Desentralisasi Pendidikan KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

satunya adalah dengan mengeluarkan Kebijakan Desentralisasi Pendidikan.

C. Desentralisasi Pendidikan

Menurut M. Ryaas Rasyid, “Tujuan utama dari kebijakan desentralisasi tahun 1999 itu adalah agar daerah dapat memberdayakan kemampuan prakarsa dan kreatifitas daerah untuk mengatasi berbagai masalah domestik yang semakin kuat ” 105 Sementara pendapat Wahidin Halim , ”Otonomi daerah harus dipandang sebagai instrumen desentralisasi-demokratisasi dalam rangka mempertahankan keutuhan serta keberagaman bangsa, otonomi bukan tujuan melainkan cara demokratis untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan. ” 106 Begitupun menurut Husni Rahim , ”Salah satu yang mempengaruhi masa depan pendidikan Islam di Indonesia adalah demokratisasi, tuntutan demokratisasi pada awalnya ditujukan pada sistim politik negara sebagai perlawanan terhadap sistim politik yang otoriter ” 107 . Dalam bidang pendidikan M. Sirozi berpendapat “Otonomi daerah akan meningkatkan equity dan 105 M.Ryaas Rasyid merupakan salah seorang diantara sekelompok birokrat dan intelektual yang pernah memprakarsai lahirnya kebijakan otonomi daerah , selanjutnya menuturkan desentralisasi merupakan simbol adanya trust antara pemerintah pusat dan daerah, ini akan dengan sendirinya mengembalikan harga diri pemerintah dan masyarakat daerah. Kalau dalam sistem yang sentralistik mereka tidak bisa berbuat banyak dalam mengatasi berbagai masalah, maka dalam era otonomi daerah ini mereka ditantang untuk secara kreatif menemukan solusi-solusia atas berbagai masalah yang dihadapi. Posisi kebijakan otonomi sebagai sebuah proyek pengembalian harga diri pemerintah dan masyarakat daerah. Dimasa lalu banyak masalah.terjadi di daerah yang tidak tertangani secara baik karena keterbatasan kewenangan pemerintah daerah di bidang tersebut.M.Ryaas Rasyid, Menolak Desentralisasi Pemerintahan, Jakarta, Millenium Publisher Dyatama Milenia 2002, h.19,20. 107 Husni Rahim, Arah baru Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 2001,hal. 15. efisiensi dalam pendidikan ” 108 . Sedangkan Sam M. Chan berpendapat, “Dengan otonomi daerah dalam pengembangan pendidikan akan berada dalam suasana kondusif dan dalam wawasan yang demokratis. ” 109 Dalam kaitannya otonomi pendidikan, undang-undang sisdiknas pasal 11 ayat 1” ditulis pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberi layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa kecuali” selanjutnya dalam pasal 34 ayat 1 dan 2 disebutkan “Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar, minimal pada pendidikan dasar tanpa dipungut biaya, karena wajib belajar adalah tanggung ajawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. ” 110 Implemntasi dari desentralisasi pendidikan dapat terlihat dari kebijakan daerah-daerah yang menetapkan peraturan daerah disesuaikan dengan kondisi masyarakat daerah tersebut beberapa daerah menetapkan kebijkan seperti yang terjadi di Kota Tangerang, Kota Manado, Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Kota Tangerang yang menetapkan peraturan daerah salah satunya wajib belajar 12 tahun 111 , penambahan jam PAI 112 , anggran pendidikan, perda larangan miras 113 dan perda larangan 108 M.Sirozi, Politik Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005, h. 236. 109 Menurut Sam M Chan walau demikian pemerintah pusat masih saja mempertahankan bentuk-bentuk-bentuk kewenangan di dunia pendidikan. Hal ini terlihat jelas pada peraturan pemerintah Republuk indonesia Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonomi, khususnya pada pasal 2, butir 11, bidang pendidikan tercantum 10 butir kewenangan yang masih di pegang oleh pemerintah pusat, diantaranya terdapat 7 hal yang penetapannya masih di genggam oleh pusat. Sam M.Chan, Analisis Swot, Kebijakan pendidikan Era Otonomi Daerah, Jakarta, Raja Grafindo Persadah.159 110 Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional Sisdiknas, Bandung, Fokusindo Mandiri, cet 2 2012. 111 Perda Pendidikan Nomor 11 tahun 2008. 112 Perda Pendidikan Nomor 11 tahun 2008. 113 Lihat Perda larangan Minuman beralkohol Nomor 7 tahun 2005. Prostitusi. 114 Penerapan otonomi pendidikan dapat kita lihat dalam studi kasus “Penerapan Kurikulum pada Kelembagaan Pendidikan SMP di Kota Manado. ” 115 Peraturan daerah kabupaten Kuningan nomor 2 tahun 2008 tentang wajib belajar diniyah takmiliyah Awaliyah : bab II pasal 2 wajib belajar diniyah takmiliyah Awaliyah berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. pasal 3. Diniyah Takmiliyah Awaliyah berkedudukan sebagai satuan pendidikan Agama Islam non formal yang menyelenggarakan pendidikan Islam sebagai pelengkap bagi siswa sekolah dasarsederajat. pasal 4, wajib belajar diniyah Takmiliyah Awaliyah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan tambahan Pendidikan Agama Islam bagi siswa yang belajar di sekolah dasarsederajat. pasal 5, wajib belajar Diniyah Takmiliyah Awaliyah bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar agama Islam kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai warga muslim yang beriman, bertaqwa, beramal shaleh dan berakhlak mulia serta warga negara Indonesia yang berkepribadian, percaya pada diri sendiri, sehat jasmani dan rohani. Raperda busana muslim dan pandai baca Al-Quran Di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, adalah yang serius mengangkat isu penegakan syariah Islam, bahkan ikut menandatangani persetujuan pemberlakukan syariat Islam di bumi La Galigo, 116 keseriusan itu dikongkretkan melalui rancangan peraturan daerah atau Raperda, yang nantinya akan diberlakukan sebagai Perda, t ujuannya katanya adalah untuk “menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah”, “untuk membentuk sikap sebagai seorang muslim dan muslimah yang baik dan juga untuk “menciptakan masyarakat yang taat menjalankan agamanya”. pasal 5 disebutkan “Setiap karyawankaryawati, mahasiswamahasiswi, dan siswasiswi Sekolah Lanjutan Tingkat atas SLTA atau Madrasah Aliayh MA serta pelajar Sekolah Lanjutan Tingkat 114 Lihat Perda larangan Prostitusi Nomor 8 tahun 2005. 115 Lihat Suwartoyo dkk, Pesepsi Masyarakat Terhadap Desentralisasi Pendidikan Studi kasus di kota Manado, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan h.86- 89. 116 Lihat Lembar Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan. Pertama SLTP atau Madrasah Tsanawiyah MTS yang beragama Islam diwajibkan berbusana muslim dan muslimah, sedangkan bagi warga masyarakat umum yang beragama Islam adalah bersifat himbauan”. Rancangan peraturan daerah Kuningan tentang Baca Tulis Al- Qur’an :1. Murid SD lancar membaca huruf Al-Quran dengan mengenal tajwid dasar, 2. Siswa SLTP lancar membaca dan mengenal tajwid serta irama dasar, 3. Siswa SLTA pandai dan fasih membaca Al-Quran sesuai ilmu tajwid dan mempunyai irama seni yang baik sesuai dengan fitrahnya 117 . Bagi siswa yang tidak bisa membaca al-Quran sesuai dengan yang dimaksudkan tadi maka menurut pasal 7 tidak bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi: “Bagi tamatan SD dan atau SLTP yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan berikutnya, ternyata tidak mampu membaca dengan baik dan atau tidak memiliki sertifikat pandai baca huruf Al-Quran maka yang bersangkutan tidakbelum dapat diterima pa da jenjang pendidikan tersebut.” Dan sertifikat ini akan dikeluarkan oleh Bupati, dengan semangat yang di perlihatkan oleh setiap kepala daerah dalam peraturan yang menunjang kepada pendidikan yang cenderung mengedepankan kepentingan agama maka kita berharap masyarakat Indonesia dapat kuat secara lahir dan batin sehingga tercipta state nasinal building dan menjadi negara Baldatun Toyyibatun warobbun ghofur. Selanjutnya dalam peraturan daerah Kabupaten Kuningan Jawa Barat No 2 tahun 2008 ditetapkan wajib belajar Diniyah Takmiliyah Awaliyah selama 4 tahun 118 , begitupun Peraturan daerah Kota Tangerang yang menetapkan wajib belajar 12 tahun, penambahan jam PAI, Perda Larangan Miras dan Perda Larangan Prostitusi, hal tersebut menandakan bahwa otonomi pendidikan telah berjalan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan dari daerah, dalam era desentralisasi, daerah dalam membuat kebijakan bidang pendidikan akan menjadikan undang-undang tersebut sebagai pola 117 Lihat Lembar Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan, Jawa barat. 118 Pasal 2 Diniyah Takmiliyah Awaliyah berkedudukan sebagai satuan pendidikan agama Islam non formal yang menyelenggarakan pendidikan Islam sebagai pelengkap bagi siswa Sekolah DasarSederajat, pasal 4 Wajib Belajar Diniyah Takmiliyah Awaliyah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan tambahan Pendidikan Agama Islam bagi siswa yang belajar di Sekolah DasarSederajat. yang harus diterjemahkan ke dalam peraturan-peraturan yang dibuat di daerah, hal penting dari undang-undang tersebut berkaitan dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional 119 yang harus menjadi acuan dalam menetapkan kebijakan pendidikan yang berada pada level daerah. Menurut Bernstein yang di kutip Dodi Handika : “Educational studies is ini a sorry state and in danger of becoming worse. that is to say, using Bernsteins terms, the weak grammars of educational studies, those concepts, relations, and procedures upon which it rests, are becoming weaker. 120 Menurut Bernstein pendidikan dalam kondisi yang memprihatinkan hal ini terjadi karena kelemahan dari educational study , baik itu konsep pendidikannya maupun hubungan antara pihak –pihak yang menentukan arah kebijakan. ” 121 Sistim desentralisasi mengubah prinsip yang berlaku dalam sentralisasi 122 . jika pada masa orde baru otoritas pendidikan di kabupaten dan kota hanya merupakan perpanjangam tangan dari otoritas pendidikan pusat dan propinsi, maka pada era reformasi sekarang ini otoritas pendidikan, kabupaten dan kota dituntut lebih aktif dan kreatif dalam menata sitim pendidikan masing-masing, inilah semangat otonomisasi yang tergambar dalam undang-undang 119 Pada pasal 3 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa , bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia , sehat, berilmu, cakap,kreatif, madiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” . Kemendiknas, Undang-Undang sistem Pendidikan Nasional, Bandung, Fokusindo, 2012 cet.2, h. 6 120 Stephen j. Ball, education policy and sosial class,Rroutledge, Taylor Francis group, London New york , 2006, page 54. 121 Dodi Handika , Pendidikan di tengah gelombang perubahan, pustaka LPEES, 2007,HAL 16. 122 Husni Rahim, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan pemikiran, 2005, h.97 nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, 123 pemerintah pusat membuat peraturan general yang harus diterjemahkan oleh daerah dengan mempertimbangkan potensi dan kekhasan yang dimiliki daerah masing-masing. Kebijakan yang sentralisitk selama ini telah mematikan kreatifitas dan kemandirian daerah, 124 begitu juga menurut Hamzah B. Uno, “Sistem pendidikan yang selama ini dikelola dalam suatu iklim birokratik dan sentralistik adalah penyebab keterpurukan dalam mutu dan keunggulan pendidikan kita ” 125 akan menjadi sebuah resiko yang amat besar apabila terjadi pertentangan, ketika daerah diberi kesempatan secara luas untuk mengelola potensinya dan memikirkan kebijakan-kebijakan strategis dalam pengelolaan pendidikan 126 untuk kemudian diharapkan mampu mengatasi persoalan pendidikan yang terjadi selama ini dirasakan sebagai sesuatu pekerjaan yang maha berat, terlihat adanya kegamangan dan ketidaksiapan dalam menerima wewenang, bukan berarti kontek otonomi daerah adalah pengalihan persoalan pusat ke daerah sehingga peran dan fungsi pemerintah pusat dinafikan sama sekali dalam pengelolaan daerah, selama orde baru, harapan besar dari pemerintah daerah untuk dapat membangun daerah 123 HAW.Wijaja, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo 2005 124 Kepala daerah baik Gubernur, Bupati atau Walikota hanya diposisikan sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat semata untuk menjalankan kebijakan yang telah diatur dari pusat sehingga tertutup peluang untuk berani beda, akan menjadi sebuah resiko yang amat besar apabila terjadi pertentangan 125 Hal tersebut karena sitem birorasi selalu menempatkan kekuasaan sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses pengambilan keputusan , sekolah-sekolah saat ini telah terkungkung oleh kekuasaan birokrasi yang menggurita sejak kekuasaan tingkat pusat , Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, Probleme, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, Jakarta, Bumi Aksara, 2008, h. 83. 126 Kebijakan Otda memang merupakan bagian integral dan program reformasi sistim pemerintahan dan pembangunan secara menyeluruh, tetapi pendidikan adalah salah satu aspek yang mendapat perhatian besar di dalamnya, bidang pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah adalah salah satu bidang yang diotonomikan kepada pemerintah daerah sehingga kebijakan Otda tidak hanya menjadi titik tolak reformasi bidang sosial dan politik, tetapi juga menjadi titik tolak reformasi sistim pendidikan nasional. M.Sirozi, Politik Pendidikan, Dinamika Hubungan antara Kepentingan Kekuasaan dan Praktik Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta, Rajagrafindo Persada, h.202 berdasarkan kemampuan dan kehendak daerah sendiri ternyata dirasakan semakin jauh dari kenyataan, yang terjadi adalah ketergantungan fiskal dan subsidi serta bantuan pemerintah pusat sebagai wujud ketidak berdayaan pendapatan asli daerah PAD dalam membiayai anggaran pendapatan dan belanja daerah APBD. 127 Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan cara pandang terhadap pembangunan nasional, dari cara pandang yang berorientasi pada pertumbuhan menuuju cara pandangnya sendiri-sendiri, tergantung kondisi objektif pada saat itu, pertumbuhan ekonomi, kebijakan pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah dipandang sebagai langkah strategis. Argumen Wahidin Halim “Keberhasilan sebuah wilayah dalam mengakses pertumbuhan dan perkembangan daerah, akan ditentukan oleh banyak faktor yang ikut serta menopang dan menyangga laju kehidupan masyarakat, dan berbagai faktor itu dalam banyak hal telah terbukti ikut andil dalam “merekayasa” keberhasilan sebuah wilayah dalam menghadapi perubahan masyarakat. ” 128 Hambatan yang sangat mendasar dari berbagai daerah dalam mengelola keberhasilan pembangunan wilayahnya, selalu terletak pada sumber daya alam yang biasanya dialokasikan untuk sumber pendanaan pos-pos tertentu, menurut Juan Carlos Tedesco “Kekurangan sumber daya keuangan merupakan suatu alasan- alasan yang dikemukakan untuk menjelaskan hasil-hasil tindakan yang miskin ” 129 , selanjutnya dikebanyakan negara sumber daya yang disisihkan untuk pendidikan tidaklah memadai karena ketidakstabilan politik atau karena Inflasi, dalam otonomi daerah terdapat undang-undang nomor 25 tahun 1999 130 tentang 127 Chabib Sholeh dkk, Pengelolaan Keuangan dan aset Daerah, sebuah pendekatan struktural menuju tatakelola pemerintahan yang baik, Bandung, Fokus media, 2010.h.27 128 Wahidin Halim, 1001 Wajah Kota Tangerang, Jakarta, Melibas 2004, h. 15. 129 Juan Carlo Tedesco, Pendidikan Pada abad XXI Pokok Persoalan dan Harapan, Komisi Internasional tentang Pendidikan untuk Abad XXI, UNESCO Publising,1996, h. 89. perimbangan keuangan pusat dan daerah secara umum terdapat empat sumber keuangan daerah, Pendapat Seargo Pleano ,” Pemerintah pusat mempunyai peranan sangat penting dalam konteks desentralisasi menyangkut mekanisme pengaturan pembiayaan pendidikan untuk menghaluskan perbedaan antara pedesaan dan perkotaan ” 131 . Masalah yang menjadi perhatian pemerintah daerah Kota Tangerang dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan meliputi kebijakan yang berkaitan dengan pembinaan Akhlak. Dalam sebuah bukunya Wahidin menuturkan : “Pemberlakuan otonomi daerah merupakan peluang bagi daerah untuk memanfaatkan seluruh potensi yang ada secara optimal, otonomi daerah harus di definisikan sebagai otonomi bagi rakyat daerah, bukan otonomi pemda. Substansi demokrasi adalah terwujudnya cita-cita kedaulatan rakyat yang mayoritas berada di daerah-daerah, fenomena Tangerang sebagai wilayah yang memiliki latar balakang budaya, dan industri-industri besar serta tempat wisata mengundang mata dunia untuk menengok dan menggali potensi-potensi Tangerang yang tumbuh subur, . tujuan pembangunan daerah Tangerang 2004-2008 pembangunan sarana dan pra sarana publik peningkatan ketentraman dan ketertiban umum peningkatan potensi SDM dari sisi IMTAK DAN IPTEK, dalam sistim administrasi negara pemerintah merupakan agen pelaksana dari setiap kebijakan para pemimpin. Kebijakan publik menurut Wahidin adalah sikap dari pemerintah yang berorientasi pada tindakan. Artinya kebijakan publik merupakan kerja yang kongkrit dari adanya organisasi 131 Seargo Pleano, Pendidikan Pada abad XXI Pokok Persoalan dan Harapan, Komisi Internasional tentang Pendidikan untuk Abad XXI, UNESCO Publising,1996, h. 108. birokrasi pemerintah yang memang diberi kewenangan untuk melaksanakan tugas –tugas kepublikan” 132 Proses pemberdayaan daerah adalah sebuah upaya pembelajaran bagi birokrasi untuk menemukan orientasi dan fungsi baru bagi dirinya maupun bagi masyarakat, perubahan pada karakter birokrasi dan sifatnya yang berorientasi dilayani menjadi melayani dalam bahasa yang lebih lazim secara perlahan-lahan masti ditanamkan paradigma publik service.

D. Kebijakan Pendidikan pada Tingakat Sekolah