Pengujian Hipotesis HASIL DAN PEMBAHASAN
104 mengemas, menjual dan membuat bisnis usaha salah satunya dari bahan hewani
dan nabati. Hal ini merupakan sebuah terobosan baru bahwa siswa SMA juga dituntut untuk dapat mengolah bahan makanan. Dengan adanya mata pelajaran ini,
guru dan siswa dapat secara sinergis membangun pembelajaran yang interaktif dengan memanfaatkan media-media yang ada, salah satunya yaitu televisi.
Televisi merupakan sebuah media informasi yang berperan sangat penting saat ini. Televisi turut berperan dalam mempresentasikan keadaan pasar pada kondisi
kuliner saat ini yang ada di Indonesia. Untuk itulah, televisi dapat digunakan sebagai media pembelajaran pada Mata Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan.
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, integrasi sosial, asimilasi budaya dan maraknya perkembangan informasi dan teknologi, televisi juga akan
memberikan pengaruh pada diri seseorang. Saat ini dunia kuliner sedang mengalami perkembangan yang pesat. Dengan berkembangnya gaya hidup, mencicipi aneka
macam masakan bukan hanya menjadi alat pemuas kebutuhan namun sudah menjadi suatu bentuk rekreasi. Masuknya budaya yang demikian membuat para
stasiun televisi negeri maupun swasta berlomba-lomba menayangkan berbagai macam tayangan kuliner yang bervarisi. Tayangan kuliner ini hadir hampir setiap
hari. Tayangan kuliner tersebut dilihat oleh jutaan pemirsa di seluruh Indonesia dari berbagai kalangan dan usia, tak terkecuali siswa SMA Negeri 4 Yogyakarta.
Dampak yang diakibatkan dari meningkatnya dunia pariwisata dan kuliner saat ini juga dapat menimbulkan motivasi seseorang untuk belajar memasak. Saat ini
memasak bukan lagi menjadi pekerjaan seorang wanita, bahkan laki-laki juga bisa
105 memasak. Survei juga telah menunjukkan bahwa terdapat peningkatan input
mahasiswa pada Prodi Pendidikan Teknik Boga yang berasal dari SMA. Adapun mahasiswa yang berasal dari SMK justru merupakan monoritas. Selain itu, data juga
menunjukkan bahwa input mahasiswa laki-laki dan perempuan yang masuk pada Pendidikan Teknik Boga maupun Teknik Boga juga hampir seimbang. Ini
menandakan bahwa dunia kuliner di Indonesia memang sedang berkembang pesat. Memasak bukan lagi menjadi pekerjaan wanita, namun telah mengalami pergeseran
bahwa siapapun pantas untuk belajar memasak. Sebanyak 120 siswa kelas XI di SMA Negeri 4 Yogyakarta memiliki kebiasaan
melihat tayangan kuliner di televisi. Kegiatan itu dilakukan disaat hari libur dimana siswa cenderung menyukai kegiatan bersantai. Setelah melakukan penelitian,
didapat hasil bahwa frekuensi siswa dalam melihat tayangan kuliner tersebut bervariasi yaitu antara 1 hingga lebih dari 4 kali dalam satu bulan.
Durasi atau lamanya waktu yang dihabiskan untuk melihat tayangan kuliner juga bervariasi. Siswa dengan intensitas tinggi cenderung melihat tayangan kuliner
selama 30 menot, atau 2 jam khusus Master Chef Junior. Ini berarti siswa dengan intensitas tinggi melihat tayangan kuliner dari awal hingga selesai. Adapun siswa
dengan intensitas sedang melihat tayangan kuliner dengan durasi kurang dari 30 menit atau tidak sampai selsesai. Meski durasi yang dilakukan kurang dari 30 menit,
namun atensi dalam melihat tayangan kuliner cukup baik ditandai dengan adanya rasa senang, kepuasan, keterkaitan dan pengaruh yang cukup baik dalam diri
terhadap tayangan kuliner.
106 Intensitas melihat tayangan kuliner memberikan pengaruh yang cukup signifikan
terhadap tingginya motivasi belajar memasak siswa SMA Negeri 4 Yogyakarta. Akibat melihat tayangan kuliner di televisi, siswa SMA Negeri 4 Yogyakarta
menunjukkan adanya keinginan, semangat, niat dan kemauan dalam diri untuk belajar memasak. Adanya fasilitas alat, bahan dan informasi dan juga adanya-
dukungan serta pujian yang didapatkan dari orang lain cukup mempengaruhi motivasi mereka belajar memasak.
Dari hasil penelitian, sebesar 17, 97 siswa memiliki intensitas melihat tayangan kuliner yang tinggi, sedangkan 82,02 siswa memiliki intensitas melihat tayangan
kuliner yang sedang. Adapun dalam segi motivasi belajar memasak, sebesar 44,943 siswa memiliki motivasi belajar memasak yang tinggi, sedangkan sebesar
55,056 siswa memiliki motivasi belajar memasak yang sedang. Pengaruh yang ditimbulkan dengan adanya intensitas melihat tayangan kuliner
terhadap motivasi belajar memasak siswa SMA Negeri 4 Yogyakarta adalah sebesar 63. Hal ini menggambarkan bahwa tayangan kuliner di media televisi merupakan
media yang cukup efektif memberikan pengaruh terhadap motivasi belajar memasak seseorang yang dapat dikatakan memiliki pengetahuan minim mengenai dunia
memasak. Adapun sisanya yaitu 37 dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi motivasi belajar memasak salah satunya
yaitu sistem pembelajaran. SMA Negeri 4 Yogyakarta adalah sekolah umum dimana keterampilan memasak bukan menjadi sebuah mata pelajaran wajib, sehingga
kesadaran untuk belajar memasak adalah sesuatu naluri dalam diri. Karen Wistoft,