BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian dari Kesuma 2005 yang meneliti tentang Pengaruh Disiplin Kerja dan Kepuasan Kerja terhadap Prestasi Kerja Pegawai di Dinas Kependudukan
Propinsi Jawa Timur. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada pengembangan beberapa variabel yang juga mempengaruhi variabel disiplin
kerja dan kepuasan kerja. Dimana budaya organisasi dapat mempengaruhi disiplin kerja. Alasan menambahkan budaya organisasi dimaksudkan agar pengaruhnya lebih
signifikan dan menjadi lebih baik bagi penelitian ini.
2.2. Teori Tentang Kompetensi 2.2.1. Pengertian dan Karakteristik Kompetensi
Setiap organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu dan apabila tercapai, barulah dapat disebut sebagai sebuah keberhasilan. Untuk mencapai
keberhasilan, diperlukan landasan yang kuat berupa kompetensi kepemimpinan, dan kompetensi pekerja yang mampu memperkuat dan memaksimumkan kompetensi.
Secara harfiah kompetensi berasal dari kata competence yang artinya kecakapan, kemampuan dan wewenang. Adapun secara etimologi kompetensi
diartikan sebagai dimensi perilaku kehlian atau keunggulan seseorang pemimpin atau karyawan yang mempunyai keterampilan, pengetahuan, dan perilaku yang baik.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Spencer dan Spencer 2003, bahwa “Kompetensi adalah suatu yang mendasari karakteristik dari suatu individu yang dihubungkan dengan hasil yang
diperoleh dalam suatu pekerjaan”. Wibowo 2007 menyatakan bahwa “Kompetensi adalah suatu kemampuan
untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh
pekerjaan tersebut”. Sedangkan McAshan dalam Sutrisno 2009 menyatakan bahwa “Kompetensi
adalah pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehinga ia dapat melakukan perilaku-perilaku
kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya”. M
Berdasarkan beberapa kutipan di atas di ketahui bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh sumber daya manusia perlu dinyatakan sedemikian rupa agar
dapat dinilai, sebagai wujud hasil pelaksanaan tugas yang mengacu pada pengalaman langsung. Penilaian terhadap pencapaian kompetensi perlu dilakukan secara objektif,
berdasarkan prestasi kerja para karyawan yang ada di dalam organisasi, dengan bukti penguasaan mereka terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap sebagai hasil
belajar. enurut Ruky 2003 :”Kompetensi merupakan kombinasi dari keterampilan
skill, pengetahuan knowledge, dan perilaku attitude yang dapat diamati dan diterapkan secara kritis untuk suksesnya sebuah organisasi dan kinerja serta
kontribusi pribadi pegawai terhadap organisasinya”.
Universitas Sumatera Utara
Ruky 2003
1. Pengetahuan knowledge, yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang karyawan mengetahui cara melakukan identifikasi belajar, dan bagaimana
melakukan pembelajaran yang baik sesuai dengan kebutuhan yang ada di perusahaan.
menjelaskan beberapa aspek yang terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut :
2. Pemahaman understanding, yaitu ke dalaman kognitif, dan afektif yang dimiliki individu, misalnya seorang karyawan dalam melaksanakan pembelajaran harus
memiliki pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi kerja secara efektif dan efisien.
3. Kemampuan skill adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya, misalnya
kemampuan karyawan dalam memilih metode kerja yang dianggap lebih efektif dan efisien.
4. Nilai value adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang, misalnya standar perilaku para
karyawan dalam melaksanakan tugas kejujuran, keterbukaan, demokratis, dan lain-lain.
5. Sikap attitude, yaitu perasaan senang – tidak senang, suka – tidak suka atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar, misalnya reaksi terhadap
krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan gaji, dan lain sebagainya. 6. Minat interest adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu
perbuatan, misalnya melakukan sesuatu aktivitas kerja.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Wibowo 2010:325-326 lima tipe karakteristik kompetensi terdiri atas : motif, sifat atau karakteristik fisik, konsep diri atau sikap, pengetahuan dan
ketrampilan. Berikut penjelasannya :
1. Motif adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau diinginkan orang yang menyebabkan tindakan. Motif mendorong, mengarahkan, dan memilih
perilaku menuju tindakan atau tujuan tertentu. 2. Sifat adalah karakteristik fisik dan respons yang konsisten terhadap situasi
atau informasi. Kecepatan reaksi dan ketajaman mata merupakan ciri fisik kompetensi seorang pilot tempur.
3. Konsep diri adalah sikap, nilai-nilai, atau citra diri seseorang. Percaya diri merupakan keyakinan orang bahwa mereka dapat efektif dalam hampir setiap
situasi adalah bagian dari konsep diri orang. 4. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki orang dalam bidang spesifik.
Pengetahuan adalah kompetensi yang kompleks. Skor pada tes pengetahuan wring gagal memprediksi prestasi kerja karena gagal mengukur pengetahuan
dan keterampilan dengan cara yang sebenarnya dipergunakan dalam pekerjaan.
5. Keterampilan adalah kemampuan mengerjakan tugas fisik atau mental tertentu. Kompetensi mental atau keterampilan kognitif termasuk berpikir
analitis dan konseptual.
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik kompetensi menurut Spencer dan Spencer 2003 terdapat 5 lima aspek, yaitu :
1. Motives adalah sesuatu di mana seseorang secara konsisten berpikir sehingga ia melakukan tindakan. Misalnya orang memiliki motivasi berprestasi secara
konsisten mengembangkan tujuan-tujuan yang memberi tantangan pada dirinya dan bertanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut serta
mengharapkan feedback untuk memperbaiki dirinya. 2. Traits adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana
seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu. Misalnya percaya diri, kontrol diri, stres atau ketabahan.
3. Self concept adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan nilai diukur melalui tes kepada responden untuk mengetahui bagaimana nilai yang
dimiliki seseorang, apa yang menarik bagi seseorang melakukan sesuatu. Misalnya seseorang yang dinilai menjadi pimpinan seyogianya memiliki perilaku
kepemimpinan sehingga perlu adanya tes tentang leadership ability. 4. Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu.
Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks. Skor atas tes pengetahuan sering gagal untuk memprediksi kinerja sumber daya manusia karena skor
tersebut tidak berhasil mengukur pengetahuan dan keahlian seperti apa seharusnya dilakukan dalam pekerjaan. Tes pengetahuan mengukur kemampuan
peserta tes untuk memilih jawaban yang paling benar, tetapi tidak bisa melihat apakah seseorang dapat melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang
dimiliki.
Universitas Sumatera Utara
5. Skills adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental. Misalnya, seorang programmer komputer membuat suatu
program yang berkaitan dengan sistem informasi manajemen sumber daya manusia.
Komponen kompetensi yang berupa motif, karakter pribadi, dan konsep diri dapat meramalkan suatu perilaku tertentu yang pada akhirnya akan muncul sebagai
prestasi kerja. Kompetensi juga selalu melibatkan intensi kesenjangan yang mendorong sejumlah motif atau karakter pribadi untuk melakukan suatu aksi menuju
terbentuknya suatu hasil, yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Niat Tindakan Hasil
Sumber : Spencer dan Spencer 2003
Gambar 2.1. Komponen-komponen Kompetensi
Spencer dan Spencer 2003 menjelaskan bahwa dalam menggunakan konsep kompetensi harus ada “kriteria pembanding” untuk membuktikan bahwa sebuah
elemen kompetensi memang benar mempengaruhi baik atau buruknya perstasi kerja. Suatu karakteristik tidak dapat dikatakan sebagai kompetensi kecuali hal tersebut
dapat meramalkan sesuatu yang berarti yang terjadi di dunia nyata. Suatu karakteristik yang tidak dapat membuat perubahan dalam prestasi kerja bukanlah
suatu kompetensi dan tidak dapat digunakan untuk mengevaluasi prestasi kerja
1. Motive Motif 2. Trait Karakter Pribadi
3. Self-Concept Konsep Diri 4. Knowledge Pengetahuan
yang dimiliki BehaviorSkill
Perilaku Performance
Prestasi Kerja
Universitas Sumatera Utara
seseorang. Kriteria pembanding yang sering digunakan dalam studin kompetensi khususnya yang mengikuti kelompok Hay – Mac Ber adalah :
1. Unjuk kerja atau prestasi kerja superior, yaitu tingkat kerja yang secara statistik menempati posisi satu standar deviasi di atas prestasi kerja rata-rata.
2. Unjuk kerja atau prestasi kerja efektif, yaitu tingkat kerja minimal yang dapat diterima dan di bawah level tersebut dianggap sebagai prestasi kerja yang tidak
dapat diterima.
2.2.2. Jenis-jenis Kompetensi
Spencer dan Spencer 2003 menjelaskan bahwa kompetensi dalam kaitannya dengan prestasi kerja dapat digolongkan dalam 2 dua jenis, yaitu :
1. Kompetensi Ambang Threshold Competencies, yaitu kriteria minimal dan esensial yang dibutuhkandituntut dari sebuah jabatan dan harus bisa dipenuhi
oleh setiap pemegang jabatan tersebut untuk dapat bekerja menjalankan pekerjaan tersebut secara efektif.
2. Kompetensi Pembeda Differentiating Competencies, yaitu kriteria yang dapat membedakan antara orang yang selalu mencapai prestasi kerja superior dan orang
yang prestasi kerjanya rata-rata saja. Dalam menggunakan konsep kompetensi, kedua kelompok kriteria ini harus
diidentifikasi, disepakati, dan diterapkan secara jelas dan tegas.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Hutapea dan Nuriana Thoha 2008 terdapat 2 dua jenis kompetensi yaitu:
1. Kompetensi Teknis 2. Kompetensi non-teknis atau generic
Berikut ini penjelasan kedua kompetensi tersebut: 1. Kompetensi Teknis
Menurut Mangkunegara 2006 kompetensi teknis merupakan keterampilan yang luas tentang produksi dan teknologi korporasi yang mendukung organisasi
untuk beradaptasi dengan cepat terhadap peluang-peluang yang timbul.
Menurut Hutapea dan Nuriana Thoha 2008, perusahaan mengidentifikasi kompetensi-kompetensi apa yang relevan pada industri tertentu. Indikator dari
kompetensi teknis adalah: a. Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan persyaratan tingkat pendidikan yang dibutuhkan dalam memegang jabatan dan biasanya berkaitan dengan tingkat intelektual, serta
tingkat pengetahuan yang diperlukan. Pendidikan yang menjadi persyaratan minimal didalam sebuah organisasiperusahaan.
b. Pengalaman kerja Pengalaman kerja adalah lama seseorang dalam menangani suatu peran atau
jabatan tertentu dan melaksakannya dengan hasil yang baik.
Universitas Sumatera Utara
c. Kemampuan menganalisis Kemampuan untuk memehami situasi dengan memecahkannya menjadi bagian-
bagian yang lebih kecil, atau mengamati implikasi suatu keadaan tahap demi tahap berdasarkan pengalaman masa lalu.
2. Kompetensi non-teknis atau generic Kompetensi non teknis mengacu pada kemampuan untuk mengendalikan diri
dan memacu diri dalam bekerja Nefina, 2005. Kompetensi non teknis meliputi karakteristik individual seperti motivasi, tingkah laku dan kepribadian seseorang.
Kompetensi ini tidak banyak melibatkan pegawai yang berhubungan dengan program-program maupun berkaitan dengan masalah teknis.
2.2.3. Manfaat Penggunaan Konsep Kompetensi
Saat ini konsep kompetensi sudah mulai diterapkan dalam berbagai aspek dari manajemen sumber daya manusia walaupun yang paling banyak adalah pada bidang
pelatihan dan pengembangan, rekrutmen dan seleksi, serta sistem remunerasi. Ruky 2003 mengemukakan, konsep kompetensi menjadi semakin populer dan sudah
banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar dengan berbagai alasan, yaitu : 1. Memperjelas standar kerja dan harapan yang ingin dicapai.
Dalam hal ini, model kompetensi akan mampu menjawab dua pertanyaan mendasar :
a Keterampilan, pengetahuan, dan karakteristik apa saja yang dibutuhkan dalam pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
b Perilaku apa saja yang berpengaruh langsung dengan prestasi kerja dan kesuksesan dalam pekerjaan.
Kedua hal tersebut akan banyak membantu dalam mengurangi pengambilan keputusan secara subjektif dalam bidang sumber daya manusia. Dengan
memperjelas yang diharapkan dalam suatu pekerjaan, model kompetensi akan membantu memenuhi kebutuhan individual, antara lain dengan mengarahkan
perilaku pada standar yang diharapkan dan meningkatkan keterampilannya melalui pelatihan dan cara lain.
2. Alat seleksi karyawan. Penggunaan kompetensi standar sebagai alat seleksi dapat membantu organisasi
untuk memilih calon karyawan yang terbaik. Dengan kejelasan terhadap perilaku efektif yang diharapkan dari karyawan, kita dapat mengarahkan pada sasaran
yang selektif serta mengurangi biaya rekrutmen yang tidak perlu. Caranya dengan mengembangkan suatu perilaku yang dibutuhkan untuk setiap fungsi jabatan serta
memfokuskan wawancara seleksi pada perilaku yang dicari. 3. Memaksimalkan produktivitas.
Tuntutan untuk menjadikan suatu organisasi “ramping” mengharuskan kita untuk mencari karyawan yang bisa dikembangkan secara terarah untuk menutupi
kesenjangan dalam keterampilannya sehingga mampu untuk dimobilisasikan secara vertikal maupun horizontal.
4. Dasar untuk pengembangan sistem remunerasi. Model kompetensi dapat digunakan untuk mengembangkan sistem remunerasi
imbalan yang akan dianggap lebih adil. Kebijakan remunerasi akan lebih terarah
Universitas Sumatera Utara
dan transparan dengan mengaitkan sebanyak mungkin keputusan dengan suatu set perilaku yang diharapkan yang ditampilkan dari seorang karyawan.
5. Memudahkan adaptasi terhadap perubahan. Dalam era perubahan yang sangat cepat, sifat dari suatu pekerjaan sangat cepat
berubah dan kebutuhan akan kemampuan baru terus meningkat. Model kompetensi memberikan sarana untuk menetapkan keterampilan apa saja yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan yang selalu berubah ini. 6. Menyelaraskan perilaku kerja dengan nilai-nilai organisasi.
Model kompetensi merupakan cara yang paling mudah untuk mengkomunikasi- kan nilai-nilai dan hal-hal apa saja yang harus menjadi fokus dalam prestasi kerja
karyawan.
2.3. Teori Tentang Disiplin Kerja 2.3.1. Pengertian dan Pentingnya Disiplin Kerja
Semua organisasi atau perusahaan pasti mempunyai standar perilaku yang harus dilakukan dalam hubungannya dengan pekerjaan, baik secara tertulis maupun
tidak, dan menginginkan para karyawan untuk mematuhinya sebagai upaya untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan, tetapi dalam kenyataannya sering terjadi
karyawan sebagai manusia mempunyai kelemahan, yaitu tidak disiplin. Oleh karena itu, peningkatan disiplin menjadi bagian yang penting dalam manajemen sumber daya
manusia, sebagai faktor penting dalam peningkatan prestasi kerja bagi para karyawan. Singodimedjo 2002 menyatakan bahwa “Disiplin adalah sikap kesediaan dan
kerelaan seseorang untuk mematuhi dan mentaati norma-norma peraturan yang
Universitas Sumatera Utara
berlaku disekitarnya. Disiplin karyawan yang baik akan mempercepat pencapaian tujuan perusahaan, sedangkan disiplin yang merosot akan menjadi penghalang dan
memperlambat pencapaian tujuan perusahaan”. Menurut Hasibuan 2003 bahwa “Disiplin adalah kesadaran dan kesediaan
seorang karyawan mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku”.
Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Dengan demikian seseorang
akan mematuhimengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan. Sedangkan kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang
sesuai dengan peraturan perusahaan, baik yang tertulis maupun tidak. Seseorang akan bersedia mematuhi semua peraturan serta melaksanakan
tugas-tugasnya, baik secara sukarela maupun karena terpaksa. Kedisiplinan diartikan jika karyawan selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua
pekerjaannya dengan baik, mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.
Disiplin kerja dapat dilihat sebagai sesuatu yang besar manfaatnya, baik bagi kepentingan organisasi maupun bagi para karyawan. Bagi organisasi adanya disiplin
kerja akan menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, sehingga diperoleh hasil yang optimal. Sedangkan bagi karyawan akan diperoleh
suasana kerja yang menyenangkan sehingga akan menambah semangat kerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan demikian, karyawan dapat melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
tugasnya dengan penuh kesadaran serta dapat mengembangkan tenaga dan pikirannya semaksimal mungkin demi terwujudnya tujuan organisasi Sutrisno, 2009.
Ketidakdisiplinan dan kedisiplinan dapat menjadi panutan orang lain. Jika lingkungan kerja semua disiplin, maka seseorang karyawan akan ikut disiplin, tetapi
jika lingkungan kerja organisasi tidak disiplin, maka seseorang karyawan juga akan ikut tidak disiplin. Untuk itu sangat sulit bagi lingkungan kerja yang tidak disiplin
tetapi ingin menerapkan kedisiplinan karyawan, karena lingkungan kerja akan menjadi panutan bagi para karyawan.
Menurut Siagian 2008, bentuk disiplin yang baik akan tercermin pada suasana seperti berikut ini :
1. Tingginya rasa kepedulian karyawan terhadap pencapaian tujuan perusahaan. 2. Tingginya semangat dan gairah kerja dan inisiatif para karyawan dalam
melakukan pekerjaan. 3. Besarnya rasa tanggung jawab para karyawan untuk melaksanakan tugas dengan
sebaik-baiknya. 4. Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solidaritas yang tinggi di kalangan
karyawan. 5. Meningkatnya efisiensi dan prestasi kerja para karyawan.
Menurut Davis 2000 ada beberapa indikator kedisiplinan antara lain adalah : 1. Kehadiran, yaitu kegiatan yang menandakan datang atau tidaknya pegawai untuk
melakukan aktivitas kerja. 2. Tata cara kerja, yaitu aturan atau ketentuan yang harus dipatuhi oleh pemberi
kerja dan oleh pekerja dalam melaksanakan pekerjaan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
3. Ketaatan pada atasan, yaitu patuh atau mengikuti apa yang diberikan pimpinan dalam organisasi guna mengerjakan pekerjaan dengan baik.
4. Kesadaran bekerja, yaitu sikap seseorang secara sukarela mentaati peraturan- peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawab, jadi pegawai akan
mengerjakan tugasnya dengan baik. 5. Tanggung jawab, yaitu kesediaan pegawai dalam mempertanggung jawabkan
kebijaksanaan pekerjaan dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang dipergunakanya serta prilaku kerjanya.
2.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja Karyawan
Menurut Singodimedjo 2000, faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja karyawan adalah sebagai berikut :
1. Besar kecilnya pemberian kompensasi Besar kecilnya kompensasi yang diberikan kepada karyawan dapat
mempengaruhi tegaknya disiplin. Para karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila para karyawan merasa mendapat jaminan balas jasa yang
setimpal dengan jerih payahnya yang telah dikontribusikan bagi perusahaan. Apabila para karyawan menerima kompensasi yang memadai, hal ini akan
membuat para karyawan dapat bekerja tenang dan tekun, serta selalu berusaha bekerja dengan sebaik-baiknya.
2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan
perusahaan, semua karyawan akan selalu memperhatikan bagaimana pimpinan dapat menegakkan disiplin pada dirinya sendiri dan bagaimana ia dapat
Universitas Sumatera Utara
mengendalikan dirinya dari ucapan, perbuatan dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin yang sudah ditetapkan. Misalnya apabila aturan jam masuk kerja
telah ditetapkan pada pukul 08.00, maka pimpinan harus memberikan teladan atau contoh bahwa pada hari-hari kerja, pimpinan harus masuk kerja pada pukul
tersebut. Oleh sebab itu, apabila seorang pimpinan menginginkan tegaknya disiplin dalam perusahaan , maka ia harus lebih dahulu mempraktikkannya supaya
dapat diikuti dengan baik oleh para karyawannya. 3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan
Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam perusahaan, apabila tidak ada aturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama. Disiplin
tidak mungkin ditegakkan bila peraturan yang dibuat hanya berdasarkan instruksi lisan yang dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi.
Para karyawan akan mau melakukan disiplin bila ada aturan yang jelas dan diinformasikan kepada seluruh karyawan. Bila aturan disiplin hanya menurut
selera pimpinan saja, atau berlaku untuk orang tertentu saja, jangan diharap bahra para karyawan akan mematuhi aturan tersebut.
4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan Bila ada seorang karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu adanya
keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang telah dilakukan karyawan. Dengan adanya tindakan terhadap
pelanggar disiplin, sesuai dengan sanksi yang ada, maka semua karyawan akan merasa terlindungi dan dalam hatinya berjanji tidak akan berbuat hal yang serupa
di masa yang akan datang.
Universitas Sumatera Utara
5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawasan
yang akan mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Namun sudah menjadi
tabiat manusia pula bahwa mereka selalu ingin bebas, tanpa terikat atau diikat oleh peraturan yang telah ditetapkan. Dengan adanya pengawasan yang dilakukan
oleh pimpinan atasan langsung para karyawan yang bersangkutan, maka sedikit banyak para karyawan akan terbiasa melaksanakan disiplin kerja. Mungkin untuk
sebagian karyawan yang sudah menyadari arti disiplin, pengawasan seperti ini tidak perlu, tetapi bagi karyawan yang lain, tegaknya disiplin masih perlu agak
dipaksakan, agar mereka tidak berbuat semaunya dalam perusahaan. 6. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan
Seorang karyawan tidak hanya puas dengan menerima kompensasi yang tinggi, pekerjaan yang menantang, tetapi juga mereka masih membutuhkan perhatian
yang besar dari pimpinannya. Keluhan dan kesulitan mereka ingin didengar, dan dicarikan jalan keluarnya, dan sebagainya. Pimpinan yang berhasil memberi
perhatian yang besar kepada para karyawan akan dapat menciptakan disiplin kerja yang baik. Karena ia bukan hanya dekat dalam arti jarak fisik, tetapi juga
mempunyai jarak yang dekat dalam artian batin. Pimpinan demikian akan selalu dihormati dan dihargai para karyawan, sehingga akan berpengaruh besar kepada
prestasi, semangat kerja dan moral kerja karyawan.
Universitas Sumatera Utara
7. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin Kebiasaan-kebiasaan yang positif yang dapat diterapkan untuk mendukung
disiplin kerja karyawan, antara lain adalah : a. Saling menghormati, bila bertemu di lingkungan pekerjaan.
b. Melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga para karyawan akan turut merasa bangga dengan pujian tersebut..
c. Sering mengikutsertakan karyawan dalam pertemuan-pertemuan, apalagi pertemuan yang berkaitan dengan nasib dan pekerjaan mereka.
d. Memberitahukan bila ingin meninggalkan tempat kerja karena sesuatu hal kepada rekan kerja, dengan menginformasikan kemana dan untuk urusan apa,
walaupun kepada bawahan sekalipun.
2.3.3. Pendekatan Untuk Meningkatkan Disiplin
Menurut Hariandja 2009, ada beberapa pendekatan untuk meningkatkan disiplin karyawan, yaitu :
1. Disiplin Preventif Disiplin preventif merupakan tindakan yang dilakukan untuk mendorong
karyawan mentaati standar dan peraturan sehingga tidak terjadi pelanggaran, atau bersifat mencegah tanpa ada yang memaksakan yang pada akhirnya akan
menciptakan disiplin diri. Hal ini tentu saja mudah dipahami sebagai tanggung jawab yang melekat pada pimpinan. Untuk mencapai tujuan ini, beberapa metode
yang perlu dilakukan adalah :
Universitas Sumatera Utara
a. Karyawan mengetahui serta memahami standar. Memahami standar sudah barang tentu menjadi dasar dalam peningkatan
disiplin. Bagaimana mungkin seorang karyawan bisa mematuhi standar tanpa mengetahui standar perilaku yang diinginkan organisasi, dan kalau mereka
tidak mengetahui dapat diprediksi perilaku mereka tidak akan menentu. b. Standar harus jelas.
Standar bisa tidak jelas atau mempunyai dwimakna, misalnya karyawan diminta untuk berpakaian lengkap. Pengertian lengkap dalam hal ini apakah
harus memakai sepatu, celana panjang, dan baju, ataukah memakai sepatu, baju lengan panjang, dasi, dan serta jas.
c. Melibatkan karyawan dalam menyusun standar. Para karyawan lebih mungkin akan mendukung standar yang disusun oleh
organisasi dengan mengikutsertakan karyawan dalam menentukan standar atau peraturan, karena para karyawan akan mempunyai komitmen yang lebih
baik pada apa yang telah dibuat bersama. d. Standar atau aturan dinyatakan secara positif, bukan negatif.
Standar yang positif misalnya “mengutamakan keselamatan”, bukan dengan pernyataan negatif seperti “jangan ceroboh”.
e. Dilakukan secara komprehensif, yaitu melibatkan semua elemen yang ada yang terkait dalam organisasi terpadu.
Meningkatkan disiplin menyangkut pembenahan aspek-aspek lain yang terkait seperti sistem reward dan hukuman yang tepat, penyediaan fasilitas yang
mendukung dalam pemenuhan standar yang sudah ditentukan, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
f. Menyatakan bahwa standar dan aturan yang dibuat tidak semata-mata untuk kepentingan orang yang membuat peratutan tetapi untuk kebaikan bersama.
2. Disiplin Korektif Disiplin korektif, yaitu tindakan yang dilakukan untuk mencegah supaya tidak
terulang kembali sehingga tidak terjadi pelanggaran pada hari-hari selanjutnya, yang tujuannya adalah :
a. Memperbaiki perilaku yang melanggar aturan. b. Mencegah orang lain melakukan tindakan serupa, dan
c. Mempertahankan standar kelompok secara konsisten dan efektif. Untuk dapat mencapai tujuan ini, tindakan sering disebut tindakan disipliner
harus berorientasi pada hal yang bersifat mendidik, artinya mengakibatkan terjadinya perubahan perilaku, dengan cara bahwa tindakan indisipliner harus
menunjukkan konsekuensi yang tidak baik bagi diri sendiri, yang biasanya tidak diinginkan seseorang, dan segera dilakukan untuk menunjukkan adanya kaitan
langsung antara pelanggaran dengan akibatnya, memberikan konsekuensi yang sesuai, dan berlaku bagi semua orang.
3. Disiplin Progresif Disiplin progresif, yaitu pengulangan kesalahan yang sama akan mengakibatkan
hukuman yang lebih berat. Tindakan indisipliner bisa dilakukan melalui proses : a. Teguran lisan, kalau masih terulang.
b. Teguran tertulis yang menjadi catatan negatif bagi karyawan, kalau masih terulang.
c. Skorsing satu minggu, kalau masih terulang.
Universitas Sumatera Utara
d. Skorsing satu bulan, kalau masih terulang. e. Memecat karyawan tersebut.
Tindakan-tindakan yang dilakukan di atas hanya sebagai kerangka umum yang didasarkan pada pendekatan rasionalilmiah. Dalam praktek, tindakan untuk
meningkatkan disiplin yang dilakukan oleh beberapa organisasi sangat bervariasi dan melibatkan seni dalam manajemen.
2.3.4. Pelaksanaan Sanksi Pelanggaran Disiplin Kerja
Menurut Mangkunegara 2007, pelaksanaan sanksi terhadap pelanggar disiplin dengan memberikan peringatan, harus segera, konsisten, dan impersonal.
1. Pemberian Peringatan Karyawan yang melanggar disiplin kerja perlu diberikan surat peringatan
pertama, kedua, dan ketiga. Tujuan pemberian peringatan adalah agar karyawan yang bersangkutan menyadari pelanggaran yang telah dilakukannya. Di samping
itu pula surat peringatan tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memberikan penilaian kondite karyawan.
2. Pemberian Sanksi Harus Segera Karyawan yang melanggar disiplin harus segera diberin sanksi yang sesuai
dengan peraturan organisasi yang berlaku. Tujuannya, agar karyawan yang bersangkutan memahami sanksi pelanggaran yang berlaku di perusahaan.
Kelalaian pemberian sanksi akan memperlemah disiplin yang ada. Di samping itu, memberi peluang pelanggar untuk mengabaikan disiplin perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
3. Pemberian Sanksi Harus Konsisten Pemberian sanksi kepada karyawan yang tidak disiplin harus konsisten. Hal ini
bertujuan agar karyawan sadar dan menghargai peraturan-peraturan yang berlaku pada perusahaan. Ketidakonsistenan pemberian sanksi dapat mengakibatkan
karyawan merasakan adanya diskriminasi karyawan, ringannya sanksi, dan pengabaian disiplin.
4. Pemberian Sanksi Harus Impersonal Pemberian sanksi pelanggaran disiplin harus tidak membeda-bedakan karyawan,
tua muda, pria wanita tetap diberlakukan sama sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuannya agar karyawan menyadari bahwa disiplin kerja berlaku untuk
semua karyawan dengan sanksi pelanggaran yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di perusahaan.
2.4. Teori Tentang Prestasi Kerja 2.4.1. Pengertian dan Penilaian Prestasi Kerja
Dalam perkembangan yang kompetitif dan mengglobal, organisasi membutuhkan karyawan yang memiliki prestasi kerja yang maksimal.
Menurut Mangkunegara 2007 bahwa ”Prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang telah diberikan kepadanya”.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya Rivai 2009 menyatakan bahwa ”Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan
moral atau etika”. Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya
prestasi kerja merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk
pekerjaaan itu. Penilaian prestasi kerja performance appraisal dalam rangka pengembangan
sumberdaya manusia adalah sangat penting artinya. Hal ini mengingat bahwa dalam kehidupan organisasi setiap individu dalam organisasi ingin mendapatkan
penghargaan dan perlakuan yang adil dari pimpinan organisasi. Megginson dalam Mangkunegara 2007, menyatakan bahwa “Performance
appraisal is the process an employer uses to determine whether an employee is performing the job as intended”. Penilaian prestasi kerja adalah suatu proses yang
digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan yang dimaksudkan.
Menurut Notoatmodjo 2003, dalam kehidupan suatu organisasi ada beberapa asumsi tentang perilaku manusia sebagai sumber daya manusia, yang mendasari
pentingnya penilaian kinerja. Asumsi-asumsi tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Setiap orang ingin memiliki peluang untuk mengembangkan kemampuan
kerjanya sampai tingkat yang maksimal.
Universitas Sumatera Utara
2. Setiap orang ingin mendapatkan penghargaan apabila ia dinilai melaksanakan tugas dengan baik.
3. Setiap orang ingin mengetahui secara pasti tangga karir yang dinaikinya apabila dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
4. Setiap orang ingin mendapat perlakuan yang objektif dan penilaian dasar prestasi kerjanya.
5. Setiap orang bersedia menerima tanggung jawab yang lebih besar. 6. Setiap orang pada umumnya tidak hanya melakukan kegiatan yang sifatnya rutin
tanpa informasi. Indikator kinerja pegawai menurut Rivai dalam Nurjannah 2008:65 yaitu :
a. Kualitas Kerja. Kualitas kerja karyawan jauh lebih baik dari karyawan lain. b. Efisiensi. Efisiensi karyawan melebihi rata-rata karyawan lain.
c. Kemampuan Karyawan. Kemampuan karyawan melaksanakan pekerjaannya utamanya adalah baik.
d. Ketepatan Waktu. Karyawan dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat waktu.
e. Pengetahuan Karyawan. Pengetahuan karyawan berkaitan dengan pekerjaan utamanya adalah baik.
f. Kreativitas. Tingkat kreativitas karyawan dalam melaksanakan pekerjaan utamanya adalah baik.
g. Melaksanakan tugas sesuai prosedur. Karyawan dapat melaksanakan tugas sesuai prosedur dan kebijakan perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Dharma 2009, penilaian prestasi kerja karyawan dapat dilakukan dari 4 empat sumber, yaitu :
1. Penilaian Atas Diri Sendiri Penilaian atas diri sendiri adalah proses di mana para individu mengevaluasi
prestasi kerja mereka sendiri, menggunakan pendekatan yang terstruktur, sebagai dasar bagi pembicaraan dengan para pimpinan mereka dalam pertemuan-
pertemuan evaluasi. Struktur dari penilaian diri sendiri ini biasanya diberikan sebuah formulir penilaian diri sendiri yang diisi oleh individu sebelum pertemuan
evaluasi. Keuntungan yang biasanya diperoleh dari penilaian sendiri adalah :
a. Mengurangi sikap defensif dengan memberdayakan individu untuk mengevaluasi prestasi kerja mereka sendiri ketimbang menyodorkan begitu
saja hasil penilaian pimpinan terhadap bawahannya; b. Membantu terjadinya diskusi yang lebih positif dan konstruktif selama
berlangsungnya pertemuan evaluasi, sehingga lebih difokuskan kepada pemecahan masalah bersama ketimbang mempermasalahkan orang lain;
c. Mendorong orang untuk lebih memikirkan kebutuhan mereka akan perkembangan diri dan bagaimana meningkatkan prestasi kerjanya sendiri;
d. Memberikan suatu penilaian yang lebih seimbang karena didasarkan pada pandangan baik pimpinan maupun individu dan bukan melulu hanya
pandangan pimpinan sendiri saja.
Universitas Sumatera Utara
2. Penilaian Oleh Bawahan Penilaian oleh bawahan menyediakan kemungkinan bagi bawahan untuk menilai
atau berkomentar tentang aspek tertentu dari prestasi kerja pimpinannya. Tujuannya adalah untuk membuat pimpinan lebih menyadari tentang persoalan
yang berkenaan dengan kinerja mereka dari sudut pandang bawahan mereka. 3. Penilaian Oleh Rekan Sejawat
Penilaian oleh rekan sejawat peer assessment adalah evaluasi yang dibuat sesama anggota tim atau kolega yang berada pada jaringan kerja yang sama.
Praktik yang biasa terjadi adalah meminta individu untuk memberikan penilaian kepada kolega atau jaringan kerja yang lainnya. Ini lebih cenderung bersifat
keperilakuan. Kelebihan dari penilaian oleh rekan sejawat ini adalah bahwa mereka
memperkenalkan suatu perspektif yang berbeda daripada yang dimiliki oleh para manajer lini, dan memungkinkan untuk mendapatkan beberapa penilaian yang
independen karena mereka berasal dari kolega, mungkin akan lebih dihargai daripada yang diberikan oleh seorang atasan.
4. Penilaian Oleh Multi Assesment Keuntungan dari mendapatkan sudut pandang yang berbeda dalam evaluasi
prestasi kerja, terutama dari para pimpinan, telah menimbulkan perhatian yang lebih besar kepada penilaian dengan berbagai sumber penilai yang dapat
menambahkan nilai kepada evaluasi pimpinanbawahan yang tradisionil. Ini dapat mencakup penggunaan ke atas dan oleh rekan sejawat di samping penilaian oleh
para pimpinan. Secara teoritis, banyak yang dapat dikatakan tentang pendekatan
Universitas Sumatera Utara
ini tetapi dalam praktiknya sistem ini akan berada dalam kesulitan untuk menjadi terlalu berlebihan selain rentan kepada semua kekurangan yang dianggap orang
merupakan kelemahan-kelemahan baik dari proses-proses penilaian ke atas ataupun penilaian oleh rekan sejawat. Konsekuensinya hanya sedikit bukti
ketertarikan kepada penilaian dengan multirater ini.
2.4.2. Tujuan dan Manfaat Penilaian Prestasi Kerja
Menurut Sedarmayanti 2007, tujuan dari penilaian prestasi kerja adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui keterampilan dan kemampuan karyawan. 2. Sebagai dasar perencanaan bidang kekaryawanan khususnya penyempurnaan
kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja. 3. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan karyawan seoptimal mungkin,
sehingga dapat diarahkan jenjangrencana karirnya, kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan.
4. Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan bawahan.
5. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang kekaryawanan, khususnya prestasi kerja karyawan dalam bekerja.
6. Secara pribadi, karyawan mengetahui kekuatan dan kelemahannya sehingga dapat memacu perkembangannya. Bagi atasan yang menilai akan lebih memperhatikan
dan mengenal bawahankaryawannya, sehingga dapat lebih memotivasi karyawan.
Universitas Sumatera Utara
7. Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian dan pengembangan di bidang kekaryawanan.
Menurut Notoatmodjo 2003, manfaat penilaian prestasi kerja dalam suatu organisasi antara lain sebagai berikut :
1. Peningkatan prestasi kerja Dengan adanya penilaian prestasi kerja, baik pimpinan maupun karyawan
memperoleh umpan balik, dan mereka dapat memperbaiki pekerjaannya. 2. Kesempatan kerja yang adil
Dengan adanya penilaian kerja yang akurat akan menjamin setiap karyawan akan memperoleh kesempatan menempati posisi pekerjaan sesuai dengan
kemampuannya. 3. Kebutuhan-kebutuhan pelatihan pengembangan
Melalui penilaian prestasi kerja akan dideteksi karyawan yang kemampuannya rendah, dan kemudian memungkinkan adanya program pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan karyawan tersebut 4. Penyesuaian kompensasi
Penilaian prestasi kerja dapat membantu para pimpinan untuk mengambil keputusan dalam menentukan perbaikan pemberian kompensasi, gaji, bonus, dan
sebagainya. 5. Keputusan-keputusan promosi dan demosi
Hasil penilaian prestasi kerja terhadap karyawan dapat digunakan untuk mengambil keputusan mempromosikan karyawan yang berprestasi baik, dan
demosi untuk karyawan yang berprestasi jelek.
Universitas Sumatera Utara
6. Kesalahan-kesalahan desain pekerjaan Hasil penilaian prestasi kerja dapat digunakan untuk menilai desain kerja. Artinya
hasil penilaian prestasi kerja dapat membantu mendiagnosis kesalahan-kesalahan desain kerja.
7. Penyimpangan-penyimpangan proses rekruitmen dan seleksi Penilaian kinerja dapat digunakan untuk menilai proses rekruitmen dan seleksi
karyawan yang telah lalu. Prestasi kerja yang sangat rendah bagi karyawan baru adalah mencerminkan adanya penyimpangan-penyimpangan proses rekruitmen
dan seleksi.
2.4.3. Metode-metode Penilaian Prestasi Kerja
Beberapa metode yang dapat dipertimbangkan organisasi untuk melakukan penilaian prestasi kerja bagi karyawannya adalah sebagai berikut Rachmawati,
2008: 1. Rating Scale
Penilaian kinerja metode ini didasarkan pada suatu skala dari sangat baik, baik, cukup, kurang baik, dan jelek. Bentuk ini sangat umum dipakai oleh organisasi
dan dilakukan secara subyektif oleh penilai. Evaluasi ini membandingkan hasil pekerjaan karyawan dengan faktor kriteria yang dianggap penting bagi
pelaksanaan kerja tersebut. 2. Checklist
Checklist adalah penilaian yang didasarkan pada suatu standar prestasi kerja yang sudah dideskripsikan terlebih dahulu, kemudian penilai memeriksa apakah
karyawan sudah mengerjakannya. Standar-standar prestasi kerja, misalnya
Universitas Sumatera Utara
karyawan hadir dan pulang tepat waktu, karyawan bersedia bilamana diminta untuk lembur, karyawan patuh pada atasan, dan lain-lain. Penilai di sini adalah
atasan langsung atau penyelia. Hampir sama dengan metode rating scale, setiap standar penilaian dapat diberikan bobot sesuai dengan tingkat kepentingan standar
tersebut. Penilaian umumnya dilakukan secara subyektif. 3. Critical Incident Technique
Critical incident technique adalah penilaian yang didasarkan pada perilaku khusus yang dilakukan di tempat kerja, baik perilaku yang baik maupun perilaku yang
tidak baik. Penilaian dilakukan melalui observasi langsung ke tempat kerja, kemudian mencatat perilaku-perilaku kritis yang tidak baik atau baik, dan
mencatat tanggal dan waktu terjadinya perilaku tersebut. 4. Skala Penilaian Berjangkarkan Perilaku
Skala penilaian berjangkarkan perilaku behaviorally anchored rating scale adalah penilaian yang dilakukan dengan membuat spesifikasi prestasi kerja dalam
elemen-elemen tertentu, misalnya dosen di perguruan tinggi elemen-elemen prestasi kerjanya adalah memberikan pengajaran, melakukan penelitian,
memberikan bimbingan pada mahasiswa, dan membuat soal. Selanjutnya, masing-masing elemen diidentifikasi berdasarkan perilaku tertentu, baik perilaku
yang sangat diharapkan atau perilaku baik maupun perilaku yang tidak diharapkan atau perilaku tidak baik.
5. Pengamatan dan Tes Unjuk Kerja Pengamatan dan tes unjuk kerja adalah penilaian yang dilakukan melalui tes di
lapangan. Misalnya, seorang pilot setiap enam bulan sekali menjalani tes yang
Universitas Sumatera Utara
meliputi pengujian pengetahuan mengenai prosedur pelaksanaan pekerjaan dalam menerbangkan pesawat, yang dilakukan secara langsung dengan menerbangkan
pesawat atau dalam simulator, dan tes kesehatan. 6. Metode Perbandingan Kelompok
Metode ini dilakukan dengan membandingkan seorang karyawan dengan rekan sekerjanya, yang dilakukan oleh atasan dengan beberapa teknik seperti
pemeringkatan ranking method, pengelompokan pada klasifikasi yang sudah ditentukan force distribution, pemberian poin atau angka point allocation
method, dan metode perbandingan dengan karyawan lain paired comparison. 7. Penilaian Diri Sendiri
Penilaian diri sendiri adalah penilaian karyawan untuk dirinya sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja
yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang. Pelaksanaannya, organisasi atau atasan penilai mengemukakan harapan-harapan yang diinginkan dari
karyawan, tujuan organisasi, dan hambatan yang dihadapi organisasi. Kemudian berdasarkan informasi tersebut, karyawan dapat mengidentifikasi aspek-aspek
perilaku yang perlu diperbaiki. Salah satu kebaikan dari metode ini adalah dapat mencegah terjadinya perilaku membenarkan diri defensive behavior. Metode ini
disebut pendekatan masa depan sebab karyawan akan memperbaiki diri dalam rangka melakukan tugas-tugas untuk masa yang akan datang dengan lebih baik.
8. Management By Objective MBO Management by objective adalah metode penilaian prestasi kerja pada masa yang
akan datang. Di sini kinerja seseorang dinilai melalui tujuan-tujuan yang
Universitas Sumatera Utara
ditetapkannya serta pencapaian tujuan tersebut. MBO memperlihatkan potensi seseorang dalam pelaksanaan tugas yang lebih besar tanggung jawabnya pada
masa yang akan datang melalui pencapaian tujuan tersebut. Kelebihan dari metode ini adalah standar prestasi kerja jelas, ukuran prestasi kerja
jelas, dapat dipahami oleh atasan dan bawahan, dapat memotivasi karyawan, dan dapat menunjukkan bimbingan dan dukungan yang akan diberikan dalam
peningkatan prestasi kerja serta pengembangan karyawan. Kelemahan utama dari metode ini adalah sering kali tujuan-tujuan yang ditentukan oleh para karyawan
bisa terlalu sederhana. 9. Penilaian Secara Psikologis
Penilaian secara psikologis adalah proses penilaian yang dilakukan oleh para ahli psikologi untuk mengetahui potensi seseorang yang berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan seperti kemampuan intelektual, motivasi dan lain-lain yang bersifat psikologis. Penilaian ini biasanya dilakukan melalui serangkaian tes psikologi
seperti tes kecerdasan, tes kecerdasan emosional, dan tes kepribadian, yang dilakukan melalui wawancara atau tes-tes tertulis.
10. Assesment Centre Assesment centre atau pusat penilaian adalah penilaian yang dilakukan melalui
serangkaian teknik penilaian dan dilakukan oleh sejumlah penilai untuk mengetahui potensi seseorang dalam melakukan tanggung jawab yang lebih
besar. Proses pelaksanaannya dilakukan dengan wawancara mendalam, tes psikologi, pemeriksaan latar belakang, penilaian rekan kerja, diskusi terbuka, dan
menyimulasikan pekerjaan dalam bentuk pengambilan keputusan dari suatu
Universitas Sumatera Utara
masalah untuk mengetahui kekuatan-kekuatan, kelemahan-kelemahan, dan potensi seseorang.
2.5. Kerangka BerpikirLandasan Teori
Keberhasilan sebuah organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkannya tidak terlepas dari dukungan sumber daya manusia yang dimilikinya.
Oleh karena itu, setiap karyawan yang terlibat di dalam suatu organisasi harus mampu menunjukkan prestasi kerja yang terbaik.
Rivai 2006 menyatakan bahwa ”Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan
moral atau etika”.Menurut Byars dan Rue 2000 bahwa ”Prestasi kerja adalah hasil upaya seseorang yang ditentukan oleh kemampuan karakteristik individu terhadap
perannya dalam pekerjaan yang dilakukannya”. Dari pengertian di atas maka prestasi kerja adalah sebagai hasil kerja yang
telah dicapai seseorang dari tingkah laku kerjanya dalam melaksanakan aktivitas kerja. Informasi tentang tinggi rendahnya prestasi kerja karyawan tidak dapat
diperoleh begitu saja, tetapi diperoleh melalui proses yang panjang, yaitu proses penilaian prestasi kerja karyawan yang disebut dengan istilah performance appraisal.
Rivai 2009 menyatakan bahwa ”Kompetensi adalah kemampuan seseorang yang dapat terobservasi yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas sesuai dengan perform yang ditetapkan”.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sutrisno 2009, ”Kompetensi adalah suatu kemampuan yang dilandasi oleh keterampilan dan pengetahuan yang didukung oleh sikap kerja serta
penerapannya dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan di tempat kerja yang mengacu pada persyaratan kerja yang ditetapkan”.
Kedisiplinan merupakan fungsi operatif manajemen sumber daya manusia yang terpenting. Semakin baik disiplin karyawan pada sebuah perusahaan, semakin
tinggi prestasi kerja yang dapat dicapai. Sebaliknya, tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi sebuah perusahaan mencapai hasil yang optimal Rivai, 2006.
Rivai 2009 menyatakan bahwa ”Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia
untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-
norma sosial yang berlaku”. Menurut Sutrisno 2009 bahwa disiplin kerja adalah “perilaku seseorang yang sesuai dengan peraturan, prosedur kerja yang ada atau
disiplin adalah sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari organisasi baik tertulis maupun yang tidak tertulis”.
Seorang karyawan yang dikatakan memiliki disiplin kerja yang tinggi jika yang bersangkutan konsekuen, konsisten, taat asas, bertanggung jawab atas tugas
yang diamanahkan kepadanya. Menurut Setiyawan dan Waridin 2006 disiplin sebagai keadaan ideal dalam
mendukung pelaksanaan tugas sesuai aturan dalam rangka mendukung optimalisasi kerja. Salah satu syarat agar disiplin dapat ditumbuhkan dalam lingkungan kerja
ialah, adanya pembagian kerja yang tuntas sampai kepada karyawan atau petugas
Universitas Sumatera Utara
yang paling bawah, sehingga setiap orang tahu dengan sadar apa tugasnya, bagaimana melakukannya, kapan pekerjaan dimulai dan selesai, seperti apa hasil kerja yang
disyaratkan, dan kepada siapa mempertanggung jawabkan hasil pekerjaan itu Setiyawan dan Waridin, 2006. Untuk itu disiplin harus ditumbuh kembangkan agar
tumbuh pula ketertiban dan evisiensi. Tanpa adanya disiplin yang baik, jangan harap akan dapat diwujudkan adanya sosok pemimpin atau karyawan ideal sebagaimana
yang diharapkan oleh masyarakat dan perusahaan. Menurut Setiyawan dan Waridin 2006, dan Aritonang 2005 disiplin kerja karyawan bagian dari faktor prestasi
kerja. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa disiplin kerja memiliki pengaruh positif terhadap prestasi kerja karyawan.
Dari uraian di atas, maka dapat digambarkan kerangka berpikir hipotesis pertama dan hipotesis kedua sebagai berikut.
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Hipotesis Pertama
Menurut Singodimedjo 2000, salah satu faktor yang mempengaruhi disiplin
kerja karyawan diantaranya adalah : besar kecilnya pemberian kompensasi, ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan, ada tidaknya aturan pasti yang
Kompetensi
Disiplin Kerja Prestasi Kerja
Universitas Sumatera Utara
dapat dijadikan pegangan, keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan, ada
tidaknya pengawasan pimpinan, ada tidaknya perhatian kepada para karyawan,
diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin. Menurut Singodimedjo 2000 “Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh
perusahaan perlu ada pengawasan yang akan mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan yang telah ditetapkan.
Namun sudah menjadi tabiat manusia pula bahwa mereka selalu ingin bebas, tanpa terikat atau diikat oleh peraturan yang telah ditetapkan. Dengan adanya pengawasan
yang dilakukan oleh pimpinan atasan langsung para karyawan yang bersangkutan, maka sedikit banyak para karyawan akan terbiasa melaksankan disiplin kerja.
Mungkin untuk sebagian karyawan yang sudah menyadari arti disiplin, pengawasan seperti ini tidak perlu, tetapi bagi karyawan yang lain, tegaknya disiplin masih perlu
agak dipaksakan, agar mereka tidak berbuat semaunya dalam perusahaan”. Menurut Singodimedjo 2000 “Seorang karyawan tidak hanya puas dengan menerima
kompensasi yang tinggi, pekerjaan yang menantang, tetapi juga mereka masih membutuhkan perhatian yang besar dari pimpinannya. Keluhan dan kesulitan mereka
ingin didengar, dan dicarikan jalan keluarnya, dan sebagainya. Pimpinan yang berhasil memberi perhatian yang besar kepada para karyawan akan dapat
menciptakan disiplin kerja yang baik. Karena ia bukan hanya dekat dalam arti jarak fisik, tetapi juga mempunyai jarak yang dekat dalam artian batin. Pimpinan demikian
akan selalu dihormati dan dihargai para karyawan, sehingga akan berpengaruh besar kepada prestasi, semangat kerja dan moral kerja karyawan”.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Kerangka Berpikir Hipotesis Kedua