Semangat Kedinaan sebagai Sumber Inpirasi dan Dasar Pelayanan bagi

91 Kehadiran Yesus pada level terbawah atau terhina mengajarkan bahwa Yesus selalu ada di tengah-tengah umat manusia tidak peduli asal-usul dan latar belakangnya. Ia tetap menjadi Bapa bagi setiap orang yang hidup dan percaya pada-Nya. Penjahat ataupun orang baik tetap menjadi anak-anak-Nya. Hal inilah yang menjadi inspirasi bagi SFD untuk berkarya bagi semua orang terutama mereka yang difabel. Dengan kasih dan cinta tulus dari para SFD Allah dihadirkan kembali bagi mereka yang kurang merasakan kasih itu. Kasih itu sendiri diarahkan pada siapapun tanpa ada pengecualian.

2. Semangat Kedinaan sebagai Dasar Pelayanan bagi Kaum Difabel

Seperti yang telah direfleksikan di atas semangat kedinaan yang pernah menjadi semangat Santo Fransiskus Assisi dalam berkarya juga menjadi semangat SFD untuk berkarya guna mewujudkan cinta secara nyata dalam karya bagi kaum difabel. Semangat itulah yang menjadi dasar dalam berkarya. Santo Fransiskus Assisi adalah lambang kedinaan. Ia adalah simbol kesederhanaan. Kesederhanaan dan kedinaan ada di balik hidup Santo Fransiskus Assisi. Melalui Fransiskus Assisi kesederhanaan itu hadir sebagai bentuk kehadiran Allah sendiri di dunia. Santo Fransiskus mencontoh kesederhanaan Yesus dengan penuh dan total. Kesungguhan Santo Fransiskus Assisi membuat orang melihat Yesus di balik diri dan karya Santo Fransiskus Assisi. Ia menjadi Alter Christus. Sebuah harapan kehadiran Yesus yang menjadi kenyataan bagi mereka yang merasakan karya-karya-Nya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92 Semangat kedinaan itulah yang menjadi dasar. Namun dasar dari semangat itu sendiri adalah kedinaan Yesus yang menjadi teladan bagi hidup Santo Fransiskus Assisi dalam berkarya. Bukan hanya semangat yang menjadi dasar, tetapi sumber semangat itu juga digali sampai ke dasarnya yaitu hidup Yesus yang ada dalam Kitab Suci dan diterjemahkan ke dalam karya pelayanan SFD. Sebagai sumber pelayanan, semangat kedinaan itu bersumber dari Tuhan. Dengan kata lain cara mengasihi sesama dalam karya bagi mereka yang difabel merupakan kasih Tuhan sendiri karena dilakukan dalam kesederhanaan hati. Dengan menghayati semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi, SFD menempatkan Yesus sendiri sebagai tokoh panutan yang terpenting dalam melaksanakan tugas pelayanan itu bagi mereka yang difabel. Selain itu, Yesus sebagai sumber menjadi inspirasi untuk melaksanakan karya pelayanan. Cara Yesus menolong siapapun menjadi suatu cara yang ditiru oleh SFD dengan segenap iman dan kasih. Dengan semangat kedinaan itu pula setiap SFD mengambil kekuatan dari sumbernya yaitu Injil suci. Warta suci ini diperjuangkan oleh setiap SFD dengan penuh semangat, bergembira, ramah dan bersaudara dengan semua orang, seraya tampil dengan sederhana, rendah hati dan tulus dalam melayani. Hal ini sesuai dengan semangat SFD dalam menjalani hidupnya dari sumber yang asli yaitu Injil. 93

C. Semangat Kedinaan sebagai Tujuan dan Model Pelayanan bagi Kaum

Difabel Allah begitu mengasihi setiap orang. Apakah mereka mempunyai kemampuan fisik dan kemampuan intelektual atau tidak. Allah mengasihi umatnya dengan mengutus Putra-Nya sebagai penyelamat. Terlepas dari kemampuan, panampilan dan perilaku, setiap anggota kongregasi SFD harus berusaha untuk memungkinkan kasih Tuhan mengalir pada setiap orang, terutama pada kaum difabel yang saat ini dilayani. Semangat kedinaan sebagai tujuan mengandaikan bahwa dengan semangat itu maka baik suster SFD atau mereka yang ditolong merasakan kesederhanaan hidup dalam sikap saling tolong menolong. Sebagai model pelayanan semangat kedinaan terlihat manfaatnya dalam karya-karya SFD. Kedinaan merupakan sebuah model pelayanan. Dengan kedinaan orang menjadi semakin mendahulukan orang lain dibanding dirinya sendiri. Dengan kedinaan juga orang akan bekerja tanpa menghambur-hamburkan uang. Sebagai sebuah model pelayanan, kedinaan Santo Fansiskus Assisi menjadi model. Karena kedinaan itu dicontohnya dari Tuhan Yesus sendiri, maka sebenarnya SFD juga menjadikan Yesus sebagai model dalam pelayanannya. Dengan menjadikan Yesus dan Santo Fransiskus Assisi sebagai model maka SFD dalam karyanya menghadirkan kembali Yesus yang mencintai setiap orang terutama yang difabel sebagai salah satu karya SFD. Demikian juga cara hidup Santo Fransiskus Assisi menjadi model berkarya dan memupuk relasi dengan Tuhan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94 Dalam pelaksanaan model kedinaan bagi mereka yang difabel, nilai karya SFD menjadi motor penggerak utama dan profesionalitas dalam melayani sesama. Nilai untuk senantiasa bersemangat dalam tugas. Bertugas dengan penuh kegembiraan dan disiplin apapun keadaan yang dihadapi oleh mereka saat ada dan bersama mereka. Tentu hal ini bukan masalah yang mudah karena sifat manusia yang bisa marah dan bosan dalam bertugas. Nilai Fraternitas selalu menempatkan prioritas kepada mereka yang paling hina dan susah di dalam hidup. Dalam hal ini mereka yang difabel termasuk di dalamnya. Untuk menjalankannya mereka harus menyangkal diri dari keinginan- keinginan pribadi terutama yang semu dan tidak untuk menolong orang yang membutuhkan. Dina ini merupakan semangat dalam pelayan. Kongregasi SFD adalah pelayan-pelayan Kristus melalui pelayanan mereka pada orang-orang difabel. Dengan semangat ini mereka menempatkan diri sejajar dengan siapapun mereka yang ditolong. Hal ini tentu menyenangkan bagi mereka yang ditolong karena merasa dianggap sebagai manusia yang sejajar dengan semua orang lainnya.

1. Suara Salib San Damiano adalah Suara Orang Difabel Pada Masa Ini

Santo Fransiskus tidak mempunyai guru yang bisa mengartikan pengalamannya yang mendengar suara dari atas salib. Hanya Kristuslah yang selalu menjadi sumber dan dan tujuan hidupnya. Santo Fransiskus selalu bertanya kepada-Nya lewat doa-doanya setiap hari dengan rendah hati. Ia berdoa di depan salib Yesus. Dalam suasana doa, Fransiskus mendengar suara dari salib itu sampai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95 tiga kali yaitu, Fransiskus pergilah dan perbaikilah rumah-Ku yang nyaris roboh ini Bonaventura, II. 1. Dalam konteks pelayanan hal ini dapat diartikan bahwa Allah sendiri memanggil dan meminta Santo Fransiskus untuk melayani orang- orang miskin, buta, cacat, dan lumpuh. Secara biblis pengalaman Bartimeus yang buta dan sedang duduk di pinggir jalan Mrk 10:46. Dan reaksi yang muncul dari orang-orang di pinggir jalan terhadapnya adalah merupakan reaksi manusia di jaman ini. Teguran orang-orang kepada Bartimues supaya diam menunjukkan penolakan orang pada zaman ini terhadap orang-orang difabel. Ada banyak wajah Bartimeus di zaman ini. Para pendahulu suster SFD pada masa itu pun melihat Bartimues di sekitar mereka terutama di Namopecawir, Medan. Peristiwa Bartimeus terjadi pada saat Yesus dan murid-murid ke Yeriko. Mereka melewati pengemis buta, cacat, dan meminta kepada Yesus dua kali: “Yesus anak Daud kasihanilah aku”. Peristiwa ini juga seperti kisah suara dari salib san Damiano. Teriakan difabel ini adalah teriakan yang sama dengan San Damiano yang meminta supaya dikasihi dan dicintai. Yesus memohon belaskasih Fransiskus untuk memperbaiki gereja demikianlah juga SFD mewariskan hal sama untuk mengasihi sesama. Dua ribu tahun lebih, setelah peristiwa Yesus berhadapan dengan peristiwa Bartimeus, kaum difabel masih meminta bantuan dan belas kasihan kepada sesamanya. Suara-suara ini terkadang tidak jelas terdengar. Hal ini ditentukan oleh sikap orang yang dipanggil. Terkadang bisa seperti para murid yang menyuruh Bartimeus si buta itu untuk duduk diam. Tentu saja sikap kongregasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96 tidak boleh seperti sikap para murid. Sebaliknya harus merespon teriakan mereka, menyambut ora ng buta dan harus bertanya, “apa yang ingin aku lakukan untukmu saudara? ”.

2. Difabel sebagai Saudara yang Dina

Semangat hidup Fransiskan adalah berada dalam persaudaraan. Puncak dari persaudaraan itu terletak pada identifikasi diri dengan orang-orang yang dianggap hina dina. Maka harus bangga hidup bersama dengan orang-orang miskin. Karena di situlah kebanggaan hidup seorang SFD yang menyandang nama sebagai orang dina. Bahkan setiap saudara harus dipandang sebagai hadiah. Difabel adalah hadiah dan rahmat bagi kongregasi SFD. Karena itu harus menunjukkan belas kasih, atau cinta seperti Yesus yang menemukan belas kasihnya kepada si cacat dan si miskin.` Dalam perjalanan-Nya, sebagian hidupnya berada di antara orang-orang miskin, cacat, dan orang berdosa. Bahkan inilah yang menjadi penyebab mengapa orang-orang Farisi, ahli taurat, dan tua-tua ragu akan statusnya sebagai nabi. Totalitas pemberian kehidupan inilah yang dipandang oleh Fransiskus sebagai sesuatu yang harus diwujudkan para pengikutnya. SFD harus menunjukkkan belas kasih Allah kepada orang cacat karena mereka adalah hadiah dari Allah bagi SFD. Belas kasih Allah itu, memampukan SFD untuk melayani kaum difabel guna membantu mereka yang cacat untuk keluar dari keterbatasannya, baik secara intelektual maupun secara spikologis. Anak-anak mendapat pendampingan khusus setiap hari dari para suster dan petugas lainnya. Mereka didampingi dan diajari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97 hal-hal praktis dalam hidup sehari-hari supaya bisa mandiri. Mereka dibina bagaimana cara untuk melipat selimut, mandi, BAB, makan, dan lain sebagainya. Selain itu mereka juga didampingi dan diajari membuat karya tangan seperti membuat rosario, membuat sabun piring, menanak nasi, beternak ayam, dan ikan serta bercocok tanam di kebun. Kegiatan seperti ini selalu dilaksanakan dengan penuh semangat dan suka cita.

D. Buah-buah Penghayatan Kedinaan dalam Karya Pelayanan SFD bagi

Kaum Difabel Pohon yang baik menghasilkan buah yang baik juga. Namun supaya pohon bertumbuh dengan baik, diperlukan pupuk yang menyuburkan tanah. Dalam hal ini menghayati semangat kedinaan merupakan pupuk yang sangat baik untuk hidup dan karya guna menghasilkan buah yang baik itu. Dengan penghayatan kedinaan maka buah-buah yang akan muncul dan bermanfaat bagi mereka dan mencicipinya. Buah dari kedinaan itu adalah kerelaan untuk menderita bersama orang-orang yang miskin, memiliki cinta yang tulus dalam melayani sesama, penuh tanggungjawab, bersuka cita atau bergembira, rasa syukur yang besar kepada Allah karena diperkenankan melihat diri-Nya dalam diri sesama yang menderita. Kerelaan utuk menderita itu tidak lepas dari kegembiraan sebagai seorang Fransiskan. Dengan menyadari keberadaannya sebagai orang dina harus tampak dalam hidup yang ceria, gembira atau suka cita. Seperti Santo Fransiskus Assisi yang gembira bisa hidup di tengah orang miskin dan menderita. 98 Buah-buah penghayatan kedinaan bermanfaat untuk semua orang di sekitar terlebih bagi mereka yang difabel. Selain itu buahnya juga bermanfaat untuk pelayanan itu sendiri. Melayani dengan hati gembira, tulus dan penuh rasa syukur, maka kepercayaan orang pun terbangun dan yang terpenting mereka merasakan kehadiran Tuhan melalui perhatian dan cinta dalam karya pelayanan suster SFD. Dengan demikian apa yang ditanam oleh SFD dalam karya pelayanan bagi kaum difabel dipupuk oleh penghayatan pada kedinaan hingga menghasilkan buah yang bukan hanya dirasakan oleh orang yang dilayani tetapi juga bermanfaat untuk usaha dan karya SFD itu sendiri. Semua ini semacam siklus tidak berhenti yakni menanam karya, tumbuh, dipupuk dan kemudian berbuah. Buah ini juga bisa menyuburkan tanah tempat tanam dan dirasakan manisnya oleh banyak orang terutama mereka yang mengalami difabilitas. Siklus ini menjadi cara bagaimana mempertahankan kualitas pelayanan kepada kaum difabel. Dengan mengenal siklus karyanya, SFD dapat memberikan pelayanan sehingga mereka yang dilayani merasakan Tuhan menjadi Bapa yang sungguh-sungguh peduli pada mereka.

E. Usaha Meningkatkan Pelayanan dalam Tugas Perutusan

Berbicara tentang usaha meningkatkan pelayanan dan perutusan tentu saja tidak terhindarkan dari kemajuan zaman. Namun juga tetap memperhatikan penghayatan kedinaan dalam pelayanan. Keduanya harus berjalan seimbang dalam meningkatkan pelayanan dan perutusan di tengah-tengah masyarakat dan Gereja. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI