Cerita Besi Pare Tonu Wujo dalam Konteks Sastra dan Budaya Lamaholot

• Dimensi sosial sebagai sarana pengikat antar semua orang yang terlibat dalam upacara lewak tapo. Mereka dengan ikhlas ikut mensukseskan acara tersebut • Dimensi religi sebagai sarana penyatu antara manusia dengan leluhur dan Tuhannya. Hal ini dilakukan agar mendapatkan restu dalam pelaksanaan acara ritual tersebut. c. Tuak Minuman khas ritual lewak tapo ini juga memiliki dua makna yakni: • Makna religius: tuak adalah sarana untuk menyatakan segala sesuatu yang dilaksanakan dalam ritual lewak tapo berada naungan leluhur. Untuk itu leluhur sangat diutamakan dalam proses ritual ini. • Makna sosial: tuak adalah sarana penguat sumpah antara mereka yang meminumnya dan mengisyaratkan ikatan sosial pada yang meminumnya. d. Belegan Belegan adalah gumpalan kapas putih dengan jumlah yang ditentukan oleh molan dukun. Bertujuan untuk pengungkapan dan pembersihan bobot-bobot dosa yang dilakukan yang dapat menghambat jalannya upacara ini.

2.5 Cerita Besi Pare Tonu Wujo dalam Konteks Sastra dan Budaya Lamaholot

Kisah Besi Pare Tonu Wujo sudah menjadi legenda yang hidup di hampir semua komunitas masyarakat adat Lamaholot dan menjadi milik publik sejak dahulu. Sebagaimana cerita atau legenda lainnya dalam tradisi sastra lisan, maka sumber cerita atau penutur selalu menambah atau mengurangi sesuai kepentingan penutur. Maka tidak heran kalau dewasa ini kita menjumpai begitu banyak versi kisah Tonu Wujo di masing-masing komunitas adat. Bahkan bukan hanya versi cerit anya yang berbeda, tetapi juga nama dan “kenaha-kenape” Tonu Wujo juga memiliki banyak versi tergantung komunitas di mana cerita ini hidup. Meskipun beragam versi kisah Tonu Wujo, tetapi makna dan pesannya hanya satu yakni pengorbanan seorang wanita demi kehidupan banyak orang. Tetapi yang menarik adalah cerita ini justru lahir di tengah masyarakat Lamaholot yang sering di tuduh sebagai masyarakat yang adat istiadatnya sangat meminggirkan, kalau tidak mau disebut meremehkan, kaum perempuan. Meskipun tidak seratus persen benar, tetapi dominasi laki-laki dalam berbagai hal sangat kuat dalam budaya kita. Dan kisah kepahlawanan perempuan di Lamaholot bukan hanya Tonu Wujo, tentang asal mula padi, tetapi masih banyak kisah lainnya seperti asal mula air juga menghadirkan perempuan sebagai tokoh utama sekaligus pahlawan. 65

BAB III TERBITAN TEKS KISAH

“BESI PARE TONU WUJO”, TERJEMAHAN DAN PERBANDINGAN ANTAR TEKS

3.1 Pengantar

Dalam bab ini akan dipaparkan teks transkripsi kisah Besi Pare Tonu Wujo hasil wawancara penutur asli dan juga teks cerita yang sudah diterjemahkan dan diubah dalam bentuk teks drama. Transkripsi ialah pengubahan dari bentuk wicara lisan menjadi bentuk tertulis. Dalam melakukan studi sastra lisan sedapat mungkin diusahakan terjemahan kata demi kata terjemahan harafiah. Meskipun demikian, mengingat konteks kalimat, kelancaran bahasa Indonesia, kejelasan pengertian, penerjemahan kata demi kata secara konsisten tidak selalu mungkin. Dalam kasus yang demikian, terjemahan harafiahnya ditempatkan selalu dalam catatan Taum, 2011: 243-245. Dari hasil transkripsi terhadap hasil wawancara kisah BPTW, kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Menerjemahkan sebenarnya tidak sekedar memindahkan arti dari satu bahasa ke bahasa yang lain, lebih-lebih untuk karya sastra yang banyak menggunakan ungkapan dan simbol-simbol dunia budaya lingkungannya. Salah satu kesulitan umum adalah penerjemahan dari bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia adalah menemukan makna kata dan sinonimnya dalam bahasa Indonesia. Patut diakui bahwa Indonesia tidak memiliki struktur dan perangkat bahasa sastra dan ritual yang sepadan dengan bahasa