45
melelahkan. Pendiri membutuhkan perjuangan yang tulus, kuat, dan kesungguhan. Ia mencatat bahwa  semangat hidup religius harus diperbaharui, dan pembaharuan
itu  didasari  dari  tradisi  injili-Fransiskan.  Adapun  semangat  Fransiskus  yang dihidupi oleh para suster SFD tampak dalam lima sikap dasar. Lima sila itu adalah
semangat cinta kasih, kesederhanaan kristiani yang sejati, semangat rajin dan giat, sikap lepas bebas, dan semangat doa de Raat, 2000: 60-63.
a. Semangat Cinta Kasih Suster  Mere  Constansia  van  Der  Linden,  pendiri  kongregasi  menyadari
bahwa  pembaharuan  hidup  religius  harus  diwujudkan  dengan  sungguh-sungguh, dan  harus  kembali  ke  sumber-sumber  asli  yakni  Kitab  Suci.  Dia  terinspirasi
dengan cara hidup Jemaat perdana yang terdapat dalam Kisah Para Rasul: Mereka bertekun  dalam  pengajaran  rasul-rasul,  dan  hidup  sehati  sejiwa.  Dan  tiap  hari
Tuhan menambah jumlah mereka bdk. Kis 2:42-47. Semangat cinta kasih ini menjadi penopang dan tanda pengenal kongregasi
ini. Mereka bersatu hati dalam hidup seperti jemaat perdana. Tidak ada batas yang menghalangi  gerak  mereka  dalam  membagi  kasih  kepada  sesama.  Kaya  miskin,
tuan  atau  hamba  semua  sama  pasti  mendapat  pelayanan  dengan  penuh  kasih. Mereka  saling  berbagi  dalam  kekurangan  dan  kelebihan.  Mereka  percaya  bahwa
Roh  Kudus  selalu  memberi  kekuatan  dalam  hidup  bersama.  Terutama  saat-saat menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan hidup.
Dalam catatannya, Suster Marie Yoseph menyebutkan ciri khas cinta Tuhan itu  adalah:  “Cinta  itu  tidak  gentar  menghadapi  kesulitan,  melainkan  bertahan
46 dalam keadaan bagaimanapun”. Hal ini motivasi untuk mewujudkan cinta kasih di
luar  batas  komunitasnya  seperti  yang  dihidupi  oleh  komunitas  Gereja  Perdana. Belajar  dari  komunitas  perdana  hendaknya  komunitas-komunitas  SFD,  yang
beraneka ragam  suku, budaya dan latar belakang, hendaknya hidup  dalam  ikatan cinta kasih satu sama lain, saling mengasihi dan saling melayani. Persaudaraan ini
harus  sesuai  dengan  anggaran  dasar  yang  telah  dijanjikan  dengan  mengikuti teladan Santo Fransiskus dan Yesus Kristus Raaymakers, 1991: 11-13.
b. Kesederhanaan Kristiani yang Sejati
Suster  Marie  Yoseph  mengingatkan  bahwa  persaudaraan  SFD  harus ditandai  dengan  semangat  kesederhanaan.  Kesederhanaan  sejati  itu  meliputi
kejujuran dalam kata-kata dan tindakan dengan disemangati oleh bimbingan Roh Kudus.  Sikap  sederhana  tampak  dalam  tutur  kata  yang  tulus,  adanya  kejujuran
yang  sungguh-sungguh  tidak  berliku-liku,  tidak  berpura-pura,  dan  hanya  satu yang diinginkan yakni, melaksanakan kehendak Allah.
Yesus  Kristus  menjadi  kepala  Gereja  yang  hidup  sebagai  manusia  dengan merendahkan  dirinya  bahkan  sampai  wafat  di  salib.  Yesus  tidak  menganggap
kesetaraan  dengan  Allah  sebagai  milik  yang  harus  dipertahankan,  namun  Dia telah mengosongkan diri-Nya dengan menjadi seorang hamba Flp 2:5-11.
Jadi,  seorang  SFD  hanya  boleh  mempunyai  satu  tujuan  yakni “melaksanakan  kehendak  Allah”.  Maka  sikap  sederhana  dalam  hidup
persaudaraan  serta  karya  pelayanan  menuntut  para  SFD  untuk  selalu  siap  dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
terbuka terhadap kebutuhan dan tuntutan zaman dan dengan semangat cinta kasih memperlakukan semua mahluk yang ada di bumi Raaymakers, 1991: 14-19.
c. Semangat Rajin dan Giat
Sifat yang ketiga pada hidup Jemaat perdana adalah semangat rajin dan giat. Hidup  dalam  pengabdian  pada  Allah  dan  sesama  dalam  kongregasi  SFD  harus
ditopang dengan semangat rajin dan giat. Sikap ini menunjukkan rasa terikat satu sama lain. Rasa keterlibatan dalam aneka ragam usaha dalam persaudaraan demi
kemuliaan  Tuhan  dan  keselamatan  sesama.  Kebersamaan  dan  keberagaman anggota  dalam  komunitas  memberi  semangat  untuk  melayani  sesama  dan  Tuhan
Kenangan, 70 thn SFD di Indonesia, 1993: 47-48. Suster  Marie  Yoseph  menganjurkan  supaya  SFD  ini  tidak  menganggap
tugas  atau  pekerjaan  sebagai  suatu  keterpaksaan  untuk  melaksanakannya.  Tetapi menganggapnya  sebagai  suatu  kewajiban  cinta  kasih  Raaymakers,  1991:20.
Seorang religius yang menanggapi dan menjalani panggilannya dengan tulus akan bersemangat  dan  bahagia  bila  diberi  kepercayaan  untuk  melakukan  suatu
pekerjaan  atau  pelayanan  kepada  sesama,  karena  hal  ini  diibaratkan  dilakukan kepada  orang  yang  dikasihi  atau  dicintai  yakni  Tuhan  sendiri  Sang  Guru  sejati.
Yesus  adalah  Guru  dan  teladan  hidup  bagi  para  suster  kongregasi  SFD.  Ia memberikan  kebahagiaan  dan  suka-
cita kepada orang lain karena “tergerak hati- Nya oleh belas kasihan kepada orang banyak” Mrk 8:2.
Dalam  Wasiatnya,  Santo  Fransiskus  Assisi    mengajak  saudara-saudaranya untuk  melakukan  suatu  pekerjaan  tangan  dengan  penuh  kasih.  Saudara  yang
48
belum  menguasai  pekerjaan  hendaknya  mau  belajar  bukan  karena  ingin mendapatkan upah atau imbalan tetapi untuk menjauhkan diri dari sikap bermalas-
malasan.  Kemalasan  adalah  musuh  jiwa  dan  bantal  setan  Laba  Ladjar,  1988: 161.
Demikianlah  halnya,  para  suster  SFD  dipanggil  untuk  terlibat  secara sungguh-sungguh untuk  melayani  orang lain. Sikap rajin dan  giat sangat  penting
dimiliki oleh setiap SFD, karena di mana tidak ada keterlibatan, dan kebersamaan dalam  melayani,  maka  daya  gerak  persaudaraanpun  akan  mulai  hilang.  Dengan
demikian, haruslah disadari bahwa pekerjaan bukanlah tempat pelarian melainkan wadah  untuk  menyalurkan  kasih  bagi  sesama  dan  Tuhan  Marie  Joseph,  1867:
25.  Dalam  Anggaran  Dasar  Tanpa  Bulla,  Santo  Fransiskus  mengingatkan  para saudaranya untuk bekerja:
Semua  saudara  harus  berusaha  dengan  jerih  payah  untuk  mengerjakan pekerjaan  yang  baik,  karena  ada  tertulis,  lakukanlah  selalu  sesuatu  dengan
baik  agar  setan  mendapati  engkau  sedang  sibuk.  Dan  lagi  menganggur adalah  musuh  jiwa.  Karena  itu  para  hamba  Allah  harus  selalu  bertekun
dalam doa atau dalam suatu pekerjaan baik AngTBull VII, 10-12.
d. Sikap Lepas Bebas
Sifat  yang  keempat  dari  semangat  para  rasul  dan  orang  beriman  pertama, ialah: sikap lepas bebas. Mereka meletakkan segala milik mereka pada kaki para
rasul  dan  menjadikannya  milik  bersama  Kis  2:45.  Sikap  ini  menjadi  tanda pembaharuan yang diharapkan oleh Tuhan dalam semangat hidup religius Marie
Yoseph,  1867:  28.  Sikap  lepas  bebas  mendapat  tempat  istimewa  karena  dalam sikap  inilah  tertuang  kerinduan  hati  untuk  menjadi  bebas  di  hadapan  Allah.
Menghayati kemiskinan dan kerendahan hati berarti berani hidup lepas bebas dari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
ikatan duniawi dan bebas sebagai anak-anak Allah dan di hadapan Allah menjadi hamba yang merdeka.
Dalam  buku “Bersatu  Hati”  karangan  Suster  Marie  Joseph,  dikutip  juga
tentang  Injil  Lukas  yang  berbunyi:  Ikutlah  Aku  Pergilah  dan  beritakanlah Kerajaan  Allah  ke  seluruh  penjuru  dunia”  Luk  9:57-62  Marie  Joseph,  1867:
30.  Kristus  mengundang  semua  orang  untuk  terlibat  dalam  pewartaan  kabar gembira  keseluruh  dunia.  Menanggapi  undangan  Kristus  itu,  hendaknya  SFD
dengan  hati  terbuka,  iklas  dan  murah  hati  seperti  Bapa  adalah  murah  hati. Menanggapi  undangan  Kristus  berarti  bersedia  untuk  merelakan  diri  kepada
sesama seraya menyerahkan diri seutuhnya kepada Dia yang telah memanggil. Sikap lepas bebas berarti melepaskan segala sesuatu  yang bersifat duniawi.
Karena  itu  melepaskan  diri  dari  keterikatan  duniawi  berarti  melepaskan  segala sesuatu yang bersifat duniawi. Sikap lepas bebas bukan berarti merasa kehilangan
tetapi  dengan  melepaskan  hal-hal  duniawi  akan  memperoleh  kehidupan  sejati yang  berasal  dari-Nya.  Barangsiapa  mau  menyelamatkan  nyawanya,  ia  akan
kehilangan  nyawanya;  tetapi  barangsiapa  kehilangan  nyawanya  karena  Aku,  ia akan menyelamatkannya Luk 9:24.
Sikap  lepas  bebas  menjadikan  SFD  miskin  di  hadapan  Allah.  Lepas  bebas kristiani  berasal  dari  cinta  kasih  karena  itu  adalah  karunia  Roh  Kudus.
Kemiskinan hanyalah yang pantas dicari dan dijadikan satu-satunya teman hidup. Janganlah kamu mau memiliki sesuatu lainnya di bawah kolong langit demi nama
Tuhan Yesus Kristus AD 6. 22. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
e. Semangat Doa
Yesus pernah bersabda, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama  seperti  ranting  tidak  dapat  berbuah  dari  dirinya  sendiri,  kalau  ia  tidak
tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku
” Yoh 15:4. Teks ini mengundang setia orang untuk bersatu dengan  Tuhan  melalui  doa.  Sebab  Dialah  sumber  hidup.  Betapa  pentingnya
persatuan  batin  dengan  Allah,  menjalin  relasi  dengan-Nya  akan  menghasilkan buah yang berlimpah yang tidak akan berkesudahan.
Menurut Suster Marie Joseph, “Semangat doa adalah kehidupan jiwa.” Jiwa yang  paling  dalam,  paling  pribadi  dari  manusia.  Dalam  jiwa  terdapat  sumber
kekuatan  batin  dan  di  situlah  Tuhan  akan  menyentuh  manusia  Marie  Joseph, 1867:  38.  Semangat  doa  harus  menjadi  yang  pertama  dan  utama  bagi  masing-
masing  anggota  Kongregasi  SFD  supaya  berbuah  limpah.  Kehidupan  berlimpah yang  diterima  dari  Allah  hendaknya  dijaga  dan  dibagikan  pula  kepada  sesama,
sebab Allah menghendaki agar masing-masing orang menjadi saluran rahmat bagi sesamanya.  Maka  dari  itu,  setiap  orang  yang  dipanggil-Nya  bertanggung  jawab
untuk  memberikan  hidup  itu  kepada  orang  lain.  Mangalirkan  rahmat  itu  melalui karya  pelayanan  SFD.  Buah  itu  akan  bertumbuh  dan  berkembang  bila  didasari
dengan doa. Oleh karena itu, para SFD perlu secara teratur menjalin relasi dengan Allah,
dengan  mencari  waktu  untuk  hening  guna  membangun  relasi  itu  secara  lebih intim. Dalam buku Anggaran Dasar dan Cara Hidup Saudara-saudari Ordo Ketiga
Regular Santo Fransiskus fasal 3 diungkapkan demikian: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Di  setiap  tempat  dimana  pun  juga,  pada  setiap  saat  dan  segala  waktu hendaklah  saudara-saudari  dengan  sungguh-sungguh  dan  rendah  hati
mengimani  Allah  yang  kekal,  mahatinggi,  mahaluhur,  Bapa  dan  Putra  dan Roh  Kudus;  hendaklah  mereka  memilikinya  dai  dalam  hati  dan  mencintai-
Nya,  menghormati,  menyembah,  mengabdi,  memuji,  meluhurkan  serta memuliakan-Nya.  Hendaklah  mereka  menyembah  Dia  dengan  hati  yang
murni, karena kita harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu; sebab Bapa mencari penyembah yang demikian AD III, 1984: 13.
Melalui  doa  dapat  bersatu  dengan  Kristus  dan  dapat  memahami  apa  yang dikehendaki  oleh  Dia.  Melalui  doa  itu  pula  dapat  bersatu  dengan  Bapa,  dengan
manusia dan dengan seluruh alam  ciptaan.  Lewat  doa orang boleh hidup  dengan iman, harapan, dan cinta kasih. Dengan demikian setiap orang akan dimampukan
untuk  menghadirkan  Kerajaan  Allah  lewat  karya  perutusannya  di  mana  pun berada.
Dari uraian lima sikap dasar di atas sangat jelas dipaparkan bahwa semangat kongregasi  SFD  berakar  dari  tradisi  injili  Fransiskan.  Semangat  cinta  kasih
menjadi  penopang  seluruh  bangunan  SFD  dan  tanda  pengenal  bagi  persekutuan ini  sesuai  dengan  cara  hidup  Jemaat  Perdana.  Membangun  persekutuan  dalam
kongregasi  SFD  dibutuhkan  sikap  hidup  sederhana,  jujur  dalam  kata-kata  dan tindakan,  tulus,  sungguh-sungguh  dan  tidak  berliku-liku,  tidak  berpura-pura,  dan
hanya  satu  yang  diinginkan  yakni,  melaksanakan  kehendak  Allah.  Dengan demikian memudahkan diri untuk membangun, dan memelihara kerendahan hati,
kesabaran serta ketenteraman hati. Tugas  perutusan  hendaknya  dilaksanakan  dengan  rajin  dan  giat,  dengan
keterlibatan yang sungguh-sungguh tanpa harus merasa terpaksa dalam pemberian diri,  tetapi  ini  dilaksanakan  dengan  penuh  cinta  demi  yang  dicintai  yakni  Yesus
Kristus.  Untuk  mengikuti  Yesus  Kristus  dalam  dan  sempurna,  seorang  SFD PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
hendaknya  berani  untuk  bersikap  lepas  bebas,  tanpa  milik,  seperti  yang  dihidupi dan  diwariskan  oleh  Santo  Fransiskus,  hidup  tanpa  milik,  hidup  hanya  dengan
mengandalkan  belaskasih  orang  lain.  Seluruh  semangat  hidup  SFD  di  atas diteguhkan dan ditopang oleh semangat doa. Karena dengan doa, dan melalui doa
bisa menjalin hubungan secara lebih akrab dengan Tuhan sang pemberi hidup. Semangat  doalah  yang  paling  menjiwai  dan  menggerakkan  satu  sama  lain,
karena  itu  mendoakan  ibadat  harian  secara  pribadi  dan  bersama-sama  dalam komunitas  mengajak  SFD  untuk  tetap  bersatu  dan  bersyukur  kepada  Allah.
Dengan  demikian  semua  dapat  bermanfaat  bagi  Kongregasi  demi  tercapainya tujuan  luhur  Kongregasi  SFD  yakni  menguduskan  anggotanya  melalui
pelaksanaan  kesempurnaan  kristiani  yang  dipersembahkan  kepada  Tuhan  dan sesama.
4. Visi dan Misi Kongregasi SFD
Kegelisahan  dan  kerinduan  kongregasi  SFD  melahirkan  sebuah  rumusan visi,  misi  dan  credo  serta  kharisma  dalam  hidup  persaudaraan  dan  pelayanan.
Sejak semula pendiri kongregasi percaya bahwa ia sungguh-sungguh disemangati dan dijiwai oleh Roh Allah yang dikenal dengan Roh Pemersatu. Para pendahulu
berkarya dengan dijiwai oleh semangat cinta kasih, kesederhanaan Kristiani yang sejati,  semangat  rajin  dan  giat,  sikap  lepas  bebas  dan  semangat  doa  de  Raat,
2000:  60-62.  Rumusan  visi,  misi  dan  kharisma  kongregasi  SFD  ini  kemudian
dirumuskan dalam kapitel tahun 2001 di Girisonta, Semarang. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53 Dari  kapitel  itu,  dirumuskanlah  visi  SFD,  “Persekutuan  membangun
persaudaraan yang mengimani bahwa Tuhan adalah Bapa semua orang, mencintai dan meninggikan setiap orang
” Konst. 2007 art. 4. Persaudaraan yang dibangun oleh  SFD  adalah  persaudaraan  yang  berdasarkan  pada  keyakinan  bahwa  Tuhan
adalah  Bapa  bagi  semua  orang.  SFD  membangun  persekutuan  dengan  saling memperhatikan  dan  melayani  dengan  kasih.  Dari  keyakinan  itu  bahwa  Tuhan
adalah  Bapa  semua  orang.  Maka  semua  adalah  satu  saudara,  semertabat  dan setara.  Tuhan  yang  diimani  adalah  Bapa  yang  mencintai  setiap  orang  dan
meninggikannya,  maka  setiap  orang  pun  harus  bersikap  demikian  kepada sesamanya, seperti Bapa yang mencintai setiap orang dan meninggikannya. Suster
SFD  mencintai  dan  meninggikan  orang  bukan  hanya  dalam  persaudaraan,  tapi juga dalam setiap karya pelayanan di mana SFD di utus. Dengan meneladan sikap
Yesus,  Santo  Fransiskus,  dan  Pendiri,  para  SFD  diajak  untuk  mencintai, menghargai  dan  mengangkat  harkat  dan  martabat  manusia  yang  diciptakan  oleh
Allah dan merupakan gambar dan citra-Nya SFD, 2007: 17. Beranjak dari penjelasan di atas, maka misi SFD pun disebutkan pula yakni,
“Siap dan terbuka bagi kebutuhan zaman seraya meneladan Yesus Kristus dalam keprihatinan-Nya  terhadap  manusia  dengan  mendampingi,  memberdayakan,
menghimpun: kaum muda, perempuan, orang kecil, orang sakit, bersama saudara lain”  Konst.  2007  art.  11.  Para  suster  SFD  adalah  insan  yang  dina,  terus
berusaha  membuka  diri  terhadap  tuntutan  dan  kebutuhan  zaman.  Sikap  terbuka dan  siap  berarti  memiliki  cinta  yang  mendalam  kepada  Tuhan  dan  sesama.
Sebagai  suster  SFD  siap  dan  rela  memperbaharui  hidup  dengan  semangat  tobat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
mengubah  hidup  menjadi  lebih  baik.  Keterbukaan  terhadap  kebutuhan  zaman menuntut  kerelaan  untuk  tidak  memilih  kesenangan  pribadi  namun  lebih
mengutamakan kepentingan umum SFD, 2007: 19. Meneladan Yesus Kristus berarti mengikuti Yesus. Mengikuti Yesus Kristus
berarti  berani  hidup  dalam,  seperti,  dengan,  dan  bersama  Yesus  Kristus. Keprihatinan  Yesus  menjadi  keprihatinan  SFD.  Adapun misi  yang diemban oleh
SFD berkaitan dengan Injil Lukas, adalah: “Menyampaikan kabar suka cita injili kepada semua orang yang menderita dan miskin” bdk. Luk 4:18-19.
Teks Injil  di  atas  menegaskan  bahwa  tujuan  dari  Roh  Allah  yang  dicurahkan  kepada
Yesus adalah untuk keselamatan semua orang, terutama orang-orang lemah, sakit, dan  miskin.  Yesus  yang  diurapi  sebagaimana  ditampilkan  oleh  nabi  Yesaya
membawa  sebuah  visi  dan  misi  pelayanan  yakni  mewartakan  Kerajaan  Allah. Arah  misi  Yesus  adalah  memberitakan  pembebasan  bagi  para  tawanan,
penglihatan bagi orang-orang buta, membebaskan orang-orang yang tertindas, dan memberitakan  tahun  rahmat  Tuhan  telah  datang.  Kedatangan-Nya  memberikan
karunia istimewa kepada orang yang percaya kepada-Nya. Arah  misi  Yesus  ini,  sejak  awal  sudah  mewarnai  karya  pelayanan
kongregasi  SFD dalam  menjawab kebutuhan masyarakat  seraya meneladan Sang Guru sejati yaitu Yesus Kristus. SFD hadir di tengah-tengah masyarakat, terutama
yang  menderita,  kecil,  lemah,  miskin,  tertindas,  dan  difabel  KLMTD. Keprihatinan  terhadap  mereka  ini  diwujudkan  dengan  mendampingi  mereka,
mendekati  mereka  dengan  penuh  cinta  dan  kerahiman  hati,  berjalan  bersama, mendengarkan keluh kesah, dan menjadi sahabat  SFD, 2007:20. Supaya hal ini
55
dapat  terwujud  dengan  baik,  dibutuhkan  suatu  sikap  berani  meninggalkan  segala sesuatu demi melayani sesama yang membutuhkan Luk 9:59-62.
Sebagai  murid-murid  Yesus  yang  memiliki  semangat  seperti  Santo Fransiskus,  para  SFD  diminta  untuk  berani  juga  meninggalkan,  kampung
halaman, orang tua dan kesenangan pribadi. Semua itu ditinggalkan demi Kristus. Dengan  kata  lain,  visi,  misi  dan  kharisma  kongregasi  menjadi  penggerak  dan
kekuatan  dalam  melaksanakan  pelayanannya  di  tengah,  Gereja,  masyarakat  dan dunia.
B. Karya Pelayanan dan Nilai-nilai Rohani dalam Karya Kongregasi SFD 1. Pengertian Pelayanan
Dalam buku kapitel kongregasi SFD disebutkan bahwa pelayanan diartikan sebagai sebuah sarana perpanjangan tangan Tuhan dalam melayani dan mencintai
sesama  yang  sungguh  membutuhkan  perhatian  dan  cinta  sehingga  harus dilaksanakan  dengan  penuh  tanggungjawab  dan  suka  cita  Kap,  2011:  90.
Menjadi  suatu  kegembiraan  apabila  setiap  anggota  SFD  dapat  melayani  Tuhan yang  hadir  dalam  diri  sesama  dengan  tulus  dan  penuh  suka  cita,  baik  di
komunitas, dalam tugas perutusan, pun dalam lingkungan masyarakat sekitar. Jadi,  sikap  pelayanan  perlu  diperhatikan  sebagai  intisari  setiap  pelayanan
Kristus  yang  melayani.  Yang  menjadi  pokok  dalam  pelayanan  para  SFD,  yakni mengangkat harkat, martabat dan harga diri seseorang dalam melayani. Pelayanan
dalam tugas perutusan  merupakan  wujud nyata  dari cinta dan perhatian  terhadap PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
sesama  yang  dilayani  para  SFD.  Sekaligus  menjadi  gambar  dan  rupa  Allah.  Tak terpisahkan dengan apa yang dimulai oleh Allah sediri Kap, 2011: 91.
Pelayanan  tidak  hanya  berhenti  pada  perayaan  liturgi  di  sekitar  altar melainkan  juga  dilaksanakan  demi  keselamatan  umat  manusia  seluruhnya.  Para
SFD  dituntut  untuk  menunjukkan  pelayanan  dengan  berbuat  sesuatu  yang  nyata bagi  sesama  yang  miskin  dan  menderita.  Sikap  pelayanan  SFD  berdasar  pada
sikap  pelayanan  Yesus  sendiri  yaitu  melayani  dengan  cinta  kasih.  Hidup  dalam kerendahan  hati  di  hadapan  Tuhan  dengan  menyadari  bahwa  segala  kemampuan
dalam pelayanan adalah pekerjaan Allah sendiri bdk. 2 Kor 3:5; Flp 2:13.
2. Pelayanan dalam Gereja
Pelayanan  dalam  Gereja  merupakan  fondasi  kokoh  yang  menyingkapkan tugas  dan  tanggungjawab  serta  eksistensi  pelayanan  Gereja  di  dunia
GS,  art  1: 43.  Gereja  sebagai  umat  Allah  berkat  sakramen  pembaptisan  menyadari  diri
memiliki  tanggungjawab  menunaikan  tugas  dan  panggilannya  dalam  pelayanan Gereja di dunia LG, art 31. Bagi orang yang telah mengalami kelahiran baru di
dalam  Yesus  Kristus,  hidupnya  tidak  akan  lepas  dari  apa  yang  disebut  sebagai pelayanan.  Pelayanan  menjadi  life  style  atau  gaya  hidup,  dan  menjadi  nafasnya
hingga  menjadi  bagian  yang  tak  terpisahkan  dari  kehidupan  itu  sendiri.  Setiap orang  yang percaya kepada-Nya dipanggil untuk melayani sesama dengan penuh
kasih Gal 5:13. Gereja  melanjutkan  dan  mengambil  bagian  dalam  tritugas  Yesus  Kristus,
yakni  tugas  sebagai  nabi,  tugas  imami,  dan  tugas  rajawi.  Tugas  sebagai  seorang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
nabi  adalah  ikut  mewartakan,  dan  imami    merupakan  tugas  untuk  menguduskan atau  perayaan,  sedangkan  tugas  sebagai  rajawi  dalam  bahasa  Konsili  Vatikan  II
diartikan  sebagai  tugas  untuk  melayani  KWI,  1996:  382.  Pelayanan  Gereja
tersebut merupakan tindakan nyata dari tri tugas Yesus Kristus sendiri. Tugas  pelayanan  yang  dipilih  disesuaikan  dengan  talenta  dan  karunia  Roh
yang  kita  miliki;  tak  ada  pelayanan  yang  tidak  penting  di  hadapan  Tuhan, semuanya  penting  dan  saling  melengkapi  satu  dengan  yang  lain.  Sikap  penuh
disiplin,  tanggungjawab  dan  setia  terhadap  tugas  pelayanan  yang  dipercayakan sangat dihargai Tuhan sehingga beroleh kebahagiaan sejati Mat 25:23.  Dalam
ensiklik  Deus  Caritas  Est,  Paus  Benediktus  XVI,  mengungkapkan  bahwa  Allah adalah kasih,  dan barangsiapa tetap ada di  dalam kasih,  ia tetap berada di dalam
Allah dan Allah di dalam dia 1 Yoh 4: 16 Benediktus XVI, 2005: 5. Pusat dari iman  kristiani  adalah  tentang  kasih  Allah.  Hal  ini  telah  dipercaya  bahwa  kasih
Allah akan selalu tinggal dan bersama umatnya. Tarekat hidup bakti bersama dengan seluruh anggota Gereja dipanggil untuk
melayani  Kerajaan  Allah.  Gerakan  pelayanan  itu  berakar  pada  pelayanan  Yesus Kristus, yakni pelayanan dengan cinta kasih. Pelayanan cinta kasih yang terpancar
dalam  diri  Yesus  menyelamatkan  dan  menyembuhkan  banyak  orang.  Pelayanan yang dilakukan Yesus tidak terlepas dari pelaksanaan kehendak Bapa-Nya.
Seperti Yesus yang melaksanakan misi-Nya atas kehendak Bapa, pelayanan yang  dilakukan  oleh  Gereja  juga  didasarkan  pada  ketaatan  kepada  kehendak
Allah.  Tentang  hal  ini,  Yesus  bersabda,  “Kasihilah  Tuhan,  Allahmu,  dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan
58
kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri ” Mat 22:37-39.
Kasih berasal  dari  Allah  dan  tertuju  kepada  Allah.  Allah  senantiasa  memanggil  para
SFD  untuk  membagikan  kasih-Nya  kepada  sesama,  terutama  dalam  kehadiran- Nya di tengah kemiskinan ketidakberdayaan dan penderitaan orang lemah. Untuk
mengenal  Dia  dan  menjumpai  Dia  dalam  diri  mereka  yang  miskin  merupakan langkah  untuk  mencintai-
Nya.  Rasul  Paulus  menuliskan,  “Inilah  doaku,  semoga kasihmu  makin  melimpah  dalam  pengetahuan  yang  benar  dan  dalam  segala
macam  pengertian ”  Flp  1:9.  Kasih  seperti  inilah  yang  menjadikan  hidup
semakin terdorong untuk melayani Gereja melalui sesama umat manusia. Sehubungan dengan sikap pelayanan  yang dilakukan oleh para suster SFD,
dalam Konstitusi art. 40 mengutip tulisan Muder Yohana Yesus MYY: Pendiri  kongregasi  kita  berpendapat  bahwa  hidup  mereka  sebagai  Peniten
seharusnya ditandai oleh ketekunan dan terus giat dalam mengabdi sesama. Mereka  yakin,  bahwa  pencurahan  tenaga  yang  dituntut  oleh  pekerjaan
merupakan suatu cara untuk melupakan diri, mengarahkan diri kepada orang lain,  dan  dengan  demikian  mengabdi  Tuhan.  Dalam  pencurahan  tenaga  itu
mereka  mengalami,  bahwa  pekerjaan  di  mana  mereka  begitu  saling membutuhkan, mempererat  ikatan satu  sama lain dan menciptakan suasana
penuh rasa terima kasih dan rela mengabdi MYY, hal. 19-20, 35. Hal  ini  ingin  menunjukkan  bahwa  SFD  melayani  Gereja  dengan  sungguh-
sungguh  dan  tidak  membeda-bedakan.  Para  SFD  mengabdi  Tuhan  dan  sesama mewujudkan  cinta  kasih  dalam  pelayanan,  membagikan  apa  yang  dimilikinya
seperti bakat dan talenta untuk mereka yang miskin dan yang membutuhkan.
3. Pelayanan sebagai Fransiskan
Menjadi seorang  yang murah hati bagi  Fransiskan  adalah keharusan. Santo Fransiskus  dalam  hidupnya  telah  menampilkan  diri  sebagai  seorang  yang  murah
59
hati.  Dia  menjual  harta  miliknya  dan  membagikannya  kepada  orang  miskin  di Assisi,  meninggalkan  cita-citanya  menjadi  kesatria,  dan  kemudian  menjadi
pelayan  Injil. “Allah  yang  menjelma  menjadi  manusia  dalam  diri  Yesus  yang
diikuti  secara  radikal  oleh  Fransiskus  adalah  Allah  yang  Murah  hati.  Kitab  Suci menyatakan  bahwa  Allah  adalah  kasih  1Yoh  4:17.  Allah  lebih  dahulu  murah
hati, maka pada saatnya manusia pun dituntut pula bermurah hati pada sesama. Pelayanan  yang  rendah  hati  dan  penuh  cinta  menjadi  ciri  hidup  sebagai
seorang Fransiskan demi kepentingan bersama. Fransiskus dari Assisi menyadari bahwa  tugas  perutusannya  datang  dari  Allah  melalui  Gereja  yang  merupakan
lanjutan dari perutusan Yesus. Demikian juga tugas perutusan sebagai Fransiskan, tujuannya  sama  yaitu  ikut  ambil  bagian  dalam  penyaluran  kasih.  “Aku  datang
bukan  untuk  dilayani  melainkan  untuk  melayani”  Mrk  10:45.  Yesus menunjukkan  bagaimana  melayani  dengan  tulus  dan  rendah  hati.  Melayani
dengan  mendahulukan  mereka  yang  betul-betul  memerlukan  pertolongan. Melayani dengan mendahulukan yang lemah, tanpa mengharapkan imbalan.
Sikap Yesus  yang rendah hati dalam pelayanan menjadi teladan bagi karya pelayanan  Fransiskan  termasuk  kongregasi  SFD.  Melayani  dengan  rendah  hati
dan  meninggikan  setiap  orang  menjadi  credo  dari  SFD  Pedoman  Pembinaan, 2007:8.  Mereka  dipanggil  menjadi  pelayan  dalam  persaudaraan  dan  saling
menaati karena cinta kasih rohani dengan berusaha hidup menurut semangat Santo Fransiskus supaya mereka tidak salah mempergunakan jabatan dengan menguasai
orang lain, melainkan menunaikan tugasnya dengan penuh pengabdian AngTBul, V 9-13.
60
Santo  Fransiskus  menasehati  para  pengikutnya  supaya  dalam  melayani sesama  dalam  persaudaraan,  mereka  tidak  mencari  kekuasaan  sekalipun  sebagai
pemimpin.  Sebaliknya,  supaya  tetap  rendah  hati  untuk  mengabdi  sebagaimana Yesus  Kristus  yang  selalu  merendahkan  diri-Nya  demi  kemuliaan  Allah  Bapa.
Pelayanan  yang  dilakukan  oleh  kongregasi  SFD,  baik  dalam  komunitas,  Gereja maupun dalam masyarakat merupakan pengabdian yang tulus iklas kepada Allah.
Seorang  SFD  perlu  memiliki  kerendahan  hati  demi  kesejahteraan  bersama sebagaimana para rasul  berani hidup, menjual hartanya dan berbagi kepada  yang
miskin dan segala sesuatu dijadikan sebagai milik bersama Kis 2:14. Para SFD juga perlu menyiapkan diri supaya siap sedia untuk menerima dengan rendah hati
tugas perutusannya. Menjadikan tugas dan tanggungjawab sebagai sebuah sarana perjumpaan dengan Allah lewat orang miskin. Dengan demikian pelayanan dapat
dihayati  sebagai  bentuk  pengabdian  kepada  Allah  dan  berani  melapaskan  diri sendiri demi perkembangan Gereja dan masyarakat Kap, 2011: 110-111.
4. Corak Hidup Kongregasi SFD
Sebagai  warisan  rohani  para  suster  membawa  tradisi  hidup  yang kontemplatif,  yang  tertutup  untuk  dunia  luar.  Mereka  merindukan  dan
meneruskan hal-hal seperti doa brevir malam, masa puasa yang panjang dan mati raga  dalam  menyiksa  diri,  sekaligus  melayani  pada  putri  asrama  van  Vooren,
1983: 13-14. Dalam cara hidup para suster yang kontemplatif kurang mendapat perhatian
dan  tanggapan  positif  dari  pemerintah  karena  dirasa  kurang  memberi  dampak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI