b. Campuran Asam. Kombinasi asam lebih disukai untuk matriks organik
tertentu dan umumnya lebih menguntukan untuk penguraian senyawa organik. Untuk senyawa organik biasanya digunakan yaitu campuran aqua
regia 1:3 asam nitrat-asam klorida. Asam nitrat berfungsi untuk agen
pengoksidasi sementara asam klorida berfungsi sebagai agen pengkompleks. Sebagai tambahan brom atau hidrogen peroksida bisa meningkatkan
kelarutan dari mineral. Campuran 1:4 asam sulfat dan asam nitrat biasanya digunakan untuk sampel organik. Asam nitrit akan mengurai zat organik
tetapi tidak mencapai suhu yang cukup untuk mengurai yang tersisa. Namun karena asam nitrat mendidih dan menguap maka tertinggal asam sulfat. Asap
SO
3
menguap dan memenuhi labu sehingga membuat suasana yang sangat panas dan memungkinkan asam sulfat panas ini untuk menguraikan bahan-
bahan organik yang tersisa. Metode ini harus dilakukan didalam lemari asam. Lebih banyak asam nitrat yang ditambahkan maka akan
memperpanjang proses dekstruksi dan menghilangkan bahan organik yang
sulit dihancurkan Twyman, 2005.
F. Spektroskopi Serapan Atom.
Instrumen spektroskopi serapan atom berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang
tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorbsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu
atom dalam keadaaan dasar dinaikkan tingakt energinya ke tingkat eksitasi.
Keberhasilan analisis ini tergantung dari proses eksitasi dan cara memperoleh resonansi yang tepat Khopkar, 1990.
Atomisasi dapat dilakukan dengan nyala maupun dengan tungku. Untuk mengubah unsur metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energi panas.
Temperatur harus benar-benar terkendali dengan sangat hati-hati agar proses atomisasinya sempurna. Ionisasi harus dapat dihindartkan dan ini dapat terjadi
bila temperatur terlalu tinggi Khopkar, 1990. Seperangkat sumber yang dapat memberikan garis emisi yang tajam dari
suatu unsur spesifik tertentu sebagai hollow cathode lamp. Lampu ini memiliki dua elektroda, satu diantaranya berbentuk silinder dan terbuat dari unsur zat yang
sama dengan unsur yang dianalisis. Dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar, dan atom-atom logam katodanya akan teruapkan
dengan pemercikan. Atom yang tereksitasi kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu Khopkar, 1990.
Interaksi materi dengan berbagai energi seperti energi panas, energi radiasi, energi kimia dan energi listik selalu memberikan sifat-sifat yang
karakteristik untuk untuk setiap unsur atau persenyawaan dan besarrnya perubahan yang terjadi biasanya sebanding dengan jumlah unsur atau
persenyawaan yang terdapat didalamnya. Di dalam kimia analisis yang mendasarkan pada proses interaksi itu antara lain cara analisis spektrofotometri
serapan atom yang bisa berupa cara emisi dan cara absorpsi serapan Gandjar dan Rohman, 2007.
Gambar 1. Instrumen spektroskopi serapan atomBeaty dan Kerber, 1996
ada 6 komponen dasar dalam instrument serapan atom yaitu:
1. Source Sumber Cahaya
Atom-atom menyerap cahaya dengan panjang gelombang yang spesifik, maka perlu digunakan spektra sinar yang sempit. Spektra yang sempit ini
memberikan intensitas yang tinggi dan membuat serapan atom menjadi teknik analisis yang spesifik. Sumber cahaya yang digunakan dalam spektroskopi
serapan atom adalah hollow catoda lamp HCL dan electrodeless discharge lamp EDL Beaty dan Kerber, 1996.
Hollow catoda lamp memiliki sinar yang terang dan stabil untuk sumber
cahaya untuk kebanyakan elemen. Akan tetapi untuk elemen yang menguap, dimana memiliki intensitas yang kecil dan umur lampu yang pendek menjadi
permasalahan yang utama. Untuk kebanyakan elemen hollow catoda lamp sangat memuaskan sebagai sumber cahaya akan tetapi memiliki kekurangan terutama
sampel dengan intensitas kecil. Electrodeless discharge lamp merupakan sumber cahaya yang lebih terang dan lebih stabil. Electrodeless discharge lamp sangat
cocok untuk varietas elemen yang lebih luas termasuk yang bersifat menguap Beaty dan Kerber, 1996.
2. Absorption Cell
Dalam Absorption cell merupakan tempat atom dari sampel hasilkan dimana terdiri dari burner system, nyala dan pengontrol gas.
a. Burner system. Burner system terdiri dari burner heads dan nebulizers.
Burner heads terbuat dari titanium padat dimana memiliki karakteristik
tahan terhadap karat dan tahan terhadap pemanasan tinggi. Burner heads dengan panjang 10 cm didesain untuk nyala hasil campuran udara-asetilen.
Karena panjang burner ini menyediakan sensitivitas yang baik untuk elemen air-asetilen.
b. Nebulizer. Nebulizer berfungsi mengisap sampel cairan dengan jumlah yang
terkontrol diubah menjadi aerosol untuk dimasukkan ke dalam api dan mencampur aerosol sampel, pembakar dan oksidator menuju ke dalam nyala
3. Slit
Berfungsi untuk mengatur jumlah cahaya yang berasal dari nyala dan diteruskan ke monokromator
4. Monokromator
Monokromator untuk mengisolasi cahaya dengan panjang gelombang tertentu dari nyala sehingga cahaya dengan panjang gelombang yang lain tidak
diteruskan ke detektor.
5. Detector
Berguna untuk mengukur intensitas dari cahaya dan menguatkan signal.
6. Display
Untuk menunjukkan hasil pembacaan dari hasil proses instrument Beaty dan Kerber, 1996.
G. Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu proses untuk memastikan bahwa prosedur analisis yang digunakan cocok. Metode analisis dapat dikelompokkan
menjadi 4 kategori yaitu : 1.
Kategori 1, merupakan metode analisis yang digunakan untuk mengukur komponen utama dalam jumlah besar termasuk bahan pengawet atau bahan
aktif obat dari suatu sediaan. 2.
Kategori 2, merupakan metode analisis untuk penentuan impurities bahan obat dan degradasi produk obat, termasuk penentuan kuantitatif dan uji batas.
3. Kategori 3, merupakan metode analisis yang digunakan untuk menentukan
karakteristik sediaan farmasi misalnya disolusi. 4.
Kategori 4, merupakan metode analisis untuk identifikasi secara kualitatif Synder, Kirkland dan Dolan, 2010.
Setiap kategori metode analisis memiliki persyaratan validasi yang berbeda-beda seperti tercantum pada tabel I berikut.
Table I. Kategori metode analisis Synder, Kirkland dan Dolan, 2010
Parameter Validasi
Kategori 1
Kategori 2 Kategori
3 Kategori
4 Kuantitatif Uji Batas
Akurasi Ya
Ya Tidak
Presisi Ya
Ya Tidak
Ya Tidak
Spesifisitas Ya
Ya Ya
Ya LOD
Tidak Tidak
Ya Tidak
LOQ Tidak
Ya Tidak
Tidak Linearitas
Ya Ya
Tidak Tidak
Rentang Ya
Ya Tidak
Tidak Mungkin dibutuhkan tergantung dari tipe uji
Parameter-parameter validasi yang sering digunakan antara lain:
1. Linearitas
Linearitas dari prosedur analisis adalah kemampuan dengan kisaran yang ditentukan untuk menghasilkan data yang proposional dengan konsentrasi
dalam sampel Chan, Lee, Herman, dan Xue, 2004.
2. Spesifisitas
Spesifisitas adalah kemampuan untuk menilai suatu analit dengan tegas dalam suatu sampel dengan berbagai macam campuran. Uji spesifisitas dari suatu
metode dengan cara membandingkan sampel yang mengandung pengotor, produk yang terdegradasi atau dengan penyusun placebo dengan sampel yang tidak ada
pengotor, produk yang terdegradasi atau dengan penyusun placebo Chan, Lee, Herman, dan Xue, 2004.
3. Akurasi
Menurut ICH International Conference on Harmonization, akurasi dari prosedur analisis adalah kedekatan antara hasil secara referensi atau hasil yang
didapatkan secara terhitung dengan hasil yang didapatkan. Akurasi dilaporkan
sebagai persen perolehan kembali percent recovery Chan, Lee, Herman, dan Xue, 2004.
Persentase perolehan kembali yang diperboleh ditunjukkan pada tabel II dibawah ini:
Tabel II. Perolehan kembali menurut Horwitz dan AOAC Gonzalez dan Herrador, 2007
4. Presisi
Presisi dari prosedur analisis menunjukkan kedekatan antara seri pengukuran yang didapatkan dari beberapa sampel dengan perlakuan yang sama.
Presisi dilaporkan sebagai RSD atau CV dan presisi diamati dalam 3 tingkatan yaitu:
a.
Repeatability Precision. Repetability adalah pengukuran presisi daalam kondisi operational yang sama dalam jangka waktu yang singkat.
b.
Intermediate Precision. Intermediate precision didefinisikan sebagai
variasi yang muncul pada laboratorium yang sama. Parameter yang diuji adalah pada kondisi penelitian dengan variasi dari peralatan, variasi dari
tempat dan waktu serta variasi dari yang melakukan proses tersebut yang
dilakukan hari demi hari.
c.
Reproducibility. Reproducibility mengukur presisi antara laboratorium
yang berbeda ketika digunakan kolaborasi dua atau lebih ilmu Chan, Lee,
Herman, dan Xue, 2004.
Tabel III. Batas RSD menurut Horwitz dan AOAC Gonzalez dan Herrador 2007
5. Limit of Detection LOD
Limit of detection adalah konsentrasi atau jumlah dari analit yang
berbeda signifikan dari blanko dan dapat dideteksi oleh instrumen Chan, Lee, Herman, dan Xue, 2004.
6. Limit of Quantitation LOQ
Limit of quantitation adalah konsentrasi atau jumlah analit terkecil yang
dapat dikuantifikasi dengan presis dan akurasi yang cocok. Limit of quantitation merupakan parameter kuantitatif untuk analit dalam suatu matriks dengan
konsentrasi kecil dan digunakan untuk menetukan jumlah pengotor atau jumlah sampel yang terdegradasi Chan, Lee, Herman, dan Xue, 2004.
H. Landasan Teori
Cacing Lumbricus rubellus sebagai obat alternatif untuk mengobati penyakit tipus dan demam oleh sebab itu dalam hal pemilihan pangan dan media
perlu diperhatikan. Jikalau pangan yang diberikan diambil dengan sembarangan misalnya dari pinggir jalan maka akan ada kemungkinan terdapat cemaran logam
berat salah satunya timbal. Timbal dapat mengakibatkan yang bersifat reversibel pada ginjal akibat efek sampingnya terhadap tubulus proksimal shingga
menganggu kerja dari ginjal dalam proses mengabsorbsi glukosa, asam amino dan fosfat BPLHD, 2009.
Keberadaan timbal ini dapat dideteksi dengan menggunakan instrument spektrofotometri serapan atom. Instrumen ini bisa dengan spesifik mendeteksi
keberadaan timbal meski ada logam-logam lain yang dapat mengganggu dari pembacaan alat ini. Sampel yang digunakan adalah mahluk hidup maka perlu
dilakukan penghilangan senyawa organik dengan cara destruksi. Destruksi yang dipilih adalah destruksi basah karena keamanan dari pengerjaannya terjamin
dibandingkan dengan destruksi kering. Pelarut yang digunakan untuk destruksi adalah H
2
SO
4
dan HNO
3
Twyman, 2005. Untuk mendapatkan hasil yang optimal maka perlu dilakukan optimasi
spektroskopi serapan atom. Optimasi yang dilakukan antara lain optimasi tinggi burner
, kuat arus, garis resonansi, perbandingan bahan bakar dan udara, serta lebar celah. Disamping itu perlu dilakukan optimasi terhadap metode analisis
yang digunakan Anonim, 1996.
I. Hipotesis
Dari pangan dicemari yang diberikan terhadap cacing Lumbricus rubellus
, terjadi akumulasi kadar timbal yang masuk ke dalam tubuh cacing.
J. Bagan Kerja
Cacing Lumbricus
rubellus
Pangan yang Tidak Dicemari
Timbal
Tidak Terjadi Akumulasi Timbal
Pangan yang Dicemari Timbal
Terjadi Akumulasi Timbal
Hipotesis
20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental dengan rancangan deskriptif karena dilakukan manipulasi terhadap subjek uji, subyek uji yang
dimaksud disini adalah perlakuan yang diberikan terhadap sampel.
B. Variabel Penelitian
1. Klasifikasi Variabel
a. Varibel bebas. Variabel pada penelitian ini adalah kadar larutan baku
PbNO
3
, tinggi burner,perbandingan udara dan asetilen b.
Varibel tergantung. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah absorbansi, kadar timbal dalam cacing dan parameter validasi
c. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam
penelitian ini adalah asal cacing Lumbricus rubellus dan alat-alat yang digunakan
C. Definisi Operasional
1. Lumbricus rubellus adalah termasuk dalam kelompok binatang tidak
bertulang belakang avertebrata dan banyak ditemukan di daerah yang lembab.
2. Cemaran logam berat adalah cemaran Pb dalam cacing Lumbricus rubellus
yang diukur dengan SSA dan dinyatakan dalam µgml part per million
3. Destruksi basah merupakan salah satu cara dekomposisi sampel dengan
penambahan reagen cair.
D. Bahan Penelitian
PbNO
3
p.a Merck
®
, asam sulfatH
2
SO
4
90,63 p.a Merck
®
, asam nitrat HNO
3
65 p.a Merck
®
, cacing Lumbricus rubellus, daun hasil fermentasi, asam bikromat, aquabidest Laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas
Farmasi Sanata Dharma.
E. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas merk Pyrex
®
, hotplate merk LabTech
®
, Seperangkat instrument SSA merk Perkin Elmer SSA 3110
®
, Tipe nyala api yaitu Asetilen : udara, neraca analitik merk Denver
®
, kertas Whatman No.42, vacuum dan botol plastik.
F. Tata Cara Penelitian
1. Pencucian Wadah dan Peralatan
Peralatan dan wadah yang akan digunakan untuk analisis, dibilas dengan asam pencuci
kemudian didiamkan pada lemari asam selama 24 jam lalu dibilas dengan aquabidest. Dilakukan pergantian asam pencuci ketika warnanya sudah
berubah menjadi kehijauan. Setelah kering, alat ini dimasukkan dalam kantong plastik dan disimpan dalam ruang bebas debu AOAC, 2007.
2. Pemilihan Sampel
Sampel cacing Lumbricus rubellus dibeli langsung dari petani cacing di Nyamplung, Gamping Yogyakarta. Cacing yang digunakan memiliki ciri-ciri
warna bagian atas tubuh merah dan bawah tubuh merah pucat dan adanya warna kuning bagian anus.
3. Penimbangan Bobot Kering Sampel
Wadah dipanaskan dalam oven pada suhu 105
o
C selama 1 jam, ditimbang kemudian dipanaskan kembali dalam oven pada suhu 105
o
C selama 1 jam. Cara ini dilakukan berulang kali sampai diperoleh bobot tetap. Bobot tetap
berarti selisih dua kali penimbangan sampel berturut-turut tidak lebih dari 0,5 mg tiap g sisa yang ditimbang. Penimbangan bobot kering juga dilakukan terhadap
sampel yang digunakan. Ditimbang 1-2 g sampel kemudian lakukan seperti prosedur diatas menggunakan wadah yang telah dikuantifikasi Dirjen POM,
1974.
4. Destruksi Cacing Lumbricus rubellus
a.
Destruksi Basah. Ditimbang seksama dua setengah gram sampel bobot
kering, dalam labu Erlenmeyer 50 ml sebelumnya dicuci asam dan dikeringkan. Ditambahkan 7,5 ml H
2
SO
4
pekat diikuti oleh 12,5 ml HNO
3
pekat ke dalam labu sampel. Sampel dipanaskan menggunakan hotplate pada suhu ±130°C mendidih. Ketika dipanaskan akan keluar asap cokelat-
kuning. Setelah asap cokelat-kuning tersebut hilang, maka akan mucul asap putih dari H
2
SO
4
yang menunjukkan terjadinya proses penguraian H
2
SO
4
dan sampel akan berwarna lebih gelap. Dengan segera ditambahkan HNO
3
pekat setetes demi setetes. Dilanjutkan sampai warna larutan menjadi jernih, yaitu berwarna kuning jerami. Jika larutan itu masih gelap warnanya
ditambahkan HNO
3
pekat perlahan-lahan dan dididihkan lagi. Proses ini diulangi sampai larutan tersebut jernih, kuning jerami dan ketika
dimasukkan kedalam wadah yang berisi es tidak terbentuk gumpalan minyak. Sampel dibiarkan mendingin sampai suhu kamar dilakukan tiga
kali replikasi AOAC, 2007. b.
Penyaringan. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan corong burner dan Kertas Whatman No. 42. Kertas Whatman No. 42 dijenuhkan dengan
HNO
3
1 M lalu diletakkan di bagian atas corong. Corong diletakkan pada mulut labu isap. Sebanyak 5 ml HNO
3
1 M dituangkan ke dalam erlenmeyer yang berisi timbal hasil destruksi basah lalu disaring. Kedalam Erlenmeyer
kosong dibilas dengan 5 mL HNO
3
1 M sebanyak 2 kali untuk mengantipasi sampel tertinggal di Erlenmeyer. Sebanyak 5 ml HNO
3
1 M dituangkan ke dalam labu isap melewati kertas saring tadi untuk mengantisipasi adanya
sampel yang tertinggal di kertas saring dan corong. Larutan hasil penyaringan dipindahkan ke dalam labu ukur 50 mL kemudian ditambahkan
HNO
3
1 M hingga batas tanda pada labu ukur. Larutan dipindahkan ke wadah plastic dan disimpan dalam lemari pendingin. Larutan siap diujikan
ke SSA pada kondisi optimum dilakukan tiga kali replikasi AOAC, 2007.