60
Santo Fransiskus menasehati para pengikutnya supaya dalam melayani sesama dalam persaudaraan, mereka tidak mencari kekuasaan sekalipun sebagai
pemimpin. Sebaliknya, supaya tetap rendah hati untuk mengabdi sebagaimana Yesus Kristus yang selalu merendahkan diri-Nya demi kemuliaan Allah Bapa.
Pelayanan yang dilakukan oleh kongregasi SFD, baik dalam komunitas, Gereja maupun dalam masyarakat merupakan pengabdian yang tulus iklas kepada Allah.
Seorang SFD perlu memiliki kerendahan hati demi kesejahteraan bersama sebagaimana para rasul berani hidup, menjual hartanya dan berbagi kepada yang
miskin dan segala sesuatu dijadikan sebagai milik bersama Kis 2:14. Para SFD juga perlu menyiapkan diri supaya siap sedia untuk menerima dengan rendah hati
tugas perutusannya. Menjadikan tugas dan tanggungjawab sebagai sebuah sarana perjumpaan dengan Allah lewat orang miskin. Dengan demikian pelayanan dapat
dihayati sebagai bentuk pengabdian kepada Allah dan berani melapaskan diri sendiri demi perkembangan Gereja dan masyarakat Kap, 2011: 110-111.
4. Corak Hidup Kongregasi SFD
Sebagai warisan rohani para suster membawa tradisi hidup yang kontemplatif, yang tertutup untuk dunia luar. Mereka merindukan dan
meneruskan hal-hal seperti doa brevir malam, masa puasa yang panjang dan mati raga dalam menyiksa diri, sekaligus melayani pada putri asrama van Vooren,
1983: 13-14. Dalam cara hidup para suster yang kontemplatif kurang mendapat perhatian
dan tanggapan positif dari pemerintah karena dirasa kurang memberi dampak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
pada masyarakat. Cara hidup mereka dianggap tidak bermanfaat de Raat, 2000: 34. Pada masa itu, mereka mendengarkan tanda-tanda zaman baru, yang lahir
pada abab ke-19. Mereka siap dan terbuka akan kebutuhan zaman, dan rela menyediakan diri dalam pemberantasan penderitaan sesama di dunia luar van
Vooren, 1983: 14. Persoalan yang muncul pada saat itu menuntut suatu perjuangan yang gigih
dan keyakinan akan Penyelenggaraan Ilahi. Mereka yakin, makin digoncang pohon, akan makin mendalam akarnya. Mereka menerima tawaran dari
pemerintah supaya kongregasi berubah menjadi kongregasi yang bermanfaat bagi banyak orang dengan merawat orang-orang sakit, menampung orang miskin, dan
yatim piatu serta memberikan pendidikan bagi anak-anak de Raat, 2000: 43. Pada waktu yang sama, Bapa Uskup dari Breda melihat situasi yang sangat
memprihatinkan maka, beliau memohon kepada kongregasi supaya mengadakan perawatan bagi orang sakit di rumah-
rumah mereka sendiri “wijk-verpleging” atau dinas keliling. Hal ini bertujuan supaya para suster dapat bertemu langsung
dengan keluarga dan masyarakat. Maka beberapa suster dibekali dengan pendidikan keperawatan guna misi tersebut van Vooren, 1983: 18.
Demikianlah terjadi perubahan dalam kongregasi SFD yang semula kontemplatif menjadi aktif sesuai dengan tujuan kongregasi yang direncanakan
semula yaitu, melayani masyarakat lewat pendidikan dan perawatan orang sakit dan akhirnya mengarah pada kebutuhan dan tuntutan zaman.
5. Macam-macam Karya Pelayanan SFD di Masa Sekarang
62
Sejak berdirinya Kongregasi SFD, pada tanggal 26 Maret 1801 di Dongen, para suster SFD mencoba melihat dan peka terhadap kebutuhan zaman. SFD hadir
di berbagai kotanegara, terutama di Indonesia. Kehadiran SFD di Indonesia menjadi berkat bagi masyarakat, dan Gereja. Di manapun SFD hadir, di situ pula
muncul pelayanan bagi masyarakat. Mereka memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui pendidikan, baik formal maupun non formal. Seturut teladan
pendiri yang selalu siap dan terbuka akan tanda-tanda dan kebutuhan zaman. Dalam karya pelayanan selalu berusaha untuk mengikuti dan menerapkan
semangat pendiri dalam melaksanakan karya perutusan. Nilai ‘semangat rajin dan
giat’ dalam berkarya yang diwariskan oleh pendiri kepada para SFD di masa sekarang menjadi dasar untuk terus melayani dengan semangat cinta kasih kepada
Allah dan sesama. Adapun karya pelayanan yang dilakukan oleh para SFD di Indonesia
meliputi; pelayanan di bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan pastoral.
a. Karya Pelayanan di Bidang Pendidikan
Sejak zaman pendiri, suster SFD memulai pelayanannya di bidang pendidikan di Dongen. Awalnya mereka mendidik kaum muda khususnya wanita.
Para suster berjuang mengatasi penderitaan masyarakat dengan mengentaskan kebodohan dengan memberi pengetahuan dan keterampilan. Di samping itu
mereka juga mendidik anak-anak bangsawan dan anak-anak orang kaya. Buah dari pendidikan itu membawa perkembangan bagi anak-anak dan keluarganya.
63
Semangat pelayanan para suster pendahulu, digunakan dan dipertahankan oleh para SFD Indonesia di zaman sekarang. Dan hal itu dirasa cocok dan sesuai
dengan permintaan masyarakat sekitar, juga pihak keuskupan di mana SFD berada. Karya pendidikan formal yang ditangani oleh kongregasi SFD mulai dari;
Play Group, TK, SD, SMP, dan SMA LPJ. DPU, 2015: 42. Kehadiran para suster SFD di bidang pendidikan tidak lepas dari semangat
dan daya juang pendiri yang memperjuangkan pendidikan bagi anak-anak asrama kala itu. Dengan latar belakang ini, SFD Indonesia semakin berkembang dan
menyebar di beberapa pulau yakni Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Lombok. Hal ini bertujuan untuk melanjutkan misi pelayanan Yesus lewat pendidikan.
Dalam memajukan dan mengembangkan karya-karya SFD Indonesia, dibentuklah beberapa yayasan yang mengelolah karya formal misalnya; Yayasan
Setia di Medan, yang membawahi 18 delapan belas sekolah, dan yayasan Santa Maria di Banjarmasin, yang membawahi 16 enam belas sekolah LPJ DPU,
2015: 44. Dalam buku Pedoman Karya PK SFD dituliskan bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan, khususnya di bidang pendidikan perlu dirumuskan
sebuah visi. Vi si karya pelayanan dalam pendidikan: “Menjadi wadah dan sarana
dalam mewujudkan cinta Tuhan yang mendidik manusia secara utuh, dengan semangat cinta kasih, kesederhanaan dan persaudaraan Mat 13:31-32, 28:19-20
Pedoman Karya SFD, 2015: 3-5. Cita-cita para pendahulu SFD sejak awal adalah menanamkan iman dan
mengembangkan kehidupan keagamaan melalui karya pendidikan dan pengajaran. Dalam meneladan cara hidup Santo Fransiskus Assisi, kongregasi mau
64
mewujudkan cinta Bapa kepada semua orang serta meninggikan setiap orang, terutama orang kecil Profil SFD, 2007: 62.
b. Karya Pelayanan di Bidang Kesehatan
Para suster pendahulu kongregasi SFD melakukan pelayanan kesehatan bagi orang sakit. Bertitik tolak dari pengalaman Santo Fransiskus Assisi yang melihat
Yesus dalam diri orang kusta. Tatkala Fransiskus berjumpa dengan Yesus yang menderita dalam diri orang kusta, dia mendapat anugerah untuk menyadari bahwa
Allah hadir di dunia ini, dalam manusia pilihan, yaitu, Yesus Konst. 2015 art 44. Perjumpaan Fransiskus dengan orang kusta membawa perubahan baginya
sehingga mampu menyerahkan yang dia miliki kepada orang kusta. Tindakan Fransiskus inilah yang menjadi teladan bagi karya pelayanan SFD dalam bidang
kesehatan. Awalnya, perawatan bagi orang sakit di rumah mereka sendiri, wijk-
verpleging “Dinas Keliling”. Kemudian mengalami perubahan dan
perkembangan hingga berlanjut dengan sebuah kerasulan di bidang kesehatan. Hal ini dimulai dengan berkunjung dari rumah ke rumah supaya langsung berhadapan
dengan keluarga dan masyarakat Kenangan 70 thn SFD Indonesia, 1993: 11. Perawatan orang sakit lewat kunjungan rumah ke rumah dilakukan karena
terdorong oleh rasa kasih bagi mereka yang menderita. Sebab kesehatan
merupakan salah satu kebutuhan yang paling mendasar bagi setiap orang. Oleh karena itu, kongregasi SFD turut ambil bagian dalam menghadirkan karya
penyelamatan Allah yang menyembuhkan. Kasih Allah yang menyembuhkan dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
menyelamatkan itu adalah pengembangan dari visi karya kesehatan kongregasi SFD.
Orang sakit sering dipandang sebagai orang yang lemah secara fisik jasmani maupun rohani. Hingga saat ini, karya yang dikelola oleh para suster diawali
dengan Dinas Keliling, Balai Kesehatan Ibu dan Anak BKIA, poliklinik dan menampung titipan anak terlantar dan jompo. Karya kesehatan yang dikelola
Kongregasi SFD di seluruh Indonesia ada di 13 tiga belas tempat, dan tersebar di 3 tiga pulau, seperti Sumatera: Kabanjahe, Tigabinanga, Saribudolok, Percut,
Haranggaol, dan Belawan. Kalimantan ada di Banjarmasin, Buntok, Muara Teweh, Parenggean, dan di Palangan. Sedangkan di Jawa ada di Pati dan
Tigaraksa.
c. Karya Pelayanan di Bidang Sosial
Karya pelayanan di bidang sosial berawal dari pengalaman dan keprihatinan para pendahulu di masa lampau. Mereka menampung dan mengajar kaum muda
perempuan, dengan tujuan untuk mengangkat harkat, dan memberdayakan mereka. Pada saat sekarang pelayanan di bidang sosial berkembang sesuai dengan
kebutuhan zaman. Karya sosial kongregasi diungkapkan dalam bentuk pelayanan bagi orang-orang kusta, wisma lansia, dan asrama dengan mengajar berbagai
keterampilan, mendampingi kaum buruh, memperhatikan masyarakat miskin dan lemah, sekolah luar biasa SLB serta karya sosial lainnya. Bentuk kegiatan dan
karya sosial tergantung dari situasi tempat di mana kongregasi berdomisili. Karya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
sosial kusta Salus Populi dan Wisma Lansia Panti Rukmi di Pati Jawa Tengah, dan asrama SLB-C di Tuntungan, Namopecawir Medan Sumatera Utara.
Sebagai kongregasi Peniten Rekolektin yang aktif dan kontemplatif melalui pelayanannya, SFD turut memberikan perhatian pada karya pelayanan yang
sungguh berpihak pada orang sakit, lemah, kesepian, miskin dan tersingkir seperti Yesus yang peduli Luk 7:21-22. Dalam aturan hidup kongregasi SFD yang
disebut sebagai konstitusi disebutkan bahwa “Kongregasi menyiapkan para suster untuk perawatan orang sakit, lanjut usia, dan orang cacat, tugas-tugas pastoral dan
aneka tugas pelayanan lainnya Konst. 2007 art. 45. Selanjutnya dalam aturan yang sama ditegaskan lagi bahwa sebagai insan-insan yang dina dan rendah hati,
SFD harus terus berusaha untuk melayani semua orang, terlebih mereka yang menderita kesusahan dan kekurangan. Mendahulukan pelayanan bagi orang-orang
kecil Konst. 2015 art. 19. Konstitusi di atas ingin mengajak SFD, supaya di manapun berada selalu
hadir sabagai sarana untuk menunjukkan kehadiran Allah dan mewartakan cinta kasih-Nya di tengah dunia. Sebagaimana Allah yang mengasihi manusia dan
peduli terhadap orang miskin, demikian juga para SFD turut menjadi perpanjangan tangan kasih Allah bagi mereka yang lemah, miskin, cacat, dan
tersingkir.
d. Karya Pelayanan di Bidang Pastoral
Dalam kongregasi SFD, karya kerasulan menjadi salah satu ciri khas. Hal ini tampak dari keterlibatan mereka secara fulltimer untuk karya pastoral kaum
buruh. Selain itu, para suster juga menjalankan tugas pewartaannya dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
menyadari diri sebagai bagian dari Gereja. Sebagai anggota Gereja, para suster SFD dipanggil secara khusus untuk ikut ambil bagian dalam misi Gereja. Gereja
mengharapkan kehadiran para suster untuk terlibat dan bertanggungjawab dalam membangun Gereja yakni turut ambil bagian untuk melayani umat di bidang
pastoral. Dalam pelayanan pastoral ini para suster SFD dilibatkan untuk memperhatikan perkembangan iman umat, baik di stasi, di paroki maupun di
keuskupan. Karya pastoral SFD tersebar di 8 delapan Keuskupan di Indonesia; Keuskupan Agung Medan - Sumatera Utara, Keuskupan Agung Jakarta
– Jawa Barat, Keuskupan Agung Semarang
– Jawa Tengah, Keuskupan Banjarmasin – Kalimantan Selatan, Keuskupan Palangkaraya
– Kalimantan Tengah, Keuskupan Pontianak, Sanggau
– Kalimantan Barat, dan Keuskupan Denpasar – Bali LPJ. DPU, 2015: 44.
Karya pastoral kerasulan yang dilakukan, ikut sebagai Pengurus Dewan Paroki, Dewan Pastoral, Dewan Stasi serta pendampingan kelompok kategorial di
tingkat lingkungan sampai keuskupan. Selain itu juga ikut dalam pendalaman iman katekese, memberikan renungan atau memimpin ibadat, kerasulan
keluarga, bidang liturgi dan kerasulan-kerasulan lainnya LPJ. DPU, 2015: 60. Perkembangan hidup umat beriman mendorong para suster SFD untuk
berusaha membawa Kristus ke tengah-tengah dunia agar setiap orang merasakan kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup. Dalam mengembangkan karya pastoral
para SFD bekerjasama dengan pastor paroki di mana para suster berada. Untuk memperkembangkan karya tersebut, kongregasi mempersiapkan anggotanya
untuk studi pada bagian pastoral Konst. 2015 art 41a. Dalam mengikuti Yesus PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Kristus dan menjalankan misi-Nya, para SFD menjadi pelayan-pelayan pastoral, yang harus memiliki sikap siap sedia, pengabdian, kerendahan, serta ketulusan
hati yang menggambarkan pelayanan Yesus.
6. Nilai-nilai Rohani dalam Karya Kongregasi SFD
Para pendahulu Suster SFD yang datang dari Leuven menghadapi kesulitan luar biasa. Mereka harus mengorbankan cara dan bentuk hidup mereka. Dari yang
kontemplatif menjadi aktif. Mereka yang sudah akrab dengan doa-doa malam, puasa yang panjang, mati raga dan mendera tubuh. Harus memadukan hidupnya
dengan pengabdian pada putri-putri di asrama. Selain itu ada juga dorongan yang sangat kuat dari luar yang tidak dapat mereka tolak, yang membuat mereka harus
tunduk, dan taat secara tulus, meski hati mereka terbelah yakni sikap dari pemerintah yang menganggap mereka tidak bermanfaat.
Para pendahulu, mulai menyadari bahwa nilai dasariah dalam hidup membiara ialah pengabdian kepada Tuhan dan suster sesama dalam penghayatan
ketiga kaul, dengan semangat pertobatan, doa, kemiskinan, dan cinta pada sesama manusia tetap menjadi dasar dan pondamen Fransiskan hidup mereka yang baru.
Dalam penitensi mereka merasa dipanggil untuk melakukan dan memberi perhatian serta tenaga pada pendidikan kaum mudi. Sedangkan rekoleksi dihayati
dalam mendasarkan doa berkala, meditasi, dan latihan rohani Van Vooren, 1983: 14-15.
Dulunya, karya pelayanan SFD ada di bidang karya pensionat yang merupakan kerjaan sampingan. Bapak rohani kongregasi SFD, Adrianus Oomen
69 berpandangan. “Jika perlu karakter kongregasi harus dikorbankan”. Peraturan
yang keras itu telah dilaksanakan dengan senang hati oleh para suster. Tetapi kesehatan para suster juga nampak mulai melemah, mengingat juga beratnya
pekerjaan dan kelelahan. Penitensi yang masih dilaksanakan oleh para suster, yang juga menangani karya perlu dibenahi. Maka, sebagian besar peraturan harus
diganti. Dalam buku Sejarah Para Pendahulu SPP karangan Gerlach, OFM.Cap,
dituliskan bahwa “Penitensi sungguh perlu Tetapi Tuhan pada masa kini tidak
menuntut kekerasan para suster, melainkan menuntut sesuatu yang lain, yakni lebih menyesuaikan dengan kebutuhan mendesak dan kebutuhan Kristiani, yakni
lebih memberikan pe rhatikan kepada sesama” Gerlach, 1940: 96. Pembimbing
Spiritual menegaskan, cara hidup perlu diperingan, tarekat perlu disesuaikan. Puasa diringankan: Sarapan diwajibkan mengingat kerja keras; doa dan koor
malam dihapus, karena suster bersama dengan pensioner sehingga waktu untuk tidur malam menjadi berkurang.
Dalam arti tertentu semua “kekerasan” dikendurkan. Semua disesuaikan demi kebutuhan mendesak. Ulah tapa, matiraga, tidur larut malam, mendera
tubuh diatur dan tekanan dialihkan pada meditasi. Doa ofisi ilahi dan retret 9 sembilan hari tetap dijunjung tinggi oleh kongregasi.
Kini terlihat semangat pengorbanan para suster, bukan pertama-tama untuk mengejar kesempurnaan dan kesucian pribadi, melainkan pelayanan dan kasih
kepada sesama tanpa pamrih. Mereka rendah hati dan taat kepada pembimbing rohani yang diberikan Allah pada saat itu.
70
Hal-hal di atas dirangkum dalam sebuah draft nilai-nilai karya pelayanan kongregasi SFD. Untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut, semua lapisan yang ada
di dalamnya mulai dari Pengurus Yayasan; Pimpinan Unit; para Guru; serta para Peserta didik diharapkan bersinergi guna mewujudkan nilai-nilai karya ke-SFD-an
itu. Nilai-nilai rohani yang diwujudkan dan sudah menjadi urat nadi dalam berkarya di semua yayasan yang dikelolah oleh kongregasi SFD.
a. Huruf S, adalah Semangat
Semangat yang berarti selalu bergembira, rajin dan giat dalam melakukan setiap karya pelayanan yang ditugaskan dengan penuh tanggungjawab, disiplin
yang tinggi dan suka cita yang besar dalam hidup Mat 5:16 ; 7: 21. Para suster kongregasi SFD diharapkan kapan dan di mana pun berada selalu tampil dengan
wajah gembira dan bersuka cita sebagai tanda perwujudan dari Injil yang mendunia. Khususnya di tempat karya pelayanan bersama dengan sesama.
Bagi Santo Fransiskus, kemampuan dan peluang untuk bekerja adalah panggilan dan karunia dari Tuhan, maka harus dilaksanakan dengan setia dan
penuh bakti. Dengan teladannya, ia memberi kesaksian tentang kemuliaan kerja dan dalam hal ini juga mengambil bagian dalam nasib hidup orang lain. Jadi karya
para suster SFD adalah kerasulan sejati sebab, “mereka hidup seperti hidup para
Rasul yakni: mengikuti jejak Kristus dalam pelayanan dan persekutuan seturut ajaran Injil dalam Gereja yang membawa kabar gembira
”. Kabar gembira ini ditanggapi oleh manusia yang percaya, dalam semangat
iman, kasih dan pengharapan kristiani, sebagai penyambutan kerjasama dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Tuhan Yesus Kristus, pelaksana rencana penyelamatan Allah bagi manusia. Di sana, para pekerja “bukan hamba, melainkan sahabat” Yoh 15:15, kolega kerja
Tuhan Konst. 2015: 37-38. Sebagai seorang suster yang memiliki nilai-nilai rohani dalam pelayanan,
harapannya dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab harus dengan penuh suka cita. Gigih, rajin dan giat untuk menampakkan prestasi hidup dalam karya
pelayanan dengan rendah hati. Berusaha untuk terlibat langsung dalam setiap
kegiatan di sekolah, Gereja dan masyarakat dengan gembira.
b. Huruf F, adalah Fraternitas
Fraternitas berarti mengutamakan dan meninggikan kaum papa dan semua makhluk yang ada di bumi ini dengan penuh cinta kasih, ramah, bersaudara, dan
pembawa damai di manapun berada. Seperti sabda Yesus “Inilah perintah-Ku, supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada
kasih yang lebih besar dari pada kasih seseorang yang memberikan nyawa-Nya untuk sahabat-sahabatnya Yoh 15:12-13.
Dalam Konstitusi kongregasi bab II, dipaparkan p ara SFD “harus
mengingkari diri seperti yang telah mereka janjikan kepada Allah. Membaktikan diri sepenuhnya kepada Dia yang telah memanggil dengan berlaku adil kepada
sesama. Diharapkan pula mampu menjadi sahabat-sahabat orang kecil dan miskin. Memberi senyum, sapa dan salam dalam situasi suka dan duka, tetap ramah dan
bersaudara walau dijauhi orang lain. Menjaga lingkungan dengan asri dan membudayakan buang sampah pada tempatnya. Menjalin komunikasi yang baik.
72
Memuji dalam keberhasilan sesama, dan menegur dalam kesalahan atau kekurangan saudari. Peduli, adil dan positif thangking kepada sesama.
Mempunyai prinsif hidup, lebih baik melayani daripada dilayani. Di mana ada perselisihan damai bawaan beta draft Nilai Karya SFD, 2016: 21.
c. Huruf D, adalah Dina
Dina berarti dengan semangat doa dan pertobatan yang terus menerus tetap berusaha untuk menumbuhkan sifat dan sikap sederhana, rendah hati, bermatiraga,
rela berkorban dan tanpa pamrih dalam mengasihi sesama adalah merupakan dasar hidup setiap orang yang terpanggil menjadi murid Kristus Draft Nilai
Karya SFD, 2016: 17. Seperti yang tertulis dalam Injil Yohanes, “Ia harus makin
besar, tetapi aku harus makin kecil Yoh 3:30. Di dalamnya terdapat unsur kerendahan hati dan kemampuan untuk melihat keberadaan diri sendiri. Demikian
juga Rasul Paulus mencatat dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, supaya setiap orang tidak egois kepada sesama tetapi sebaliknya harus bersikap altruis dalam
hidup Flp 2:4-8. Seorang suster SFD yang memiliki semangat kedinaan diharapkan bersikap
rendah hati dalam hidup, baik dalam karya pelayanan maupun di komunitas. Kerendahan hati akan menghantarnya pada kejujuran, ketulusan dan kemampuan
untuk melayani sesama dengan tulus, tanpa pamrih. Dalam Konstitusi kongregasi SFD pada bab III, ditemukan nilai-nilai yang sangat mendasar dalam hidup rohani
sebagai seorang Fransiskan: Berdoa sebelum dan sesudah kegiatan berlangsung. Mengikuti Perayaan
Iman sesering mungkin di mana pun berada. Mendengarkan sesama dengan sepenuh hati. Melakukan pekerjaan walau kecil dengan cinta yang besar.
Rela memberikan tenaga dan waktu demi pelayanan. Berani berkata cukup PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
dengan pola hidup sederhana. Memaafkan dan melupakan kesalahan sesama yang menyakiti hati. Menerima koreksi persaudaraan, teguran dan evaluasi
dengan berjiwa besar untuk memperbaharui diri secara terus menerus, dan berpengharapan yang besar dengan mengandalkan Allah dalam setiap gerak
hidup Konst. 2016: 34- 46.
Sebagai kongregasi yang menyandang nama sebagai orang Dina tentu harapannya adalah supaya dalam karya pelayanan dapat melakukan pekerjaan
yang walau kecil dan sederhana tetapi dilaksanakan dengan cinta yang amat besar. Dengan memberikan tenaga, pikiran dan hati yang tulus iklas dalam dan demi
pelayanan. Serta berani berkata cukup dengan pola hidup sederhana di tengah zaman yang konsumerisme.
C. Kaum Difabel pada Masa Kini dalam Karya Pelayanan SFD 1. Definisi Difabel
Dalam buku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Sekolah Luar Biasa SLB dipaparkan bahwa: Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
mengalami hambatan fisik danatau mental sehingga mengganggu pertumbuhan
dan perkembangannya secara wajar Depkes RI, 2010: 7. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, difabel adalah suatu kekurangan yang menyebabkan
nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna tidak sempurnanya akibat kecelakaan atau lainnya yang menyebabkan keterbatasan pada dirinya secara fisik
KBBI. Dan menurut WHO, difabel adalah suatu kehilangan dan ketidaknormalan baik secara psikologis, fisiologis maupun kelainan secara
struktur ataupun fungsi anatomis WHO int World Health Organization, 2014. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Jadi Difabel atau disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan adalah sebuah
masalah pada fungsi tubuh atau strukturnya; suatu pembatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan,
sedangkan pembatasan partisipasi merupakan masalah yang dialami oleh seseorang dalam keterlibatan dalam situasi kehidupan.
2. Klasifikasi Difabel
Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa
atau anak
cacat difabel . Anak penyandang cacat dapat digolongkan menjadi beberapa
kelompok antara
lain: Tunanetra,
TunarunguTunawicara, Tunagrahita,
Tunadaksa, Tunalaras, attention de ficit and hyperactivity disorder ADHD,
Autisme dan tunaganda, yang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda dan memerlukan penanganan dan pelayanan yang berbeda pula Depkes RI, 2010:
12. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa kelompok anak penyandang cacat.
a. Tunanetra
Istilah Tuna netra berasal dari kata “Tuna” dan “Netra” yang artinya adalah kelainan dalam penglihatan atau penyimpangan dalam melihat. Jadi, tuna netra
dapat diartikan sebagai kelainan atau penyimpangan dalam melihat. Seorang anak dikatakan tuna netra apabila dia kehilangan daya penglihatan atau tidak dapat
menangkap cahaya sama sekali. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Slamet Riyadi 1977: 19 bahwa: Anak yang tidak dapat melihat dapat disebut
75
buta. Sedangkan yang masih dapat melihat tetapi penglihatannya samar-samar atau kabur dikatakan anak yang tidak awas, tetapi tidak buta.
b. Tunarungu
Tuna rungu adalah kelainan pendengaran atau ketidakmampuan untuk mendengar suara karena memiliki hambatan. Hal ini terjadi apabila udara tidak
dapat diteruskan ke otak karena terjadi kerusakan pada saluran pendengaran, seperti yang dikemukanan oleh Sri Moerdani dan J. Sambira 1990: 20. Secara
medis, ketunarunguan berarti kehilangan atau kekurangan kemampuan mendengar yang disebabkan karena hambatan dalam perkembangan.
c. Tunagrahita
Tunagrahita adalah anak yang perkembangan mental atau kecerdasannya serta tingkah lakunya sedemikian terbelakang. Tunagrahita bisa juga disebut
sebagai anak yang memiliki tingkat kemampuan intelegensi
di bawah rata-rata dan ketidakmampuan dalam beradaptasi. Tingkat kecerdasannya IQ di bawah
90. Mereka yang digolongkan sebagai anak keterbelakangan mental adalah mereka yang tidak dapat menolong diri sendiri Sri Murdani, 1990: 42.
Dari uraian singkat di atas, penulis menyimpulkan bahwa anak tunagrahita adalah anak yang mengalami kelainan dalam pertumbuhan dan perkembangan dan
memiliki tingkat kecerdasan yang rendah sehingga mereka sulit untuk mengikuti proses pelajaran di sekolah umum, maka mereka membutuhkan sekolah khusus
untuk pendampingannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Dari penjelasan di atas tentang definisi dan klasifikasi difabel, maka ada 3 tiga alasan yang sangat mendasar, mengapa Anak Berkebutuhan Khusus ABK
atau difabel memerlukan pelayanan dan perhatian khusus; 1 Individual differences, manusia diciptakan Tuhan berbeda-beda. Mereka memiliki
kapasitas intelektual, sosial, fisik, suku, agama yang berbeda, sehingga memerlukan
pendidikan yang
sesuai dengan
karakteristik dan
kebutuhannya; 2 Potensi siswa akan berkembang optimal dengan adanya layanan pendidikan khusus bagi mereka; 3 Siswa Anak Berkebutuhan
Khusus ABK akan lebih terbantu melakukan adaptasi sosial di masyarakat.
Melihat hal di atas, maka kongregasi SFD merasa tergerak dan terpanggil untuk memberikan pelayanan kasih, perhatian dan pendidikan
kepada mereka, baik secara formal di sekolah pun informal di asrama. Mereka didampingi secara intensif di sekolah dan di asrama
sesuai dengan kemampuan dan potensi mereka.
3. Sejarah Karya Pelayanan bagi Kaum Difabel dalam Kongregasi SFD
Dalam buku “Muder Yohana Yesus” MYY, yang ditulis oleh seorang
biarawati Kongregasi Roosendaal, disebutkan bahwa pendiri Kongregasi Suster Fransiskus Dina, Muder Constansia van der Linden, SFD, berpendapat: bahwa
hidup mereka sebagai peniten seharusnya ditandai oleh ketekunan dan giat dalam mengabdi sesama. Mereka yakin bahwa pencurahan tenaga yang dituntut oleh
pekerjaan merupakan suatu cara untuk melupakan diri, mengarahkan diri pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
orang lain, dan dengan demikian mengabdi Tuhan. Dalam pencurahan tenaga itu mereka mengalami, bahwa pekerjaan di mana mereka begitu saling
membutuhkan, mempererat ikatan satu sama lain dan menciptakan suasana penuh rasa terima kasih dan rela mengabdi MYY, 2008: 19-20, 35.
Dengan latar belakang masa lampau di mana Kongregasi terutama terarah kepada pendidikan dan pengajaran kaum muda di daerah sendiri. Semua itu
lambat laun berubah dan diperluas. Salah satu tugas pelayanan itu adalah pendampingan dan pelayanan bagi orang cacat atau disebut dengan difabel
Konst. 2016: 51. Berawal dari sebuah keprihatinan akan penderitaan sesama, terutama anak-
anak yang mengalami gangguan mental atau disebut dengan difabel. Para suster pendahulu SFD, melihat anak-anak difabel semakin bertambah. Selain itu,
tanggapan dan reaksi dari masyarakat pada umumnya pun kurang bersahabat dengan mereka. Orangtua mereka sendiri pun sering menomorduakan mereka ini.
Jadi para suster pendahulu terinspirasi dengan semangat dari Santo Fransiskus yang sangat mencintai sesama yang menderita terutama orang kusta. Karena itu
mereka pun ingin meninggikan semua orang terutama anak-anak difabel Mzm 8. Sejak tahun 1980, karya pelayanan bagi kaum difabel sudah dilaksanakan
oleh suster pendahulu SFD. Kala itu, kongregasi belum memiliki sendiri karya sosial ini, maka mereka pun terlibat di sekolah milik pemerintah dengan tugas
sebagai guru kelas. Namun seiring dengan perjalanan waktu, kongregasi melihat tanda-tanda dan kebutuhan zaman kala itu, bahwa karya pelayanan ini sangat
dibutuhkan oleh masyarakat, terlebih bagi anak-anak itu sendiri. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Kongregasi mulai memikirkan sebuah bangunan untuk mewujudkan karya pelayanan ini. Pada 17 Juli 1987, pelayanan dimulai di dalam gedung milik
kongregasi SFD di Jl. Palang Merah no. 15, Medan. Dengan kapasitas 15-25 orang anak. Demikianlah, karya pelayanan ini terus mengalami perkembangan,
akhirnya mengalami kesulitan karena lokasi yang terlalu sempit. Akhirnya dibangun lagi sebuah gedung baru. Tahun 1997 berdirilah sebuah bangunan
Sekolah Luar Biasa SLB-C lengkap dengan asrama. Lokasinya berada di Jl. Namopecawir, Kec. Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Medan. Dengan
kapasitas 80-90 orang. Di tempat inilah anak-anak mendapat bimbingan dan cinta dari para suster SFD.
4. Visi dan Misi Karya SFD bagi Kaum Difabel
Untuk mengembangkan apa yang disampaikan dalam prinsip hidup
kongregasi atau visi kongregasi SFD,
“Persekutuan membangun persaudaraan yang mengimani bahwa Tuhan adalah Bapa semua orang, mencintai dan
meninggikan setiap orang” ditanggapi dengan baik oleh komunitas karya. Karya pelayanan bagi Anak-anak Berkebutuhan Khusus atau difabel
memiliki sebuah visi, “Komunitas kasih persaudaraan yang melayani orang kecil
dan lemah seturut teladan Bapa yang mencintai dan meninggikan setiap orang yang dicintai-
Nya” LPJ DPU 2015: 93. Kemudian visi ini dikonkritkan dalam misi; 1 Siap sedia melayani mereka yang mengalami keterbelakangan mental,
yang dijiwai dengan semangat perayaan Ekaristi, doa bersama, pribadi dan semangat berkorban yang tinggi; 2 Menciptakan komunitas yang bahagia, dengan