Latar Belakang Analisis risiko produksi cabai paprika di kelompok tani dewa family Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sayur merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki kontribusi cukup besar terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Sebagai negara yang agraris, Indonesia memiliki bermacam-macam komoditas sayuran sebagai asset vital negara yang dapat dikembangkan bagi kesejahteraan masyarakat. Potensi pengembangan produksi komoditas sayuran dapat dilihat melalui peningkatan produksi sayuran pada tahun 2007 sampai tahun 2009 sebesar 33,78 persen Dirjen Hortikultura, 2011. Minat masyarakat terhadap sayuran terus mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Penduduk Indonesia yang semakin bertambah mendorong kebutuhan sayuran yang semakin bertambah pula, pengetahuan masyarakat terhadap manfaat sayuran, serta perubahan pola konsumsi dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Hal ini membuka peluang akan meningkatnya permintaan sayuran. Di samping itu, sayuran juga berperan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat Indonesia. Perkembangan produksi tanaman sayuran dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 . Perkembangan Produksi Tanaman Sayuran Menurut Jenis Tanaman Tahun 2009 sampai Tahun 2010 Jenis Tanaman 2009 2010 PertumbuhanGrowth 2009-2010 Absolut Kubis 1.358.113 1.385.044 26.931 1,98 Petsai 562.838 583.770 20.932 3,72 Kacang Panjang 483.793 489.449 5.656 1,17 Wortel 358.014 403.827 45.813 12,80 Kacang Merah 110.051 116.397 6.346 5,77 Kembang Kol 96.038 101.205 5.167 5,38 Lobak 29.759 32.381 2.622 8,81 Cabai Paprika 4.462 5.533 1 071 24,00 Sumber: Statistik Tanaman Sayuran dan Buah-buahan Semusim Indonesia, BPS diolah Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui pada tahun 2009 sampai tahun 2010 perkembangan produksi sayuran mengalami pertumbuhan setiap tahun. Hasil produksi terbesar ditempati oleh kubis tetapi tingkat pertumbuhannya dari tahun 2 2009 sampai tahun 2010 kecil yaitu sebesar 1,98 persen. Berbeda dengan cabai paprika yang hasil produksinya paling kecil setiap tahun, tetapi pertumbuhan dari tahun 2009 sampai tahun 2010 merupakan yang terbesar dibandingkan dengan sayuran lainnya yaitu sebesar 24 persen. Salah satu komoditas sayuran yang berpotensi untuk terus dikembangkan adalah cabai paprika, karena jumlah produksi pada cabai paprika mengalami perkembangan terbesar dibandingkan dengan komoditas sayuran lainnya. Tingginya pertumbuhan produksi cabai paprika disebabkan oleh semakin banyaknya masyarakat yang mengkonsumsi cabai paprika sebagai pelengkap bahan masakan. Perubahan pola konsumsi ini memberikan peluang yang besar bagi pasar lokal maupun pasar ekspor. Cabai paprika Capsicum annum var.grossum merupakan tanaman sayuran yang relatif baru dikenal di Indonesia, yaitu tahun 1990-an. Pada umumnya cabai paprika digunakan sebagai penyedap bahan makanan, terutama yang berasal dari Eropa dan Amerika. Cabai paprika selain bermanfaat untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga, juga bermanfaat dalam industri farmasi untuk membuat ramuan obat-obatan, kosmetik, pewarna bahan makanan serta bahan campuran pada berbagai industri pengolahan makanan Cahyono,2003. Teknik budidaya cabai paprika pada awalnya dilakukan dilahan terbuka, tetapi sekarang sudah dikembangkan teknik budidaya cabai paprika di bawah naungan hidroponik. Media yang dipakai dalam membudidayakn cabai paprika di hidroponik adalah arangsekam, karena media tersebut berporos, dapat menyerap nutrisi, air, oksigen dan mendukung akar tanaman. Sistem pengairan di hidroponik menggunakan cara fertigasi yaitu mencampurkan air dan cairan nutrisi. Keunggulan membudidaya secara hidroponik diantaranya adalah produksi tidak tergantung musim, pemakaian air lebih efisien, lingkungan kerja lebih bersih, kontrol air, hara dan pH lebih teliti, harga jual komoditi lebih tinggi dibandingkan dengan yang dibudidayakan secara tradisional di tanah, serta dapat dilakukan pada lahan atau ruang yang terbatas 1 . Saat ini penanaman cabai paprika terus dikembangkan karena adanya kebutuhan pasar yang terus meningkat, sehingga cabai paprika memiliki prospek yang cerah untuk dibudidayakan Prihmantoro dan Indriani, 2003. Salah satu 1 Pengenalan Hidroponik. Situs Hijau. www.situshijau.co.id . [4 Januari 2011] 3 wilayah yang paling banyak memberikan kontribusi dalam memproduksi cabai paprika di Indonesia adalah Pulau Jawa. Selain melalui nilai perkembangan produksi, prospek pengembangan usaha cabai paprika di Indonesia dapat dilihat melalui peningkatan luas panen cabai paprika di Pulau Jawa pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Cabai Paprika di Pulau Jawa Tahun 2008-2009 No Provinsi Tahun 2008 Tahun 2009 Pertumbuhan Luas Panen Ha Produksi Ton Luas Panen Ha Produksi Ton Luas Panen Produksi 1 Jawa Barat 38 1.674 113 3.780 197,37 125,81 2 Jawa Tengah 1 10 -100,00 -100,00 3 Jawa Timur 17 228 88 442 417,65 93,86 Total 56 1.912 201 4.222 258,93 120,82 Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian RI 2011 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui pada tahun 2008 sampai tahun 2009 Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur mengalami peningkatan luas panen dan produksi yang signifikan. Provinsi Jawa Barat merupakan penghasil cabai paprika terbesar di Pulau Jawa. Potensi pengembangan cabai paprika di Pulau Jawa dapat dilihat dari meningkatnya luas panen yang digunakan untuk mengusahakan cabai paprika. Provinsi Jawa Barat mengalami pertumbuhan luas panen dari tahun 2008 sampai tahun 2009 sebesar 197,37 persen dan pertumbuhan produksinya sebesar 125,81 persen.. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan usaha komoditas cabai paprika di Provinsi Jawa Barat masih memiliki potensi yang baik. Beberapa Kabupaten dan kota yang membudidayakan cabai paprika di Provinsi Jawa Barat adalah di daerah Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Garut, Cianjur, dan Sukabumi merupakan sentral daerah produksi cabai paprika yang cukup luas. Jumlah luas panen, produksi dan produktivitas cabai paprika di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 3. 4 Tabel 3. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Cabai Paprika di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 KabupatenKota Luas Panen Ha Produksi Ton Produktivitas TonHa Sukabumi 13 97 7.46 Cianjur 7 82 11.71 Bandung 19 486 25.58 Garut 4 140 35.00 Bandung Barat 80 10.857 135.71 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, 2011 Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa Kabupaten Bandung Barat merupakan sentral produksi cabai paprika dengan luas panen 80 ha dan produksi yang dihasilkan sebesar 10 .857 ton pada tahun 2011 dibandingkan dengan KotaKabupaten lainnya di Jawa Barat. Daerah yang berpotensi menjadi pengembangan cabai paprika adalah Kabupaten Bandung barat, hal ini dikarenkan hasil produktivitas yang dihasilkan tinggi yaitu sebesar 135.71 tonha. Di Kabupaten Bandung Barat sendiri terdapat beberapa desa yang memproduksi cabai paprika antara lain Desa Pasirlangu. Desa Pasirlangu merupakan daerah agropolitan cabai paprika dan cabai paprika yang dihasilkan petani di daerah tersebut sudah dipasarkan ke pasar lokal dan telah mampu masuk ke pasar ekspor. Desa Pasirlangu merupakan salah satu Desa di Kabupaten Bandung Barat yang berpotensi dan mendukung dalam pengembangan basis pertanian khususnya komoditas cabai paprika. Salah satu kelompok tani yang terdapat di Desa Pasirlangu adalah kelompok tani Dewa Family. Kelompok Tani Dewa Family membudidayakan tanaman cabai paprika dengan cara hidroponik. Meskipun teknik budidaya cabai paprika menggunakan hidroponik, ternyata dalam membudidayakan cabai paprika Kelompok Tani Dewa Family mengalami kendala, yaitu hasil panen tidak sesuai dengan harapan sebesar 7.483 kg. Kendala yang terjadi mengidentifikasikan bahwa dalam menjalankan usahanya Kelompok Tani Dewa Family mengalami risiko produksi. Hasil produksi yang menurun bisa menyebabkan potensi kerugian bagi Kelompok Tani Dewa Family. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka diperlukan penelitian untuk mengkaji tentang risiko produksi komoditas cabai paprika di 5 Kabupaten Bandung Barat di Desa Pasirlangu khususnya di Kelompok Tani Dewa Family untuk meminimalisir terjadinya risiko produksi.

1.2. Perumusan Masalah