang berlimpah ruah, tetapi hanya teori pendidikan yang mempunyai hubungan yang tipis dengan praktek
pendidikan. ”
62
Tujuan pendidikan di Indonesia sekarang ini jauh berbeda dengan tujuan pendidikan pada masa Kolonial
63
, menurut Amini
60
Muhaimin , Pluralisme dan Multikulturalisme paradigma baru, pendidikan agama islam di indonasia,Malang, Adytia media publishing, ,
2011, hal 197.
61
Miguel Fernansez Perez, Krisis dalam Pendidikan, Jakarta, Balain Pustaka, 1982 h.11
62
Dari semua usaha manusia agaknya pendidikan adalah salah satu yang mengalami rintangan paling besar dalam perjalanan kemajuannya. Hingga kini
belum pernah terjadi evolusi di dalam dunia pendidikan, standar moral umum telah maju dan gelombang kejutan dari sejumlah kemajuan yang menentukan
dalam peradaban kita telah terasa dalam pendidikan, secara umum dapat dikatakan bahwa integritas atau kesempurnaan pelajar setidaknya telah dihargai
sampai tingkat tertentu rencana pelajaran dan metodik telah lebih menurut penalaran. Tetapi menurut sebagian besar masih tetap tidak berubah, rintangan-
rintangan yang dijumpai dalam jalan perubahan telah diketahui. Apakah nilai- nilai fisik, sosial, emosional dan estetis telah dikorbankan guna pengertian
terbatas dari pengetahuan dan pemikiran, sejauh mana pendidikan menunjukan jalan tentang adanya kita di dunia ini dalam usaha seseorang yang terarah secara
sistematis untuk mengkordinasi fakta-fakta pengalaman menjadi kepribadian yang utuh dan seimbang.Paul Legrad, Pendidikan Dipersoalkan, Jakarta, PN
Balai Pustaka, 1982 h.23-24.
63
Pada masa Kolonial, kebijakan diskriminasi pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda disertai oleh agenda politik, dan jika dilihat
dari struktur kelembagaan pendidikan yang sentralistik dan besarnya intervensi
Gani Soeriokoesoemo “melalui pendidikan, Belanda berusaha mengganti kebudayaan nasional menjadi kebudayaan jajahan. Di
sekolah siswa dididik dan diajar bahasa dan tata cara hidup Barat Belanda dengan menjauhkan segala yang bersifat kepribadian
b
angsa”
64
, kebijakan
politik pemerintahan
Belanda telah
memperluas akses pendidikan bagi kaum pribumi, khususnya para aktivis nasionalis dengan tujuan meningkatkan loyalitas tokoh-
tokoh pribumi namun menurut M. Sirozi “tokoh-tokoh tersebut justru berkembang menjadi figur utama dalam gerakan Nasionalis
yang menggugat k olonialisme”
65
. Berlanjut pada masa penjajahan Jepang yang memberikan kebebasan dari penjajahan belanda, yang
menghapuskan sekolah-sekolah berbahasa Belanda. Bahasa Indonesia digunakan secara lebih luas di lingkungan pendidikan,
begitupun dengan kurikulumnya yang banyak mengalami perubahan
66
, ini berarti bekal pendidikan akan memperluas wawasan rasa kebangsaan dan nasionalisme.
Kebijakan pendidikan di Indonesia sekarang diwarnai oleh kebijakan Pendidikan Belanda yaitu sistem Eropa. Akh. Minhaji
pemerintah kolonial dalam bidang pendidikan khususnya dalam pengangkatan guru, penyusunan kurikulum dan penentuan akses pendidikan, begitu juga
dengan kebijakan politik etis yang diterapkan oleh pemerintah belanda pada waktu itu, sangat sarat dengan implikasi-implikasi kependidikan. M. Sirozi,
Politik pendidikan, Dinamika Hubungan antara kepentingan kekuasaan dan Praktik Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta Grafindo 2007, h.40.
64
Amini Sutari Gani Suriokusumo adalah bersekolah di ELS SD berbahasa Belanda, MULO, AMS, dan Taman Guru Tamman Siswa, Pada saat
Jaman Penjajahan bekerja sebagai Guru Taman Siswa di Yogyakarta dan Jakarta dan sebagai anggota DPR-GRMPRS. Amini Sutari Gani Suriokusumo, Bunga
Rampai Soempah Pemoeda yang dihimpun oleh Yayasan gedung-gedung bersejarah, Jakarta, Balai Pustaka, 1986 h.35.
65
Inilah yang terjadi pada Bung Karno, Bung Hatta, Bung Tomo dan tokoh-tokoh nasinalis lainnya, bekal pendidikan yang diperoleh telah
memperluas wawasan sosial politik mereka dan pada saat yang sama memperkuat sentimen kebangsaan mereka. Wawasan dan sentimen inilah yang
kemudian memacu aktivitas politik mereka dan menumbuhkan semangat perlawanan mereka terhadap pemerintahan kolonial pada waktu itu.
.M.Sirozi,Politik Pendidikan, Dinamika Hubungan antara kepentingan kekuasaan dan Praktik Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta Grafindo 2007,
h.15.
66
Lee Kam Hing, Educational and Politic in Indonesia 1945-1965, Kuala Lumpur University of Malaya Pess, 1995, h. 23-25.
menafsirkan bahwa ,”Kebijakan pendidikan tersebut sebagai
pengembangan ilmu .”
67
Sebaiknya kita mengakui walaupun Belanda pernah menjajah kita namun konsep kebijakan
pendidikannya membawa dampak positif dan membuka mata kita untuk mengembangkan pendidikan yang berorientasi pada akal dan
nalar. Sehingga bangsa Indonesia dapat bangun dari kebodohan, dan mengembangkan potensi akal, selanjutnya pendapat M. Amin
Abdullah,” Kebijakan pendidikan pemerintah di masa orde baru menuntut masyarakat untuk bersandar pada keahlian, kepakaran
dan keterampilan deangan pertimbangan pasar’
68
, Konsepsi pendidikan tidak bisa dilepaskan dari Kebijakan
pemerintahan suatu bangsa, misalnya kebijakan tentang negara demokrasi.
Menurut B.J. Habibie, “Demokrasi dan masyarakat madani atau civil society sulit dipisahkan satu sama lain dan
manusialah yang berperan, oleh karena itu, kualitas demokrasi dan civil society sangat ditentukan oleh kualitas lingkungan dan
kehidupan
manusia dalam
masyarakat termasuk
kualitas pendidikan tentunya”
69
. Dalam mencapai tujuan pendidikan dengan mutu yang bagus diperlukan kebijakan yang tidak berubah-ubah
agar mutu pendidikan dapat tercapai, Hamzah B. Uno memaparkan
,”Kebijakan baru cenderung tidak memiliki kesinambungan dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh
pemimpin sebelumnya dan cenderung bersifat politis, ”
70
dalam undang-undang no 20 tahun 2003 tentang sistim pendidikan
nasional yang pokoknya menjamin pemerataan kesempatan
67
Akh.Minhaji, Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia dan Tradisi Berfikir Kritis, Paradigma Baru Pendidikan, Jakarta, PIC UIN Jakarta,
2008, h. 35.
68
M.Amin Abdullah, Paradigma Baru pendidikan Islam, restrospeksi dan proyeksi Modernisasi pendidikan Islam di indonesia, Direktorat Pendidikan
Tinggi Islam Direktorat Jendral pendidikan Islam , Departemen Agama Islam RI , Jakarta, IISEP, 2008, h.46.
69
Lihat Bacharuddin Yusuf Habibie, Detik-detik yang menentukan, Jalan panjang Indonesia menuju Demikrasi, Jakarta THC Mandiri 2006.h. 201.
70
Depolitisasi pendidikan , berbagai kebijakan telah ditetapkan yang pada umumnya berada dalam kerangka perbaikan mutu pendidikan .hanya perubahan-
perubahan tersebut cederung bersifat politis , seperti kebijakan KBK yang baru saja di tetapkan kemudian dibekukan dan diganti dengan kurikulum baru,
Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, Probleme, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, Jakarta, Bumi Aksara, 2008, hal.10
pendidikan, tujuan Pendidikan Nasional dipaparkan Alex menjadi empat aspek :
Pertama, aspek agama yang meliputi keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia, kedua, aspek Intelektual meliputi ilmu
pengetahuan, dan teknologi, ketiga, aspek politik, yaitu menjadi warga negara yang cinta tanah air, kesadaran hukum
dan kesadaran lingkungan dan keempat, aspek individual terdiri dari fisik, yaitu sehat dan etos kerja yang tinggi
71
Menurut Anthony Brock, “Pendidikan di seluruh dunia akan
berubah dalam generasi yang akan datang, asal jiwa semangat dan tujuan berubah, hasil pendidikan tidak akan diukur menurut sekian
banyak pengetahuan yang telah diberikan, tetapi manusia berkumpul untuk membuat usul-usul yang akan membantu
pemerintah dalam menentukan strategi sesuai dengan keadaan pendidikan.
”
72
B. Sistem Pendidikan Nasional