Latar Belakang Penulisan Relevansi semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam tugas pelayanan para Suster Fransiskus Dina (SFD) pada masa kini bagi kaum difabel.

6 Was 3. Rendah atau dina di hadapan Allah bukan berarti “lembek”. Orang-orang lembek ini adalah mereka yang mengakui ketergantungan mereka pada Allah dan tidak memperlakukan orang lain secara angkuh sombong. Mereka adalah pribadi- pribadi yang memiliki di sposisi batin “kedinaan” atau “kerendahan hati” di hadapan Allah. Seseorang yang sungguh rendah hati dina mengakui kenyataan bahwa dia menerima segalanya yang baik dari Allah dan membagikannya kepada sesama. Dengan teladan Yesus dengan dan melalui hidup, karya dan ajaran-Nya untuk mengasihi sesama yang diterjemahkan Santo Fransiskus Assisi dalam semangat Kedinaan itulah yang menjadi spiritualitas hidup dan karya para suster SFD termasuk dalam karya pelayanan bagi kaum difabel. Namun dalam konteks kondisi sosial dan mentalitas masyarakat masa kini pada umumnya dan mentalitas serta cara pandang terhadap kaum difabel khususnya juga dialami dan dihadapi oleh para SFD yang berkarya melayani kaum difabel. Untuk itu, tampak jelas bahwa diperlukan refleksi yang mendalam dan sistematis untuk terus-menerus mengaktualisasikan semangat Kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam hidup dan karya pelayanan para SFD bagi kaum difabel pada masa kini. Karena itu, didorong oleh realitas dan pemikiran sebagaimana terurai di atas, penulis memilih topik Relevansi Semangat Kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam Tugas Pelayanan para Suster Fransiskus Dina SFD pada Masa Kini bagi Kaum Difabel. Menurut hemat penulis, pendalaman topik ini dapat menjawab kebutuhan mengaktualisasikan semangat kedinaan, menginspirasi dan menguatkan panggilan para suster SFD khususnya dalam karya pelayanan bagi kaum difabel. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, sehubungan dengan semangat kedinaan dalam pelayanan kongregasi SFD di masa sekarang ini, maka permasalahan dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi dipahami, dimengerti dan dihayati oleh para Suster Fransiskus Dina SFD dalam menjalani panggilan mereka? 2. Sejauh mana semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi menjadi inspirasi dan motivasi bagi para suster Fransiskus Dina SFD dalam karya pelayanan masa kini khususnya bagi kaum difabel? 3. Hal-hal mana yang perlu diperhatikan oleh para suster Fransiskus Dina SFD dalam mengaktualisasikan semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi bagi karya pelayanan masa kini khususnya bagi kaum difabel?

C. Tujuan Penulisan

1. Menggali, mengetahui dan menggambarkan semangat kedinaan yang diteladankan oleh Santo Fransiskus Assisi sebagaimana dipahami dan dihayati para suster SFD dalam menjalani panggilan mereka. 2. Menggali, memahami dan menggambarkan spiritualitas para suster SFD yang bersumber pada teladan semangat kedinaan Santo Fransikus Assisi dalam karya pelayanan bagi kaum difabel. 8 3. Merefleksikan dan memberikan sumbangan pemikiran akademis tentang relevansi semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam karya pelayanan masa kini para SFD bagi kaum difabel.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui secara mendalam dan memahami semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi sebagaimana yang dihayati dan dihidupi para suster SFD dalam karya pelayanan. 2. Memberikan sebuah perspektif baru pada cakrawala spiritualitas semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam pelayanan kongregasi SFD khususnya karya pelayanan SFD bagi kaum difabel. 3. Mendapatkan inspirasi, mengobarkan dan meneguhkan semangat penulis dan segenap anggota kongregasi SFD yang memiliki karya pelayanan bagi kaum difabel serta semua orang berkehendak baik lainnya yang melakukan karya sosial membantu kaum difabel.

E. Metode Penulisan

Metode utama penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif analitis yang menggambarkan data-data yang diperoleh melalui studi pustaka. Penulis juga menggunakan metode reflektif untuk merefleksikan gagasan-gagasan tentang semangat kedinaan yang diperoleh dari studi pustaka untuk memperoleh gagasan relevansinya terhadap pelayanan suster SFD bagi kaum difabel. Untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9 memperkaya dan mengonkritkan relevansi semangat kedinaan tersebut, penulis juga akan melengkapi dengan metode life story berupa wawancara beberapa suster SFD yang sedang dan pernah bekerja pada karya SFD bagi kaum difabel.

F. Sistematika Penulisan Judul skripsi yang dipilih oleh penulis adalah: Relevansi Semangat

Kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam Tugas Pelayanan para Suster Fransiskus Dina SFD pada Masa Kini bagi Kaum Difabel. Secara garis besar, skripsi ini dibagi ke dalam lima bab yang secara garis besar diuraikan sebagai berikut: Bab I adalah pendahuluan; terdiri dari latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II menguraikan tentang Semangat kedinaan menurut Santo Fransiskus Assisi. Pembahasan dimulai dari riwayat hidup Santo Fransiskus Assisi dan situasi sosial yang memengaruhinya, Dasar Biblis Kedinaan, Pengalaman kedinaan, Kerendahan Hati Fransiskus, Allah Sumber hidup Fransiskus, Kedinaan Fransiskus dan Para Saudaranya, serta Allah Yang Dina dalam Spiritualitas Fransiskan. Bab III membahas spiritualitas kongregasi SFD yang bersumber pada semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi. Uraian bab ini mencakup sejarah Kongregasi, semangat dan visi-misi Kongregasi, karya pelayanan SFD dan nilai- nilainya, profil pelayanan bagi kaum difabel dan penerapan semangat kedinaan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10 dalam karya dengan menampilkan hasil wawancara dari beberapa suster yang pernah dan yang sedang bekerja bagi kaum difabel dengan metode life story. Bab IV merupakan sebuah refleksi semangat kedinaan Santo Fransiskus Assisi dalam karya pelayanan para SFD di zaman sekarang khususnya karya pelayanan bagi kaum difabel. Di dalamnya akan dimuat tentang difabilitas sebagai bagian dari medan pelayanan kongregasi SFD, semangat kedinaan sebagai sumber inspirasi dan dasar pelayanan bagi kaum difabel, semangat kedinaan sebagai tujuan dan model pelayanan bagi kaum difabel, buah-buah penghayatan kedinaan, dan usaha untuk meningkatkan pelayanan dalam tugas perutusan. Bab V merupakan penutup: dalam bab ini penulis ingin menegaskan kembali isi pokok atau kesimpulan dan beberapa saran guna membantu para SFD dalam tugas pelayanan pada masa kini bagi kaum difabel. 11

BAB II HIDUP SANTO FRANSISKUS ASSISI DAN SEMANGAT

KEDINAANNYA Pada bab sebelumnya penulis telah berbicara tentang latar belakang penulisan skripsi yang menjadi acuan dari bab berikutnya. Pada bab II ini, penulis akan menguraikan hidup Santo Fransiskus dari Assisi dan semangat kedinaannya. Pembahasan dimulai dengan situasi masyarakat dan Gereja yang memengaruhinya sampai Fransiskus dari Assisi mengambil jalan kedinaan sebagai bagian inti dari semangat hidup para pengikutnya.

A. Hidup Fransiskus Assisi 1. Kelahiran Fransiskus dan Masa Muda Fransiskus

Sesudah dua tahun wafat, penulis riwayat hidup Fransiskus yang bernama Thomas dari Celano menulis di sebuah kertas kulit pernyataan berikut: “Di kota Assisi hidup seorang yang bernama Fransiskus yang semenjak kecilnya dididik orangtuanya dalam kemewahan sia- sia”. Daerah Assisi yang dimaksud, tepatnya di lembah Spoleto Italia pada akhir tahun 1181 atau permulaan tahun 1182 lahirlah Fransiskus Asisi. Ayahnya bernama Pietro Bernardone, seorang pedagang kain wol dan cukup kaya. Ibunya Donna Pica, berasal dari keluarga Perancis dan terkemuka Groenen, 1970: 149. Mula-mula oleh ibunya ia diberi nama Yohanes. Ketika ayahnya kembali dari Negeri Prancis ia diberi nama Fransiskus. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12 Sebagaimana lazimnya pada zaman itu, Fransiskus bersekolah pada seorang imam yang bekerja di Gereja Santo Georgio di Assisi. Di sana Fransiskus belajar membaca, menulis, menghitung dan sedikit belajar bahasa Latin. Pada usia dewasa ayahnya meminta Fransiskus untuk ikut berdagang kain wol ke Perancis. Selama bersama dengan ayahnya, Fransiskus tidak mempunyai bakat sebagai pedagang. Apalagi watak Fransiskus sangat berbeda dengan ayahnya. Fransiskus jauh lebih riang dan murah hati, gemar bersenda gurau dan suka bernyanyi. Dalam Kisah Tiga Sahabat K3S diceritakan bahwa sebagai orang kaya, Fransiskus bersama dengan kelompok sebayanya, siang dan malam hidup berfoya-foya. Ia begitu gemar mengeluarkan uang sehingga segala apa yang mungkin ia miliki atau peroleh sebagai laba dihabiskan dengan makan minum. Ia adalah seorang pemboros namun murah hati pada sesamanya. Dalam berpakaian ia sangat berlebih-lebihan Groenen, 2000: 27-28. Waktu berumur 20 dua puluh tahun Fransiskus secara aktif mengambil bagian dalam perang yang pecah antara warga kota terutama antara para pedagang dengan kaum bangsawan yang diam di kota Assisi. Golongan masyarakat yang kecil atau buruh, dan termasuk kaum pedagang yang disebut “minores” mengalahkan kaum bangsawan yang disebut “mayores” dan mengusir mereka. Kaum bangsawan melarikan diri ke kota Perugia yang letaknya dekat Assisi dan di sanalah mereka menyusun strategi untuk melawan. Hal itu menyebabkan hubungan antara Assisi dan Perugia selalu bermusuhan. Maka pecahlah perang antara kota Assisi dan Perugia tahun 1202. Kota Perugia memihak kepada Paus Innosensius III, sedangkan warga kota Assisi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI