Struktur Dan Fungsi Seni Gubang Dalam Kebudayaan Masyarakat Melayu Tanjung Balai

(1)

1

STRUKTUR DAN FUNGSI SENI GUBANG

DALAM KEBUDAYAAN MASYARAKAT

MELAYU TANJUNG BALAI

Tesis

TOMMI MIVIKA PUTRA KETAREN

Program Studi Magister (S.2)

Penciptaan dan Pengkajian Seni Pertunjukan

Oleh

TOMMI MIVIKA PUTRA KETAREN NIM. 127037003

Kepada

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

2 PESETUJUAN

Judul Tesis : STRUKTUR DAN FUNGSI SENI GUBANG DALAM KEBUDAYAAN MASYARAKAT MELAYU TANJUNG BALAI

Nama : TOMMI MIVIKA PUTRA KETAREN

Nomor Pokok : 127037003

Program Studi : Magister (S.2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing,

Ketua, Anggota,

Drs. M.Takari, M.Hum, Ph.D. Yusnizar Heniwaty, S.ST, M.Hum

NIP 196512211991031001 NIP 196510211992032003

Program Studi:

Magister (S.2) Penciptaan dan

Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya

Ketua, Dekan,

Drs. Irwansyah, M.A. Dr. Syahron Lubis, M.A.


(3)

3 Telah diuji pada

Tanggal :

PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS

Ketua : Drs. Irwansyah, M.A. (……….………..)

Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu., M.Hum. (..…..…….………..)

Pembimbing I : Drs. M.Takari, M.Hum, Ph.D (..…..…….………..)

Pembimbing II : Yusnizar Heniwaty, S.ST, M.Hum (..…..…….………..)


(4)

4 ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Struktur dan Fungsi Seni Gubang Pada Masyrakat Melayu Tanjung Balai. Penelitian ini mengkaji struktur dan fungsi sosial kesenian Gubang .Adapun latar belakang penelitian ini bahwa Gubang di Tanjungbalai merupakan media dalam bentuk kesenian yang digunakan oleh masyarakat tanjungbalai untuk sebagai hiburan, ritual, serta upacara adat istiadat melayu. Penelitian ini merupakan sesuatu yang penting karena banyak masyarakat yang tidak mengetahui struktur dan fungsi dari kesenian Gubang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur dan fungsi sosial budaya kesenian Gubang di Tanjung Balai. Metode penelitian yang digunakan adalah untuk mendeskripsikan struktur dan fungsi sosial budaya dalam penelitian ini menggunakanMetode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik penyajian dalam bentuk tulisan adalah deskriptif analitik. Dengan menggunakan metode ini hasil penelitian akan dideskripsikan dan dianalisis, dengan focus utama pada bidang budaya dan sosialnya.

Pokok-pokok masalah yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini adalah struktur gubang yaitu bentuk ragam tari dan musik yang terdapat didalam penyajian kesenian Gubang. Fungsi sosial budaya Gubang terhadap masyarakat di kota Tanjungbalai yang meliputi fungsi pengungkapan emosional, estetika, hiburan,ritual, komunikasi, perlambangan, berkaitan dengan norma-norma sosial, kesinambungan kebudayaan, dan pengintegrasian masyarakat.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:

Struktur seni Gubang yang terdiri beberapa bentuk struktur musik dan tari gubang, hubungan antara musik dan tari pada seni Gubang, pola lantai dan busana pada tari Gubang. Gubang mempunyai empat fungsi hasil penelitian lapangan. Dari sepuluh fungsi yang dikemukakan oleh Merriam, tidak semua fungsi sesuai dengan Gubang ini. Fungsi-fungsinya adalah fungsi penghayatan estetis, fungsi sebagai hiburan, sebagai fungsi kesinambungan budaya, dan fungsi ritual.


(5)

5 PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas berkat dan kasih karunia nya tesis ini dapat terselesaikan dengan baik Analisis Struktur fungsi seni gubang pada masyarakat tanujng balai, Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang S-2 dan memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn) pada Program Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Tesis ini berisikan hasil penelitian mengenai struktur dan fungsi seni gubang pada masyarakat tanjung balai . Selama proses penyusunan tesis, penulis mendapatkan bimbingan dan arahan dari para pembimbing yakni Bapak Drs. M. Takari, M.Hum,Ph.D sebagai pembimbing Idan Ibu Yusnizar Heniwaty, S,ST, M,Hum sebagai pembimbing II dan para penguji yakni Bapak Drs Irwansyah, M.A., Bapak Drs Torang Naiborhu, M.Hum., dan Bapak Dr Ridwan Hanafiah, SH, MH, lanjut kesemua dosen yang telah mengajar, Tim pembimbing dan penguji ini sungguh banyak membantu penulis terutama kesabaran dan ketelatenan dalam penulisan Tesis ini. Tak lupa dekan Bapak Syahron Lubis, M.A Mereka juga memberikan banyak pelajaran kepada penulis terutama kesabaran dan ketelatenan dalam penulisan Tesis ini. Arahan-arahan mereka tersebut membuat

penulis semakin termotivasi dan semangat untuk menyelesaikan Tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas

Sumatera Utara,Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Ketua dan SekertarisProgram Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, dan para Dosen di Lingkungan Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Drs Ponisan selaku pegawai di lingkungan Program studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, yang telah memberikan


(6)

6

banyak bantuan dan kemudahan kepada penulis sejak awal duduk di bangku perkuliahan hingga menyelesaikan tesis ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, papa dan mama yang selalu medukung dan mendoa kan saya dalam menyelesaikan tesis ini,Tuhan selalu memberkati dan di berikan panjang umur sehat selalu,dan ucapan terima kasih kepada kakakku Eva ikiprisma ketaren,Yanti ketaren beserta Suami,Yeni ketaren beserta suami dan ade saya Isadarina ketaren. Walaupun tidak mendampingi penulis saat menyiapkan Tesis tapi semangat seluruh keluarga selalu mendukung, membuat penulis kuat. Tarima kasih juga kepada kekasih ku Yangcia yang selalu mensport dan membantu saya dalam penulisan, Terima kasih juga kepada keluarga besar SMK N 4 Tanjung Balai khusus kepala sekolah, Drs Darwin Rambe, MM, yang selalu saya ijin permisi dalam menyelesai kan tesis ini,dan terima kasih kepada pemerintahan Tanjung Balai,dan bg Heri Siagian, bg evan veris dan ucok beserta istri,k, Kepada Teman-teman Kuliah, Chatrina Sumiaty, Kartini Manalu, Agustina Samosir, Sapna Sitopu, Achy Arwana, Erizon, Yusuf, Disperantoni, Tommy Ketaren, Angga Alkarina, Jamhuddin, Debby, Dan Bang Anton selaku ketua kami, melala bujur bg anton sehat kam selalu. Ucapan terima kasih juga kepada adik ku Brepin Tarigan dan Erik tarigan yang telah membantu untuk menyeselaikan tesis ini.

Penulis mengucapkan beribu-ribu maaf bila ada kata yang kurang berkenan, mohon jangan disimpan di dalam hati. Akhir kata, penulis berterima kasih kepada seluruh pihak yang sudah membantu penyusunan tesis ini. Semoga hasil penelitian dari tesis ini dapat berguna bagi dunia penelitian seni pada umumnya dan bagi kesenian gubang pada masyarakat Tanjung Balai..


(7)

7

Medan, 11 nov 2014 Penulis,

TOMMI KETAREN NIM. 127037003


(8)

8 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama Lengkap : Tommi Mivika Putra Ketaren, S. Pd

2. NIDN : 01 130787 03

3. Pangkat/ Jabatan Fungsional : -

4. TTL : Sei Glugur/ 11 juni 1987

5. Agama : Kristen Protestan

6. Jenis Kelamin : Laki-laki 7. Pendidikan Terakhir : S1 Seni Musik

8. Alamat : Jalan Glugur Rimbun No.35

Kec.P. Batu Provinsi Sumatera Utara.

9. No. HP : 081396478787

10. Golongan Darah : B 11. Jenjang Pendidikan :

No. Jenjang Pendidikan Tempat Tahun

1. SD Sei Glugur 1992 – 1998

2. SLTP Negeri 3 Pancur Batu 1998 – 2001

3. SMA YPK Andreas Medan Sunggal 2001 – 2004

4. Universitas Negeri Medan (UNIMED) Medan 2004 – 2009 5. Magister (S-2) Penciptaan dan

Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Medan 2012 – 2015

12. Pengalaman Kerja


(9)

9 PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2015 Penulis,

Tommi Mivika Putra Ketaren NIM. 17037003


(10)

10

ABSTRACK ... iv

PRAKATA ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR BAGAN ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii

PERNYATAAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 14

1.3 Tujuan Penelitian ... 14

1.4 Manfaat Penelitian ... 15

1.5 Tinjauan Pustaka ... 15

1.6 Konsep dan Landasan Teori ... 19

1.6.1 Konsep ... 19

1.6.2 Teori ... 26

1.6.2.1 ... 27

1.6.2.2 ... 33

1.6.2.3 ... 35

1.7 Metodologi Penelitian ... 37

1.7.1 Teknik Pengumpulan Data ... 38

1.7.2 Teknik Analisis Data ... 40

1.7.3 Sistematika Penulisan ... 40

BAB II TINJAUAN UMUM MASAYARAKAT DAN BUDAYA MELAYU ... 43

2.1 Suku Melayu ... 43

2.2 Struktur Masyarakat Melayu ... 46

2.3 Sejarah Kota Tanjung Balai... 48

2.4 Masayarakat Kota Tanjugbalai ... 54

2.5 Sistem Kekerabatan ... 57

2.6 Mata Pencaharian ... 60

2.7 Agama dan Kepercayaan ... 61

2.8 Kesenian ... 63

2.8.1 Seni Musik ... 64

2.8.2 Seni Tari ... 66

BAB III GUBANG DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT TANJUNG BALAI ... 67

3.1 Konsep Gubang Dalam Kehidupan Masyarakat Melayu ... 67

3.2 Pengertian Gubang ... 68

3.3 Pandangan Masyarakat Melayu Terhadap Gubang ... 71

3.4 Etika Penggunaan dan Penyajian Gubang ... 73

3.5 Latar Belakang Penyelenggaraan Gubang ... 76

BAB IV BENTUK PENYAJIAN GUBANG ... 77


(11)

11

4.2 Elemen Pertunjukan Kesenian Gubang ... 77

4.2.1 Tema ... 77

4.2.2 Musik ... 78

4.2.3 Tata Rias dan Busana ... 81

4.3 Transkrip Musik Pengiring Gubang ... 83

BAB V GUNA DAN FUNGSI GUBANG ... 94

5.1 Pengertian dan Penggunaan Fungsi ... 94

5.2 Fungsi Gubang ... 95

5.2.1 Fungsi Sebagai Hiburang ... 96

5.2.2 Fungsi Sebagai Sarana Ritual ... 97

5.3 Fungsi Kesinambungan Budaya ... 100

5.4 Fungsi Penghayatan Estetis ... 101

5.5 Perkembangan Kesenian Gubang ... 102

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 108

6.1 Kesimpulan ... 108

6.2 Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR INFORMAN DISKOGRAFI

LAMPIRAN-LAMPIRAN


(12)

4 ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Struktur dan Fungsi Seni Gubang Pada Masyrakat Melayu Tanjung Balai. Penelitian ini mengkaji struktur dan fungsi sosial kesenian Gubang .Adapun latar belakang penelitian ini bahwa Gubang di Tanjungbalai merupakan media dalam bentuk kesenian yang digunakan oleh masyarakat tanjungbalai untuk sebagai hiburan, ritual, serta upacara adat istiadat melayu. Penelitian ini merupakan sesuatu yang penting karena banyak masyarakat yang tidak mengetahui struktur dan fungsi dari kesenian Gubang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur dan fungsi sosial budaya kesenian Gubang di Tanjung Balai. Metode penelitian yang digunakan adalah untuk mendeskripsikan struktur dan fungsi sosial budaya dalam penelitian ini menggunakanMetode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik penyajian dalam bentuk tulisan adalah deskriptif analitik. Dengan menggunakan metode ini hasil penelitian akan dideskripsikan dan dianalisis, dengan focus utama pada bidang budaya dan sosialnya.

Pokok-pokok masalah yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini adalah struktur gubang yaitu bentuk ragam tari dan musik yang terdapat didalam penyajian kesenian Gubang. Fungsi sosial budaya Gubang terhadap masyarakat di kota Tanjungbalai yang meliputi fungsi pengungkapan emosional, estetika, hiburan,ritual, komunikasi, perlambangan, berkaitan dengan norma-norma sosial, kesinambungan kebudayaan, dan pengintegrasian masyarakat.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:

Struktur seni Gubang yang terdiri beberapa bentuk struktur musik dan tari gubang, hubungan antara musik dan tari pada seni Gubang, pola lantai dan busana pada tari Gubang. Gubang mempunyai empat fungsi hasil penelitian lapangan. Dari sepuluh fungsi yang dikemukakan oleh Merriam, tidak semua fungsi sesuai dengan Gubang ini. Fungsi-fungsinya adalah fungsi penghayatan estetis, fungsi sebagai hiburan, sebagai fungsi kesinambungan budaya, dan fungsi ritual.


(13)

12 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumatera Utara terkenal dengan beragam etnik. Dalam kenyataannya etnik-etnik itu terdir dari tiga kategori utama, yaitu: (a) etnik-etnik setempat yang terdiri dari: Melayu, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Batak Toba, Mandailing-Angkola, Pesisir, dan Nias; (b) etnik Nusantara seperti: Aceh Raya, Alas, Gayo, Tamiang, Aneuk Jamee, Minangkabau, Banjar, Sunda, Jawa, Bugis, Makasar, dan lainnya; dan (c) etnik-etnik dunia, seperti: Hokkian, Hakka, Khek, Kwong Fu, Tamil, Hindustani, Arab, Pashtun, dan lainnya. Mereka berinteraksi dalam suasana multikultural dan integrasi sosial dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari berbagai etnik yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara tersebut yang menarik perhatian penulis, untuk dikaji di dalam konteks tesis ini adalah etnik Melayu. Berdasarkan wilayah budaya mereka ini, maka pada umumnya berada di kawasan pesisir. Oleh karena itu orang-orang Melayu di Sumatera Utara sering disebut juga sebagai masyarakat pesisir Sumatera Timur.

Orang Melayu memiliki identitas kepribadian yang dapat dilihat dari menggunakan adat-istiadat Melayu, bahasa Melayu, dan beragama Islam. Dengan demikian, seseorang yang mengaku dirinya orang Melayu harus beradat-istiadat Melayu, berbahasa Melayu, dan beragama Islam. Masyarakat Melayu dikenal dengan sifat dan perilaku yang lemah lembut, ramah tamah, mengutamakan sopan santun, serta menjunjung tinggi adat istiadat yang berlandaskan pada syariat Islam, yang dikenal juga dengan falsafah Melayu “adat


(14)

13

bersendi syarak, syarak bersendi kitabbullah.” Maka dari itu jika diperhatikan adat budaya melayu tidak lepas dari ajaran agama Islam seperti dalam ungkapan pepatah, perumpamaan, pantun, syair, nazam, gurindam, seloka, talibun, dan sebagainya –menyiratkan norma sopan-santun dan tata pergaulan orang Melayu.

Di Indonesia, jumlah suku Melayu sekitar 15% dari seluruh populasi, yang sebagian besar mendiami propinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat. Meskipun begitu, banyak pula masyarakat Minangkabau, Mandailing, dan Dayak yang berpindah ke wilayah pesisir Timur Sumatera dan pantai Barat Kalimantan, mengaku sebagai orang Melayu. Selain di Nusantara, suku Melayu juga terdapat di Sri Lanka (Pemerintah Kota Tanjung Balai, 2014). Suku Melayu ini memiliki kesenian-kesenian yang mendukung identitas kebudayaannya.

Kesenian Melayu kaya akan bentuk-bentuk ketradisian dengan pola beragam baik dalam seni pertunjukan maupun seni rupa, yang menjadi ciri khas dari daerahnya. Salah satu kesenian yang sangat memperkuat jadi diri masyarakat Melayu adalah seni musik dan seni tarinya. Musik dan tarian Melayu sangat berkembang baik di Sumatera Utara, khususnya di Kota Tanjung Balai. Hal yang menjadikan seni musik dan seni tari Melayu semakin kuat dan mentradisi adalah karena adanya pekerja seni atau seniman yang terus menjaga, melestarikan dan mengembangkan kesenian tersebut. Seniman tidak hanya bertugas untuk menciptakan karya-karya seni yang bagus, tetapi seniman juga harus memiliki pemikiran bahwa karya seni yang ia ciptakan harus mengangkat sebuah tradisi yang nantinya akan tetap diingat oleh masyarakat penikmat dan pendukung seni.


(15)

14

Musik dan tari adalah seni pertunjukan, yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pemiliknya dalam berbagai aktivitas, dan merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Musik dan tari diadakan sesuai dengan kebudayaan setempat dengan cara dan dalam konteks yang berbeda-beda. Sistem sosial dan lingkungan alam juga mempengaruhi bentuk dan fungsi musik dan tari pada suatu komunitas suku dan budaya. Musik dan tari dalam kehidupan masyarakat Melayu memiliki prinsip semangat kebersamaan, rasa persaudaraan, atau solidaritas untuk kepentingan bersama.

Dalam kehidupan masyarakat suku Melayu, musik dan tari berhubungan dengan upacara adat, upacara ritual/kepercayaan, hiburan maupun pertunjukan. yang mempunyai peranan penting dalam aktivitas kehidupan mereka yang berkaitan dengan kehidupan spiritual mereka dan juga untuk hubungan sosial kemasyarakatan. Musik dan tari dilakukan dengan berbagai kegiatan ritual maupun upacara keagamaan dan juga dapat dipertunjukkan dalam konteks adat, sebagai sajian utama maupun hiburan.

Musik adalah salah satu media ungkap kesenian yang menjadi salah satu dari unsur kebudayaan yang universal. Musik mencerminkan kebudayaan masyarakat pendukungnya, dimana terkandung nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi bahagian dari proses enkulturasi budaya, baik dalam bentuk formal maupun informal. Hampir di seluruh wilayah Indonesia mempunyai seni musik tradisional yang khas. Keunikan tersebut bisa dilihat dari teknik permainannya, penyajiannya maupun bentuk (organologi) instrumen musiknya. Hampir seluruh seni tradisional Indonesia mempunyai semangat kolektivitas yang tinggi sehingga dapat dikenali karakter khas masyarakat Indonesia, dengan bentuknya yang khas, baik dari sudut struktural maupun genrenya dalam kebudayaan. Demikian juga


(16)

15

yang terjadi pada musik dalam kebudayaan masyarakat Melayu Sumatera Utara, dimana musik juga digunakan dalam mengiringi tarian, menggunakan instrumen daerahnya sendiri sesuai dengan tari yang diiringi.

Musik merupakan rekayasa bunyi yang diperdengarkan secara khusus menurut situasi, fungsi dan kepentingannya sebagai suatu perbuatan seni oleh penciptanya. Fungsi musik dimasyarakat sangatlah beragam, diantaranya sebagai kepentingan agama, sebagai iringan tari, sebagai ilustrasi pada perfilman, sinetron, drama (soundtrack) puisi, sebagai media terapi kesehatan (sound of theraphy), sebagai hiburan dan masih banyak lagi fungsinya untuk dapat disebutkan. Musik merupakan suatu karya seni yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Sejak zaman dahulu ketika manusia masih hidup dalam peradaban primitif hingga saat ini, di mana teknologi modern telah dirasakan oleh setiap bangsa, musik tetap dibutuhkan oleh setiap orang. Pada saat peradaban manusia masih terbatas dan tingkat pemikirannya masih sederhana, musik mempunyai peranan yang sangat berarti dalam kehidupan ritual. Pemujaan terhadap para dewa selalu disertai dengan permainan alat-alat musik seadanya dengan pola yang masih “sederhana”. Semuanya dilakukan dengan semangat pemujaan yang sangat khusuk. Upacara-upacara ritual yang selalu menggunakan karya musik sebagai sarana pemujaan ini ternyata tidak hanya terjadi pada masa-masa tingkat peradaban manusia masih primitif.

Di zaman modern seperti saat ini, di mana teknologi telah menguasai kehidupan manusia, musik tidak dapat dilepaskan dari kehidupan keagamaan. Bahkan dalam perkembangannya unsur musik yang digunakan sebagi sarana ibadah tidak hanya ditujukan untuk acara-acara ritual, namun dikembangkan menjadi bentuk musik yang dapat dinikmati dan dikemas menjadi musik pertunjukan. Selain


(17)

16

digunakan sebagai sarana ibadah, musik sebagi sarana hiburan mengalami pertumbuhan yang sangat pesat jika dibandingkan dengan musik yang digunakan sebagai sarana upacara. Namun demikian dalam era modern seperti ini musik yang digunakan sebagai sarana upacara dikemas demikian rapinya dan menariknya sehingga selain ritualnya yang dimunculkan juga sisi hiburannya yang menjadi lebih menarik.

Musik di Indonesia, biasanya berkaitan erat dengan upacara- upacara kematian, perkawinan, kelahiran, serta upacara keagamaan dan kenegaraan. Bunyi-bunyian dan nada-nada yang dihasilkan sangat memungkinkan untuk mendukung upacara budaya (ritual). Di beberapa daerah, bunyi yang dihasilkan oleh instrumen atau alat tertentu diyakini memiliki kekuatan magis. Oleh karena itu, instrumen seperti itu dipakai sebagai sarana kegiatan adat masyarakat. Dari penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa musik tradisional dapat berfungsi sebagai sarana dalam suatu upacara budaya (ritual).

Tari sendiri ditarikan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan dari pelaksanaan kegiatan yang dilakukan termasuk kegiatan yang dilakukan oleh suku Melayu, dimana tari dilakukan dengan menggerakkan badan sesuai dengan tradisi dan kebiasaan masyarakat dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Setiap gerakan yang dilakukan memiliki arti dan maksud tertentu, dengan diiringi musik sebagai pengiring, yang disesuaikan dengan gerak, tema dan tujuan dari kegiatan yang dilakukan.

Gubang1

1

Dalam tesis ini istilah Gubang merujuk kepada seni, yang didukung oleh seni musik dan tari. Musiknya didukung oleh nyanyian yang menggunakan teks (pantun) serta musik iringan yang

adalah salah satu bentuk kesenian tradisional yang terdiri dari musik dan tari. Kesenian Gubang berasal dari suku Melayu yang berdiam dan


(18)

17

berkembang di Kota Tanjung Balai, Asahan salah satu pemerintahan kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Penduduk Kota Tanjung Balai pada umumnya terdiri dari suku Melayu, Jawa, Batak, Aceh, Nias, China, dan lain sebagainya yang mayoritasnya memeluk agama Islam.

Letak daerahnya di pinggir sungai Asahan yang dibelah oleh sungai Silau, dengan luas wilayah 6.052 ha. Masyarakat di desa ini pada umumnya bermata pencaharian sebagai petani, nelayan, pedagang, buruh, dan pegawai pemerintahan. Komunikasi antara penduduk di Kota Tanjung Balai menggunakan Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi.

Sampai saat ini masyarakat kota Tanjung Balai, masih melaksanakan kegiatan berupa upacara-upacara adat tradisional yang masih kuat melekat di kalangan mereka, dalam acara adat seperti adat perkawinan, sunat Rosul, penabalan anak (aqiqah), dan memperingati hari-hari besar. Dalam menyelengarakan kegiatan-kegiatan adat, masyarakat Kota Tanjung Balai menampilkan berbagai kesenian, seperti nyanyian Didong, nyanyian Sinandong, tari Patam-patam, tari Gubang, dan tari lainnya.

Kesenian Gubang di desa ini merupakan kesenian tradisional yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Melayu. Kesenian ini berpatokan kepada nilai-nilai dan aturan tradisi, dan menjadi tari hiburan yang tidak diketahui siapa penciptanya. Tari gubang merupakan tari rakyat yang berasal dari kalangan nelayan

berbentuk melodi dan ritme. Dalam tesis ini kata Gubang ditulis dimulai dengan huruf kapital G kemudian diikuti oleh huruf-huruf berikutnya sesuai dengan standar penulisan di dalam bahasa Indonesia, yaitu berdasar kepada Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Kata

Gubang ditulis dengan huruf miring (italic) yang dikaitkan dengan kata ini sebagai sebuah istilah

dalam bahasa Melayu (yang sifatnya daerah tidak nasional), yang juga diasosiaasikan kepada judul genre seni.


(19)

18

suku Melayu Asahan. Menurut keterangan para informan, tari ini diperkirakan berasal dari Sungai Paham, Kecamatan Sungai Kepayang.

Menurut legendanya, di zaman Raja Margolang ada beberapa orang nelayan yang tidak dapat menjalankan perahunya karena tidak ada hembusan angin di tengah laut. Kemudian mereka memohon kepada Tuhan untuk didatangkan angin agar perahu yang mereka naiki dapat terus berlayar. Dengan menyanyikan lagu Aloban Condong, permohonan mereka ternyata belum dikabulkan, kemudian mereka mengganti lagu dengan menyanyikan lagu Didong. Lagu Didong yang mereka persermbahkan ternyata dikabulkan dengan datangnya angin yang berhembus dan mendorong perahu maju berlayar kembali. Para nelayan berteriak gembira dengan datangnya angin, dan melompat-lompat menari di dalam perahu, selain itu ada juga yang meningkahi gerak tarinya dengan memukul-mukulkan dayungnya ke sisi perahu sebagai gendang pengiring. Dari legenda inilah kemudian tari Gubang tercipta.2

Sebagai sebuah tari rakyat, tari ini sangat disukai oleh para nelayan, mereka sering menarikannya dikala senggang setelah melaut. Kemudian tari ini dibawa ke istana untuk dipertunjukkan kepada raja, yang kemudian ditata atau disusun dengan Bentuk tari Gubang ini belum berpola serta ragam yang baku (pakem) karena merupakan ekspresi kegembiraan, dilakukan secara spontan dan bebas. Semula diceritakan nama tari ini tari Gebeng karena ditarikan di atas perahu/rakit, yang akhirnya pengucapannya berubah menjadi Gubang. Kata gebeng berarti perahu dalam bahasa Melayu Asahan.

2

Pemahaman terciptanya tari Gubang ini merupakan salah satu versi yang beredar dan diketahui oleh masyarakat Tanjung Balai dan sekitarnya. Proses pengetahuan mengenai terciptanya tari Gubang ini hidup di dalam masyarakat Melayu yang ditransmisikan melalui tradisi lisan. Dalam hal ini, proses penyampaiannya dari satu orang ke orang lain, dan dari satu generasi ke generasi berikutnya dilakukan dengan mengandalkan aspek-aspek kelisanan.


(20)

19

pola gerak yang tertentu, dengan ditarikan oleh penari wanita dan pria. Kalau diperhatikan gerak-gerak yang dilakukan seperti gerakan untuk menyambut tamu. Hal ini dapat diamati dari gerak tangan yang menyembah, gerak mempersilahkan, gerak kaki maju mundur, melingkar dan lain sebagainya. Sehingga di dalam bentuk pengolahan yang baru di istana, tari ini tidak sekedar hiburan, tetapi dijadikan sebagai tari pemyambutan tamu dalam satu jamuan besar.

Nyanyian Didong yang dijadikan sebagai pengiring dalam tari ini, ternyata tidak hanya sebatas pengiring saja, menurut kepercayaan masyarakat Tanjung Balai, Didong dipercayai memiliki kekuatan untuk memanggil angin, melalui syair-syair yang berisi mantra-mantra, dilagukan sebagai permohonan dalam mewujudkan keinginan mereka. Berdasarkan kepercayaan ini, mereka kemudian menjadikan nyanyian Didong sebagai iringan dan dilantunkan di awal pertunjukan tari Gubang, dengan bernyanyi yang disebut juga dengan melawang. Dahulu untuk mengawali nyanyian dibawakan lagu Lawang dan kalau lagu lain biasanya dibawakan lagu didong. Dikarenakan lagu didong memiliki kekuatan untuk memanggil angin, akhirnya setiap pertunjukan tari Gubang, awal dari tari Gubang dinyanyikan dengan lagu Didong.

Dalam mengiringi nyanyian Didong, digunakan instrumen musik seperti gendang yang berjumlah minimal 2 buah dengan ukuran yang tidak sama. Kemudian disertai tawak-tawak (gong) yang berfungsi sebagai pembawa siklus metrum dan berjumlah 1 buah, serta biola sebagai pembawa melodi. Biola boleh digunakan lebih dari satu asalkan memiliki nada yang serupa. Irama yang dibawakan dalam nyanyian Didong ini adalah irama senandung, yang berarti bertempo lambat.


(21)

20

Perkembangan selanjutnya, tari ini tidak hanya dipertunjukkan sebagai tari penyambutan saja, tetapi tari Gubang sudah menjadi tari pertunjukan dengan memberikan pola garapan yang lebih ekspresif. Saat ini, tari Gubang sudah jarang ditarikan, hanya pada perayaan besar seperti ulang tahun Kota Tanjung Balai, tari ini masih ditampilkan tetapi bukan sebagai tari penyambutan, seperti pada penyajian sebelumnya. Ada yang menarik dalam hal ini, karena tari penyambutan yang ditarikan saat ini tidak menyajikannya dengan tari Gubang, melainkan tari Persembahan yang diiringi dengan nyanyian Makan Sirih, dan ditarikan oleh penari wanita dengan masing-masing kelompok (group) memiliki kreasi yang berbeda dalam karya tarinya. Bergesernya pertunjukan pada tari Gubang ini, akan dilihat dari struktur tari dan musik, fungsi, serta bentuk penyajiannya.

Dengan melihat latar belakang di atas, maka dalam tesis ini penulis akan mengkaji dua masalah utama yaitu mengenai struktur dan fungsi seni Gubang. Kedua tema kajian ini dibahas melalui dua disiplin utama dalam ilmu-ilmu seni yaitu etnokoreologi dan etnomusikologi. Kedua disiplin ini, secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut.

Yang dimaksud antropologi tari atau disebut juga etnologi tari dan etnokoreologi adalah sebagai berikut.

Ethnochoreology (also dance ethnology, dance anthropology) is the study of dance through the application of a number of disciplines such as anthropology, musicology (ethnomusicology), ethnography, etc. The word, itself, is relatively recent and means, literally, “the study of folk dance”, as opposed to, say, the formalized entertainment of classical ballet. Thus, ethnochoreology reflects the relatively recent attempt to apply academic thought to why people dance and what it means. It is not just the study or cataloging of the thousands of external forms of dances—the dance moves, music, costumes, etc.— in various parts of the world, but the attempt to come to grips with dance as existing within the social events of a given community as well as within the


(22)

21

cultural history of a community. Dance is not just a static representation of history, not just a repository of meaning, but a producer of meaning each time it is produced—not just a living mirror of a culture, but a shaping part of culture, a power within the culture. The power of dance rests in acts of performance by dancers and spectators alike, in the process of making sense of dance… and in linking dance experience to other sets of ideas and social experiences. Ethnologic dance is native to a particular ethnic group. They are performed by dancers associated with national and cultural groups. Religious rituals (ethnic dances) are designed as hymns of praise to a god, or to bring in good fortune in peace or war (Blacking, 1984).

Dari kutipan di atas, dapat diartikan bahwa yang dimaksud etnokoreologi (juga disebut dengan etnologi tari dan antropologi tari) adalah studi tari melalui penerapan sejumlah disiplin ilmu seperti antropologi, musikologi (etnomusikologi), etnografi, dan lain-lain. Istilah itu sendiri, adalah relatif baru, yang secara harfiah berarti studi tentang tarian rakyat (sebagai lawan dari tari hiburan yang diformalkan dalam bentuk balet klasik). Dengan demikian, etnokoreologi mencerminkan upaya yang relatif baru dalam dunia akademis untuk mengkaji mengapa orang menari dan apa artinya. Dalam konteks tersebut para ilmuwan etnokoreologi tidak hanya belajar ribuan tarian yang mencakup gerak, musik iringan, kostum, dan hal-hal sejenis, di berbagai belahan dunia ini, tetapi juga meneliti tarian dalam kegiatan sosial dari suatu masyarakat, serta sejarah budaya tari dari suatu komunitas. Tari bukan hanya representasi statis sejarah, bukan hanya repositori makna, namun menghasilkan makna setiap kali tari itu dihasilkan. Tari bukan hanya cermin hidup suatu budaya, tetapi merupakan bagian yang membentuk budaya, sebagai kekuatan dalam budaya. Kekuatan tari terletak pada tindakan penampilan penari dan penonton, dalam proses pembentukan rasa dalam tari, dan menghubungkan pengalaman gagasan tari dan wujud sosialnya. Tari juga berkait dengan kelompok etnik tertentu. Tarian ini dilakukan oleh penari yang berhubungan dengan


(23)

22

kelompok bangsa dan budayanya. Tarian etnik dirancang sebagai himne pujian untuk Tuhan, atau untuk membawa keberuntungan dalam damai atau perang.

Yang kedua untuk mengkaji struktur musik iringan penulis menggunakan disiplin etnomusikologi. Seperti yang penulis ketahui dari pakar etnomusikologi yaitu Merriam yang dimaksud etnomusikologi adalah sebagai berikut.

Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but takes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound (Merriam 1964:3-4).3

Menurut pendapat Merriam seperti kutipan di atas, para ahli etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada benih-benih pembagian ilmu, untuk itu selalu dilakukan percampuran dua bagian keilmuan yang terpisah, yaitu musikologi

3

Sebuah buku yang terus populer di kalangan etnomusikologi dunia sampai sekarang ini, dalam realitasnya menjadi “bacaan wajib ” bagi para pelajar dan mahasiswa etnomusikologi seluruh dunia, dengan pendekatan kebudayan, fungsionalisme, strukturalisme, sosiologis, dan lain-lainnya. Buku yang diterbitkan tahun 1964 oleh North Western University di Chicago Amerika Serikat ini, menjadi semacam “karya utama” di antara karya-karya yang bersifat etnomusikologis.


(24)

23

dan etnologi [antropologi]. Selanjutnya menimbulkan kemungkinan-kemungkinan masalah besar dalam rangka mencampur kedua disiplin itu dengan cara yang unik, dengan penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut.

Sifat dualisme lapangan studi etnomusikologi ini, dapat ditandai dari bahan-bahan bacaan yang dihasilkannya. Katakanlah seorang sarjana etnomusikologi menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri. Di lain sisi, sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan. Di dalam masa yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar antropologi Amerika, yang cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Di dalam kerja yang seperti ini, penekanan etnologis yang dilakukan para sarjana ini lebih luas dibanding dengan kajian struktur komponen suara musik sebagai suatu bagian dari permainan musik dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas.

Hal tersebut telah disarankan secara tentatif oleh Bruno Nettl yaitu terdapat kemungkinan karakteristik "aliran-aliran" etnomusikologi di Jerman dan Amerika, yang sebenarnya tidak persis sama. Mereka melakukan studi etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode, pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya dilakukan oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah yang bukan


(25)

24

hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja. Para sarjana Amerika telah mempersembahkan teknik analisis suara musik.

Dari kutipan di atas tergambar dengan jelas bahwa etnomusikologi dibentuk dari dua disiplin ilmu dasar yaitu antropologi dan musikologi. Walaupun terdapat variasi penekanan bidang yang berbeda dari masing-masing ahlinya. Namun terdapat persamaan bahwa mereka sama-sama berangkat dari musik dalam konteks kebudayaannya.

Khusus mengenai beberapa definisi tentang etnomusikologi telah dikemukakan dan dianalisis oleh para pakar etnomusikologi. Pada tulisan edisi berbahasa Indonesia, Rizaldi Siagian dari Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta, telah mengalihbahasakan berbagai definisi etnomusikologi, yang terangkum dalam buku yang bertajuk Etnomusikologi, tahun 1995, yang diedit oleh Rahayu Supanggah, terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, yang berkantor pusat di Surakarta. Dalam buku ini, Alan P. Merriam mengemukakan 42 definisi etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976.4

4

Buku ini diedit oleh R. Supanggah, diterbitkan tahun 1995, dengan tajuk Etnomusikologi. Diterbitkan di Surakarta oleh Yayasan bentang Budaya, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan enam tulisan oleh empat pakar etnomusikologi (Barat) seperti: Barbara Krader, George List, Alan P. Merriam, dan K.A. Gourlay; yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian. Dalam buku ini Alan P. Merriam menulis tiga artikel, yaitu: (a) “Beberapa Definisi tentang ‘Musikologi Komparatif’ dan ‘Etnomusikologi’: Sebuah Pandangan Historis-Teoretis,” (b) “Meninjau Kembali Disiplin Etnomusikologi,” (c) “Metode dan Teknik Penelitian dalam Etnomusikologi.” Sementara Barbara Krader menulis artikel yang bertajuk “Etnomusikologi.” Selanjutnya George List menulis artikel “Etnomusikologi: Definisi dalam Disiplinnya.” Pada akhir tulisan ini K.A. Gourlay menulis artikel yang berjudul “Perumusan Kembali Peran Etnomusikolog di dalam Penelitian.” Buku ini barulah sebagai alihbahasa terhadap tulisan-tulisan etnomusikolog (Barat). Ke depan, dalam konteks Indonesia diperlukan buku-buku panduan tentang etnomusikologi terutama yang ditulis oleh anak negeri, untuk kepentingan perkembangan disiplin ini. Dalam ilmu antropologi telah dilakukan penulisan buku seperti


(26)

25

Dari latar belakang kultural dan ilmu-ilmu seni yang diguanakan untuk mengkaji seni Gubang ini, maka penulis menetapkan judul penelitian ini “Struktur dan Fungsi Seni Gubang Pada Kebudayaan Masyarakat Suku Melayu di Tanjung Balai.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang disajikan pada latar belakang penelitian ini, Tari Gubang dikembangkan oleh suku Melayu di Sumatera Utara, khususnya di Tanjung Balai. Dari perkembangan tari tersebut, penulis mengidentifikasi beberapa masalah berikut ini:

1. Bagaimanakah struktur seni Gubang dalam budaya etnik Melayu di Tanjung Balai?

2. Bagaimana fungsi seni Gubang pada budaya masyarakat di Tanjung Balai? Perumusan masalah berperan penting dalam suatu penelitian. Menurut Sevilla, dkk. (2006), “Masalah dalam penelitian haruslah merupakan hal baru, dapat diselesaikan sesuai waktu yang diinginkan, dan tidak bertentangan dengan moral.”

Berdasarkan karakteristik rumusan masalah tersebut dan hasil identifikasi masalah yang peneliti lakukan di Tanjung Balai, maka penelitian ini akan dilakukan berdasarkan rumusan masalah, “Bagaimanakah Struktur dan Fungsi seni Gubang Pada kebudayaan Masayarakat Melayu Tanjung Balai.?”

1.3 Tujuan Penelitian

antropologi lainnya oleh para pakar generasi berikut seperti James Dananjaya, Topi Omas Ihromi, Parsudi Suparlan, Budi Santoso, dan lain-lainnya.


(27)

26

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan yang akan dicapai dalam proses penelitian ini adalah:

1. Mengkaji struktur kesenian Gubang bagi etnik Melayu di Tanjung Balai. 2. Mengkaji fungsi kesenian Gubang pada kebudayaan masyarakat Melayu di

Tanjung Balai.

1.4 Manfaat Penelitian

Secara umum, hasil penelitian ini memberikan manfaat untuk mengetahui bagaimana hubungan antara tari dan musik yang dilihat dari struktur, fungsi dan maknanya pada kesenian atau tari Gubang yang selama ini tidak diketahui oleh masyarakat luas. Secara khusus, manfaat penelitian ini adalah:

1. Hasil penelitian ini memberi deskripsi fungsi dan Struktur musik pengiring tari Gubang agar tidak punah. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Tanjung Balai sebagai pemangku kebijakan tempat berkembang tari Gubang dapat mengambil kebijaksanaan yang tepat untuk melestarikan, meningkatkan, dan mengembangkan hasil kesenian suku Melayu tersebut.

2. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang berguna untuk meningkatkan kualitas seni dan budaya Indonesia sehingga menambah kekayaan khasanah budaya Indonesia.

3. Hasil penelitian ini menjadi bahan masukan para pemusik, ahli musik, dan peneliti yang ingin melakukan penelitian musik terutama yang digunakan sebagai musik pengiring dalam tari, yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Melayu di Kota Tanjung Balai.


(28)

27

Sebelum penulis mengadakan studi lapangan, terlebih dahulu penulis mengadakan studi keperpustakaan antara lain : kajian tentang kesenian Gubang masih sangat minim sekali, belum banyak yang melakukan kajian-kajian tentang tarian ini. Akan tetapi buku tentang seni tari telah banyak ditulis oleh pakar-pakar seni tari baik di Barat maupun di Indonesia yang digunakan sebagai bahan panduan dan bahan informasi terhadap kajian ini. Selain itu, buku tentang sejarah suku Melayu kota Tanjung balai sebagai masyarakat pemilik tari Gubang juga telah dipublikasikan. Maka dari itu, sebelum melangkah kepada kajian yang dijalankan tahap yang penulis lakukan adalah studi keperpustakaan untuk mempelajari literature yang berkaitan dnegan objek kajian.

Dari hasil studi literatur tulisan ini akan menggunakan buku-buku yang berkaitan dengan penulisan ini antara lain adalah sebagai berikut:

(1) Buku yang berjudul Antropologi Tari (Anya Peterson Royce, terjemahan F.X Widaryanto, 2007), merupakan tinjauan antropologis secara luas, dalam dunia tari sekaligus memberi keleluasan dalam dunia seni pertunjukan maupun antropologi. Dimana wilayah kajiannya mencapai kajian budaya tari dari segala macam bentuk dan wujud kelompok masyarakat yang ada diberbagai belahan dunia. Dalam dunia tari dianalisis dari sudut pandang sejarah metode perbandingan simbol dan gaya, struktur dan fungsi, morfologi dan fungsi tari pada masyarakat. Buku ini menjadi panduan bagi peneliti dalam mengkaji struktur, makna, dan bentuk pertunjukan pada masyarakat suku Melayu.

(2) Sumaryono dan Endo Suanda dalam buku Tari Tontonan (2005) mengatakan tradisi mengalami proses keberlangsungan dan perubahan-perubahan di dalam dirinya. Perubahan itu merupakan sesuatu yang tidak terhindarkan, mengingat perubahan adalah hal yang alamiah dan niscaya terjadi di berbagai sisi


(29)

28

kehidupan dan kebudayaan manusia. Perubahan yang terjadi dalam kebudayaan pada awalnya berlangsung dalam pertemuan panjang lewat persilangan kebudayaan masa lalu dan berlangsung berabad-abad. Hal inilah yang kemudian melahirkan tradisi-tradisi yang menjadi latar budaya yang berkembang di setiap daerah (Sumaryono dan Suanda, 2005: 132).

(3) Reny Yulyati Kumbantoruan, tahun 2014, yang menulis sebuah skripsi sarjana di Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang berbasis pada penelitian lapangan. Reny Yulyati menulis penelitiannya ini bertajuk “Hubungan Struktur Tari, Musik Iringan, dan Fungsi Tari Galombang yang Dipertunjukkan Sanggar Tigo Sapilin, pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Minangkabau di Kota Medan.” Dalam skripsi ini Reny Yulyati mengkaji hubungan antara seni tari dan musik iringannya serta menganalisis fungsi seni pertunjukan tari Galombang di dalam konteks kebudayaan masyarakat Minangkabau perantauan yaitu yang berada di Kota Medan. Skripsi ini menjadi bahan perbandingan bagi penulis unutk melihat aspek tari dan musik Gubang di dalam kebudayaan Melayu Tanjung Balai, dari pendekatan fungsional dan strktural.

(4) Riska Prisila, 2014, yang menulis skripsi sarjana seni di Program Studi Etnomusikologi, bertajuk “Deskripsi Pertunjukan Tari Munalo dan Musik Iringan pada Upacara Perkawinan Adat Gayo di Medan Sunggal.” Di dalam skripsi ini dideskripsikan bagaimana struktur tari Munalo dan juga musik iringannya dalam kebudayaan masyarakat Gayo, khususnya yang berada di Kota Medan. Skripsi ini memiliki fokus kajian keilmuan yang sama dengan penulis yaitu kajian struktural fungsional seni pertunjukan musik dan tari.


(30)

29

(5) Untuk melihat wawasan umum mengenai kesenian Melayu Sumatera Utara, penulis melakukan tinjauan pustaka berupa membaca dan memahami buku yang bertajuk “Ronggeng dan Serampang Dua Belas dalam Kajian Ilmu-ilmu Seni” 2014, terbitan Universitas Sumatera Utara, yang ditulis oleh dua penulis Melayu, yaitu Muhammad Takari dan Fadlin. Di dalam buku ini, dikaji secara luas dan terperinci mengenai aspek sejarah, struktural, dan fungsional terhadap dua genre seni Melayu Sumatera Utara yang cukup ternama yaitu ronggeng Melayu dan Serampang Dua Belas. Kedua genre seni ini dikaji oleh penulisnya berdasarkan hubungan sejarah antara ronggeng dan Serampang Dua Belas. Ronggeng merupakan tari hiburan sosial yang berasal dari branyo Portugis dan Serampang Dua Belas adalah ekspresi kebudayaan proses perkenalan antara lelaki dan wanita yang kemudian jatuh cinta dan membentuk rumah tangga. Bagaimanapun buku ini memberikan wawasan kepada penulis bagaimana sebenarnya kedudukan genre seni (tari dan musik) dalam konteks kebudayaan. (6) Tiarma R. Panggabean, tahun 1993 melakukan penelitian dan kemudian

menuliskannya dalam bentuk skripsi yang bertajuk “Tradisi Gubang Asli dan Lukisan pada Masyarakat Melayu Tanjung Balai Sumut: Studi Kasus dan Analisis Musikal.” Skripsi ini ditulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan sarjana seni di bidang etnomusikologi di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Skripsi sarjana ini mengungkap dengan detil aspek struktur musik gubang di Tanjung Balai, dengan pendekatan etnomusikologis. Bagaimanapun skripsi sarjana ini menjadi dasar keilmuan bagi penulis untuk mengkaji aspek musikal dari seni Gubang.

(7) Rozanna Mulyahi, 2013 menulis sebuah disertasi yang bertajuk “Fungsi dan Implikasi Makna Logis Pantun Melayu Deli dan Serdang.” Disertasi ini ditulis


(31)

30

dalam konteks studi doktoral di Pascasrajana Lingistik, Universitas Sumatera Utara. Walaupun fokus kajian disertasi ini adalah pantun di kawasan Deli dan Serdang, namun pendekatan-pendekatan keilmuan yang dilakukan Rozanna Mulyani relevan juga untuk penulis jadikan acuan dalam menganalisis pantun-pantun yang disenandungkan dalam musik vokal Gubang, sebagai salah satu kajian dalam tesis penulis ini. Rozanna Mulyani dalam menganalisis pantun menggunakan teori fungsional logis.

1.6 Konsep dan Landasan Teori 1.6.1 Konsep

Dalam rangka memperjelas makna-makna peristilahan yang digunakan dan berhubungan dengan topik tesis ini, maka penulis akan menjelaskan apakah konsep dan teori itu. Penulis menggunakan ini agar tidak terjadi pendistorian makna. Konsep adalah rancangan idea atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkret. Dalam penulisan tesis ini konsep yang diuraikan adalah tentang: (A) musik, (B) tari, (C) Gubang, (D) struktur, dan (E) fungsi. Konsep ini terutama mengacu kepada pandangan para ahli di dunia pengetahuan seni dan dari kalangan masyarakat pendukungnya.

(A) Musik pengiring, sebagai pengiring dalam tari Gubang yang berfungsi sebagai hiburan dan awalnya ritual, musik pasti mengandung unsur-unsur yang bersifat menghibur hal ini dapat dinilai dari melodi ataupun liriknya, Sloboda Djohan (2005:41) musik melekat hampir pada seluruh aspek kehidupan manusia dan musik tersebut sangat erat kaitannya dengan kegiatan-kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-hari dimana bila sering mendengarkan musik sebagai pelepas kesalahan, hiburan dan lain sebagainya.” Dari pernyataan diatas fungsi musik


(32)

31

dalam tari Gubang adalah sebagai hiburan tersendiri bagi pemainnya, yang dilakukan secara terstruktur dan menjadi hiburan bagi masyarakat luas.

Menurut Arthur Schopenhauer musik adalah salah satu jalan untuk manusia keluar dari dunia yang penuh dengan penderitaan, sebab manusia hanya memiliki dua jalan yaitu estetis (seni) dan etis (perbuatan baik). Musik juga bisa sebagai sarana untuk menghantarkan manusia untuk memasuki alam bawah sadar ataupun alam gaib. Untuk memahami fungsi musik dalam kehidupan manusia Arhtur Schopenhauer menjlaskan beberapa fungsi musik, sebagai berikut: (1) sarana hiburan, dalam hal ini, musik merupakan salah satu cara untuk menghilangkan kejenuhan akibat rutinitas harian, serta sebagai sarana rekreasi dan ajang pertemuan dengan warga lainnya. Umumnya masyarakat Indonesia sangat antusias dalam menonton pagelaran musik.

(2) Sarana ekspresi diri, pada zaman dahulu, pada masa kerajaan memerintah di daerah-daerah di Indonesia, setiap ada tamu kerajaan yang datang maka akan disambut oleh iringan-iringan musik tradisional sebagai upacara penyambutan dan sebagai sarana penghibur bagi para tamu kerajaan untuk melepas lelah. Bagi para seniman musik (baik pencipta lagu maupun pemain musik), musik adalah media untuk mengekspresikan diri mereka. Melalui musik, mereka mengaktualisasikan potensi dirinya. Melalui musik pula, mereka mengungkapkan perasaan, pikiran, gagasan, dan cita- cita tentang diri, masyarakat, Tuhan, dan dunia.

(3) Sarana komunikasi, di beberapa tempat di Indonesia, bunyi-bunyi tertentu yang memiliki arti tertentu bagi anggota kelompok masyarakatnya. Umumnya, bunyi- bunyian itu memiliki pola ritme tertentu, dan menjadi tanda bagi anggota masyarakatnya atas suatu peristiwa atau kegiatan. Alat yang umum


(33)

32

digunakan dalam masyarakat Indonesia adalah kentongan, bedug di masjid, dan lonceng di gereja.

Pada zaman dahulu, musik digunakan sebagai sarana komunikasi antara jenderal dan prajuritnya dalam peperangan, hal ini terlihat dari genderang yang mereka bawa pada saat peperangan. Bunyi dan ritme genderang disini bermacam-macam sesuai dengan perintah yang diberikan sang jenderal kepada penabuh genderang, ada ritme untuk menyerang, ada ritme untuk bertahan, dan ada pula ritme untuk mundur. Dari penjelasan di atas jelas sekali bahwa musik dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi (sumber: http://tkhusnul.blogspot.com /2012/03/fungsi-musik_25.html).

Musik selain memiliki norma-norma yang terdapat dalam syair juga memiliki fungsi salah satunya musik berfungsi sebagai pengiring dalam suatu tarian, puisi, dan karya seni lainnya yang mampu mempertegas kesan dramatis dalam suatu objek yang diiringinya. Musik pengiring sebenarnya disadari atau tidak disadari telah melekat erat dalam masyarakat. Baik pada zaman dahulu maupun pada era modern saat ini. Musik bisa dikatakan sebagai sarana komunikasi antar individu, bukan hanya bahasa saja yang merupakan alat komunikasi, tetapi musik juga bias dijadikan sarana untuk berkomunikasi. Biasa melalui nada dan harmonisasi yang keluat dari alat musik, maupun dari irama musik itu sendiri. Menurut Murgianto (1983 : 43) iringan musik dibagi menjadi dua bagian, yakni: (1) Iringan internal, yaitu berasal dari penarinya, dapat terdiri dari suara, tarikan nafas, tepukan tangan, depakan kaki ke lantai, hentakan tombak ke lantai, dan bunyi-bunyian yang timbul karena pakaian atau perhiasan yang dikenakannya; (2) Iringan eksternal, yaitu berasal dari musik terdiri dari talempong, orkestra musik simfoni, dan juga iringan-iringan suara atau musik rekaman.


(34)

33

Jadi dapat disimpulkan bahwa musik pengiring memiliki peranan yang sangat penting, tidak peduli darimana sumber music itu berasal. Dua jnis sumber musik pengiring dalam tari biasa berasal dari internal.penari seperti dari vokal dari mulut penari, tepukan tangan, hentakan kaki, dan berasal dari eksternal seperti petikan alat musik berdawai atau irama yang dihasilkan dari pukulan instrument perkusi dan instrument lainnya.

Musik dan tari adalah satu kesatuan yang tidak biasa dipisahkan dan merupakan denyut nadi dalam satu tarian. Hal ini esuai dengan pendapat Oha Graham (1997:44) yang menyatakan bahwa:

(1) Memberi irama (membantu mengatur waktu) kita kenal bahwa tari itu terdiri dari gerak-gerak yang berirama, mengatur atau menentukan irama, sangat sulit menari tanpa musik. Dimana irama dalam tari yaitu pengatur waktu (tempo) cepat dan lambatnya dari suatu rangkaian gerak, dan perlu saling mengisi dan saling mengiringi;

(2) Memberi ilustrasi atau gambaran suasana. Dalam tari, suasana atau ilustrasi sangat erat hubungannya dengan watak penari, terutama pada tari tradisional yang sangat memerlukan berbagai suasana. Adapun watak dalam suasana tari antara lain watak luguh/ halus, watak lenyap/ ganjen, dan gagah

(3) Membantu mempertegas ekspresi gerak. Dalam tarian sudah barang tentu mempunyai tekanan-tekanan gerak yang diatur oleh tenaga. Mempertegas ekspresi gerak akan lebih sempurana di iringi atau di pertegas oleh hentakan instrumen musik sebagai pengiring tari.

(4) Ransangan bagi penari. Dalam kaitan musik iringan sebagai rangsangan bagi penari, Sudarsono (1997:46) mengatakan sebagai berikut.


(35)

34

... elemen dasar dari tari adalah gerak dan ritme, Maka elemen dasar dari musik adalah nada Ritme dan Melodi. Sejak zaman prasejarah sampai sekarang dapat dikatakan dimana ada tari disitu pasti ada musik, musik dalam tari bukan hanya sekedar pengiring, tetapi musik adalah patner tari yang tidak boleh ditinggalkan, musik dapat memberikan suatu irama yang selaras sehingga dapat membantu mengatur ritme atau hitungan dan dapat juga memberikan gambaran dalam ekspresi suatu gerak.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa musik sangat berperan penting pada objek yang diiringinya, Selain untuk menambah semangat bagi yang diiringinya juga dapat sebagai simbol atau tema yang di bawakan. Contohnya jika temanya sedih, otomotis musik pengiringnya dapat menggunakan tempo lambat, atau dengan tema bahagia musik pengiringnya dapat menggunakan dengan tempo cepat. Tergantung dari objek yang diringi tersebut. Kesenian Gubang merupakan satu ekspresi yang berkaitan dan saling mengisi, antara musik dan tari, karena keduanya menggunakan tubuh manusia di samping ketajaman pikiran dan perasaan yang selalu berdampingan sewaktu menyajikan gubang. Tari adalah olah tubuh untuk mengekspresikan suatu keindahan yang bersifat spiritual dan melahirkan suasana yang semuanya lahir karena tradisi atau dari jiwa para seniman.

(B) Tari adalah gerak tubuh secara berirama yang dilakukan di tempat dan waktu tertentu untuk keperluan pergaulan, mengungkapkan perasaan, maksud, dan pikiran. Bunyi-bunyian yang disebut musik pengiring tari mengatur gerakan penari dan memperkuat maksud yang ingin disampaikan. Gerakan tari berbeda dari gerakan sehari-hari seperti berlari, berjalan, atau bersenam. Menurut jenisnya, tari digolongkan menjadi tari rakyat, tari klasik, dan tari kreasi baru

Tari pada masyarakat Melayu merupakan salah satu budaya yang diwariskan para leluhurnya, yang digunakan dalam berbagai aktifitas, baik upacara,


(36)

35

hiburan maupun pertunjukan. Tari Gubang merupakan tari yang disajikan sebagai tari rakyat yang disajikan sebagai hiburan dalam berbagai kegiatan.

Tari pada masyarakat Melayu merupakan salah satu budaya yang diwariskan para leluhurnya, yang digunakan dalam berbagai aktivitas, baik upacara, hiburan maupun pertunjukan. Tari Gubang merupakan tari yang disajikan sebagai tari rakyat yang disajikan sebagai hiburan dalam berbagai kegiatan.

(C) Kata Gubang berasal dari kata gebeng yang berarti perahu dalam bahasa Melayu dialek Asahan, yang kemudian beralih ucapan menjadi gubang dan dalam judul tari dituli Gubang. Dikatakan tari Gubang, karena tari ini merupakan pengekspresian dari ungkapan para nelayan untuk menyatakan kegembiraan dengan menari bersama di atas perahu dan di pasir pantai.

Di dalam konteks kebudayaan Melayu secara makro (Dunia Melayu), perahu yang salah satu jenisnya gubang dapat diartikan sebagai kendaraan air (biasanya tidak bergeladak), yang lancip pada kedua ujungnya dan lebar di tenghnya. Perahu bertambatan, dagang bertepatan adalah pribahasa yang berarti usaha dagang yang teratur dan sesuai tempat (lokasi)nya. Selanjutnya pribahasa perahu papan bermuat intan, artinya adalah sesuatu yang tidak layak diperjodohkan. Selanjutnya perahu sudah di tangan atau perahu sudah di air, pribahasa ini artinya adalah sudah siap sedia segala keperluan untuk melakukan pekerjaan. Kemudian terlongsong perahu boleh balik, terlongsong cakap tak boleh balik adalah pribahasa Melayu yang bermakna perkataan yang tajam kerap kali mencelakakan diri dan tidak dapat ditarik kembali, oleh sebab itu bila seseorang hendak bercakap, hendaklah dipikirkan masak-masak terlebih dahulu.

Selanjutnya masih di dalam kebudayaan Alam Melayu, perahu itu memiliki berbagai jenis termasuk gubang. Adapun jenis-jenis perahu di dalam budaya


(37)

36

Melayu adalah: (1) perahu bagong, perahu yang berukuran relatif besar; (2) perahu balang, yaitu perahu layar yang bertiang dua; (3) perahu belongkang, yaitu sampan berukuran relatif kecil yang terbuat dari sebatang pohon; (4) perahu bercadik yaitu perahu yang menggunakan penyangga di kanan dan kirinya sebagai penyeimbang; (5) perahu compreng, yaitu perahu di Jawa yang berfungsi untuk penyeberangan penumpangnya; (6) gubang, adalah perahu layar yang berasal dari pulau Sumatera, termasuk Sumatera Timur, Riau Kepulauan dan Riau Daratan, Bangka dan Belitung, dan lainnya; (7) perahu jolong-jolong yaitu perahu yang haluannya berparuh panjang; (8) perahu lading yaitu perahu kecil panjang bentuknya, terbuat dari batang pokok kayu; (9) perahu motor yaitu perahu tradisional yang dilengkapi dengan mesin penggera baling-balingnya; (10) perahu lepa yaitu perahu kecil dibuat dari sebuah batang kayu dan biasanya bercadik; (11) perahu mancung yaitu perahu yang bentuknya seperti seludang; (12) perahu mayang yaitu perahu yang fungsi utamanya menangkap ikan di laut; (13) perahu pukat, yaitu perahu besar untuk menangkap ikan di laut; dan (14) perahu sasak, yaitu rakit yang dibuat dari rangakian kayu, bambu, atau batang pisang (wawancara dengan para informan di Tanjung Balai 2014).

(D) Struktur adalah bangunan (teoritis) yang terdiri atas unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain dalam satu kesatuan. Struktur ini bisa dikaitkan dengan pengertian struktur social atau struktur masyarakat. Dalam kaitannya dengan tulisan ini, struktur yang dimaksud adalah merujuk kepada struktur pertunjukan tari dan musik. Struktur mencakup etika pembawaan tari dan musik, estetika tari maupun prosesnya.


(38)

37 1.6.2 Landasan Teori

Sebelum mengutarakan teori5

5

Yang dimaksud teori (theory) dalam tesis ini adlah berpandukan kepada konsep yang dikemukakan oleh Marckward et al., yang memiliki tujuh pengertian, yaitu: (1) sebuah rancangan atau skema yang terdapat dalam pikiran saja, namun berdasar pada prinsip-prinsip verifikasi dengan cara eksperimen atau pengamatan; (2) sebuah bentuk prinsip dasar ilmu pengetahuan atau penerapan ilmu pengetahuan; (3) abstrak pengetahuan yang selalu dilawankan dengan praktik; (4) penjelasan awal atau rancangan hipotesis untuk menangani berbagai fenomena; (5) spekulasi atau hipotesis, sebagai ide atau yang mengarahkan seseorang; (6) dalam matematika berarti sebuah rancangan hasil atau sebuah bentuk teorema, yang menghadirkan pandangan sistematis dari beberapa subjek; dan (7) ilmu pengetahuan tentang komposisi musik, yang membedakannya dengan seni yang dilakukan atau dieksekusi (Marckwardt

et al., 1990:1302). Dalam dunia ilmu pengetahuan contoh-contoh teori ini ada yang khusus digunakan dalam ilmu-ilmu tertentu saja, namun ada pula yang lintas disiplin, tergantung dari sifat dan fungsi teori tersebut. Dalam ilmu-ilmu seni misalnya yang khusus selalu digunakan adalah teori-teori struktural untuk bidang-bidang seni tertentu. Misalnya teori-teori weighted scale dan kantomerik

untuk mengkaji struktur musik. Demikian pula teori koreometrik untuk mengkaji struktur tari. Namun ada pula beberapa teori yang digunakan lintas disiplin termasuk di bidang disiplin seni, seperti semiotika yang dipakai dalam disiplin linguistik, arsitektur, sastra, antropologi, etnomusikologi, antropologi teater, dan etnomusikologi. Demikian pula teori evolusi yang dipakai dalam disiplin bilogi, sejarah, sosiologi, antropologi, arkeologi, dan lainnya.

yang akan dipergunakan, terlebih dahulu penulis akan mengulas tentang apa itu teori. Teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, yang didukung oleh data dan argumentasi (Poerwadarminta dalan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2005:1177). Teori merupakan alat, dasar, pijakan, kerangka atau acuan bagi para peneliti yang akan mengadakan penelitian. Teori diperoleh berdasarkan studi perpustakaan dari para ahli yang sesuai dengan bidang ilmu yang dikaji. Dengan


(39)

38

adanya teori, proses pengumpulan dan penganalisisan data bisa dilakukan dengan lebih terarah dan terencana.

Untuk itu, penulis menggunakan landasan teoritis sebagai pedoman berpikir dalam melaksanakan penelitian dan membahas hasil penelitian. Landasan teoritis pada penelitian ini diuraikan dalam tiga bagian (1) fungsionalisme, (2) strukturalisme (3) makna simbol, dan (4) bentuk penyajian.

1.6.2.1 Teori fungsionalisme

Menurut Lorimer et al., teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan pada ilmu sosial, yang menekankan pada saling ketergantungan antara institusi-institusi (pranata-pranata) dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu. Analisis fungsi menjelaskan bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsi institus-institusi seperti: negara, agama, keluarga, aliran dan pasar terwujud. Sebagai contoh, pada masyarakat yang kompleks seperti Amerika Serikat, agama dan keluarga mendukung nilai-nilai yang difungsikan untuk mendukung kegiatan politik demokrasi dan ekonomi pasar. Dalam masyarakat yang lebih sederhana, masyarakat tribal, partisipasi dalam upacara keagamaan berfungsi untuk mendukung solidaritas sosial di antara kelompok-kelompok manusia yang berhubungan dengan kekerabatannya. Meskipun teori ini menjadai dasar bagi para penulis Eropa abad ke-19, khususnya Emile Durkheim, fungsionalisme secara nyata berkembang sebagai sebuah teori yang mengagumkan sejak dipergunakan oleh Talcott Parsons dan Robert Merton tahun 1950-an. Teori ini sangat berpengaruh kepada para pakar sosiologi Anglo-Amerika dalam dekade 1970-an. Broinslaw Malinowski dan A.R. Radcliffe-Brown, mengembangkan teori ini di bidang


(40)

39

antroplogi, dengan memusatkan perhatian pada masyarakat bukan Barat. Sejak dekade 1970-an, teori fungsional dipergunakan pula untuk mengkaji dinamika konflik sosial (Lorimer et al. 1991: 112-113).

Dalam mengungkapkan tentang teori fungsi, Fungsi musik dimasyarakat sangatlah beragam, diantaranya seperti : sebagai kepentingan keagamaan dan aliran kepercayaan tertentu. Musik dapat tercipta dari berbagai inspirasi dan pengalaman pribadi seorang komponis sebagai penciptaanya. Dalam hal pengiringan tari, musik berfungsi sebagai pembuat suasana, penyelaras ritme pola gerak penari, hingga penyeimbang bagi keharmonisan antara tari dan musik.

Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat dengan struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus, sedangkan individu-individu dapat berganti setiap masa. Dengan demikian, Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat, mengemukakan bahwa fungsi adalah sumbangan satu bagian aktivitaas kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal, seperti yang diuraikannya berikut ini.

By the definition here offered ‘function’ is the contribution which a partial activity makes of the total activity of which it is a part. The function of a particular social usage is the contribution of it makes to the total social life as the functioning of the total social system. Such a view implies that a social system ... has a certain kind of unity, which we may speak of as a functional unity. We may define it as a condition in which all parts of the social system work together with a sufficient degree of harmony or internal consistency, i.e., without producing persistent conflicts can neither be resolved not regulated (Radcliffe-Brown, 1952:181).


(41)

40

Dengan tetap bertolak dari teori fungsi, yang kemudian mencoba menerapkannya dalam disiplin etnomusikologi, lebih lanjut secara tegas Merriam membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan fungsi. Menurutnya, membedakan pengertian penggunaan dan fungsi adalah sangat penting. Para pakar etnomusikologi pada masa lampau, tidak begitu teliti terhadap perbedaan ini. Jika kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita menunjuk kepada keebiasaan (the ways) musik dipergunakan dalam masyarakat, sebagai praktik yang biasa dilakukan, atau sebagai bagian dari pelaksanaan adat- istiadat, baik ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan aktivitas-aktivitas lain. Lebih jauh Merriam menjelaskan perbedaan pengertian antara penggunaan dan fungsi sebagai berikut.

Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it may or may not also have a deeper function. If the lover uses song to w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group. When the supplicant uses music to the approach his god, he is employing a particular mechanism in conjunction with other mechanism as such as dance, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is enseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a sense of security vis-á-vis the universe. “Use” them, refers to the situation in which music is employed in human action; “function” concerns the reason for its employment and perticularly the broader purpose which it serves (Merriam, 1964:210).

Kajian tentang fungsi musik dalam tari Gubang, ada beberapa teori yang dapat menjelaskannya antara lain: Alan P. Merriam mengatakan (1964:219), “ fungsi musik merupakan masalah yang sangat penting dalam etnomusikologi, karena hal ini menyangkut makna dan tujuan pemakaian musik dalam pandangan yang luas, artinya mengapa musik tersebut digunakan demikian.”


(42)

41

Berkenaan dengan fungsi musik, menurut Alan P. Merriam terdapat sekurang-kurangnya sepuluh fungsi musik, yaitu (1) fungsi pengungkapan emosional, (2) funsi penghayatan estetika, (3) fungsi hiburan, (4) fungsi komunikasi, (5) fungsi perlambangan (6) fungsi reaksi jasmani (7) fungsi pengesahan lembaga social dan upacara keagamaan, (8) fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial, (9) fungsi kesinambungan kebudayaan, dan (10) fungsi pengintegrasian masyarakat. (1964 : 219 - 226)

Fungsi musik dimasyarakat sangatlah beragam, diantaranya seperti : sebagai kepentingan keagamaan dan aliran kepercayaan tertentu. Musik dapat tercipta dari berbagai inspirasi dan pengalaman pribadi seorang komponis sebagai penciptaanya. Dalam hal pengiringan tari, musik berfungsi sebagai pembuat suasana, penyelaras ritme pola gerak penari, hingga penyeimbang bagi keharmonisan antara tari dan musik.

Dalam hal ini fungsi musik yang dikaji adalah fungsi pengungkapan emosional,dan fungsi hiburan. Musik dalam tari Gubang mempunyai peran sebagai perantara emosional penari dalam mengekspresikan kegembiraan dengan iringan lagu didong. musik yang digunakan pun harus sesuai dengan masing-masing tahapan dalam penyajian. Sejalan dengan George dalam sinar (2007:1) musik adalah ekspresi kultural yang bersifat universal seperti halnya bahasa dan humor satu-satunya ikatan antara musik dan kehidupan adalah emosi, musik tidak terpakai jika tiada emosi. Dari pernyataan di atas, hal ini menunjukkan bahwa musik sebagai pengiring memberi rasa dalam ungkapan ekspresin gerak, sehingga tercipta suasana yang sedang dimainkan.

Fungsi musik sebagai hiburan , musik pasti mengandung unsur-unsur yang bersifat menghibur hal ini dapat dinilai dari melodi ataupun liriknya, sloboda


(43)

42

djohan (2005:41) musik melekat hampir pada seluruh aspek kehidupan manusia dan musik tersebut sangat erat kaitannya dengan kegiatan-kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-hari dimana bila sering mendengarkan musik sebagai pelepas kesalahan, hiburan dan lain sebagainya”. Dari pernyataan diatas fungsi musik sebagai hiburan dalam tari Gubang adalah sebagai hiburan tersendiri bagi pemainnya, dan menjadi hiburan bagi masyarakat luas khususnya Kota Tanjung Balai.

Dari pernyataan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa fungsi musik pengiring dalam tari Gubang adalah sebagai perantara emosional penari, pemusik dalam menjalin komunikasi untuk menyampaikan pesan kepada penonton dan mendapat respon yang baik dari penonton sehingga tercipta suasana yang dapat menghibur penonton.

Dalam kaitannya dengan tari Gubang pada kebudayaan Melayu di Kota Tanjung Balai, maka tari ini adalah salah satu aktivitas dari sekian banyak aktivitas etnik Melayu, yang tujuannya adalah untuk mencapai harmoni atau konsistensi internal. Tari Gubang dan musik iringannya adalah bahagian dari sistem sosial yang bekerja untuk mendukung tegaknya budaya Melayu.

Curt Sachs (1963:5) seorang ahli musik dan tari dari Belanda mengemukakan dalam bukunya yang berjudul World History of the Dance mengutarakan bahwa fungsi tari secara mendasar ada dua, yaitu (1) Tari berfungsi untuk tujuan magis, dan (2) Tari berfungsi sebagai media hiburan atau tontonan. Pakar lainnya Gertrude Prokosch Kurath yang mengemukakan adanya 14 fungsi tari dalam masyarakat, yaitu (1) sebagai media inisiasi (upacara pendewasaan), (2) sebagai media percintaan, (3) sebagai media persahabatan atau kontak sesial, (4)


(44)

43

sarana untuk perkawinan atau pernikahan, (5) sebagai pekerjaan atau matapencaharian, (6) sebagai media untuk sarana kesuburan atas pcrtanian, (7) sebagai sarana untuk perbintangan, (8) sebagai sarana untuk ritual perburuan, (9) sebagai imitasi satwa, (10) sebagai imitasi peperangaa, (11) sebagai sarana pengobatan, (12) sebagai ritual kematian, (13) sebagai bentuk media untuk pemanggilan roh, dan (14) sebagai komedian (lawak).

Dari empat belas fungsi yang dikemukakan oleh Sachs seperti tersebut di atas, maka salah satu fungsi tari Gubang yang paling utama adalah fungsinya sebagai sarana untuk magis, yaitu memohon diturunkannya angin oleh Tuhan, pada saat nelayan mengalami mati angin di laut. Namun ketika tari ini dipentaskan untuk ekspresi estetis, maka fungsi utamanya adalah hiburan dan juga memperkuat identitas kebudayaan.

Anthony V. Shay dalam disertasinya yang berjudul: The Function of Dance in Human Society, membagi tari dalam 6 fungsi, yaitu (1) sebagai refleksi dari organisasi sosial, (2) sebagai sarana ekspresi sekuler serta ritual keagamaan, (3) sebagai aktivitas rekreasi atau hiburan, (4) sebagai ungkapan serta pembebasan psikologis, (5) sebagai refleksi nilai-nilai estetik atau murni sebagai aktivitas estetis, dan (6) sebagai refleksi dari kegiatan ekonomi.

Kalau ditinjau dari teori fungsi tari yang dikemukakan Shay ini, maka tari Gubang dalam kebudayaan Melayu di Tanjung Balai adalah sebagai refleksi organisasi sosial Melayu. Juga berfungsi sebagai ekspresi ritual keagamaan, hiburan, estetik, dan juga ekonomi.

Sementara pakar tari lndonesia yaitu Narawati dan R.M. Soedarsono membedakan fungsi tari menjadi dua, yaitu (1) kategori fungsi tari yang besifat primer, yang dibedakan menjadi tiga, yaitu: (a) fungsi tari sebagai sarana ritual, (b)


(45)

44

fungsi tari sebagai ungkapan pribadi, dan (c) fungsi tari sebagai presentasi estetik, dan (2) kategori fungsi tari yang bersifat sekunder, yaitu lebih mengarah pada aspek komersial atau sebagai lapangan mata pencaharian (Narawati dan Soedarsoso, 2005: 15-16).

Berdasarkan teori fungsi tari dari Narawati dan Soedarsono ini, maka fungsi tari Gubang dalam kebudayaan Melayu Tanjung Balai, mencakup baik itu fungsi primer dan juga fungsi sekunder. Di dalam kegiatan tari ini terdapat fungsi ritual, ungkapan pribadi, estetik, dan mata pencaharian.

1.6.2.2 Teori struktur

Struktur adalah suatu bangunan yang terdiri dari bahagian-bahagian yang lebih kecil, dan yang membentuk satu kesatuan. Struktur seni diwujudkan dalam dimensi ruang dan waktu. Struktur memiliki tiga ide dasar, yaitu ide kesatuan, ide transformasi, dan ide pengaturan diri sendiri (Hawkes, 1978:16). Pertama, struktur merupakan keseluruhan yang bulat yaitu bagian-bagian yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri di luar struktur itu. Kedua, struktur itu berisi gaya transformasi dalam arti bahwa struktur itu tidak statis. Stuktur itu mampu melakukan proses transformasional dalam arti bahan-bahan baru diproses dengan melalui prosedur itu. Ketiga, struktur itu mengatur diri sendiri dan setiap unsur mempunyai fungsi berdasarkan letaknya.

Kajian struktural tari biasanya berkenaan dengan sesuatu yang menghasilkan tata bahasa dari gaya-gaya tari tertentu. Struktur menunjuk pada tata hubungan antara bagian-bagian dari suatu keseluruhan. Struktur tari harus


(46)

45

mengandung nilai-nilai etika tari yang dibawakan sehingga menjanjikan estetika tari dengan menjunjung tinggi aspek keindahan tari di setiap proses tarian.

Seni tari adalah keindahan gerak anggota-anggota badan manusia yang bergerak, berirama dan berjiwa atau dapat juga diberi arti bahwa seni tari adalah keindahan bentuk dari anggota badan manusia yang bergerak, berirama, dan berjiwa yang harmonis. Memperlihatkan hal tersebut tari sebagai bentuk seni tidak hanya sebagai ungkapan gerak. Tetapi telah membawa serta nilai rasa irama yang mampu memberikan sentuhan estetis. Dengan kata lain tari adalah hasil daya kreasi seorang fotografer yang diungkapkan oleh penari. Seperti yang diungkapkan oleh Soedarsono tahun 1978 bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan melalui gerak-gerak ritmis yang indah.

Pada umumnya tari memiliki susunan ragam gerak atau patokan gerak. Rangkaian patokan pola-pola gerak atau patokan tersebut meupakan bentuk rangkaian gerak yang pada umumnya dapat diulang langsung tanpa melalui gerak lainnya. Pada dasarnya patokan gerak ini terbagi atas dua bagian yaitu patokan yang disebut gerak pokok dan gerak penghubung (Elin Syamsuri et al., 1994 28-29).

Namun demikian, Jacqueline Smith, dalam tulisannya Gerak dan Arti (1995:10) mengemukakan bahwa tidak ada cara tertentu untuk menunjukkan makna dalam gerak kecuali dalam beberapa pola yang diterima, yang mendefinisikan lingkup makna secara luas. Hal ini harus dikuasai oleh penata tari sehingga karyanya dapat dimengerti oleh penikmat tari. Dengan kata lain, penata tari menggunakan analisis untuk dua hal. Pertama untuk maksud observasi dan pengidentifikasian gerak keseharian sebagai terdapat pada komunikasi sehari-hari,


(47)

46

Kedua untuk maksud pengayaan isi tari. Keduanya dapat menjamin agar gerak menjadi bermakna dan menarik.

1.6.2.3Teori bentuk

Bentuk merupakan suatu wujud yang nyata, bentuk merupakan totalitas dari karya seni, sehingga bentuk merupakan orghanisasi satu satu kesatuan atau komposisi dari unsur-unsur pendukung karya. Menurut suzanne K. Langer (1996:20) mengatakan bahwa:

Sense of form has many meanings. Everything is fine, it depends in a variety of puposes. Form in the abstract sense of unty which is the structure of a comprehensive inter-relationship of purposes. Form in the abstract sense of unity which is the structure of a comprehensive inter-relationship of various factors relantionship or rather a way in which all aspects can be assembled.

Yang artinya adalah pengertian bentuk mempunyai banyak arti. semuanya sah saja, ini tergantung dalam berbagai maksud. Bentuk dalam pengertian abstrak adalah struktur hasil kesatuan yang menyeluruh dari suatu hubungan berbagai faktor yang saling berhubungan atau lebih tepatnya suatu cara dimana keseluruhan aspek terakit.

Selanjutnya menurut seorang antropolog William A. Havilliad (1999:100), mengenai bentuk ini dijabarkannya sebagai berikut.

The form is a term that has some sense. in art and design, the term is often used to describe the form of the formal structure of a work that is the way in developing anda coordinating elemented either with structure and internal and external lines of the principle that gives unity as a whole.

Arti kutipan diatas adalah “bentuk merupakan sebuah istilah yang memiliki beberapa pengertian. Dalam seni dan perancangan, istilah bentuk seringkali


(48)

47

dipergunakan untuk menggambarkan struktur formal sebuah pekerjaan yaitu cara dalam menyusun dan mengkoordinasi unsur-unsur dan bagian-bagian dari suatu komposisi untuk menghasilkan suatu gambaran nyata. Bentuk dapat dihubungkan baik dengan struktur internal maupun garis ekternal serta prinsip yang memberikan kesatuan secara menyeluruh”.

Dalam musik, bentuk berdasarkan susunan rangka lagu yang ditentukan menurut bagian-bagian kalimatnya (Banoe, 2003:115). Menurut Budilinggo (1993:19), “bentuk lagu adalah suatu skema atau susunan yang utuh dari beberapa frase.” Pengertian bentuk dan struktur lagu menurut Jamalus (1988:35) diartikan sebagai susunan serta hubungan antara unsur-unsur musik dalam suatu lagu, sehingga menghasilkan komposisi atau lagu yang bermakna.

Pada dasarnya musik terdiri dari melodi, irama, harmoni horizontal maupun vertikal yang merupakan kesatuan membentuk komposisi musik. Semua unsur musik itu berkaitan erat dan sama-sama memiliki peranan penting dalam sebuah lagu. Sebagaimana dalam karya sastra bahasa, musik juga memiliki frase , anak kalimat, dan sebagainya. Dalam ilmu bentuk musik, kode untuk menunjukkan sebuah kalimat umumnya memaakai huruf besar (A, B, C, dsb). Bila sebuah kalimat periode diulang dengan disertai perubahan, maka huruf besar disertai aksen (‘) seperti A B A’.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk dan struktur sebuah musik adalah unsur-unsur musik yang disusun dengan pola tertentu, dengan pengaturan dan hubungan antara bagian-bagian musik sehingga menjadi karya musik.


(49)

48

Dalam tari, bentuk penyajian tari dapat dibedakan sebagai bentuk penyajian tari modern dan tari tradisional. Menurut Edi Sedyawati, tari modern diciptakan untuk melepaskan keterkaitan tradisi dan berfungsi sebagai hiburan, baik bersifat estetis maupun komersial. Di dalam hal ini, penari modern selalu mau mencari hal-hal baru, baik dalam tema maupun bentuk dan dasar teknik menarinya. Sedangkan tari tradisional berfungsi untuk mempertunjukkan kaidah-kaidah keindahan tari sesuai dengan persyaratan teknik, bentuk, dan ritme tari sehingga lebih bersifat ritual pada upacara yang berhubungan dengan tingkatan-tingkatan hidup dan perputaran waktu (Sutrisno dan Verhaak, 1993:100).

Bentuk penyajian tari modern dan tari tradisional berkaitan erat dengan proses penyajian tari dan persiapan sebelum membawakan tari. Penyajian tari merupakan rentetan aplikasi dari cara menyajikan tari, tahapan penyajian dan waktu penyajian tari. Sedangkan persiapan merupakan seluruh perlengkapan yang diperlukan dalam menyajikan tari. cara, tahapan waktu, dan perlengkapan penyajian tari merupakan perwujudan estetika tari. Bentuk gerakan sebagai inti dari bentuk penyajian tari.

1.7 Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik penyajian dalam bentuk tulisan adalah deskriptif analitik. Dengan menggunakan metode ini hasil penelitian akan dideskripsikan dan dianalisis, dengan focus utama pada bidang budaya dan sosialnya.

Denzin dan Lincoln menyatakan secara eksplisit tentang penelitian kualitatif sebagai berikut.


(50)

49

QUALITATIVE [sic.] research has a long and distinguished history in human disciplines. In sociology the work of the “Chicago school” in the 1920s and 1930s established the importance of qualitative research for the study of human group life. In anthropology, during the same period, … charted the outlines of the field work method, where in the observer went to a foreign setting to study customs and habits of another society and culture. … Qualitative research is a field of inquiry in its own right. It crosscuts disciplines, fieldsm and subject matter. A complex, interconnected, family of terms, concepts, and assumtions surround the term qualitative research (Denzin dan Lincoln, 1994:1).

Sedangkan Nelson menyatakannya sebagai berikut.

Qualitative research is an interdisciplinary, transdisiplinary, and sometimes counterdisiplinary field. It crosscuts the humanities and the social and physical sciences. Qualitative research is many things at the same sciences. Qualitative research is many things at the same time. It is multiparadigmatic in focus. Its practitioners are sensitive to the value of the multimethod approach. They are commited to the naturalistic perspective approach. They are commited to the naturalistic perspective, and to the interpretive understanding of human experience. At the same time, the field is inherently political and shaped by multiple ethical and political positions (Nelson dan Grossberg, 1992:4).

Dari kedua kutipan di atas secara garis besar dapat dinyatakan bahwa penelitian kualitatif umumnya ditujukan untuk mempelajari kehidupan kelompok manusia. Biasanya manusia di luar kelompok peneliti. Penelitian ini melibatkan berbagai jenis disiplin, baik itu dari ilmu humaniora, sosial, ataupun ilmu alam. Para penelitinya mempercayakan kepada perspektif naturalistik, serta menginterpretasi untuk mengetahui pengalaman manusia, yang oleh karena itu biasanya inheren dan dibentuk oleh berbagai nilai etis posisi politik.

1.7.1 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data, dilakukan penelitian lapangan. Penelitian lapangan yang dimaksud di sini adalah kegiatan yang penulis lakukan yang


(51)

50

berkaitan dengan pengumpulan data di lapangan, yang terdiri dari observasi, wawancara, dan perekaman.

(1) Observasi. Observasi yang dilakukan adalah observasi langsung: yaitu melihat langsung pertunjukan kesenian Gubang. Dengan demikian, penulis bertindak sebagai pengamat terlibat (partisipant observer).

Untuk menjaring data-data yang diperlukan penulis melakukan studi lapangan dengan cara observasi. Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kelakuan manusia seperti yang terjadi dalam kenyataan. Dengan observasi dapat kita peroleh gambaran yang lebih jelas tentang kehidupan sosial, yang sukar diperoleh dengan metode lain. Berdasarkan jenisnya, maka observasi yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah dengan partisipasi pengamat sebagai partisipan (insider) yaitu sebagai anggota masyarakat Suku Melayu. Keuntungan cara ini adalah peneliti telah merupakan bagian yang integral dari situasi yang dipelajarinya, sehingga kehadirannya tidak mempengaruhi situasi itu dalam kewajarannya.

(2) Wawancara. Untuk memperoleh data-data yang tidak dapat dilakukan melalui observasi tersebut (seperti konsep etnosainsnya tentang estetika dan teknis musikalnya), penulis melakukan wawancara. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara yang sifatnya terfokus yaitu terdiri dari pertanyaan yang tidak mempunyai struktur tertentu, tetapi selalu terpusat kepada satu pokok yang tertentu.

S. Nasution membagi jenis wawancara sebagai berikut. Berdasarkan fungsinya: (a) diagnostic, (b) terapeutik, (c) penelitian. Berdasarkan jumlah respondennya: (a) individual, (b) kelompok. Berdasarkan lamanya wawancara: (a) singkat, (b) panjang. Berdasarkan pewawancara dan responden: (a) terbuka, tak


(52)

51

berstruktur, bebas, non direktif atau client centered; (b) tertutup, berstruktur (S. Nasution, 1990:31).

Dalam melakukan penelitian ini, berdasarkan fungsinya penulis memakai jenis wawancara penelitian. Berdasarkan jumlah responden adalah wawancara individual dan kelompok. Berdasarkan lamanya adalah wawancara panjang. Berdasarkan peranan peneliti dan nara sumber adalah wawancara terbuka, tak berstruktur, bebas, dan nondirektif. Pada saat wawancara ini penulis melakukan catatan-catatan yang berkaitan dengan penjaringan data, serta merekamnya secara auditif dan audiovisual.

(3) Perekaman. Untuk mendokumentasikan data yang berkaitan dengan struktur umum tari dan musik tari Gubang, maka penulis melakukan perekaman. Perekaman musik dan wawancara dilakukan dengan menggunakan tape recorder, MP3, dan dokumentasi audiovisual.

(4) Kerja Laboratorium. Pada tahapan kerja laboratorium, seluruh hasil kerja yang telah diperoleh dari studi kepustakaan dan dari penelitian lapangan diolah, diseleksi, disaring untuk dijadikan sebagai data dalam penelitian ini. Data mana yang dapat dipergunakan untuk mendukung topik penelitian, data mana yang tak dapat dipergunakan dilakukan dalam kerja laboratorium.

1.7.2 Teknik Analisis Data

Setelah diperoleh data dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi, maka peneliti akan melakukan analisis data dengan mendeskripsikan struktur musik dan fungsi musik secara tertulis sebagai pengiring dalam tari Gubang, maupun tata cara penyajian musik iringan. Deskripsi dilakukan secara berurutan sesuai konsep gerak yang terdapat dalam Tari Gubang. Berdasarkan deskripsi gerakan tari dan tata


(53)

52

cara penyajian tari, maka dilakukan pembahasan yang berkaitan dengan struktur music, fungsi musik dalam mengiringi tari Gubang. Struktur yang dikaji berdasarkan pada struktur tari dan makna yang didasarkan pada bentuk penyajian tari.

1.7.3 Sistematika Penulisan

Secara garis besar sistematika penulisan hasil penelitian ini berupa tesis diklasifikasikan ke dalam lima bab. Setiap bab berisikan materi yang memiliki tema utama yang sama. Kemudian setiap bab ini mendukung kajian terhadap dua pokok masalah yaitu struktur musik iringan dan fungsi Gubang dalam kebudayaan masyarakat Melayu Tanjung Balai Sumatera Utara. Isi kajian setiap bab adalah sebagai berikut.

Bab I, Bagian pertama dalam tulisan ini adalah pendahuluan yang di dalamnya berisikan latar belakang dan permasalahan, ruang lingkup dan tujuan penelitian metode penelitian metode penulisan tinjauan pustaka dan sistematika penulisan. Dalam bab ini dikupas tentang apa kegunaan dan kepentingan music yang digunakan sebagai pengiring dalam tari Gubang bagi masyarakat Melayu kota Tanjung Balai. Kota Tanjung Balai terdiri dari berbagai suku yaitu : Suku Melayu, suku Batak Toba, Batak Karo, Batak mandailing, Jawa, Minang, China. Masing-masing suku mempunyai ciri khas budaya masing-masing. Bentuk kesenian yang ada di Kota Tanjung Balai salah satunyanya adalah tari Gubang sebagai tari hiburan yang dipertunjukan dalam upacara adat maupun pertunjukan, dengan Musik Melayu sebagai pengiring dalam tari Gubang.

Bab II, di dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang tinjauan umum masyarakat Kota Tanjung Balai diantaranya adalah Geografi Suku Melayu ini akan


(54)

53

menjelaskan letak wilayah kotatanjung Balai, selanjutnya Asal-usul masyarakat Suku Melayu di dalamnya berisikan tentang sejarah suku Melayu dan mitologi suku Melayu. Juga tercantum Etnografi Kota Tanjung Balai, sistem kekerabatan masyarakat suku Melayu, mata pencaharian, kampung dan desa, agama dan kepercayaan dan juga tidak tertinggal adalah kesenian masyarakat suku Melayu.

Bab III, Bab Ketiga memaparkan tentang asal-usul Tari Gubang, bentuk pertunjukan tari Gubang, Keberadaan, pemahaman tentang Tari Gubang, struktur penyajian, estetika serta fungsi dan makna Tari Gubang serta music yang menjadi pengiring dalam tari Gubang, pada masyarakat suku Melayu Tanjung Balai dalam berbagai aktifitas tradisi seni dan kehidupan sehari-hari maupun yang bersifat ritual. Juga akan membahas berbagai dimensi gerak-gerak Tari Gubang, struktur tari, pola lantai, dan komposisi tari dan musik. Di dalam bab empat ini akan mendeskripsikan gerakkan dari tari Gubang, dan juga menggambarkan teknik- teknik ragam-ragam gerakan tari, dan notasi musikm pengiring.

Bab IV, Bab Keempat ini adalah mengkaji struktur seni Gubang, baik itu strukturt seni tarinya maupun juga music. Untuk struktur seni musik unsur yang dikaji melipui struktur teks nyanyian Gubang dan juga melodi serta ritme Gubang.

Bab V, Bab Kelima dikaji mengenai guna dan fungsi Gubang dalam kebudayaan etnik Melayu Tanjung Balai. Guna dan fungsi di sini dibedakan menurut pemahaman dan konsep yang ditawarkan oleh Merriam (1964). Selain itu, fungsi yang dikaji juga melibatkan pendapat dari beberapa pakar seni tari dan etnomusikologi sekali gus.

Bab VI, Bab Keenam sebagai akhir dari penulisan ini, memuat kesimpulan mengenai keseluruhan dalam pembahasan yang diharapakan dapat menarik benang merah dari uraian pada bab-bab sebelumnya.


(1)

(2)

(3)

Foto : Wawancara Dengan Pemusik Gubang


(4)

(5)

(6)