Sistem Pendidikan Nasional KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

pendidikan, tujuan Pendidikan Nasional dipaparkan Alex menjadi empat aspek : Pertama, aspek agama yang meliputi keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia, kedua, aspek Intelektual meliputi ilmu pengetahuan, dan teknologi, ketiga, aspek politik, yaitu menjadi warga negara yang cinta tanah air, kesadaran hukum dan kesadaran lingkungan dan keempat, aspek individual terdiri dari fisik, yaitu sehat dan etos kerja yang tinggi 71 Menurut Anthony Brock, “Pendidikan di seluruh dunia akan berubah dalam generasi yang akan datang, asal jiwa semangat dan tujuan berubah, hasil pendidikan tidak akan diukur menurut sekian banyak pengetahuan yang telah diberikan, tetapi manusia berkumpul untuk membuat usul-usul yang akan membantu pemerintah dalam menentukan strategi sesuai dengan keadaan pendidikan. ” 72

B. Sistem Pendidikan Nasional

Kebijakan pendidikan di Indonesia akan mengacu pada Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional, segala macam kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan akan ditentukan berdasarkan kepada undang-undang tersebut, dalam UU Sisdiknas pasal 1 Ayat 1 : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, Akhlak 71 Alex, Menyoal Konsep Mutu Pendidikan, Isu-isu kritis Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, Bogor, Ghalia Indonesia, 2010, h.16 72 Pemecahan sebenarnaya terhadap masalah pendidikan dapat diperoleh dengan mereorganisasi secara luas ke arah pendidikan, sebab sekali pendidikan menjadi berkesinambungan, maka gagasan tentang keberhasilan dan kegagalan akan berubah. Manusia sadar atau tidak sadar tetap terus belajar dan melatih diri selama hidupnya , terutama melalui pengaruh lingkungannya.Anthony Brock, Pendidikan dan Hari Depan, Kerangka Masyarakat Belajar, jakarta, PN Balai Pustaka 1982 h.89,90. Mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa da n negara” 73 Menurut H.A.R. Tilaar ,” Sisdiknas haruslah dikelola dengan tepat sebagai subsistem dari pembangunan nasional” 74 , selanjutnya Tilaar berpendapat, “Sisdiknas merupakan dasar dari pembangunan kualitas pendidikan dan penanganan atau managemen sektor pendidikan sebagai bagian dari managemen pembangunan nasional. ” 75 Oleh karena itu menurut Rianto Nugroho : “Kualitas pendidikan pada sebuah bangsa juga sangat ditentukan oleh dua faktor yang mendukung, internal dan eksternal, faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan , seperti Depdiknas, dinas pendidikan daerah dan sekolah yang berada di garis depan, dan faktor eksternal yaitu masyarakat pada umumnya, dua faktor ini harus saling menunjang dalam upaya peningkatan kualitas tersebut dalam lingkungan masyarakat yang sedang membangun dan memiliki kemampuan pemahaman yang masih beragam, maka undang-undang akan lebih operasional dilaksanakan jika disertai dengan pedoman pelaksanaan yang jelas. 76 Pedoman pelaksanaan tersebut tentu harus disosialisasikan diselaraskan dengan kemampuan masyarakat dan disesuaikan 73 Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional Sisdiknas, Bandung, Fokusindo Mandiri, cet 2 2012, h. 2 74 Tujuan Sisdiknas seperti yang diminta dalam Pasal 4 UU no 2 Tahun 1989 dapat tercapai secara efisien dan efektif. Dengan memahami management SISDIKNAS yang merupakan proses sosial yang direkayasa untuk mencapai tujuan SISDIKNAS Keputusan Legislatif dan Eksekutif secara efektif dan efisien dengan mengikut sertakan kerjasama serta partisipasi masyarakat. H.A.R. Tilaar, Managemen Pendidikan Nasional, Bandung, PT. Remaja Rosda Karya, 2004 cet. 7, h.4 75 Menurut Tilaar Managemen pendidikan nasional sangat penting karena bukan saja pendidikan itu merupakan kebutuhan dasar manusia Indonesia, bahkan merupakan salah satu dinamisator pembangunan itu sendiri, dengan demikian managemen pendidikan haruslah merupakan subsistem managemen pembangunan nasional yang tidak lepas dari kecenderungan –kecenderungan global dewasa ini dan dimasa depan. H.A.R. Tilaar, Managemen Pendidikan Nasional, Bandung, PT. Remaja Rosda Karya, 2004 cet. 7, h.153 76 Riant Nugroho D, Otonomi Daerah, Desentralisasi Tanpa Revolusi, Kajian dan kritik atas kebijakan Desentralisasi di Indonesia.Jakarta PT Elex Media Kompotindo Kelompok Gramedia. dengan potensi, aspirasi dan kesiapan masyarakat untuk melaksanakannya, selanjutnya diperlukan pengawalan berupa pendampingan, pembinaan, pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pedoman tersebut. Menurut Sam M.Chan, “Untuk menanggapi adanya peluang sekaligus menghadapi tantangan era global ini pendidikan di Indonesia memerlukan paradigma baru yang cocok dan sesuai dengan tuntunan, perubahan dan perkembangan zaman, paradigma baru pendidikan untuk menghadapi era global.” 77 Senada dengan HAR Tilaar,” Bahwa paradigma baru pendidikan di Indonesia adalah pendidikan ditujukan untuk membentuk masyarakat Indonesia baru yang demokratis, mencapai masyarakat yang demokratis diperlukan pendidikan yang dapat menumbuhkan individu dan masyarakat yang demokratis serta pendidikan diarahkan untuk mengembangkan tingkah laku yang dapat menjawab tantangan internal sekaligus tantangan global.” 78 selanjutnya masih menurut Sam. M. Chan, untuk mewujudkan paradigma baru pendidikan tadi diperlukan aktualisasi pendidikan nasional yang baru dengan prinsip-prinsip yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan dan perkembangan zaman sekarang. 79 . 77 Sam M.Chan, Analisis Swot, Kebijakan pendidikan Era Otonomi Daerah, Jakarta, Raja Grafindo Persada, h.113 78 HAR Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional Jakarta:Rieka Cipta, 2002 79 Aktualisasi pendidikan nasional yang baru, mengisyaratkan bahwa tanggung jawab pendidikan tidak lagi dipikul hanya oleh pemerintah, tetapi juga dibebankan kepada masyarakat sama-sama bertanggung jawab pada segala hal yang berkaitan dengan pendidikan. Pemerintah dan masyarakat harus memiliki kepedulian yang sama terhadap mutu dan keberhasilan pendidikan.Dalam paradigma baru ini, masyarakat yang selama ini pasif terhadap pendidikan ditantang untuk lebih aktif bahkan proaktif sebagai penanggung jawab pendidikan, tanggung jawab ini tidak hanya sekedar memberikan sumbangan untuk pembangunan gedung sekolah dan membayar uang sekolah, tetapi yang lebih penting masyarakat diharapkan turut serta menentukan jenis pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, termasuk dalam hal ini adalah turut bertanggunga jawab dalam meningkatkan mutu pendidikan dan memikirkan kesejahteraan tenaga pendidik agar dapat memberikan pendidikan yang bermutu pada peserta didik. Sam M.Chan, Analisis Swot, Kebijakan pendidikan Era Otonomi Daerah, Jakarta, Raja Grafindo Persada h.115. Menurut A. Samana, “Sistem adalah adanya berbagai komponen unsur yang saling berhubungan serta ketergantungan antar komponen yang bergerak dinamis yang mengarah pada pencapaina tujuan. ” 80 Begitupun menurut Warijan yang mendefinisikan, “Sistem sebagai rangkaian komponen yang saling berkaitan dan berfungsi ke arah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan” 81 . Johnson memaparkan, ”A.System an organized or complex whole; an assemblage or combination of things or parts forming a complex or unitary whole” 82 . Selanjutnya dalam undang- undang tentang sistem pendidikan nasional, bab 1 pasal 1, ayat 3 dituliskan “ Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. ” 83 Pendidikan merupakan modal dalam mempersiapkan masa depan peradaban dunia, sehingga pemerintah perlu mengembangkan strategi pendidikan, melalui kebijakan pendidikan yang berorientasi pada kualitas yang menyeluruh, menurut George S. Papadopoulos ,” kebangkitan pendidikan sebagai gerbang bagi kemakmuran masa depan. ” 84 Walaupun menurut Winarno pendidikan nasional dewasa ini cenderung menuju kepada suatu tragedi nasional karena kekurang mantapan kebijakan pendidikan 85 , 80 A.Samana, Sistem Pengajaran, Prosedur Pengembnagan Sistem Instruksional PPSI dan Pertimbangan Metodologisnya, Yogyakarta, karnisius, 1992 h.23,24 81 Warijan,dkk, Pengembangan Kurikulum dan sistem Instruksional, P2LPTK, Dirjen Dikti-Depdikbud, Jakarta, 1984. 82 Johnson,R.A, kast, F.E dan Rosenzweig, J.E, The Theory and Management of System, McGraw-Hill, New York, 1973, h. 17 83 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung, Fokusindo, cet ke 2, 2012 84 George S. Papadopoulos, Pendidikan Pada abad XXI Pokok Persoalan dan Harapan, Komisi Internasional tentang Pendidikan untuk Abad XXI, UNESCO Publising,1996, h. 65 85 Menurut Winarno disamping kekurang mantapan kebijakan Pendidikan juga karena kurangnya profesionalisme birokrasi pendidikan serta masih kurangnya profesionalnya pelaksana pendidikan , Kebijakan-kebijakan yang telah dirumuskan di dalam strategi pembangunan pendidikan nasional apabila tidak diarahkan kembali kepada tujuannya yang hakiki maka hasilnya adalah tragedi suatu bangsa,Winarno mencanangkan konsep-konsep yang sangat brilian sebagai sintesa dari strategi-strategi pendidikan yang dianggapnya keliru M.Mastuhu beranggapan terpuruknya pendidikan nasional karena demokrasi di negara kita bagaikan orang sakit 86 . Alex melihat adanya inkonsistensi kebijakan karena perbedaan visi dan pemahaman terhadap arah pembangunan pendidikan yang disebabkan oleh pergantian pemerintahan 87 sedangakan Tilaar berasumsi pendidikan nasional Indonesia kehilangan rohnya 88 selanjutnya Tilaar menulis bahwa ,” dewasa ini pendidikan Nasional bukan lagi pemersatu bangsa tetapi telah merupakan ajang pertikaian. ” 89 Dari berbagai pendapat di atas dapat kita simpulakan bahwa peran pemerintah sangatlah besar dalam menggiring arah sehingga dapat menuju kepada tragedi suatu bangsa Winarno Surahkmad, Pendidikan Nasional Strategi dan Tragedi, Jakarta, KOMPAS Penerbit Buku,2009 h.34 86 M.Mastuhu beranggapan dalam era globalisasi “penyakit dunia” dengan cepat menjalar ke berbagai negara lain, terutama negara-negara yang belum menguasai sains dan teknologi maju. Indonesia dewasa ini bagaikan orang sakit yang hampir seluruh persendian tulang-tulangnya terasa ngilu, ada tanda- tanda hanyut menjadi korban globalisasi, jika kita tidak cepat mengobatinya. Dengan gejala demokrasi yang sakit, masalahnya lahan kegiatan kerja demokrasi sebagian besar adalah politik. Rakyat Indonesia sudah habis dipeta-petakan menurut partai politik sehingga rakyat tidak bisa menyuarakan aspirasinya secara langsung. M. Mastuhu, Sistem Pendidikan Nasional Visioner, Jakarta, Lentera Hati, 2007. H.42. 87 Dalam pergantian mentri pendidikan nasional seperti : Juwono Sudarsono, Yahya Muhaimin, Malik Fajar dan Bambang Sudibjo, dari keempat mentri pada pemerintahan berbeda, telah memberi pengaruh yang berbeda –beda pada pelaksanaan kebijakan dalam pendidikan. Alex, Menyoal Konsep mutu dalam Kebijakan Pendidikan Isu-isu Kritis Kebijakan Pendidikan di Era Otonomi Daerah, bogor, Ghalia 2002, h.17. 88 Menurut Tilaar munculnya banyak kritik baik dari praktisi pendidikan maupun dari kalangan pengamat pendidikan mengenai pendidikan nasional yang tidak mempunyai arah yang jelas menunjukan hilangnya alat vital di dalam pendidikan nasional yang menggerakan sistem pendidikan untuk mewujudkan cita-cita proklamasi 1945H.A.R. Tilaar, Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis, Jakarta, Rineka cipta, 2006, h. 14 . 89 Tilaar berpendapat setiap kelompok mementingkan kepentingan kelompoknya sendiri dan masing-masing ingin mewujudkan kepentingan kelompoknya sendiri , menurut Tilaar terdapat dua kekuatan besar yang mempengaruhi jalannya pendidikan nasional dewasa ini, yaitu kekuatan politik dan kekuatan ekonomi H.A.R. Tilaar, Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis, Jakarta, Rineka cipta, 2006, h. 14. kemajuan dan keberhasilan pendidikan melalui kebijakan – kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah itu sendiri. Indonesia memiliki tujuan pendidikan nasional yaitu membentuk manusia cerdas, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 90 . Tujuan pendidikan ini harus kita junjung tinggi. Artinya setiap aktifitas yang berkaitan dengan masalah pendidikan harus diarahkan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Menurut Winarno ,” ukuran keberhasilan pendidikan di Indonesia ialah sejauhmana pendidikan nasional merupakan usaha yang relevan ditinjau dari amanah konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. ” 91 Pedoman pelaksanaan tersebut tentu harus disosialisasikan diselaraskan dengan kemampuan masyarakat dan disesuaikan dengan potensi, aspirasi dan kesiapan masyarakat untuk melaksanakannya, selanjutnya diperlukan pengawalan berupa pendampingan, pembinaan, pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pedoman tersebut. Menurut Sam M.Chan, “Untuk menanggapi adanya peluang sekaligus menghadapi tantangan era global ini pendidikan di Indonesia memerlukan paradigma baru yang cocok dan sesuai dengan tuntunan, perubahan dan perkembangan zaman, paradigma baru pendidikan untuk menghadapi era global. ” 92 Senada dengan HAR Tilaar,” Bahwa paradigma baru pendidikan di Indonesia adalah pendidikan ditujukan untuk membentuk masyarakat Indonesia baru yang demokratis, mencapai masyarakat yang demokratis diperlukan pendidikan yang dapat menumbuhkan individu dan masyarakat yang demokratis serta pendidikan diarahkan untuk mengembangkan tingkah laku yang dapat menjawab tantangan internal sekaligus tantangan global. ” 93 selanjutnya masih menurut Sam. M. Chan, untuk mewujudkan 90 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional Bab II pasal 3. 91 Winarno Surahkmad, Pendidikan Nasional Strategi dan Tragedi, Jakarta, Kompas, 2009 h. 29. 92 Sam M.Chan, Analisis Swot, Kebijakan pendidikan Era Otonomi Daerah, Jakarta, Raja Grafindo Persada, h.113 93 HAR Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional Jakarta:Rieka Cipta, 2002 paradigma baru pendidikan tadi diperlukan aktualisasi pendidikan nasional yang baru dengan prinsip-prinsip yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan dan perkembangan zaman sekarang. 94 Kunci berhasil atau tidaknya suatu bangsa ada pada bidang pendidikan, dunia pendidikan merupakan modal dalam mempersiapkan masa depan peradaban dunia , sehingga pemerintah perlu mengembangkan strategi pendidikan, melalui kebijakan pendidikan yang berorientasi pada kualitas yang menyeluruh, di dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 dijelaskan : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, selanjutnya pasal 1 ayat 2 pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. ” 95 94 Aktualisasi pendidikan nasional yang baru, mengisyaratkan bahwa tanggung jawab pendidikan tidak lagi dipikul hanya oleh pemerintah, tetapi juga dibebankan kepada masyarakat sama-sama bertanggung jawab pada segala hal yang berkaitan dengan pendidikan. Pemerintah dan masyarakat harus memiliki kepedulian yang sama terhadap mutu dan keberhasilan pendidikan.Dalam paradigma baru ini, masyarakat yang selama ini pasif terhadap pendidikan ditantang untuk lebih aktif bahkan proaktif sebagai penanggung jawab pendidikan, tanggung jawab ini tidak hanya sekedar memberikan sumbangan untuk pembangunan gedung sekolah dan membayar uang sekolah, tetapi yang lebih penting masyarakat diharapkan turut serta menentukan jenis pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, termasuk dalam hal ini adalah turut bertanggunga jawab dalam meningkatkan mutu pendidikan dan memikirkan kesejahteraan tenaga pendidik agar dapat memberikan pendidikan yang bermutu pada peserta didik. Sam M.Chan, Analisis Swot, Kebijakan pendidikan Era Otonomi Daerah, Jakarta, Raja Grafindo Persada h.115. 95 Undang-Undang Sisdiknas Sisten Pendidikan Nasional, Bandung, Fokusindo 2012 cet ke 2 Dalam rangka merealisasikan cita-cita mulia tersebut, pemerintah menetapkan 8 delapan Standar Nasional Pendidikan Indonesia yang menjadi acuan bagi para pendidik dan tenaga kependidikan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, kedelapan Standar Nasional Pendidikan tersebut adalah : 1. Standar Kompetensi Lulusan, 2. Standar Isi, 3. Standar Proses, 4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, 5. Standar Sarana dan Prasarana, 6. Standar Pengelolaan Pendidikan, 7. Standar Pembiayaan Pendidikan, dan 8 Standar Penilaian Pendidikan. 96 Standar kompetensi lulusan digunakan untuk pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik yang meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kopetensi kelulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal pelajaran 97 , selanjutnya Standar Isi meliputi lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar Isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan 98 , setelah itu, proses pembelajaran pada satuan pendidikan dilaksanakan secara interaktif dan menyenangkan dan memotifasi siswa untuk aktif serta memberikan kesempatan untuk berkreatifitas sesuai dengan bakat dan minat peserta didik sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan menyenangkan dan sesuai dengan yang diharapkan 99 , kemudian pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta memiliki 96 Permendinas Nomor 19 Tahun 2005 tentang 8 Standar Pendidikan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. 97 Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah 98 Permnediknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan menengah 99 Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional 100 , selanjutnya setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar, perpustakaan, ruang Laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang kelas, serta ruang lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan 101 , kemudian standar pengelolaan terdiri dari 3 tiga bagian, yakni standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh pemerintah daerah dan standar pengelolaan oleh pemerintah pusat 102 , setelah itu pembiayaan pendidikan meliputi biaya investasi satuan pendidikan, biaya personal, biaya operasional satuan pendidikan 103 , dan yang terakhir penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, meliputi penilaian belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan penilaian hasil belajar oleh pemerintah 104 . Melihat konsep kebijakan pendidikan yang telah ditetapkan oleh pemerintah diatas terlihat peran pemerintah sangatlah besar dalam menggiring arah kemajuan dan keberhasilan pendidikan melalui kebijakan – kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah itu sendiri, salah 100 Permendiknas Nomor 12,13,16 Tahun 2007, tentang Standar Pengwas SekolahMadrasah, Standar Kepala SekolahMadrasah, Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Permendiknas Nomor 24, 25, 27 dan 40 tentang standar tenaga administrasi Sekolah, Tenaga Perpustakaan SekolahMadrasah, standar kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor, standar Penguji pada Kursus dan pelatihan. 101 Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah dasar dan madrasah Ibtidaiyah SDMI, Sekolah Menengah PertamaMadrasah Tsanawiyah SMPMTs, dan Sekolah Menengah Arasmadrasah Aliyah SMAMA. Permendiknas Nomor 40 tahun 2008 tentang Standar sarana dan prasarana untuk Sekolah Menengah Kejuruan SMK dan Madrasah Aliayah Kejuruan MAK. 102 Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh satuan pendidikan dasar dan menengah. H. 152 103 Permendiknas nomor 69 tahun 2009 tentang standar Biaya Operasi nonpersonalia tahun 2009 untuk sekolah DasarMadrasah Ibtidaiyah SDMI, Sekolah menengah pertama. Madrasah Tsanawiyah SMPMTs, Sekolah Menengah AtasMadrasah Aliyah SMAMA, Sekolah Menengah Kejuruan SMK, Sekolah Dasar Luar Biasa SDLB, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa SMPLB, Dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa SMALB. 104 Permendiknas Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian pendidik. satunya adalah dengan mengeluarkan Kebijakan Desentralisasi Pendidikan.