Rencana Kerja Kementerian Perhubungan Tahun 2016
60
Upaya mewujudkan optimalisasi reformasi birokrasi diarahkan pada upaya mewujudkan organisasi yang : i tepat fungsi dan tepat ukuran, ii sistem,
proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai prinsip-prinsip good governance, iii regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang
tindih dan kondusif, iv SDM aparatur yang berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera, v meningkatnya
penyelenggaraan pemerintahan yang bebas KKN, vi meningkatnya kapasitas dan kapabilitas kinerja birokrasi, vii pelayanan prima sesuai kebutuhan dan
harapan masyarakat, serta viii birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi.
C. Aspek Kapasitas Transportasi
1. Kurangnya tingkat kesesuaian, kecukupan dan keandalan sarana dan prasarana transportasi
Kurangnya tingkat kesesuaian, kecukupan dan keandalan sarana dan prasarana transportasi dalam hal ini sangat terkait dengan upaya pemenuhan
kebutuhan sarana dan prasarana transportasi. Keterbatasan dalam penyediaan
sarana transportasi
menyebabkan masyarakat
beralih menggunakan kendaraan pribadi, sedangkan keterbatasan dalam penyediaan
prasarana transportasi menyebabkan wilayah akan sulit diakses, sehingga menyebabkan sistem distribusi barang dan penumpang menjadi terhambat.
Kurangnya tingkat kesesuaian, kecukupan dan keandalan sarana dan prasarana transportasi banyak direpresentasikan tidak hanya pada aspek
kuantitas, melainkan juga terkait dengan kualitas kemudahan, keamanan, serta kenyamanan dalam menggunakan sarana dan prasarana transportasi.
2. Belum memadainya ketersediaan fasilitas penunjang dalam optimalisasi pemanfaatan sarana dan prasarana transportasi
Belum memadainya ketersediaan fasilitas penunjang dalam optimalisasi pemanfaatan sarana dan prasarana transportasi, seperti pengembangan
transfer point transfer moda, lokasi park and ride, maupun terminal dan stasiun feeder akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan kinerja
transportasi. Fasilitas penunjang akan membantu pengguna dalam memberikan kenyamanan dan kemudahan pemanfaatan sarana dan
prasarana transportasi. Selain itu, fasilitas penunjang seperti jalan akses pada simpul transportasi masih ada beberapa yang belum terbangun, sehingga
memerlukan koordinasi dengan pemerintah daerah maupun Kementerian PU.
3. Belum optimalnya pemanfaatan teknologi dalam penyelenggaraan bidang perhubungan
Teknologi bidang transportasi pada prinsipnya memberikan dampak signifikan terhadap penataan dan pengaturan sistem transportasi di
Indonesia. Beberapa konsep pengembangan teknologi melalui Intelligent Transport System ITS akan memberikan kemudahan dalam manajemen
transportasi. Namun kendala yang dihadapi saat ini bahwa permasalahan
Rencana Kerja Kementerian Perhubungan Tahun 2016
61
transportasi di Indonesia tidak serta merta karena masalah teknologi, melainkan lebih pada masalah sosial dan ekonomi.
4. Masih rendahnya minat swasta dalam penyediaan infrastruktur transportasi Masih rendahnya minat swasta dalam penyediaan infrastruktur transportasi
dipengaruhi oleh faktor komitmen pemerintah dalam memberikan road map, penataan transportasi, serta kepastian investasi yang akan dilakukan oleh
swasta dan pertimbangan ekonomi. Pola pengembangan Kerjasama Pemerintah Swasta KPS terkait dengan prosedur dan komitmen
pembangunan maupun sharing sampai saat ini masih memerlukan perbaikan terkait dengan usaha mewujudkan kemudahan prosedur KPS dan kemudahan
dalam berinvestasi di Indonesia.
Di dalam kerangka perencanaan pembangunan nasional yang tertuang di RPJMN Tahun 2015-2019 Kerjasama Pemerintah Swasta KPS atau Public
Private Partnership PPP menjadi salah satu alternatif dalam pembiayaan infrastruktur yang melibatkan peran badan usaha. Permasalahan dalam
penyediaan infrastruktur melalui skema KPS atau PPP adalah 1 Masih kurangnya informasi mengenai proyek baik dari sisi detail teknis maupun
informasi keuangan serta analisis terhadap berbagai macam risiko dan jaminan pemerintah untuk pengelolaan resiko tersebut; 2 Masih sulitnya
penerapan peraturan terkait dengan KPS oleh para Penanggung Jawab Proyek Kerja sama PJPK; 3 Masalah pengadaan lahan yang terkadang belum
terlihat di awal pengusulan proyek; 4 Kapasitas aparatur dan kelembagaan dalam melaksanakan KPS masih belum sesuai kebutuhan; 5 Belum
optimalnya dokumen perencanaan proyek KPS bidang infrastruktur mengakibatkan pilihan strategi pelaksanaan proyek yang kurang memihak
pada KPS sehingga proyek infrastruktur yang menarik bagi pihak swasta dilaksanakan
melalui pembiayaan
APBNAPBD, sedangkan
proyek infrastruktur yang tidak menarik justru ditawarkan kepada pihak swasta.
5. Masih minimnya peralihan transportasi barang yang selama ini didominasi moda jalan
Pemilihan moda jalan banyak dipilih oleh perusahaan jasa pengiriman ekspedisi dikarenakan beberapa kelebihannya, salah satunya adalah tidak
terikat oleh waktu dimana pengiriman dapat dilakukan kapan saja apabila kuota pengiriman telah tercapai. Namun tingginya beban jalan pada akhirnya
akan menimbulkan kerusakan jalan, kemacetan, serta dampak lain seperti meningkatnya polusi udara, inefisiensi penggunaan BBM dan meningkatnya
resiko terjadinya kecelakaan lalu lintas. Masih minimnya peralihan moda transportasi barang yang didominasi moda jalan menjadikan peran
transportasi lainnya kurang optimal. Khususnya transportasi laut dan udara. Transportasi laut dan udara lebih banyak mendominasi pengangkutan
komoditasbarang pada wilayah lain di luar Pulau Jawa atau wilayah terpencil. Namun optimalisasi pola pengangkutan dalam mewujudkan
konektivitas nasional belum terwujud dengan baik, sehingga optimalisasi
Rencana Kerja Kementerian Perhubungan Tahun 2016
62
pengembangan angkutan non darat sangat dibutuhkan ke depan khususnya dalam sistem distribusi barang dan komoditas.
6. Belum optimalnya dukungan hasil penelitian untuk menunjang kebutuhan sektor transportasi
Peningkatan kinerja penelitianpengkajian transportasi membutuhkan peran aktif dari setiap sub-sektor khususnya untuk merumuskan kebutuhan
penelitianpengkajian sehingga hasil penelitiankajian memiliki nilai pemanfaatan yang tinggi. Namun dalam pelaksanaannya hasil penelitian yang
dilakukan belum optimal untuk menunjang kebutuhan sektor transportasi, yang disebabkan banyak kegiatan penelitiankajian masih bersifat sektoral
dan belum memberikan nuansa lintas sektor. Hal ini menyebabkan penanganan permasalahan transportasi yang pada prinsipnya membutuhkan
keterlibatan lintas sektor untuk mewujudkan peran transportasi yang maju, handal, dan produktif menjadi kurang optimal.
7. Angkutan BarangLogistik masih didominasi moda jalan Angkutan barang logistik di Indonesia masih didominasi oleh angkutan jalan.
Kondisi tersebut mengakibatkan sering terjadi kecelakaan lalu lintas dan meningkatnya kerusakan jalan. Selain itu, terlalu banyaknya angkutan barang
melalui transportasi jalan tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi tetapi juga tidak ramah lingkungan akibat kemacetan dan yang dapat meningkatkan
emisi gas buang. Hingga saat ini, sekitar 80 pergerakan transportasi di Pulau Jawa masih didominasi oleh transportasi jalan. Para pelaku usaha lebih
memilih penggunaan truk daripada kereta api karena alasan handling, jadwal, aksesibilitas, dan sebagainya. Pengurangan beban jalan dapat dialihkan dan
diseimbangkan dengan moda transportasi lainnya seperti kereta api dan transportasi laut yang memiliki kapasitas daya angkut lebih besar dan waktu
perjalanan yang relatif cepat, bebas pungutan liar dan keamanan serta keselamatan barang lebih terjaga.
Selain permasalahan yang muncul dalam mencapai target pembangunan pada tahun 2015-2019, terdapat beberapa permasalahan baru diantaranya dengan
adanya perubahan organisasi dan tata kerja Kementerian Perhubungan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 189 Tahun
2015. Dengan adanya perubahan nomenklatur maka akan terdapat penyesuaian dalam target pencapaian output dari masing masing sektor sesuai dengan
perubahan yang terjadi.
2.4. TANTANGAN