2.2 Tinjauan tentang Masyarakat Lamaholot
Secara geografis dan menurut tradisi penelitian akademis, wilayah Lamaholot meliputi dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Flores Timur dan Kabupaten
Lembata di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Lembata sendiri merupakan bagian dari kabupaten Flores Timur dan baru mekar pada tahun 2000. Kabupaten Flores
Timur terdiri atas Flores Darat, yaitu wilayah tertimur pulau Flores dan dua pulau lainnya yaitu pulau Adonara dan pulau Solor. Kabupaten Lembata meliputi pulau
Lembata. Penduduk di wilayah ini merupakan penutur Bahasa Lamaholot, kecuali Kedang yang menggunakan bahasa Kedang dan Kota Larantuka yang
menggunakan Bahasa Melayu Larantuka Kleden, 2008:85-86. Paul Arndt dalam Kleden 2008:87-90, mendefenisikan bahwa orang
Lamaholot adalah orang yang mendiami Kepulauan Solor, yang terdiri dari Pulau Solor, Adonara dan Lembata. Istilah Lamaholot lebih mencerminkan sebuah
worldview atau falsafah hidup yang mendiami wilayah ini.
2.2.1 Bahasa Lamaholot dan Pemakainya
Bahasa Lamaholot adalah salah satu bahasa daerah yang dipakai oleh masyarakat sebagian penduduk di wilayah itu Larantuka, Adonara, Solor dan
Lembata dan masyarakat yang memakainya disebut masyarakat Lamaholot, sesuai dengan bahasa yang lazim menjadi media komunikasi antara para anggota
masyarakatnya Fernandez, 1977:8. Secara etimologis, kata Lamaholot merupakan penggalan dua patah kata,
yaitu, lama “tempat, daerah‟ dan holot “perekat, lem, yang melekat bersama-
sama‟. Paduan kedua kata itu yang kemudian berarti “daerah yang bersatu padu‟
Fernadez, 1977:10. Alternatif lain ditambahkan oleh P.Arndt, seorang misionaris Jerman yang pernah menulis tentang bahasa Solor 1937. Menurut Arndt kata
holot arkhais ber arti “manusia: maka Lamaholot berarti “daerah manusia‟
Fernandez, 1977:10-11. Kabupaten Flores Timur sebagai suatu daerah administratif tidak
memperlihatkan adanya kesatuan linguistis sebagaimana halnya dengan beberapa kabupaten lain di pulau Flores, seperti Sikka, Ende-Lio. Terdapat empat
kelompok bahasa dalam di seluruh wilayah Flores Timur. Sedangkan jumlah bahasa jauh lebih banyak dari pada catatan yang ada selama ini. Keempat
kelompok bahasa itu adalah; bahasa Melayu, bahasa Boru-Hewa, bahasa Kedang dan bahasa Lamaholot Keraf, 1978: 8
Menurut silsilah bahasa-bahasa Lamaholot, maka bahasa Lamaholot dibagi menjadi tiga cabang utama subkelompok yaitu: Lamaholot Barat,
Lamaholot Tengah, dan Lamaholot Timur. Ditilik dari penuturnya, jumlah penutur terbanyak dan paling luas distribusinya adalah Lamaholot Barat,
kemudian Lamaholot Tengah dan paling sedikit adalah Lamaholot Timur Keraf,1978 :14.
Bahasa Lamaholot barat dengan dialek-dialek Lamaholot yang sudah mencapai status bahasa sesuai dengan Morris Swadesh adalah Bahasa Pukaunu,
Ile Mandiri, Ritaebang, Lewotobi, Nusa Tadon Adonara, Ile Ape, Lamalera, Mulan, Kwela dan Lebatukan. Dari kesepuluh bahasa ini, bahasa Pukaunu sudah
lebih jauh memisahkan diri karena pengaruh bahasa Krowe, termasuk kelompok Sikka sedangkan yang lain-lain merupakan satu kelompok besar yang lain
kelompok terakhir ini kemudian dibagi lagi atas tiga sub-kelompok, yaitu: sub- kelompok Ile Mandiri- Ritaebang- Lewotobi, sub-kelompok Nusa Tadon, Ile Ape,
dan sub-kelompok: Lamalera-Mulan-Lebatukan bandingkan Keraf, 1978:14. Lamaholot tengah, orang atau masyarakat golongan Lamaholot tengah
terdapat lima bahasa, yaitu: bahasa Lebalekan, Mingar, Lewuka, Lewokukun dan Painara. Kelima bahasa ini membentuk dua kelompok bahasa yaitu; Kelompok
Labalekan – Mingar, dan kelompok Lewuka – Lewokukun- Painara Bandingkan
Keraf, 1978: 16. Sedangkan Lamaholot timur, bahasa yang termasuk bahasa yang pada masa lampau penuturnya cukup terisolasi, hal ini juga dialami oleh bahasa
Lamaholot tengah. Penyebaran bahasa-bahasa ini juga terbatas wilayahnya, yaitu di Lembata tengah-timur. Sumber dan data yang dikumpulkan maka dapat dicatat
dua bahasa yang membentuk cabang ini yaitu bahasa Lewoeleng dan Lamatukan bandingkan Keraf 1978:16.
2.2.2 Cara Pandang Kosmologi Suku Lamaholot