Kondisi Pekerja Anak di Pulau Nias

d. pekerjaan tersebut dilakukan pada jam siang dan tidak mengganggu pendidikan anak. e. keselamatan kerja f. hubungan kerja yang jelas. g. digaji sesuai dengan standar yang ada 3. Jika anak-anak tersebut harus bekerja dengan orang dewasa maka anak- anak tersebut harus diberi tempat kerja yang terpisah.

2.5.3. Kondisi Pekerja Anak di Pulau Nias

Keberadaan pulau Nias yang terpisah dari wilayah propinsi induk yakni Provinsi Sumatera Utara sangat berpengaruh terhadap akses pembangunan dan pengembangan sumber daya masyarakat. Kehidupan masyarakat selama ini cenderung terabaikan atau termarjinalkan. Kondisi kehidupan masyarakat di Pulau Nias juga mengalami berbagai keterbelakangan baik ekonomi, pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Namun pasca Tragedi bencana alam tsunami akhir tahun 2004 dan gempa bumi pada Maret 2005 Kondisi tersebut mulai diketahui secara terbuka ditingkat Nasional dan International. Di Pulau Nias masih banyak desa-desa yang terisolir, tidak dapat dilalui oleh kendaraan bermotor baik roda empat maupun roda dua. Untuk memperoleh akses terhadap perdagangan, pendidikan ,dan kesehatan, masyarakat harus menempuh perjajalanan dengan berjalan kaki sejauh 2-10 km. Pulau Nias termasuk wilayah termiskin di Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Nias Selatan tercatat paling banyak jumlah penduduk miskin, yakni 92 persen dari 278.722 Universitas Sumatera Utara jiwa. Sedangkan Kabupaten Nias termasuk dalam peringkat 5 besar dari 25 KabupatenKota termiskin di Sumatera Utara. Akhir tahun 2004 sebagian wilayah Nias terkena dampak tsunami yang melanda kawasan Samudera Hindia. Tiga bulan kemudian tempatnya tanggal 28 Maret 2005 pulau Nias diguncang gempa bumi berkekuatan 8,7 SR, hampir seluruh infrastruktur, perumahan, bangunan sekolah dan rumah ibadah hancur. Aktifitas ekonomi lumpuh total, lebih dari 800 orang meninggal dan 70.000 orang kehilangan tempat tinggal Lubis, 2009 : 4. Paska terjadinya gempa bumi tanggal 28 Maret 2005 di pulau Nias, selanjutnya dimulailah program rehabilitasi dan rekonstruksi, sehingga terjadi berbagai perubahan besar khususnya terhadap sektor infrastruktur dan fasilitas umum. Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi BRR NAD-Nias serta Lembaga Kemanusiaan baik dari Luar Negeri maupun Dalam Negeri turut serta dalam proses percepatan rekonstruksi Nias. Hasilnya dapat dilihat secara nyata bahwa telah terbangun Rumah Sakit, Puskesmas, Gedung-gedung sekolah, kantor pemerintahan, Pasar Tradisional, Jalan dan Jembatan. Sampai berakhirnya masa tugas BRR NAD-Nias pada bulan April 2009, pembangunan Nias memang belum 100 selesai, Namun proses pembangunan masih dilanjutkan oleh Pemerintah Daerah melalui dana khusus dari pemerintah pusat dan multi donor fund untuk rekonstruksi Nias pasca bencana alam Lubis, 2009 : 4. Kajian Cepat Pasca bencana alam menemukan banyak anak-anak di Nias yang tidak bisa mendapatkan akses terhadap pendidikan, bahkan sebelum bencana gempa bumi dan tsunami terjadi pada akhir tahun 2004 dan awal tahun 2005. Menurut data statistik tahun 2003, anak-anak umur 7-12 tahun yang memiliki akses terhadap pendidikan mencapai 96,71 anak laki-laki, sedangkan anak Universitas Sumatera Utara perempuan 98,65. Tetapi, untuk umur 13-15 tahun, anak perempuan memiliki akses yang lebih kecil terhadap pendidikan dibandingkan dengan anak laki-laki yakni anak perempuan 73,99 dan anak laki-laki 77,53. Pada umur 16-18 tahun, perbedaan antara anak perempuan dan anak laki-laki semakin besar, perbandingannya adalah anak laki-laki 39,29 dan anak perempuan hanya 26,42. Kesimpulannya adalah semakin tinggi jenjang pendidikan maka semakin rendah akses pendidikan, terutama bagi anak perempuan. Kondisi pada tahun 2007 saat kajian cepat dilakukan menunjukkan situasi yang tidak jauh berbeda. Partisipasi anak sekolah pada jenjang pendidikan SLTP dan SLTA masih rendah Tampubolon, 2006 : 2. Anak-anak umur 7 – 18 tahun yang tidak dapat mengakses pendidikan terlibat dalam kegiatan-kegiatan mata pencaharian keluarga. Walaupun tidak ada data khusus tentang pekerja anak dalam sektor rumah tangga dan sektor publik, tetapi jelas bahwa banyak anak di Nias yang bekerja di Pulau Nias dan di luar Pulau Nias; misalnya Medan dan Sibolga. Banyak anak-anak di Pulau Nias yang terlibat di dalam bentuk-bentuk pekerjaan yang berbahaya untuk anak seperti pencari pasir, pemecah batu, penarik becak, pemulung, pekerja perkebunan karet dan sektor perikanan Lubis, 2009 : 5. Sebaran buruh anak di Pulau Nias pada dasarnya hampir merata disetiap kecamatan dengan karakteristik pekerjaan yang berbeda-beda. Namun untuk kategori pekerjaan terburuk yang dilarang untuk anak-anak dapat dilihat pada sektor pekerjaan penambang pasir dan batu, Pencari ikan laut lepas dan pelayan toko, rumah makan serta tempat hiburan. Anak dilibatkan dalam semua proses produksi pasir, batu kerikil dan koral dengan lokasi pekerjaan di sungai, pantai, Universitas Sumatera Utara perbukitan dan dirumah. Kondisi tersebut sangat mudah ditemukan dikecamatan Tuhemberua, Sawo, Mandrehe, Sirombu, Lolowau, Lahusa dan Teluk Dalam. Sementara untuk keterlibatan anak sebagai pencari ikan nelayan di perairan laut lepas ditemukan hampir di semua daerah kawasan pantai. Sementara anak yang bekerja sebagai pelayan toko, rumah makan, serta tempat hiburan dapat ditemukan didaerah perkotaan seperti Gunung Sitoli, Teluk Dalam dan Lahewa. Sejumlah faktor mendorong anak-anak untuk bekerja antara lain kurangnya kesadaran masyarakat tentang perlindungan anak dan hak-hak anak, kemiskinan dan banyaknya jumlah tanggungan dalam keluarga, kesulitan untuk mengakses pendidikan, termasuk kurangnya infrastruktur serta fasilitas sekolah di banyak wilayah di Pulau Nias. Kompleksnya isu pekerja anak berarti bahwa respon tersebut membutuhkan pendekatan-pendekatan komprehensif dan holistik dengan partisipasi dari berbagai pihak. Isu pekerja anak harus diarusutamakan diantara para pembuat kebijakan dan mereka harus memprioritaskan pendidikan sebagai sebuah cara untuk mencegah anak-anak agar tidak menjadi pekerja anak. Juga penting untuk merubah sikap masyarakat dan pemerintah daerah sehingga pemerintah menjadi lebih ramah anak dalam mengembangkan berbagai kebijakan dan program Lubis, 2009 : 5.

2.5.4. Perlindungan Anak dari Jenis Pekerjaan Terburuk