23
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Luka
Luka merupakan suatu kerusakan atau gangguan terhadap struktur dan fungsi anatomi atau jaringan normal. Penyembuhan luka pada kondisi normal
memiliki beberapa fase, yaitu fase akut hemostatis, inflamasi, fase proliferatif granulasi, epitalisasi dan fase remodeling. Proses ini merupakan
respon fisiologi seluler normal yang menghasilkan suatu integritas anatomi dan fungsional jaringan yang kembali normal Lobmann, Schultz and
Lehnert, 2005; Gabriel, et al., 2015; Velnar, Bailey and Smrkolj, 2009.
Fase hemostatis, ditandai dengan terjadinya konstriksi vaskuler dan pembentukan fibrin clot fibrin beku. Bekuan dan jaringan ini akan
melepaskan sitokin pro-inflamasi dan growth factors. Sel-sel inflamasi akan bermigrasi menuju daerah luka kemotaksis dan memicu fase inflamasi Guo
and DiPietro, 2010.
Fase inflamasi ditandai dengan terjadinya infiltrasi dari neutrofil, makrofag, dan limfosit. Neutrofil bertugas untuk membersihkan mikroba dan
debris seluler dalam luka. Makrofag bertugas dalam melepaskan sitokin yang memicu terjadinya respon inflamasi, juga bertugas membersihkan sel-sel
apoptosis yang melakukan perbaikan, mendorong terjadinya regenerasi jaringan, dan mendorong ke arah fase proliferasi. Limfosit yang berperan aktif
adalah limfosit T, yang akan mengalami puncak dalam fase proliferasi lanjut atau remodeling awal Guo and DiPietro, 2010.
Fase proliferasi ditandai dengan proliferasi epitel dan reepitelialisasi. Proses ini mencakup munculnya fibroblas dan sel-sel endotel dan terjadinya
pertumbuhan kapiler, pembentukkan kolagen, dan jaringan granulasi, yang terjadi di dalam dermis, sedangkan pada dasar luka, fibroblas akan
memproduksi kolagen, glikoaminoglikan dan proteoglikan, yaitu komponen dari matriks ekstraseluler Guo and DiPietro, 2010.
Fase remodeling yang ditandai dengan kembali normalnya luka karena terjadi regresi kapiler. Fase ini tergolong fase yang paling kritis karena
terdapat proses remodeling matriks ekstraseluler untuk mencapai suatu jaringan normal kembali Guo and DiPietro, 2010.
2.2. Luka pada Penderita Diabetes
Ulkus kaki diabetikum adalah keadaan di mana ditemukannya suatu infeksi, tukak atau destruksi ke jaringan kulit paling dalam pada kaki
penderita Diabetes Mellitus DM. Infeksi yang terjadi dapat disebabkan karena adanya abnormalitas saraf dan adanya gangguan pembuluh darah arteri
24 perifer Roza, Afriant dan Edward, 2015. Keadaan hiperglikemia secara terus
menerus menyebabkan terjadinya hiperglisolia, yang merupakan keadaan sel yang banyak mengandung glukosa. Hiperglisolia kronik yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan homeostatis biokimiawi sel yang berpotensi terjadinya komplikasi kronik DM Roza, Afriant dan Edward,
2015.
Ulkus kaki diabetikum terjadi karena adanya aksi simultan dari beberapa faktor penyebab. Faktor utama penyebab terjadinya ulkus adalah
neuropati perifer dan iskemik dari gangguan vaskular perifer. Neuropati pada pasien diabetes dimanifestasikan pada saraf motorik, otonomik, dan sensorik
Pendsey, 2010. Neuropati motorik akan mempengaruhi otot-otot yang terdapat pada kaki. Neuropati sensorik dialami dengan hilangnya sensasi nyeri
dan tekanan, juga propriosepsi atau sensasi dalam merasakan posisi kaki, sedangkan neuropati otonom ditandai dengan keringnya kulit, tidak
berkeringat, meningkatnya pengisian kapiler sekunder yang dteruskan dengan timbulnya fisura, kerak kulit dan rentannya kaki terhadap trauma yang
minimal Singh, Armstrong and Lipsky, 2005. Secara iskemik, kaki penderita diabetes akan terasa lebih dingin, tidak teraba pulsasi, kulit yang
tipis, halus dan tanpa rambut, dan tidak ada rest pain akibat neuropati Edmonds, 2006.
Wagner-Meggit 1986 mengklasifikasikan kelas-kelas luka diabetik berdasarkan kedalaman luka yang dialami, yang dibagi dalam 6 kelas grade.
Grade 0 merupakan tingkatan luka di mana kulit penderita masih terlihat utuh. Grade 1 adalah luka yang tergolong masih dangkal, sedangkan grade 2
merupakan luka yang dalam hingga tendon, tulang maupun persendian. Grade 3 merupakan luka yang juga dalam dengan abses atau osteomielitis. Grade 4
ditandai dengan munculnya gangren sebagian, dan grade 5 ditandai dengan munculnya gangren pada keseluruhan bagian.
Gangguan penyembuhan ulkus kaki diabetik tersebut, menurut Tellechea et al. 2010 disebabkan karena empat faktor yaitu hiperglikemia
yang berlangsung terus menerus, lingkungan pro-inflamasi, penyakit arteri perifer, serta neuropati perifer. Bagan pada Gambar 1. menjelaskan bahwa
pada penderita DM, timbul gejala-gejala seperti disebutkan di atas. Gejala- gejala tersebut menyebabkan perubahan fungsi sel imun, respon inflamasi
yang kurang baik, disfungsi sel endotelial, dan gangguan neovaskularisasi. Dalam hal ini, inflamasi dan neovaskularisasi merupakan hal penting dalam
penyembuhan luka, namun, pada penderita DM, proses respon inflamasi akut dan angiogenesis terganggu, yang menyebabkan terjadinya penyembuhan
luka abnormal. Penyembuhan luka yang terhambat dikarakterisasi dengan adanya peningkatan dari matriks metalloproteinase MMP, penurunan dari
25 tissue inhibitors of metalloproteinase TIMP, dan penurunan dari beberapa
faktor pertumbuhan Liu, et al., 2009. Lobmann, Schultz and Lehnert 2005 menjelaskan hubungan
gangguan fungsi sel, ketidak seimbangan inflamasi, protease, sitokin, dan faktor pertumbuhan. Pada ulkus kaki diabetik terjadi peningkatan apoptosis
fibroblas, dan penurunan proliferasi sel fibroblas, dan reaksi inflamasi memanjang, serta adanya neutrofil granulosit dalam jumlah besar dalam luka.
Neutrofil granulosit dan sel inflamantori mensekresi sitokin proinflamasi terutama TNF-
α dan interleukin-1 β IL-1β, di mana ketika dalam keadaan berlebih, kedua sitokin ini menstimulasi produksi yang tinggi dan abnormal
dari matrix metaloproteinase MMP dan radikal bebas, yang merupakan bahan bakar utama dalam proses terjadinya inflamasi Lobmann, Schultz and
Lehnert, 2005; Gibson, et al., 2009. Radikal bebas, berfungsi sebagai pembunuh bakteri dan bertugas untuk membersihkan luka, namun, jika
berlebihan, dapat menyebabkan kerusakan jaringan Gibson, et al., 2009.
Gambar 1. Gangguan penyembuhan luka pada penderita diabetes Tellechea, et al., 2010.
Studi telah mengemukakan bahwa hiperglikemia sendiri memiliki efek yang merusak pada tahap penyembuhan luka dengan adanya formasi dari
advance glycation end-products AGEs yang menginduksi produksi molekul inflamantori TNF-
α, IL-1β dan gangguan pada sintesis kolagen Tsourdi, et al., 2013. Advance glycation end-products AGEs merupakan modifikasi
dari protein atau lipid yang secara non-enzimatik terglikosilasi dan teroksidasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26 setelah adanya kontak dengan gula aldosa. AGE merupakan molekul
berfloresen, memproduksi ROS, berikatan spesifik dengan reseptor sel yang spesifik, dan membentuk cross-links Goldin, et al., 2006.
Matriks metalloproteinase MMP merupakan famili dari enzim pendegradasi matriks ekstraseluler. MMP-9 merupakan biomarker pro-
inflamasi, yang merupakan famili dari endoproteinase yang mengandung zinc, yang berimplikasi pada remodeling sel kronis, migrasi, adhesi dan
apoptosis. MMP-9 diproduksi karena aktivasi dari sel inflamantori seperti neutrofil polimorfonuklear dan makrofag serta sel luka, seperti sel epitel,
fibroblas, dan sel endotelial vaskuler Sachwani, et al., 2016; Gibson, et al., 2009.
MMP merupakan protease utama yang terlibat dalam regulasi remodeling matriks ekstraseluler. MMP secara normal memiliki peran dalam
penyembuhan luka seperti membersihkan matriks ekstraseluler yang rusak dan membersihkan bakteri pada tahap inflamasi, mendegradasi membran
yang mengelilingi kapiler sehingga sel endotelial vaskuler dapat bermigrasi menuju luka dan menciptakan pembuluh darah baru pada luka angiogenesis,
serta mensintesis kontraksi parut matriks ekstraseluler, dan membentuk matriks ekstraseluler yang baru Gibson, et al., 2009. Namun, walaupun
MMP memiliki peranan penting dalam penyembuhan luka, ketika MMP terutama MMP-9 ditemukan dalam kadar yang tinggi, dalam waktu yang
lama dan pada tempat yang tidak tepat, protease ini akan mulai mendegradasi protein lain yang bukan substratnya. Penyimpangan sintesis dari MMP dan
perubahan keseimbangan dari enziminhibitor menunjukkan adanya kekacauan dari matriks ekstraseluler. Penyimpangan ini menyebabkan
kerusakan dari protein-protein seperti faktor pertumbuhan, dan protein matriks ekstraseluler yang berperan penting dalam penyembuhan luka dan
akhirnya menghasilkan luka yang tidak sembuh Muller, et al., 2008; Gibson, et al., 2009.
Luka kronis mungkin disebabkan karena terjadinya fase inflamasi yang berlebihan, ini didukung dengan adanya studi yang menyatakan bahwa MMP
banyak ditemukan pada eksudat dari luka kronis dibandingkan luka akut Liu, et al., 2009. Mekanisme peningkatan sekresi MMP-9 belum diketahui secara
tepat, namun, dikaitkan dengan peningkatan inflamasi, hal itu terjadi karena MMP-9 diekspresikan kemungkinan besar oleh neutrofil dan makrofag, di
mana kedua tipe sel ini penting dalam respon inflamasi. Peningkatan level MMP-9 meperlihatkan variasi luka kronis yang sulit disembuhkan, termasuk
ulkus kaki diabetes Dinh, et al., 2012; Liu, et al., 2009. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
2.3. Piroksikam