Variasi Bahasa dari Faktor Pemakai

menyebut pergantian peralihan pemakaian dua bahasa atau lebih, beberapa variasi suatu bahasa, atau bahkan beberapa gaya dari satu ragam. Sebagai contoh alih kode misalnya, terdapat dua orang yang sedang bercakap-cakap dengan mengunakan bahasa Jawa, tidak lama kemudian datang seorang teman yang berasal dari Kalimantan dan tidak mengerti bahasa Jawa, agar pihak ketiga dapat mengerti apa yang dibicarakan maka pihak pertama dan kedua mengganti bahasa yang digunakan menjadi bahasa Indonesia sehingga pihak ketiga dapat ikut berpartisipasi dalam percakapan. Tidak lama kemudian pihak ketiga pergi, sehingga pihak pertama dan kedua kembali menggunakan bahasa Jawa. Dari contoh di atas sudah sangat jelas peristiwa alih kode yang dilakukan oleh pihak pertama dan kedua dari bahasa Jawa menjadi bahasa Indonesia sehingga merupakan peristiwa yang sudah biasa dalam berbahasa. Suwito 1983:69 menjelaskam bahwa alih kode merupakan salah satu aspek yang saling ketergantungaan language dependensi dalam masyarakat multilingual. Heymes via Suwito, 1983:69 membagi alih kode berdasarkan sifatnya menjadi dua yaitu: 1. Alih kode bersifat internal internal code switching. Alih kode yang bersifat intern apabila terjadi pada antara bahasa-bahasa daerah dalam satu bahasa nasional, atau antara dialek-dialek dalam satu bahasa daerah, atau atara beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam satu dialek. 2. Alih kode yang bersifat eksternal external code switching. Alih kode yang bersifat ekstern apabila terjadi pada antara bahasa asli dengan bahasa asing. Chaer dan Agustina 2010:108 menjelaskan dalam berbagai kepustakaan linguistik secara umum penyebab alih kode itu antara lain adalah pembicara atau penutur, pendengar atau lawan tutur, perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya dan perubahan topik pembicaraan. Penutur menggunakan alih kode untuk maksud tertentu seperti mendapatkan “keuntungan” atau “manfaat” Chaer dan Agustina, 2010:108. Misalnya, seorang pembeli di pasar Malioboro yang berasal dari daerah Semarang melakukan tawar–menawar barang dengan menggunakan bahasa Jawa dengan maksud mendapatkan keuntungan agar mendapatkan harga lebih murah karena adanya rasa kesamaan dan lebih terasa keakraban dari pada menggunakan bahasa Indonesia. Lawan tutur menggunakan alih kode dengan tujuan untuk mengimbangi bahasa penutur. Kalau si lawan tutur itu berlatar belakang bahasa yang sama dengan penutur maka alih kode yang terjadi hanya berupa alih varian, alih ragam, gaya, atau register Chaer dan Agustina, 2010:108. Kehadiran orang ketiga atau orang lain yang tidak berlatar belakang bahasa yang sama dengan bahasa yang digunakan oleh penutur dan lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Status orang ketiga dalam alih kode juga menentukan bahasa atau varian yang digunakan. Perubahan situasi juga menentukan proses terjadinya alih kode. Perubahan situasi dari formal ke informal misalnya, saat proses kuliah berlangsung bahasa yang digunakan yaitu bahasa resmi yaitu bahasa Indonesia. Akan tetapi, setelah jam selesai kemudian dosen keluar ruangan perkuliahan maka bahasa yang digunakan para mahasiswa akan berubah dengan sendirinya menggunakan bahasa santaiinformal. Penyebab terjadinya alih kode yang terakir dalah karena perubahan topik. Misalnya, percakapan antara dua orang yang membahas urusan keuangan kantor karena bersifat formal maka bahasa yang digunakan bahasa Indonesia, setelah semuanya selesai kemudian penutur dan lawan tutur merubah topik pembicaraanya ke masalah yang bersifat pribadi sehingga bahasa yang digunakan beralih ke bahasa santai. Faktor penyebab terjadinya alih kode menurut Suwito 1983:72 yaitu sebagai berikut. 1. Penuturnya Seorang penutur beralih kode dalam bahasa tertentu dengan suatu tujuan atau maksud tertentu. 2. Lawan tutur Lawan tutur beralih kode pada saat mengetahui bahwa penutur mempunyai latar belakang bahasa yang sama lawan tutur atau sebaliknya. 3. Hadirnya penutur ketiga Hadirnya pihak ketiga sangat berperan besar dalam peralihan kode karena pihak ketiga tidak dapat berbahasa seperti halnya pihak pertama dan kedua.