16
perdagangan maka uang pun menjadi makin penting. Sistem barter makin beralih ke ekonomi uang. Dengan demikian tanah sebagai milik utama dalam masyarakat
feodal agraris mulai diganti dengan uang walaupun tanah masih tetap menjadi milik utama Homel, 2001: 5.
c. Situasi Gereja
Pada zaman Fransiskus Assisi, Gereja menjadi bagian tak terpisahkan dari situasi masyarakat. Para uskup dan pemimpin biara Abas seringkali berperan
sebagai tuan tanah yang wajib menjanjikan kesetiaan kepada seorang raja. Peran ganda sebagai pemimpin rohani dan pemimpin politik berakibat pada
Gereja dalam konflik. Sedangkan kehidupan beragama orang banyak dikaburkan oleh beberapa aliran bidaah yang mengkritik pola hidup para pejabat Gereja, dan
menyebarkan ajaran sesat. Mereka ini disebut sebagai kelompok Kathar. Pengampunan dosa berat seringkali hanya dapat diperoleh dengan
mengadakan ziarah ke makam-makam suci Yerusalem, Roma, Compostella dan lain-lain. Para peziarah dan pentobat atau peniten, serta para pedagang dan
trubador penyanyi keliling ikut menyebarluaskan berita dan ajaran baru itu. Pelayanan tradisional di sekitar biara-biara pedesaan kurang mampu
menjangkau dan membina orang kota yang lebih berpengalaman dan terpelajar. Dalam hidup beragama devosi kepada para santo dan santa mendapat peranan
penting. Mereka yang dekat dengan Allah pemilik dan penguasa atau raja alam semesta dianggap sakti dan mampu untuk melindungi berbagai usaha dan
kelompok. Kota Assisi menghormati secara istimewa Santo Rufino, martir dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
uskup pertama Assisi dan Vitorino uskup Assisi yang kedua. Relikwi diperlakukan sebagai jimat yang memiliki kekuatan luar biasa dan hari peringatan
perlindungan dirayakan sebagai pesta rakyat dengan berbagai acara dan atraksi Homel, 2001: 5.
3. Panggilan Fransiskus Kira-kira usia 20 dua puluh tahun, tepatnya pada tahun 1201, Fransiskus
memulai perjalanan ke Apulia, dan dalam perjalanan ia jatuh sakit dan beristirahat sejenak di Spoleto. Dalam istirahatnya, ia bermimpi dikunjungi oleh Tuhan. Dia
mendengar ada suara yang bertanya tentang maksud perjalanannya. Fransiskus mengutarakan maksud dan tujuan dari rencananya untuk menjadi seorang ksatria.
Suara itu pun bertanya lagi, “Siapa yang dapat memberi lebih banyak, tuan atau hamba?
” Fransiskus menjawab, “Tentu saja tuan”. Kalau begitu mengapa engkau meninggalkan tuan dan menggantinya dengan hamba? Sekarang pulanglah ke
tempatmu, di sana akan disampaikan kepadamu apa yang harus kau buat ” jawab
suara itu Groenen, 2000: 36-37. Panggilan ini mengajak Fransiskus untuk semakin meniti hatinya dan bermawas diri dalam hidup.
Penglihatan itu membuatnya berbalik pulang dan kebingungan. Fransiskus terus merenungkan arti dari penglihatan itu. Selama masa penyembuhan,
Fransiskus mulai kehilangan selera akan dunia bisnis, sehingga membuat ayahnya khawatir, ia menjadi semakin haus akan hal-hal rohani Talbot, 2007: 256.
Fransiskus semakin percaya bahwa Allah merencanakan sesuatu untuk dirinya, namun ia belum tahu pasti. Ia pun berhenti di sebuah Gereja kecil, San
18
Damiano dan berdoa mohon petunjuk atas apa yang ia alami belakangan ini. Dan dari atas salib Fransiskus mendengar suara Yesus:
“Fransiskus, pergilah dan perbaikilah rumah-
Ku seperti yang kamu lihat telah rusak”. Fransiskus melaksanakan perintah ini secara harafiah, memperbaiki gedung gereja yang mau
roboh Marpaung, 2009: 26. Fransiskus membuang semuanya lalu mulai mengemis untuk membeli batu dan membangun kembali gereja tersebut dan dua
gereja lainnya hingga menyadari maksud dari Yesus Talbot, 2007: 256. Fransiskus berubah, ia selalu mencari waktu untuk berdoa, hingga
menemukan suatu kedamaian di dalam lubuk hatinya Bodo, 2002: 16. Dalam buku 1 Celano II. 3, Ia memandang dirinya rendah dan meremehkan segala
sesuatu yang dulu dianggapnya manis. Fransiskus mulai menemukan Kristus dalam dirinya. Semua harta ia tinggalkan demi harta yang abadi. Perubahan itu
mendorong Fransiskus untuk melayani orang miskin dan orang sakit, terlebih orang kusta Groenen, 2000: 41. Dia semakin bermurah hati dengan orang
miskin. Bahkan ia rela memberikan apa yang dia miliki demi orang miskin dan sakit.
Perubahan Fransiskus yang paling menarik adalah saat perjumpaannya dengan orang kusta. Ia memeluk dan mencium orang sakit kusta: “Apa yang dulu
dirasa pahit yaitu melihat dan menjamah orang kusta, berubah menjadi manis” Groenen, 2000: 48.
4. Semangat Kedinaan Santo Fransiskus Assisi
a. Pengertian Kedinaan
19
Fransiskus mengajukan anggaran dasarnya ke Paus sebagai kelompok Minor
. Dalam kamus Latin, istilah minor artinya kecil. Kata minor bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia artinya adalah dina. Dalam konteks
semangat Fransiskan, minor artinya dina, rendah, hina, tidak setara dengan lain. Fransiskus menjadikan hidupnya fratrum minorum yang artinya saudara dina.
Fransiskus dalam anggaran dasar tanpa bulla mengatakan: Tidak seorang pun boleh disebut ‘prior’, tetapi semuanya mesti disebut ‘saudara dina’. Dan mereka
harus saling mencuci kaki AngTBul 6:3. Fransiskus menyebut ordonya adalah frater minor
. Minores adalah Assisi sedangkan Mayor diidentik dengan kota Perugia Groenen, 2000: 35-37.
Kedinaan atau Dina adalah merupakan suatu sikap atau cara untuk berada di hadapan Allah Yang Mahatinggi Iriarte, 1995: 111. Dalam Anggaran Dasar
Tanpa Bulla AngTBul disebutkan bahwa k edinaan berarti, “Menjadi yang lebih
rendah dan tunduk kepada semua orang” AngTBul 7:2. Selain itu dina juga bisa diartikan sebagai kekecilan dan ketelanjangan di hadapan Allah. Ketelanjangan
sama dengan ungkapan kemiskinan yang paling luhur di hadapan Allah Kelana, 2007: 11-13. Dan Thomas Celano menuliskan dina sama dengan rendahan, dan
tunduk pada orang lain, dengan selalu mencari tempat kerja yang dipandang hina, dan melakukan tugas yang hina 1 Cel XV, 38, yang berarti mengarah pada suatu
bentuk atau corak pelayanan pada sesama. Jadi konsep kedinaan ini bila dikaitkan dengan pelayanan sebagai saudara, kerendahan hati dan sifat tunduk. Pendorong
semua itu adalah cinta, seperti dalam diri Kristus, yang datang bukan untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
dilayani tetapi untuk melayani Mat 20:28. Karena itu, diperlukan sikap, “menyangkal diri” AngTBul No. 4.
Kedinaan juga mengandung makna sikap sederhana, rendah hati, jujur, tidak pongah atas keutamaan besar atau usaha dan upaya luhur. Terutama sekali tidak
memandang diri sendiri lebih sempurna dari orang lain. Tentang dirinya Fransiskus berkata
‘orang yang tak layak, lemah, hina dan hamba dari semuanya’. Dalam surat-suratnya kepada seluruh ordo SurOr terbaca bagaimana dia
menempatkan diri pada ‘kaki’ orang, ‘mahluk Tuhan Allah yang tak pantas’ SurOr No. 47; dan AngTBul No.
7; ‘kami tidak terpelajar dan menjadi bawahan orang’ Was 19.
Dina adalah nama kelompok pertapa dari Assisi, tapi Fransiskus merasa tidak tepat juga dengan sebutan itu bagi ordonya. Dalam hal ini Fransiskus
sungguh terinspirasi dengan bacaan dari Injil Matius tentang “gila hormat tapi,
enggan untuk melayani” bdk. Mat 23:6-11. Mengenai asal mula pemberian nama ini dikatakan: Sudah dari awal
Fransiskus ingin menyebut para pengikutnya sebagai saudara dina minor sehingga langsung dituliskannya dalam Anggaran Dasar AngBul 1:1. Makna
dari kedinaan ialah menjadi bawahan semua orang Was 19. Mereka menjadi dina dengan tunduk kepada semua orang. Mereka mencari tempat
terakhir; melakukan pekerjaan dina dan bersedia menanggung kekerasan majikan. Ini mereka lakukan dengan tekad menempatkannya atas dasar-dasar yang mantap
kerendahan hati sejati bangunan rohani, yang menggumpal pada satu arkitektur bahagia dari bermacam keutamaan 1 Cel 38. Kedinaan ini sangat erat
21
hubungannya dengan kerendahan hati. Puncak dari pengalaman kerendahan hati ini diungkapkan Fransiskus:
Sebagai superior saya mengadakan kapitel dan memberikan pengarahan dan mengutarakan pandangan. Dan pada akhirnya orang berkata: Engkau tak
perlu lagi bersama kami, sebab engkau tidak terpelajar, tak memiliki bakat bicara, tak berbudaya, engkau dina. Saya diusir dengan kasar, diejek di
mana-mana. Saya berkata, sekiranya saya tidak sanggup menerimanya dengan tabah, dengan kegembiraan batin serta tetap bertekad mengusahakan
kekudusan, saya sama sekali bukan lagi Saudara Dina LM 6:5.
b. Latar Belakang Pemilihan Nama Ordo
Cara hidup Fransiskus menarik perhatian banyak orang dari berbagai lapisan masyarakat dan mereka mau mengikuti Fransiskus dan hidup seperti dia, dalam
persaudaraan Injili Fransiskus. Setiap hari bertambahlah jumlah orang yang mengikuti Fransiskus. Maka
ditulisnyalah sebuah aturan hidup yang disebut dengan Anggaran Dasar bagi dirinya sendiri pun bagi saudara-saudara yang telah ada sekarang dan yang akan
datang secara sederhana dan singkat 1 Cel, XIII, 32. Fransiskuslah yang pertama-tama menyebut dan memberikan nama Ordo
Saudara Dina pada persaudaraan yang selama ini ia bangun. Dalam anggaran dasar yang ditulisnya
: “Dan mereka hendaklah menjadi rendahan atau sama dengan dina’, dan mereka sungguh-sungguh adalah dina, yang tunduk pada orang
lain, selalu mencari tempat kerja yang dipandang hina, dan melakukan tugas yang hina dan tidak diperhitungkan oleh orang lain 1 Cel, XV, 38.
Dengan menekankan keutamaan kesederhanaan dan kerendahan hati, Fransiskus memutuskan bahwa pengikutnya harus disebut “Ordo Saudara Dina”.
Fransiskus berkata: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22 “Ordo Saudara Dina adalah kawanan kecil, yang tentang Putra Allah telah
memohon kepada Bapa Surgawi dengan berkata, ‘Bapa Aku menghendaki agar Engkau sudi membentuk dan memberikanku orang-orang baru dan
rendah hati pada masa terakhir ini, yang tidak akan serupa dengan pendahulu mereka dalam kerendahan hati dan kemiskinan dan hanya senang
memiliki Aku saja’. Bapa berkata kepada Putra terkasih, Anakku, terjadilah seperti yang Kau minta” Dister, 2000: 95.
Demikianlah, Fransiskus yang terberkati itu menyakini bahwa Allah sungguh berkenan bahwa mereka harus disebut sebagai saudara-saudara dina.
Maka pada tahun 1209, Fransiskus bersama beberapa saudara berangkat ke Roma untuk bertemu dengan Paus Innosensius III guna mendapatkan pengesahan dan
persetujuan dari tahta suci tentang cara hidup Anggaran Dasar. Setelah menjelaskan cara dan bentuk hidup yang mau mereka hidupi,
akhirnya Paus menyetujui cara hidup dan anggaran dasar secara lisan. Maka pada tahun 1210 lahirlah ordo Fransiskus dari Assisi dengan Anggaran Dasar yang
Tanpa Bulla dengan disingkat ‘AngTBul’. Fransiskus mengusulkan kepada pengikutnya supaya menamakan diri Saudara-saudara Dina Frater Minores
Groenen, 2000: 33-35.
c. Dasar Biblis sebagai Pilihan Kedinaan
Berkat kesaksian hidup Fransiskus, banyak orang yang mau mengikutinya. Namun ia mulai bingung dengan saudara baru itu. Maka ia dan saudara baru pergi
ke gereja Santo Nikolaus untuk menanyakan kepada Tuhan perihal hidup mereka. Lalu Fransiskus membuka Injil tiga kali, dan menemukan ayat-ayat berikut ini:
Kalau kamu hendak sempurna, pergilah dan juallah segala milikmu, dan berikanlah itu kepada orang miskin Mat 19:21. Kemudian Fransiskus membuka
23
Injil lagi dan menemukan ayat dengan bunyinya: Janganlah membawa apa-apa dalam perjalanan Luk 9:3. Serta untuk yang ketiga kali, Fransiskus menemukan:
Siapa hendak mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya dan memikul salibnya lalu mengikut Aku, Mat 16:24 Marpaung, 2009: 32.
Secara biblis, Fransiskus menetapkan Injil Matius 10:7-10 sebagai pedoman dan arah hidup guna meneruskan cita-citanya. Mewartakan Kerajaan Surga sudah
dekat. Dalam Injil ini, Yesus mengajarkan para murid-Nya bahwa mereka harus pergi mewartakan Kerjaan Allah, namun mereka dilarang untuk membawa uang,
tongkat atau memakai sepatu Marpaung, 2009: 30. Dalam kutipan Injil tersebut
jelas dikatakan bahwa Yesus mengutus murid-murid-Nya untuk mentahirkan orang kusta. Ini sangat cocok dengan apa yang dicari dan dirindukan oleh
Fransiskus. Untuk memahami dasar biblis dari kedinaan, Fransiskus memandang dan
menghadap Allah. Fransiskus sungguh menghayati keluhuran dan kemuliaan Allah. Di hadapan Allah yang mahakuasa, dan mahatinggi Fransiskus merasa
kecil, takluk bahkan takut. Katanya: “Allah yang Mahakuasa, Mahatinggi,
Mahakudus dan Mahamulia, Tuhan, Raja surga dan alam, kami bersyukur demi Engkau sendiri” AD 1221, 23.
Dalam pandangan Fransiskus tampak perpaduan yang sempurna antara kebesaran dan kebaikan Allah.
Secara konkret kebaikan Allah hadir dalam Putra yang menjelma menjadi manusia bahkan hidup di tengah-tengah manusia. Fransiskus melihat Allah
melalui Yesus Kristus, tidak membedakan di dalam Kristus itu keallahan dan kemanusiaan-Nya.
Peristiwa inkarnasi
menjadi tanda
kebaikan-Nya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
mendatangkan sikap hormat, kagum bahkan ia mencintai Kristus. Kristus yang dimaksud Fransiskus sebagaimana tertera dalam Injil bahkan seluruh Perjanjian
Baru yakni Kristus sebagaimana Ia nyata sebagai Putera Allah yang menjadi manusia, tetap Allah dan tetap manusia. Kristus adalah penampakan Allah
Groenen, 1970: 47-48. Diri Kristus itu, Kristus dari Injil, meresap seluruh jiwa dan hidup
Fransiskus, sehingga ia nampak kepada orang sezamannya sebagai Kristus yang lahir I Cel. 112. Diri Kristus sebagai kebaikan Allah dirangkum oleh Fransiskus
lewat Kitab Suci terutama tulisan Paulus kepada Jemaat di Filipi yang mengatakan bahwa Kristus
“yang mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba. Ia merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati,
bahkan sampai mati di salib Flp 2:7-8. Tindakan pengosongan diri bermula dari kerelaan menjadi manusia rendah
yang mengambil wujud sebagai manusia. Peristiwa pengosongan diri Kristus menjadi dasar kedinaan yang patut dihayati dalam hidup secara konkret. Kepada
para pengikutnya, Fransiskus berkata: Dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya
sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus
Yesus, yang walaupun dalam rupa, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah
mengosongkan diri-Nya sendiri dan menjadi sama dengan manusia. Dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai
mati, bahkan mati di salib Flp 2:4-8 2 Cel 18.
Dalam kesempurnaan-Nya, Kristus rela menghampakan diri-Nya sebagai manusia biasa. Ia yang adalah Putra Bapa, menjadi serupa dengan manusia tanpa
memperhitungkan harga diri-Nya. Ia rela menghamba, menjadi terbatas seperti PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
manusia yang memuncak pada misteri salib O’Collins dan Farrugia, 1996: 138-
139. Misteri ini biasa disebut misteri pengosongan diri Kristus atau “Kenosis”.
Sekalipun peristiwa kenosis tidak semata berdimensi kristologis, namun juga tidak lepas dari peranan Roh Kudus. Kenosis, sehubungan dengan kodrat
manusia, berarti seruan terus menerus kepada Roh Kudus dan penyangkalan diri terhadap hasrat dan kehendak pribadi. Berkenaan dengan Kristus,
pengosongan diri kenosis dari Putra Allah berupa suatu perendahan diri dan pengorbanan untuk penebusan dan keselamatan semua umat manusia. Manusia
juga dapat berpartisipasi dalam karya keselamatan Allah melalui suatu proses transformasi yang bertujuan menjadi serupa dengan Allah theosis, yakni
menjadi kudus dengan pertolongan rahmat Allah. Oleh karena itu kenosis merupakan suatu paradoks dan misteri karena
mengosongkan diri sebenarnya berarti mengisi diri seseorang dengan anugerah ilahi dan menghasilkan baginya persatuan dengan Allah
. Sebagai inti pokok dari kehidupan berimannya, bagi Fransiskus peristiwa kenosis menjadi peristiwa yang
perlu dilakukan secara terus menerus sampai pada tindakan menyerupai Kristus.
B. Pengalaman Kedinaan Santo Fransiskus
Setelah mendengar Injil Matius 10:7-10, Fransiskus sangat bersukacita mendengarnya bahkan dalam catatan dari Thomas Celano dijelaskan, bahwa
Fransiskus mengungkapkan kegembiraannya dalam Roh Allah dengan berkata: “Inilah yang aku cari, dan inilah yang ingin kulakukan dengan segenap hatiku” 1
Cel XI. 22. Ia mulai mewartakan Injil kepada orang miskin. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Isi teks ini adalah mengenai perutusan para Rasul yang diutus oleh Yesus kepada domba-domba yang hilang. Tugas Fransiskus dan saudaranya adalah
mewartakan bahwa “Kerajaan surga sudah dekat”, menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati, mentahirkan orang kusta, dan mengusir setan
Marpaung, 2009: 31. Percikan api cinta terhadap Tuhan telah menyulut sebuah unggun api yang
membakar habis semua rasa acuh tak acuh dan menyalakan iman yang radikal tanpa kompromi. Hasrat Fransiskus menit demi menit adalah untuk mengikuti
semakin dekat, sebagaimana ditulis dalam doanya bagi para pengikut gerakannya: Tuhan yang mahakuasa, abadi, adil dan pengampun, ijinkan kami dalam
kesengsaraan agar kami bisa melakukan bagi Engkau semata apa yang Engkau inginkan kami lakukan, dan senantiasa rindu akan apa yang
menyenangkan hati-Mu, sehingga dengan hati yang bersih dan tercerahkan serta menyala-nyala oleh kuasa Roh Kudus, kami bisa mengikut jejak Putra-
Mu, Tuhan kami Yesus Kristus, sehingga membawa kami kepada-Mu Tallbot, 2007: 7.
Dalam peristiwa hidupnya, Fransiskus mau melakukan isi Kitab Suci seradikal mungkin. Maka ketika ia mendengar dan memahami Sabda Allah,
Fransiskus langsung mempraktekkannya dalam hidupnya sendiri. Baginya Firman itu adalah kehidupan. Kalau orang tidak menghayati Firman, itu berarti orang
menghindarkan diri dari hidup nyata Bodo, 2002: 91. Hal tersebut dapat di lihat dari beberapa peristiwa yang dilakukan oleh Fransiskus untuk menunjukkan sikap
radikalnya terhadap teks Injil di atas.
1. Perjumpaan dengan Orang Kusta
27
Pada suatu hari ketika Fransiskus sedang khusuk berdoa kepada Tuhan, ia mendapat jawaban ini: Hai Fransiskus, segala apa yang secara manusiawi engkau
cintai dan ingin engkau miliki, mesti engkau pandang rendah, dari apa yang dahulu kau jijikkan akan kau tarik kemanisan besar dan kenikmatan yang tak
terukur 1 Cel, VII, 17. Karenanya Fransiskus merasa gembira dan dikuatkan oleh Tuhan. Dalam
suasana batin yang demikian itu Fransiskus naik kuda dan bertemu dengan orang kusta. Biasanya ia merasa sangat jijik terhadap orang kusta, namun
kali ini sungguh luar biasa, Fransiskus merasakan suatu kemanisan dan suka cita. Ia turun dari kuda, memberi mata uang kemudian mencium tangan si
sakit. Sejak saat itulah Fransiskus mulai memandang rendah dirinya. Selang beberapa hari, dengan membawa banyak uang Fransiskus pergi ke tempat
penampungan orang kusta. Ia mengumpulkan mereka semua dan memberi masing-masing sedekah sambil mencium tangan orang sakit itu. Ketika
meninggalkan tempat itu, apa yang dahulu pahit rasanya, yaitu melihat dan menjamah orang kusta, sudah berubah menjadi manis K3S 11.
2. Peristiwa Kapel San Damiano
Pada suatu hari Fransiskus hendak berdoa di padang dan berjalan di dekat gereja San Damiano, yang terancam keruntuhannya karena amat tuanya, maka ia
merasa terdorong untuk masuk ke dalam dan untuk berdoa. Ia bersujud di depan gambar Yang tersalib dan sementara ia berdoa, ia diliputi dengan hiburan rohani
yang berlimpah-limpah. Ketika ia dengan mata yang berlinang-linang memandang kepada salib Tuhan, maka didengarnya, dengan telinganya sendiri suara dari salib
itu, yang sampai tiga kali berkata: “Fransiskus, pergilah dan perbaikilah rumah-
Ku, yang seperti kau lihat bobrok seluruhnya ini” Bonaventura, II. 1. Fransiskus gemetar, karena ia seorang diri di dalam gereja dan terperanjat
mendengar suara yang amat ajaib itu. Dan dalam hatinya ia merasai kekuatan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
ucapan Ilahi itu, maka ia sangat terpesona. Akhirnya ia sadar lagi dan segera menyiapkan diri untuk menaati perintah itu Groenen, 2000: 53.
3. Perjumpaan dengan Allah di Jalan Assisi dan dalam Doa
Setelah kembali ke kota Assisi, selang beberapa hari oleh teman-temannya Fransiskus terpilih menjadi ketua. Maka disuruhnya menyediakan suatu pesta
besar-besaran, seperti sering dibuatnya dahulu. Setelah kenyang mereka keluar rumah, dan teman-temannya mendahului Fransiskus berkeliling sambil bernyanyi.
Ia tidak bernyanyi tapi asyik bermenung. Tiba-tiba ia disentuh oleh Tuhan dan hatinya dipenuhi dengan kemanisan begitu hebat, sehingga ia tidak dapat lagi
merasa atau mendengar apa-apa kecuali kemanisan itu. Ia tersentak dari rasa badani begitu rupa, seperti dikemudian hari dikatakannya sendiri sehingga tidak
dapat bergerak dari tempat itu kalau seandainya ia dicincang-cincang sekalipun K3S 7. Sejak saat itu Fransiskus mulai memandang dirinya rendah dan
meremehkan segala apa yang sebelumnya ia gemari, tapi belum seluruhnya, namun demikian ia banyak mengundurkan diri dari keramaian dunia K3S 8.
C. Kerendahan Hati Santo Fransiskus Assisi, dan Injil Sumber Hidup Fransiskus
1. Kerendahan Hati Santo Fransiskus Assisi
Misteri Allah sebagai sumber hidup berasal dari peristiwa Sabda Allah menjadi Daging. Penjelmaan Yesus tersebut menjadi tanda pengosongan diri
Allah. Bagi Santo Fransiskus pengosongan diri ini merupakan peristiwa yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
harus dihayati dan bila perlu memperagakan pengosongan itu karena bagi Fransiskus penjelmaan Allah menjadi manusia merupakan bentuk konkret dari
Kerendahan Hati Allah yang layak dicontoh. Untuk memahami pengosongan diri Allah, Santo Fransiskus memperagakan
peristiwa penjelmaan Allah menjadi manusia di kota kelahirannya dengan memperagakan dan merayakan natal yang hidup.
Kesadaran bahwa Allah yang menjelma menjadi manusia yang meninggalkan kemahakuasaanNya membuat Fransiskus rela menanggalkan
pakaian yang berasal dari Ayahnya yang bernama Pietro Bernadone di depan Uskup Guido.
2. Injil Sumber Hidup Santo Fransiskus Assisi
Allah menjadi sumber hidup bagi Santo Fransiskus. Ia selalu menyempatkan diri untuk merenungkan Allah yang berbicara lewat Kitab Suci teristimewa dalam
Injil. Pun Ekaristi yang menjadi tanda kehadiran Allah yang dapat dilihat oleh kita. Injil dan Ekaristi menjadi posisi sentral bagi hidup Fransiskus. Dalam
wasiatnya Was, Fransiskus menulis: “Sesudah Tuhan memberi aku sejumlah saudara, tidak seorang pun yang menunjukkan kepadaku apa yang harus aku
perbuat, tetapi Yang Mahatinggi sendiri mewahyukan kepadaku, bahwa aku harus hidup menurut pola Injil Suci” Was 14.
Setiap kali membuka Kitab Suci, Fransiskus bersuka cita dan bersyukur kepada Allah. Ia merasa mendapat peneguhan dari apa yang diniatkannya.
Fransiskus menjadikan Injil sebagai peraturan hidup dalam mewartakan kabar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
suka cita kepada semua orang terutama kepada orang miskin. Bagi Fransiskus Injil adalah jalan menuju Allah 1 Cel, 24-25. Fransiskus pun sering mengartikan
Injil secara harafiah. Bagi Fransiskus sabda Allah merupakan tonggak penuntun arah dalam
hidupnya dan pengikutnya. Maka dalam merenungkan ini dibutuhkan cinta kasih dan kerendahan hati yang dalam, karena hal ini merupakan sumber pengetahuan
mengenai Allah dan diri sendiri 2 Cel, 102.
D. Kedinaan Santo Fransiskus dan para Saudaranya, serta Allah Yang Dina dalam Semangat Fransiskan
1. Kedinaan Santo Fransiskus dan Para Saudaranya
Tuhan sendiri telah menjadi hina dina, maka Fransiskus merasa bahwa dia harus juga menjadi dina. Karena Tuhan sendiri telah merendah dan merunduk,
maka tidak ada lagi alasan bagi Fransiskus untuk tidak merendah dan merunduk seperti Tuhan. Hidup Kristus yang dihayatinya membawa perubahan besar bagi
diri Fransiskus. Dia menjadi dina dan bebas bagi semua mahluk dan sesama. Ini jualah yang diungkapkan dalam penghayatannya.
Kepada para pengikutnya, Fransiskus sangat tegas menekankan sikap rendah hati ini. Ini dengan jelas dikatakan dalam Surat kepada seluruh Ordo
artikel untuk selanjutnya disingkat dengan SurOr 28: Saudara-saudara, pandanglah perendahan diri Allah itu dan curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya;
rendahkanlah dirimu, agar kamu ditinggikan oleh-Nya SurOr 28. Jadi, alasan utama Fransiskus memilih kemiskinan dan kedinaan adalah Tuhan sendiri. Dalam