71
Tabel. 8 Distribusi Frekuensi Nilai Siklus II Pertemuan II Siswa Kelas IV
SD Negeri 1 Wonoboyo Klaten Rentang Nilai
Kriteria Frekuensi
Persentase
80–100 Baik Sekali
9 29,04
66–79 Baik
18 58,06
56–65 Cukup
2 6,45
40–55 Kurang
2 6,45
30–39 Gagal
Jumlah 31 100
Berdasarkan tabel di atas dapat dianalisis sebagai berikut: 1
Pada siklus II pertemuan II terdapat 4 siswa yang belum mencapai kriteria keberhasilan, yaitu 2 siswa masuk dalam kategori kurang 40-55 dan 2 siswa
dalam kategori cukup 56-65. 2
Pada siklus II pertemuan II yang telah mencapai kriteria keberhasilan yaitu baru 27 siswa, dengan rincian 9 siswa masuk dalam kriteria baik sekali 80–
100 dan 18 siswa masuk dalam kriteria baik 66–79. Dengan kata lain, pada siklus II pertemuan II yang telah mencapai kriteria keberhasilan mengalami
peningkatan lagi menjadi 87,1 dari 31 siswa kelas IV. Prestasi belajar siswa tersebut dapat dikatakan meningkat pada tiap pertemuan pada tiap siklusnya.
72
c. Observasi
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan selama proses pembelajaran IPA dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siklus II
yaitu: 1
Observasi Terhadap Kinerja Guru Suasana kelas pada siklus II sangat mendukung untuk pelaksanaan
pembelajaran. Pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru cukup baik sehingga terjadi interaksi antara guru dengan siswa terutama pada saat tanya jawab. Guru
menyampaikan materi secara mendetail dan mengulang materi pertemuan sebelumnya yang belum dikuasai oleh siswa. Guru menyampaikan materi dengan
memberi sedikit bercanda agar suasana kelas tidak tegang. Siswa bergabung dengan kelompoknya dan mengatur tempat duduknya
dalam model Cluster dengan tujuh kelompok, siswa tetap berada dalam pengawasan dan bimbingan guru.
2 Observasi Terhadap Siswa
Siswa sudah mulai aktif mengikuti pelajaran. Sebagian besar siswa sudah terlihat antusias ketika memulai pelajaran IPA, pembagian kelompok dan
langsung menanggapi tanya jawab yang dilakukan guru mengenai materi sebelumnya dan siswa tidak takut ketika bertanya tentang materi yang belum
dimengerti. Pada siklus II siswa mulai menunjukan sikap kompetitif dan kooperatif belajar dalam kelompoknya. Siswa sudah terlihat sangat antusias ketika
guru mulai membagikan lembar kerja siswa, lembar jawaban dan lembar kegiatan kepada tiap kelompok dalam kelas.
73 Guru juga selalu mengawasi dan membimbing tiap kelompok melakukan
percobaan dan diskusinya. Guru memberikan teguran kepada siswa yang hanya bermain dan tidak ikut terlibat diskusi, sehingga akhirnya siswa tersebut juga
menyadari pentingnya belajar kelompok kemudian berusaha mencari jawaban materi yang harus dipelajari pada pertemuan kali itu. Semua kelompok sudah
melakukan pembagian kerja pada masing-masing anggota kelompoknya, sehingga terjalin kerjasama dalam kelompok dan saling tukar-menukar pengetahuan hingga
semua anggota kelompok dapat mengetahui dan menguasai materi IPA tersebut. Pemeriksaan terhadap hasil kegiatan kelompok dilakukan dengan
mempresentasikan hasil kegiatan kelompok di depan kelas oleh wakil dari setiap kelompok, sehingga terjadi interaksi antara perwakilan kelompok yang maju
dengan anggota kelompok lain untuk saling melengkapi jawaban dari masing- masing kelompok agar jawaban dapat lengkap dan sempurna. Kegiatan tersebut
dilakukan secara bergantian oleh masing-masing kelompok hingga semua siswa dapat memahami materi IPA dan mengambil kesimpulan dengan benar. Pada
akhir diskusi, guru melakukan pemeriksaan hasil kegiatan kelompok dengan memberikan kunci jawaban pada masing-masing kelompok untuk memeriksa
sendiri hasil pekerjaannya dan memperbaikinya jika terdapat kesalahan. Berdasarkan pengamatan mengenai indikator kerjasama dan aktivitas siswa dapat
disimpulkan bahwa kerjasama dan aktivitas siswa yang terjadi selam proses pembelajaran IPA berlangsung sudah mencapai kategori “cukup” dan “baik” yang
mengalami peningkatan jumlah siswa yang memperoleh kategori tesebut di setiap pertemunya pada siklus II ini.
74 Prestasi belajar siswa juga mengalami peningkatan yang tinggi terlihat dari
hasil evaluasi yang dilakukan pada tiap akhir pelajaran pada setiap pertemuan yang selalu menunjukkan kenaikan rata-rata dan ketuntasan pada tiap siklusnya.
Pada saat mengerjakan evaluasi semua siswa bersemangat, hal ini ditunjukkan dengan mengerjakannya secara individu, tidak ada yang bertanya dan pada saat
membahas evaluasi, siswa terlihat begitu antusias. Beberapa siswa menawarkan diri ketika membahas evaluasi dan siswa lain menanggapi dengan baik. Pada
siklus II jelas terlihat keaktifan lebih meningkat jika dibandingkan dengan siklus I.
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh pengamat dapat disimpulkan bahwa berdasarkan indikator aktivitas dan kerjasama siswa pada siklus II
pertemuan I sebanyak 10 siswa 32 menduduki kategori “cukup” dan 21 siswa menduduki kategori “baik”. Sedangkan pada siklus II pertemuan II diketahui
sebanyak 2 siswa 6 dalam kategori “cukup’, 27 siswa 88 dalam kategori “baik” dan 2 siswa 6 dalam kategori ‘baik sekali”. Secara umum, dalam
pelaksanaan siklus II siswa sudah aktif dalam menerima pelajaran, dan aktif baik dalam kelompok belajar maupun ketika secara individu ketika dilaksanakan
pembelajaran kooperatif tipe STAD.
d. Refleksi
Hasil penelitian secara keseluruhan pada pembelajaran siklus II menunjukkan adanya peningkatan terhadap prestasi belajar siswa yang dilihat
melalui hasil tes siswa yang dilaksanakan tiap akhir pertemuan. Peningkatan keaktifan siswa juga sangat terlihat dalam kegiatan pembelajaran. Hal tersebut
75 menunjukkan adanya respon positif dari siswa dalam mengikuti pembelajaran IPA
dengan menerapkan pembelajaran tipe kooperatif STAD. Berikut adalah tabel peningkatan prestasi belajar pada siklus I pertemuan I
dan II yang didistribusikan ke dalam rentangan nilai sebagai berikut:
Tabel. 9 Distribusi Frekuensi Peningkatan Prestasi Belajar Siklus I
Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Wonoboyo Klaten
Rentang Nilai
Kriteria Frekuensi Persentase
Pra Tindaka
n Siklus I
Pra Tindakan
Siklus I
P.I P.II P.I P.II
80–100 Baik
Sekali 0 2
4 0 6,45
12,90
66–79 Baik
4 3
4 12,90
9,68 12.90
56–65 Cukup
3 5
9 9,68
16,13 29,04 40–55
Kurang 9
16 14
29,03 51,61 45,16
30–39 Gagal
15 5
48,39 16,13
Jumlah
31 31 31
100 100
100
Berdasarkan tabel di atas dapat dianalisis sebagai berikut: 1
Pada pra tindakan terdapat 27 siswa yang belum mencapai kriteria keberhasilan, yaitu 3 siswa masuk dalam kriteria cukup 56–65 dan 9 siswa
masuk dalam kriteria kurang 46–55 dan 15 siswa masuk dalam kriteria gagal 40–55. Pada pra tindakan yang telah mencapai kriteria keberhasilan yaitu
76 baru 4 siswa yaitu dalam kriteria baik 66–79. Dengan kata lain pada pra
tindakan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar baru sebesar 12,90. 2
Pada siklus I terjadi peningkatan prestasi belajar dari prestasi belajar pada pra tindakan dan dari siklus I. Pada siklus I pertemuan I ada 26 siswa yang belum
mencapai kriteria keberhasilan, yaitu 5 siswa masuk dalam kriteria cukup 56– 65, 16 siswa masuk dalam kriteria kurang 46–55 dan 5 siswa masuk dalam
kriteria gagal 30–33. Pada siklus I tindakan I yang mencapai kriteria keberhasilan meningkat menjadi 5 siswa, yaitu dengan rincian 2 siswa masuk
dalam kriteria baik sekali 80–100 dan 3 siswa masuk dalam kriteria baik 66– 79. Dengan kata lain pada siklus I pertemuan I siswa yang mencapai
ketuntasan belajar sebesar 16,13. Meningkat lagi pada siklus I pertemuan II ada ada 23 siswa yang belum mencapai kriteria keberhasilan, yaitu 9 siswa
masuk dalam kriteria cukup 56–65 dan 14 siswa masuk dalam kriteria kurang 46–55. Pada siklus I pertemuan II yang mencapai kriteria keberhasilan
meningkat menjadi 8 siswa, yaitu dengan rincian 4 masuk dalam kriteria baik sekali 80–100 dan 4 siswa masuk dalam kriteria baik 66–79. Dengan kata
lain pada siklus I tindakan II siswa yang mencapai ketuntasan belajar sebesa 25,8 .
Kriteria Ketuntasan Minimal KKM secara klasikal pada siklus I telah mengalami peningkatan. Persentase kriteria ketuntasan minimal KKM siswa
secara klasikal diperoleh dengan menggunakan rumus: