Spesifikasi Model dalam Penelitian

Gambar 1 Apa terlihat sed potensi, ko belanja da dalam Pul dan Malu dalam lam Daer mengaloka untuk bel relatif ka dialokasik diharapkan kesejahter daerah ter daerah. Se daerahnya menjalank 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Persen 1 Belanja abila distrib dikit perbed ondisi dan k aerahnya. D lau Sumater ku, serta P mpiran. rah yang asikan bela anja rutin, aya akan s kan untuk n dapat m raan rakyat rsebut, yang ementara da a untuk be kan kegiatan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2001 daerah men busi belanja daan pola di kebijakan d Distribusi b ra, Pulau K Pulau Irian memiliki anja daerah seperti Pul sumber day belanja memperbaik juga dituju g pada akhi aerah di Pul elanja rutin n rutin peme 2002 Bela nurut jenis b a rutin dan istribusi. Ha dari masing- elanja daer Kalimantan, Jaya dan N potensi S hnya untuk lau Kalima ya alam, d pembangun ki fasilitas ukan untuk irnya dapat au Jawa dan n, yakni b erintahan. 2003 20 anja rutin belanja perio pembangu al ini tentu -masing dae rah ditinjau Pulau Jaw NTB, NTT SDA yang k belanja p antan yang distribusi b nan. Deng publik, se meningkat t meningkat n Bali, bany belanja kep 004 2005 Tahun Belanja p ode 2001-2 unan ini dit dipengaruh erah dalam per pulau, wa dan Bali, dapat dilih g banyak, pembanguna pada umum belanja dae gan pemba elain untuk tkan daya t tkan pertum yak mengal perluan op 2006 pembanguna 008 tinjau per p hi oleh perbe mengaloka , yang diba , Pulau Sula hat selengka relatif ba an dibandin mnya daera erahnya ba angunan d k meningk tarik investa mbuhan eko okasikan be perasional u 2007 200 an pulau edaan asikan agi ke awesi apnya anyak ngkan ahnya anyak daerah katkan asi di onomi elanja untuk 08 Halaman ini sengaja dikosongkan.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Perkembangan Kinerja Keuangan KabupatenKota

Pembahasan pengelolaan keuangan daerah dibatasi pada kinerja keuangan yang ditinjau dari sisi penerimaan dan sisi pengeluaran daerah. Kinerja keuangan daerah dari sisi penerimaan dapat ditinjau dari tiga sisi yaitu melihat kemampuan keuangan daerah yang murni berasal PAD, kemampuan keuangan daerah yang berasal dari transfer pusat dalam bentuk DBH, dan kemampuan keuangan daerah yang berasal dari transfer pusat yang bersifat bantuan grant.

5.1.1 Kinerja Keuangan Daerah Ditinjau Dari Sisi Penerimaan Daerah

Kabupatenkota di Indonesia ditinjau dari sisi penerimaan daerah, pada umumnya masih memiliki kemampuan keuangan yang relatif rendah. Hal ini ditunjukkan dengan masih rendahnya kontribusi baik PAD maupun BHPBP terhadap penerimaan daerah dibandingkan penerimaan daerah lainnya, terutama yang berasal dari transfer pusat. PAD sebagai salah satu sumber penerimaan daerah yang diperoleh dari potensi wilayahnya sendiri, dapat menggambarkan seberapa besar daerah mampu menggali potensi yang dimilikinya. Perkembangan rasio PAD terhadap total penerimaan daerah derajat desentralisasi kabupatenkota selama tahun 2001-2008 semakin konvergen, namun rata-rata nilainya masih rendah di bawah 10. Perkembangan derajat desentralisasi fiskal kabupatenkota dapat dilihat pada Gambar 12. Ini menunjukkan, derajat desentralisasi fiskal kabupatenkota penyebarannya semakin konvergen, namun nilainya masih rendah rata-rata di bawah 10. Hal ini disebabkan kenaikan PAD tidak sebanding dengan kenaikan total penerimaan daerah, sehingga tingkat kemandirian daerah semakin menurun, yang artinya ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat semakin besar. Hasil ini selaras dengan hasil penelitian Adi 2007 terhadap semua kabupatenkota di Jawa-Bali yang menunjukkan bahwa terjadi penurunan kontribusi PAD terhadap penerimaan daerah setelah pelaksanaan otonomi daerah. Penurunan peran PAD disebabkan karena kenaikan penerimaan PAD lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan total penerimaan daerah. 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata 6.07 7.19 7.05 7.11 7.12 6.79 6.50 6.16 Minimum 0.02 0.55 0.63 0.66 0.57 0.63 0.55 0.38 Q1 2.82 3.54 3.92 3.68 3.35 3.47 3.41 3.17 Median 4.51 5.47 5.89 5.82 5.67 5.34 5.19 5.1 Q3 7.41 8.71 8.58 8.47 8.92 8.26 7.85 7.18 Maximum 69.5 60.3 51.91 57.9 59.62 57.12 50.04 51.02 IQR 4.59 5.17 4.66 4.79 5.58 4.78 4.44 4.01 Sumber : BPS, diolah Gambar 12 Derajat desentralisasi fiskal kabupatenkota periode 2001-2008 Hasil analisis boxplot juga menunjukkan bahwa terdapat beberapa kabupatenkota yang menunjukkan derajat desentralisasi fiskal yang tinggi. Kabupaten Badung memiliki derajat desentralisasi fiskal paling tinggi selama periode penelitian, hal ini disebabkan daerah tersebut memiliki potensi untuk meningkatkan penerimaan PADnya terutama dari sektor pariwisata. Keindahan alam serta keunikan seni dan budaya, serta ditunjang oleh banyaknya objek wisata serta berbagai sarana akomodasi bertaraf internasional seperti hotel, restaurant bar, biro perjalanan wisata dan adanya berbagai atraksi wisata yang terdapat di wilayah Badung, menjadikan sektor pariwisata sebagai primadona dan sumber pendapatan utama bagi Kabupaten Badung. Pendapatan asli daerah PAD Kabupaten Badung lebih dari 90 diperoleh dari sektor pariwisata, dan pengembangan kepariwisataan dilakukan secara selektif dengan 10 20 30 40 50 60 70 80 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Pe rs e n Badung C ilegon Badung Badung Badung Badung Badung Badung Badung s urabay a C ilegon C ilegon Surabay a Surabay a Karim un Surabay a