Organisme parasit Kandungan senyawa

Pengawasan Mutu Bahan Produk Pangan 18 tersebut memiliki aroma daging yang spesifik dan berbeda antara ikan yang satu dengan lainnya.

2.2.5 Lokasi

Lokasi budidaya atau penangkap- an ikan maupun ternak akan ber- pengaruh terhadap mutu ikan atau ternak. Kondisi lingkungan seperti angin, gelombang, kondisi air, dan pola migrasi akan mem- pengaruhi jenis dan kelimpahan makanan ikan sehingga berpe- ngaruh terhadap citarasa ikan. Hasil ikan yang diperoleh di daerah dimana sedang musim perkawinan, memiliki mutu lebih rendah dibandingkan ikan yang sama tetapi ditangkap di daerah lain. Tanaman yang dipanen di daerah Cipanas Bogor memiliki citarasa dan penampilan berbeda dengan tanaman yang jenisnya sama te- tapi dipanen di daerah Lembang. Demikian pula halnya apabila dibandingkan dengan penampilan tanaman yang dipanen di tepi jalan raya yang ramai dilalui ken- daraan atau di sisi rel kereta api. Tanaman kangkung darat dapat dianggap memiliki mutu lebih baik dibandingkan kangkung air, ter- utama yang dipanen dari perairan yang tercemar limbah.

2.2.6 Jenis kelamin dan masa perkawinan

Ikan dan ternak memiliki jenis kelamin dan masa perkawinan. Jenis kelamin akan berpengaruh terhadap cita rasa dagingnya. Kepiting biru di Amerika yang berjenis kelamin jantan lebih di- sukai karena rasa dagingnya menyerupai aroma daging sapi. Kepiting Bakau lebih disukai yang berjenis kelamin betina, terutama yang masih memiliki telur. Udang galah berjenis kelamin jantan dengan capitnya yang besar dianggap memiliki kualitas lebih rendah dibandingkan betinanya. Bagian daging yang dapat dimakan dari udang galah jantan lebih kecil dibandingkan udang galah betina. Masa perkawinan juga berpenga- ruh terhadap mutu daging ikan atau ternak. Energi yang banyak dikeluarkan melakukan perkawin- an menyebabkan citarasa daging ikan atau ternak mengalami pe- rubahan.

2.2.7 Organisme parasit

Organisme parasit yang menye- rang akan berpengaruh nyata ter- hadap mutu bahan pangan. Parasit dapat berupa bakteri, jamur, protozoa, serangga atau cacing. Bakteri dan jamur banyak menim- bulkan kerugian karena kemam- puannya merusak bahan pangan Gambar 2.3.. Selain penam- pakan bahan pangan menjadi tidak menarik, serangan bakteri dan jamur sering disertai dengan timbulnya bau busuk Gambar 2.4. Di unduh dari : Bukupaket.com Pengawasan Mutu Bahan Produk Pangan 19 Gambar 2.3. Serangan jamur pada buah pepaya Gambar 2.4. Jamur yang menyerang ekstrak nenas pada pembuatan kecap ikan dapat menimbulkan bau busuk Ikan hidup maupun ikan segar lebih mudah terserang bakteri Gambar 2.5., namun ikan asin dan pindang lebih mudah terse- rang jamur Gambar 2.6. karena kadar airnya telah menurun. Ikan segar dengan kandungan air lebih tinggi lebih sesuai untuk pertumbuhan bakteri, sedangkan ikan asin yang kandungan airnya lebih rendah cocok sebagai media pertumbuhan jamur. Gambar 2.5. Ikan segar yang terserang bakteri Di unduh dari : Bukupaket.com Pengawasan Mutu Bahan Produk Pangan 20 Protozoa sering menyerang ikan dan ternak. Serangan protozoa dapat mengakibatkan jaringan daging melunak atau luka pada kulit. Serangga juga sering menyerang bahan pangan, baik ikan, ternak, maupun hasil pertanian. Serang- ga cenderung meletakkan telur- nya pada bahan pangan dan efek dari serangannya baru terlihat setelah telur menetas. Gambar 2.6. Jamur yang menyerang ikan asin Serangan cacing terhadap bahan pangan tidak mudah terlihat, terutama cacing yang berukuran kecil. Cacing cenderung menye- rang bagian dalam. Keberadaan cacing dalam bahan pangan tentu saja akan mempengaruhi perasaan konsumen dalam me- nerima bahan pangan.

2.2.8 Kandungan senyawa

racun Kasus keracunan makanan sudah sering terjadi, baik yang dialami buruh pabrik hingga polisi dan pengacara. Keracunan dapat disebabkan oleh tiga cara, yaitu kimiawi, biologis, dan mikro- biologis. Berdasarkan penyebab- nya, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya keracunan makanan, yaitu sifat bahan pangan itu sendiri, cara pengolahan atau penyimpanan- nya, dan bisa pula karena pengaruh dari luar. Menurut Supardi dan Sukamto 1999, penyakit yang timbul karena mengonsumsi makanan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu infeksi makanan dan intoksikasi keracunan makanan. Infeksi adalah peristiwa dimana seseorang mengkonsumsi bahan pangan atau minuman yang me- ngandung bakteri patogen yang tumbuh dalam saluran usus dan menimbulkan penyakit. Contoh dari bakteri patogen tersebut adalah Clostridium perfringens, Vibrio dan parahaemolyticus, Salmonella. Intoksikasi dapat terjadi karena mengkonsumsi bahan pangan mengandung senyawa beracun yang diproduksi oleh bakteri atau Di unduh dari : Bukupaket.com Pengawasan Mutu Bahan Produk Pangan 21 jamur. Jadi, peristiwa keracunan terjadi karena menelan bahan pangan yang mengandung racun toksin yang dihasilkan oleh mikroba. Mungkin mikroba terse- but sudah mati setelah mempro- duksi racun pada bahan pangan. Beberapa jenis racun tidak dapat dirusak oleh proses pemasakan, sehingga orang yang mengkon- sumsi bahan pangan tersebut akan tetap mengalami keracun- an. Mikroba patogen yang telah diketahui dapat menyebabkan bahan pangan menjadi beracun adalah Stapilococcus aureus, Clostridium botulinum, dan Bacillus cereus . Sebagian besar ikan aman untuk dikonsumsi namun ada beberapa jenis ikan yang secara alami mengandung racun, baik karena keseluruhan badannya memang mengandung racun maupun bagian tertentu saja. Racun yang dikandung ikan tersebut dapat menyebabkan keracunan atau mengakibatkan kematian bagi yang mengkonsumsinya. Seba- gian besar ikan beracun tersebut hidup di perairan tropis dan sub tropis. Ikan yang secara alami beracun lebih dikenal dengan sebutan biotoksin, berbeda dengan ikan yang menjadi beracun karena terkontaminasi bahan kimia atau polutan. Ada tiga jenis biotoksin, yaitu ciguatera, puffer fish poissoning , dan paralytic shellfish poissoning . Ciguatera dijumpai pada bebera- pa ratus spesies ikan yang hidup di perairan dangkal sekitar terum- bu karang. Dalam satu tahun, ikan ini tiba-tiba menjadi beracun dan dapat hilang daya racunnya secara cepat, tergantung dari pakan yang dikonsumsinya. Manusia akan mengalami kera- cunan apabila mengkonsumsi ikan ini yang sedang dalam keadaan beracun. Racun ikan ini tidak terurai meskipun ikan sudah dimasak. Gejala keracunan dapat dirasa- kan setengah sampai empat jam sesudah memakan ikan. Ciri-ciri keracunan antara lain terasa gatal di sekitar mulut, kesemutan pada kaki dan lengan, mual, muntah, diare, nyeri perut, nyeri persendian, demam, menggigil, sakit pada saat kencing, dan otot tubuh terasa lemah. Puffer fish poissoning adalah ke- racunan yang diakibatkan karena mengkonsumsi ikan beracun. Contoh ikan beracun dari jenis ini adalah ikan buntal Tetraodon- tidae . Efek racunnya lebih fatal dibandingkan ciguatera. Ikan ini beracun sepanjang tahun dan persentase kematian manusia akibat mengkonsumsi ikan ini lebih dari 50 persen. Namun ikan jenis ini hanya di bagian saluran pencernaannya saja yang bera- cun, maka dengan membuang saluran pencernaannya ikan ini sudah aman untuk dikonsumsi. Paralytic shellfish poissoning adalah keracunan akibat mengkonsumsi jenis kerang- Di unduh dari : Bukupaket.com Pengawasan Mutu Bahan Produk Pangan 22 kerangan dari perairan yang ditumbuhi dinoflagellata dalam konsentrasi tinggi. Perairan yang ditumbuhi dinoflagellata dalam konsentrasi tinggi dikenal dengan sebutan ’ red tide ’ Gambar 2.7. Kerang-kerangan yang memakan dinoflagellata tidak mengalami keracunan namun racunnya ter- akumulasi di dalam tubuhnya. Manusia yang telah mengkon- sumsi kerang tersebut cenderung akan mengalami keracunan bahkan kematian. Racun yang dihasilkan oleh dinoflagellata tidak rusak oleh pemasakan. Gambar 2.7. Red Tide Sumber FAO, 2001 Bahan pangan yang berasal dari tanaman dan hewan relatif jarang dijumpai mengandung racun. Beberapa jenis bahan pangan yang berasal dari hewan maupun tumbuhan sudah mengandung zat beracun secara alami. Salah satu tumbuhan yang sering menyebabkan keracunan adalah jamur. Ada dua macam jamur dari jenis amanita yang sering menyebabkan keracunan. Jamur Amanita muscaria mengandung racun muscarine yang akan me- nimbulkan gejala keracunan dua jam setelah termakan. Ciri kera- cunannya adalah keluar air mata dan air ludah secara berlebihan, berkeringat, pupil mata menjadi menyempit, muntah, kejang di bagian perut, diare, rasa bingung, dan kejang-kejang yang bisa menyebabkan kematian. Jamur Amanita phalloides mengandung racun phalloidine yang akan menimbulkan gejala keracunan antara 6-24 jam setelah mema- kannya. Gejala keracunan mirip keracunan muscarine. Selain itu penderita tidak bisa kencing dan akan mengalami kerusakan hati. Jamur beracun ini memiliki tam- pilan seperti jamur yang biasa di- makan. Banyak masyarakat tidak mengetahui apakah jamur terse- but layak dimakan atau tidak. Kentang hijau yang mengandung solanin dapat menyebabkan tim- bulnya kematian apabila kentang hijau tersebut dikonsumsi dalam jumlah besar. Mengkonsumsi sayur bayam yang sudah disim- pan semalam juga tidak disaran- kan, sebab sudah mengandung racun kalium oksalat dalam jum- lah tinggi. Tanaman lamtoro juga mengandung racun mimosin. Racun ini dapat menyebabkan pusing bila mengkonsumsi dalam jumlah banyak. Di unduh dari : Bukupaket.com Pengawasan Mutu Bahan Produk Pangan 23 Keracunan juga dapat disebab- kan karena mengkonsumsi bahan pangan yang menjadi beracun karena tercemar atau kesalahan pengolahan. Bahan pangan yang dibiarkan terlalu lama berada pada suhu kamar setelah dimasak biasanya akan tercemar bakteri patogen seperti Clostridium perfringens, Staphylococcus, Bacilus cereus, dan Vibrio parahaemolyticus. Bakteri patogen ini biasanya menyerang sosis, daging, lidah sapi, ikan, susu dan hasil olahannya, dan telur. Gejala utama dari serangan bakteri tesebut adalah muntah dan diare. Gejala lainnya adalah mual, otot perut kejang, diare yang disertai sakit kepala, badan lemah dan demam. Gejala-gejala ini muncul satu sampai 22 jam setelah makanan yang tercemar tertelan. Bila dalam 24 jam serangannya tidak berkurang, se- baiknya segera dibawa ke dokter. Keracunan lainnya dapat terjadi apabila mengkonsumsi makanan sayuran, daging atau ikan yang dikalengkan. Proses pengaleng- an atau cara penyimpanan yang kurang baik dapat memicu tum- buhnya Clostridium botulinum yang dapat menghasilkan racun perusak sistim saraf.

2.2.9 Kandungan polutan