33
Pertama, Informatif yaitu memberikan keterangan-keterangan dan kemudian komunikan mengambil kesimpulannya sendiri. Kedua,
Persuasif yaitu dengan bujukan untuk membangkitkan pengertian dan kesadaran seseorang bahwa yang akan kita sampaikan akan
memberikan berupa pendapat atau sikap sehingga ada perubahan namun perubahan ini adalah kehendak sendiri. Ketiga, Koersif yaitu
dengan menggunaka sanksi-sanksi. Bentuknya terkenal dengan agitas, yakni denhan penekanan-penekanan yang menimbulkan tekanan batin
diantara sesamanya dan pada kalangan publik.
28
c. Media
Media merupakan salah satu wadah atau tempat untuk dapat menyalurkan dan sekaligus menjadi alat yang menjembatani
komunikator dan komunikan berinteraksi, tanpa adanya media sebagai alat untuk menjembatani suatu proses komunikasi jarak jauh akan sulit
menyampaikan suatu pesan kepada khalayak banyak. Pesan melalui media ini sangat praktis dan efisien bisa menjangkau semua wilayah
dan tempat akan tetapi ada kekurangannya akan sulit mendapat informasi secara langsung dan konkrit.
d. Komunikan
Komunikan adalah seorang yang menerima pesan dari komunikator. Fungsinya sebagai decoding, yaitu orang yang mengolah
pesan yang dilancarkan oleh komunikator. Jadi seorang komunikan
28
H. A. W. Widjaja, Komunikasi Dan Hubungan Masyarakat, Jakarta: Bumi Aksara,1997. Cet. Ke-3, h. 14.
34
akan mengolah setiap apa yang dilontarkan kepada komunikator tapi tidak semua yang dilontarkan oleh komunikator akan diolah oleh
komunikan bisa juga sebailknya. e.
feedback Feedback merupakan salah satu dampak atau hasil sebagai
pengaruh pesan yang disampaikan komunikator itu menimbulkan efek atau dampak tertentu pada komunikan. Apabila seseorang atau
kelompok orang yang melakukan kegiatan komunikasi ini melakukannya dengan tujuan untuk mencapai saling pengertian atau
memperoleh kesepakatan bersama.
29
Dampak yang akan ditimbulkan dapat diklasifikasikan menurut kadarnya, yaitu;
Dampak Kognitif, yaitu dampak yang ditimbulkan dari daya rangsang otak yang membawa komunikan menjadi lebih tau karna
kemampuan berfikir yang baik dari area kognitifnya. Dampak Afektif, yaitu dampak yang menimbulkan perasaan tertentu dan tergugahnya
hati seorang komunikan, misalkan perasaan iba, atau rasa kasian kepada seseorang, dampak ini yang membawa kepada daya perasaan
dan sekaligus bisa merasakan apa yang telah dirangsang dapat dicerna melalui perasaan yang ditimbulkan. Dampak Behavior, dampak yang
paling tinggi tensinya, yaitu dampak yang timbul pada komunikan
29
Teuku May Rudy, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat Internasional,Jakarta: Dermaga, 2002, h. 3-5
35
dalm bentuk prilaku, tindakan atau kegiatan.
30
5. Teori Pola Komunikasi
Dalam komunikasi ada beberapa teori yang ada. Harold D. Laswell, seorang sarjana hukum pada Yale University, telah menghasilkan
suatu pemikiran mengenai komunikasi yang dituangkannya dalam bentuk paper yang kemudian dimuat dalam buku The Communcation Ideas,
suntingan Lyman Bryson. Lasswel menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan kegiatan komunikasi ialah menjawab pertanyaan”
Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? ‟‟
a. Who? Siapa komunikatornya?
b. Says What? Pesan apa yang disampaikan?
c. In Which Channel? Media apa yang digunakan?
d. To Whom? Siapa komunikannya?
e. With What Effect? Efek apa yang diharapkan?
31
Rumus Lasswell tersebut mengandung pertautan dengan berbagai teori lainnya. Fokus perhatian perlu ditujukan kepada komponen
komunikan. untuk membahas ini dapat dipergunakan teori Melvin L. Defleur. Dalam bukunya yang berjudul Theories of Mass Communication,
ia mengemukakan empat teori yang masing-masing disebut Individual Differences Theory, Social Categories Theory, SocialRelationship Theory
dan Cultural Norms Theory.
30
Onong Uchjana Effendi, Dinamika Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004, Cet. Ke-6, h.7.
31
Onong Uchjana Effendi, Dinamika Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004, Cet. Ke-6,h. 29
36
a. Individual Differences Theory
Teori ini menyatakan khalayak yang secara selektif memperhatikan suatu pesan komunikasi, khususnya paabila bersangkutan dengan
kepentingannya, akan sesuai sikapnya, kepercayaannya, dan nilai- nilainya.
b. Social Categories Theory
Asumsi dasar dari teori Melvin L. Defleur yang kedua ini ialah bahwa kendatipun masyarakat modern bersifat heterogen, orang yang
mempunyai sejumlah sifat yang sama akan memiliki pola hidup tradisional yang sama.
c. Social Relationship Theory
Teori yang ketiga, Social Relationship Theory adalah Two Step Flow of Communication telah diketengahkan oleh Paul Lazarsfeld dan
rekan-rekannya yang terkenal itu. menurut teori tersebut, sebuah pesan komunikasi mula-mula disiarkan melalui media massa kepada
sejumlah perorangan yang terang- terangan, dan dinamakan “pemuka
pendapat”. Oleh pemuka pendapat ini pesan komunikasi diteruslakn melalui saluran antar persona dari mulut ke mulut, kepada orang-
orang yang kurang keterpekaan media. d.
Cultural Norms Theory Pada hakikatnya merupakan anggapan yang mendasar bahwa,
melalui penyajian yang selektif dan penekanan pada tema tertentu, menciptakan kesan-kesan kepada khalayak bahwa norma budaya yang
sama mengenai topik dibentuk dengan cara yang khusus. Pesan
37
komunikasi bisa memperkuat pola-pola yang sudah ada reinforce existing patterns dan mengarahkan orang-orang untuk ercaya bahwa
suatu bentuk sosial dipelihara oleh masyarakat.
32
B. Definisi Pesantren
Pesantren adalah sebuah tempat atau surau yang mengajarkan dan membimbing seseorang menjadi lebih baik dan mengerti akan agama, banyak
model pesantren dan pesantren dibagi menjadi 3 jenis pesantren salaf pesantren yang Pertama, pesantren salaf yang hanya memfokuskan metode
pendidikannya di jenjang kitab kuning saja dan membahas seluruh israh dari semua kitab yang akan dipelajari, jenis yang Kedua, adalah pesantren salaf
yang hanya memfokuskan pada metode pembelajaran Al-quran dimana santri diwajibkan menghafal dan bisa memfasihkan bacaanya. Yang Ketiga, adalah
pesantren salaf yang hanya memfokuskan metode pendidikannya dengan mempelajari serangkaian ilmu kanuragan namun dijaman modern ini
pesantren salaf jenis ini sudah jarang karna sebagian masyarakat Indonesia sudah jarang yang berfaham dengan hal-hal ghaib.
Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan IslamIndonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam dan mengamalkan
sebagai pedoman hidup keseharian. Pesantren telah hidup sejak ratusan tahun yang lalu, serta telah menjangkau hampir seluruh lapisan masyarakat muslim.
Pesantren telah diakui sebagai lembaga pendidikan yang telah ikut
32
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 30
38
mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada masa kolonialisme berlangsung, pesantren merupakan lembaga pendidikan agama yang sangat berjasa bagi
masyarakat dalam mencerahkan dunia pendidikan. Tidak sedikit pemimpin bangsa yang ikut memproklamirkan kemerdekaan bangsa ini adalah alumni
atau setidak-tidaknya pernah belajar di pesantren. Kategori pesantren bisa diteropong dari berbagai perspektif, yaitu: dari
segi rangkaian kurikulum, tingkat kemajuan dan kemodernan, keterbukaan terhadap perubahan, dari sudut sistem pendidikannya. Dari segi kurikulumnya,
Arifin menggolongkannya
menjadi pesantren
modern, pesantren
tahassustahassus ilmu alat, ilmu ushul fiqh, ilmu tafsirhadits, ilmu tasawuft hariqat, dan
qira’at al-qur‟an dan pesantren campuran.
33
C. Pengertian Kyai dan Santri
1. Pengertian Kyai
Pengertian Kyai dalam kamus Besar bahasa Indonesia adalah sebuah sebutan bagi alim ulama cerdik dan pandai dalam agama Islam,
sedangkan dalam sebuah pesantren, Kyai adalah pembimbing, pengajar, atau seorang pimpinan salah satu pesantren.
Kyai menurut Manfrediemek adalah pendiri dan pimpinan sebuah pondok pesantren, yang sebagai muslim terpelajar telah memberikan
hidupnya demi Allah serta menyebar luaskan ajaran-ajaran Islam melalui kegiatan pendidikan. Kiyai berfungsi sebagai seorang ulama, artinya dia
mengetahui pengetahuan dalam tata masyarakat Islam dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam hukum Islam, dengan demikian ia mampu
33
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, Jakarta: Erlangga,2002. h.25