banyak anak yang terlantar dan belum mendapatkan pendidikan yang layak serta memadai.
Berdasarkan Pasal 1 Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan yang disebut anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih berada dalam kandungan. Lahirnya Undang Undang tentang Perlindungan Anak ini merupakan
salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam merativikasi Konvensi Hak Anak Convention on the Rights of the Child dimana dikatakan bahwa anak berarti
setiap manusia yang berusia di bawah delapan belas tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku untuk anak-anak, kedewasaannya telah dicapai lebih
cepat.
2.5.1. Hak-Hak Anak
Berdasarkan Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan hak-hak anak sebagai berikut :
1. Hak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
2. Hak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.
3. Hak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir dan berekspresi sesuai
dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua. 4.
Hak mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
5. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh
kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar, maka anak tersebut diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6.
Hak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
7. Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan bakatnya. 8.
Hak memperoleh pendidikan luar biasa bagi anak yang menyandang cacat dan hak mendapatkan pendidikan khusus bagi anak yang memiliki keunggulan.
9. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,
mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan
kepatutan. 10.
Hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berkreasi sesuai dengan inat, bakat, dan tingkat
kecerdasannya demi pengembangan diri. 11.
Hak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial bagi anak yang menyandang cacat.
2.5.2. Pekerja Anak
Pekerja anak merupakan salah satu fenomena tentang keberadaan anak. Perkembangan isu pekerja anak di Indonesia dirunut sejak dikeluarkannya
Undang-Undang Kesejahteraan Anak tahun 1974, yang dianggap sebagai titik
Universitas Sumatera Utara
awal perhatian pemerintah Indonesia terhadap masalah anak. Tahun 1990, pemerintah Indonesia merativikasi Konvensi Hak Anak oleh PBB tahun 1989.
Langkah pemerintah tersebut dinilai sebagai tanda perhatian terhadap isu buruh anak, dan sejak itu mulai mengalir berbagai program dari berbagai pihak,
termasuk lembaga internasional, untuk kepentingan perhatian buruh anak. Sebagian besar dari bantuan-bantuan maupun program tersebut disalurkan melalui
LSM, yang memiliki jangkauan lebih luas dan kedekatan dengan pekerja anak. Pemerintah Indonesia juga mulai menunjukan komitmennya terhadap
masalah pekerja anak, yang diwujudkan melalui serangkaian program aksi, penelitian dan advokasi secara terus menerus. Upaya tersebut kemudian juga
dikaitkan dengan Undang-Undang Wajib Belajar tahun 1997, yang menjadi salah satu jalan untuk dapat mencegah anak bekerja. Berkembangnya isu pekerja anak
di Indonesia kemudian menyentuh aspek substansial dari pekerja anak, yakni tentang usia. Pembahasan mengenai batasan usia minimum anak diperbolehkan
bekerja dituangkan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
http:mohamadindra.blogspot.com200508pekerja-anak- cenderung-meningkat.html diakses tanggal 12 Oktober 2009 pukul 21.50.
Gambaran yang berbeda tentang pekerja anak kadang-kadang terkait dengan apakah sebuah pekerjaan tertentu yang dilakukan oleh seorang anak dapat
membahayakan perkembangan fisik, mental dan moral mereka. Istilah-istilah situasi pekerjaan yang berbahaya dan pekerja anak eksploitatif kemudian menjadi
wacana. Dalam diskusi berorientasi kebijakan tentang pekerja anak sebelumnya
dicantumkan bahwa semua pekerjaan yang dilakukan anak-anak adalah
Universitas Sumatera Utara
membahayakan. Menjelang pertengahan tahun 1990-an, secara umum lebih dipahami bahwa sebagian pekerjaan menguntungkan anak-anak karena pekerjaan
tersebut memungkinkan mereka untuk mendapatkan pengalaman, pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup ketika mereka
dewasa kelak. Oleh karena itu, pekerjaan ringan yang dapat dilakukan anak sepulang
setelah mereka pulang sekolah, magang, pekerjaan untuk anak-anak di kebun orang tuanya atau pekerjaan lain yang tidak dimaksudkan untuk mencari uang
tidak dikelompokan sebagai pekerja anak. Pekerja anak mengacu pada pekerjaan yang mengganggu pendidikan anak atau pekerjaan yang mengarahkan anak-anak
pada situasi-situasi yang berbahaya bagi perkembangan fisik dan mental mereka. Sebagai sebuah negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut,
pemerintah Indonesia mensahkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa anak-anak pada dasarnya tidak diperbolehkan untuk bekerja
dan menetapkan situasi-situasi dan persyaratan-persyaratan tertentu jika anak tersebut harus bekerja :
1. Anak-anak usia 13 sampai 15 tahun boleh dipekerjakan dalam pekerjaan
ringan dengan persyaratan pekerjaan tersebut tidak membahayakan perkembangan fisik, mental dan sosial anak.
2. Majikan yang mempekerjakan anak-anak dalam pekerjaan ringan harus
memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut ini : a.
persetujuan tertulis dari orang tua atau wali anak b.
kontrak kerja antara majikan dengan orang tua atau wali anak c.
tidak boleh bekerja lebih dari 3 jam per hari
Universitas Sumatera Utara
d. pekerjaan tersebut dilakukan pada jam siang dan tidak mengganggu
pendidikan anak. e.
keselamatan kerja f.
hubungan kerja yang jelas. g.
digaji sesuai dengan standar yang ada 3.
Jika anak-anak tersebut harus bekerja dengan orang dewasa maka anak- anak tersebut harus diberi tempat kerja yang terpisah.
2.5.3. Kondisi Pekerja Anak di Pulau Nias