Dana Perimbangan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Belanja rutin didefinisikan sebagai belanja keperluan operasional untuk menjalankan kegiatan rutin pemerintahan, yang mencakup belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga, subsidi, dan belanja lain-lain. Belanja pembangunan didefinisikan sebagai belanja yang menghasilkan nilai tambah aset, baik fisik maupun non fisik, yang dilaksanakan dalam periode tertentu. Belanja pembangunan merupakan pengeluaran yang berkaitan dengan proyek-proyek yang meliputi belanja modal dan belanja penunjang. Belanja modal mencakup pembebasan tanah, pengadaan mesin dan peralatan, konstruksi bangunan dan jaringan infrastruktur, dan belanja modal fisik maupun non fisik lainnya. Belanja penunjang yang dialokasikan untuk mendukung pelaksanaan proyek terdiri dari gajiupah, bahan, perjalanan dinas, dan belanja penunjang lainnya. Format yang berbasis MAKUDA 1981 format lama diganti dengan format yang berbasis kinerja berdasarkan Kepmendagri Nomor 292002. Perundangan Kemendagri Nomor 292002 tersebut tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Struktur anggaran belanja dalam APBD berdasarkan MAKUDA 1981 berbeda dengan struktur belanja dalam APBD tahun anggaran 2002-2006 Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002. Perbedaan disebabkan karena adanya perubahan sistem pencatatan dari Single Entry ke Double Entry dari sistem tunggal ke sistem berpasangan yang berbasis kinerja dan prestasi Mulyana 2006. Struktur keuangan daerah berdasarkan Kepmendagri Nomor 292002 merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan. Dalam hal ini, yang dimaksud satu kesatuan adalah dokumen APBD yang merupakan rangkuman seluruh jenis pendapatan, jenis belanja dan sumber-sumber pembiayaannya. Pendapatan daerah dirinci menurut kelompok pendapatan dan jenis pendapatan. Kelompok pendapatan meliputi PAD, Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Menurut jenis pendapatan misalnya, pajak daerah, retribusi daerah, Dana alokasi umum dan Dana Alokasi Khusus Mulyana 2006. Sementara belanja dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja. Belanja menurut organisasi merupakan satu kesatuan pengguna anggaran seperti DPRD dan sekretariat DPRD, Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah, Sekretariat Daerah serta dinas daerah dan lembaga teknis daerah lainnya. Pengelompokan belanja berdasarkan fungsinya misalnya, pendidikan, kesehatan, dan fungsi-fungsi lainnya. Pengelompokan jenis belanja terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas dan belanja modalpembangunan. Pembiayaan dirinci menurut sumber pembiayaan. Sumber-sumber pembiayaan yang merupakan penerimaan daerah antara lain, yaitu sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, penerimaan pinjaman dan obligasi serta penerimaan dari penjualan aset daerah yang dipisahkan. Sumber pembiayaan yang merupakan pengeluaran yaitu pembayaran hutang pokok. Surplus anggaran adalah selisih lebih pendapatan daerah terhadap belanja daerah, dan defisit anggaran adalah selisih kurang Pendapatan daerah terhadap Belanja Daerah Mulyana 2006. Kepmendagri Nomor 292002 selanjutnya direvisi kembali dengan PP 582005 tentang Pengelolaan Keuangan yang ditentukan lebih lanjut oleh Permendagri Nomor 132006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai pengganti Kepmendagri Nomor 292002. Format baru belanja tahun 2006, berdasarkan Permendagri Nomor 132006, belanja dikelompokkan ke dalam dua bentuk yaitu belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan di dalamnya terdiri atas belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan di dalamnya terdiri atas belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja modal.

2.1.5 Teori Pajak

Pemerintah memerlukan biaya operasional dalam penyelenggaraan pemerintahan maupun pembangunan daerah. Penghasilan pemerintah dalam rangka membiayai pengeluaran tersebut diperoleh melalui pungutan pajak dari masyarakat, atau dari hasil kekayaan alam yang terdapat di daerah tersebut. Penerimaan dari sektor pajak yang dikenakan kepada masyarakat akan kembali kepada masyarakat melalui pengeluaran rutin dan kegiatan pembangunan berupa penyediaan fasilitas publik yang secara tidak langsung akan menunjang kelancaran pembangunan daerah. Teori keuangan negara menjelaskan bahwa pajak timbul sebagai implikasi dari peran pemerintah dalam perekonomian. Latar belakang perlunya campur tangan pemerintah dalam perekonomian adalah karena adanya eksternalitas, merupakan barang publik, ketidaksempurnaan informasi, pilihan publik, dan masalah distribusi penghasilan dan kemiskinan yang tidak dapat ditangani pihak swasta. Pemerintah daerah dalam melakukan pungutan pajak harus tetap menempatkan sesuai dengan fungsinya. Adapun dilihat dari pemungutannya pajak mempunyai dua fungsi Mardiasmo 2002 yaitu: 1. Fungsi Budgeter, pajak digunakan sebagai alat untuk membiayai seluruh pengeluaran rutin dan pembangunan pemerintah pusatdaerah. 2. Fungsi Pengaturan Regulator, pajak juga berfungsi sebagai alat kontrol atau mengatur untuk mencapai tujuan. Misal, pajak minuman keras dimaksudkan agar rakyat menghindari atau mengurangi konsumsi minuman keras, pajak ekspor untuk menghindari kelangkaan di dalam negeri.

2.1.5.1 Tax Effort

Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 221999 dan Undang-Undang Nomor 251999, maka pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan di antaranya pemberian kewenangan pajak taxing power yang lebih luas. Kewenangan dalam pengenaan pajak daerah dan retribusi daerah diharapkan dapat mendorong pemerintah daerah untuk terus berupaya mengoptimalkan penerimaan PAD, khususnya yang berasal dari penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah. Kewenangan pajak tersebut di antaranya pemerintah kabupatenkota melakukan kebijaksanaan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah yang bersifat komprehensif, dan tetap berpihak kepada rakyat. Intensifikasi pajak daerah didefinisikan sebagai suatu usaha yang dilakukan pemerintah kabupatenkota untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah yang diaplikasikan melalui perubahan tarif pajak daerah dan meningkatkan pengelolaan pajak daerah secara profesional melalui prosedur yang baik dan transparan. Secara umum, menurut Sidik 2002 ada beberapa upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi intensifikasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, antara lain dengan cara-cara sebagai berikut: 1. Memperluas basis penerimaan Tindakan yang dapat dilakukan oleh daerah, yang dalam perhitungan ekonomi dianggap potensial adalah mengidentifikasi pembayar pajak barupotensial dan jumlah pembayar pajak, memperbaiki data objek, memperbaiki penilaian, menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan. 2. Memperkuat proses pemungutan Usaha yang dapat dilakukan antara lain mempercepat penyusunan Perda, mengubah tarif, khususnya tarif retribusi dan peningkatan SDM. 3. Meningkatkan pengawasan Hal ini dapat ditingkatkan dengan melakukan pemeriksaan secara dadakan dan berkala, memperbaiki proses pengawasan, menerapkan sanksi terhadap penunggak pajak. 4. Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan Tindakan yang dapat dilakukan adalah memperbaiki prosedur administrasi pajak, melalui penyederhanaan administrasi pajak, menigkatkan efisiensi pemungutan dari setiap jenis pemungutan. 5. Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di daerah. Sementara ekstensifikasi pajak daerah merupakan kebijaksanaan yang diaplikasikan melalui penciptaan sumber-sumber pajak daerah. Salah satu kebijaksanaan penciptaan sumber-sumber pajak daerah adalah melalui kegiatan investasi yang sangat berperan dalam meningkatkan penerimaan pajak daerah. Investasi yang ditanamkan oleh investor pada suatu kabupatenkota dapat menciptakan multiefek dalam sektor perekonomian di antaranya dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatkan PDRB dan menciptakan sumberpotensi pajak baru. Kegiatan investasi memberikan kontribusi yang sangat besar dan baik terhadap upaya peningkatan penerimaan pajak daerah pada khususnya dan peneriman PAD pada umumnya. Oleh karena itu kegiatan investasi harus diusahakan oleh pemerintah kabupatenkota melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan berikut: a. Menciptakan daya tarik dan iklim yang kondusif bagi investor untuk menginvestasikan modalnya di kabupatenkota b. Memberikan jaminan kemudahan bagi investor untuk menginvestasikan modalnya di daerah dengan menghilangkan birokrasi yang berbelit-belit Sumber perpajakan daerah yang ideal setidaknya memiliki karakteristik sebagai berikut: 1 basis pajak relatif tidak berpindah immobile, 2 penerimaan pajak harus dapat menutupi kebutuhan lokal dan bersifat dinamis, 3 basis pajak harus dapat dilihat, sehingga akuntabel, dan 4 pajak dianggap adil oleh wajib pajak. Adapun tax effort adalah upaya peningkatan pajak daerah dan retribusi daerah yang diukur melalui perbandingan antara hasil penerimaan realisasi sumber-sumber PAD dengan potensi sumber-sumber PAD Halim 2001. Tax effort menunjukkan upaya pemerintah untuk mendapatkan pendapatan bagi daerahnya dengan mempertimbangkan potensi yang miliki, yang selanjutnya akan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan di daerah belanja daerah. Tax Effort TE dapat digunakan untuk menganalisis posisi fiskal suatu daerah yaitu dengan membandingkan penerimaan pajak terhadap kapasitas pajak Halim 2001. Secara matematis dapat ditunjukkan dengan persamaan berikut: TE j = Tr j t s j B j ………………………………………...…….……..2.2 = Tr j Tc j …….……………………………...……………………2.3 keterangan: TE j = Upaya pajak di kabupatenkota j Tr j = Penerimaan pajak di kabupatenkota j Tc j = Kapasitas pajak di masing-masing kabupatenkota j t s j = Standar tarif pajak di masing-masing kabupatenkota j B j = Basis pajak di masing-masing kabupatenkota j Kapasitas pajak di daerah j Tc j didekati dengan nilai PDRB non migas konstan dari daerah j, sehingga formula di atas dapat dituliskan kembali sebagai berikut: TE j = Tr j PDRB j ……………………………………..………………2.4 Dengan pengukuran ini akan diketahui besaran pertumbuhan PDRB non migas terhadap peningkatan PAD.

2.1.5.2 Model Leviathan

Penggalian sumber-sumber keuangan daerah khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah perlu memperhatikan dua hal berikut, yaitu dasar pengenaan pajak dan tarif pajak. Pemerintah daerah cenderung menggunakan tarif pajak yang tinggi, supaya memperoleh total penerimaan pajak daerah yang maksimal. Pengenaan tarif pajak yang lebih tinggi, secara teoritis tidak selalu menghasilkan total penerimaan pajak yang maksimum. Hal ini tergantung pada respon dari wajib pajak, permintaan dan penawaran barang yang dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi. Formulasi ini dikenal dengan Model Leviathan. Dengan mengasumsikan biaya administrasi perpajakan tidak signifikan dan ceteris-paribus level pelayanan publik yang dibiayai dari penerimaan pajak, dan hanya kegiatan ekonomi saja yang dipengaruhi oleh besaran pajak. Gambar 2 menunjukkan hubungan tarif pajak dengan total penerimaan pajak daerah, yang dikenal dengan kurva Laffer. Bentuk kurva parabola menghadap sumbu Y, menghasilkan total penerimaan pajak maksimum yang ditentukan oleh kemampuan wajib pajak untuk menghindari beban pajak baik legal maupun illegal dengan mengubah ”economic Tarif Pajak Daerah Kurva Laffer t T Total Penerimaan Pajak Daerah behavior ” dari wajib pajak. Model leviathan akan mencapai total penerimaan pajak maksimum T pada tarif t. Tarif t menunjukkan bukanlah tarif pajak tertinggi, tetapi pada saat tarif t dapat dicapai total penerimaan pajak maksimum. Kondisi ini disebut Revenue Maximizing Tax rate. Sumber: Sidik, 2002. Gambar 2 Hubungan antara tarif pajak proposional atas basis pajak tertentu. Oleh karena itu, peningkatan penerimaan pajak daerah tidak harus dicapai dengan mengenakan tarif pajak yang tinggi, tetapi dengan pengenaan tarif pajak yang lebih rendah dikombinasikan dengan struktur pajak yang meminimalkan penghindaran pajak dan respons harga dan kuantitas barang terhadap pengenaan pajak sedemikian rupa, maka akan dicapai total penerimaan maksimum. Model Leviatan ini dapat dikembangkan untuk menganalisis hubungan lebih lanjut antara tarif dan dasar pengenaan pajak untuk mencapai Total Penerimaan Pajak Maksimal.

2.1.6 Pertumbuhan Ekonomi

Para ahli ekonomi maupun politik umumnya sepakat menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu indikator keberhasilan dalam pembangunan. Pemerintah di negara mana pun dapat segera jatuh atau bangun berdasarkan tinggi rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapainya. Baik buruknya kualitas kebijakan pemerintah dan tinggi atau rendahnya mutu aparatnya di bidang ekonomi secara keseluruhan biasanya diukur berdasarkan kecepatan pertumbuhan output nasional Todaro dan Smith 2006.