Analisis risiko produksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik (Studi kasus kelompok tani paprika “Dewa Family” Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat)

(1)

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN FAKTOR-FAKTOR

YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI

PAPRIKA HIDROPONIK

(Studi Kasus Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Desa Pasirlangu

Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat)

SKRIPSI

FARISAH FIRAS H34080100

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN FAKTOR

FAKTOR

YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA

HIDROPONIK

(Studi Kasus Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat)

Farisah Firas (H34080100)

ABSTRACT

Bell Pepper (Capsicum annum var. grossum) or sweet pepper is newly cultivated in Indonesia. Production of bell pepper in Indonesia grows positively from 2008 to 2011, with an average growth is 90,42 percent. Pasirlangu village is one of bell pepper producing areas in West Java province. “Dewa Family” is one of the pioneer farmers group in hydroponic bell pepper development in Pasirlangu village. Members of “Dewa Family” face production risk, indicated by during four periods (2008 – 2010) productivity has fluctuated and the mean of productivity still under the potential productivity bell peppers yield. This study aims to analyze the cause of production risk sources and the risk level of production of hydroponic bell pepper. In addition, this study also determine the factors affecting the production of hydroponic bell pepper by using a Cobb-Douglas Production Function and a Principal Component Regression Analysis. The result showed that the risk faced by farmers is 33,18 percent of production value and the main constraints in cultivating are pests and diseases problem, weather conditions and the uncertain climate, and use of inputs production. Meanwhile, based on production factors which influential to the productions hydroponic bell pepper are size of greenhouse, amount of seeds, nutrition, insecticides, and labor. The conclusion of this research are that farmers can use inputs of production efficiently and precisely in order to produce the optimal production. Farmers also plan ahead of strategies to reduce risk production.

Keywords : Bell Pepper, Production Risk, Production Factors, and Principal Component Regression

ABSTRAK

Paprika (Capsicum annum var. grossum) merupakan tanaman sayuran yang baru dibudidayakan di Indonesia. Produksi paprika di Indonesia dari tahun 2008 hingga 2010 mengalami pertumbuhan yang positif, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 90,42 persen. Pasirlangu merupakan salah satu sentra produksi paprika di Provinsi Jawa Barat. “Dewa Family” merupakan salah satu kelompok tani pionir yang mengembangkan paprika hidroponik di Desa Pasirlangu. Anggota “Dewa Family” menghadapi risiko produksi yang diindikasikan oleh produktivitas yang berfluktuasi selama empat periode (2008 – 2011) dan produktivitas aktual yang masih di bawah produktivitas potensialnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sumber penyebab risiko produksi dan seberapa besar risiko yang dihadapi. Selain itu, penelitian ini juga menentukan faktor produksi apa saja yang berpengaruh terhadap produksi paprika hidroponik menggunakan pendekatan Cobb-Douglas dan Analisis Komponen Utama. Dari hasil yang diperoleh, tingkat risiko produksi yang dihadapi petani adalah sebesar 33,2 persen dari nilai produksi pada saat terjadinya risiko. Sumber-sumber penyebab risiko adalah serangan hama dan penyakti, kondisi cuaca dan iklim, dan penggunaan input produksi. Sementara itu, faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi paprika hidroponik adalah luas greenhouse, jumlah benih, nutrisi, insektisida, dan tenaga kerja. Rekomendasi dari penelitian ini adalah petani sebaiknya memperhatikan penggunaan input secara efisien agar menghasilkan produksi yang optimal dan merencanakan strategi yang tepat untuk mengurangi risiko produksi.


(3)

i

RINGKASAN

FARISAH FIRAS. Analisis Risiko Produksi dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik (Studi Kasus Kelompok Tani

Paprika “Dewa Family” Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten

Bandung Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah bimbingan RATNA WINANDI). Kondisi sumberdaya alam Indonesia sebagai negara tropis mempunyai potensi yang baik untuk mengembangkan produksi pertanian, salah satunya komoditas sayuran. Tidak hanya sayuran asli Indonesia (sayuran lokal), berbagai jenis sayuran dari negara lain (non lokal) pun dapat tumbuh dengan baik. Paprika (Capsicum annuum var. grossum) merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan di Indonesia karena memiliki nilai ekonomis dan strategis. Terlihat dari perkembangan produksi paprika nasional yang mengalami peningkatan positif dari tahun 2008 hingga 2011, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 90,42%. Salah satu daerah yang menjadi sentra penghasil paprika di Jawa Barat adalah Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” merupakan salah satu kelompok tani pionir dalam pengembangan paprika hidroponik di Desa Pasirlangu.

Kelompok tani paprika “Dewa Family” memiliki 47 unit greenhouse

budidaya, dengan total luasan sebesar 51.086 m2. Selama empat periode (2008 – 2011) terdapat 93 kegiatan produksi dari 38 unit greenhouse budidaya dengan sistem manual (tanpa irigasi tetes). Berdasarkan data produksi dari kelompok tani, terdapat fluktuasi pada nilai produktivitas yang diperoleh sehingga pendapatan yang diterima pun berfluktuatif. Kondisi ini mengindikasikan adanya risiko produksi pada usahatani paprika hidroponik yang dilakukan anggota kelompok tani. Permasalahan lainnya adalah kesenjangan antara produktivitas aktual dengan produktivitas potensial. Rata-rata produktivitas yang dicapai pada tahun 2011 sebesar 6,58 kg/m2, sedangkan produktivitas potensial tanaman paprika mencapai 8,00 – 9,00 kg/m2.

Hal tersebut diduga disebabkan oleh penggunaan input dan pengaruh kondisi lingkungan. Perbedaan penggunaan input produksi antar petani akan menyebabkan perbedaan pula pada hasil yang diperoleh. Di sisi lain, faktor lingkungan ikut berpengaruh karena tidak dapat dikuasai dan tidak mudah untuk dikendalikan petani. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi sumber-sumber yang menyebabkan risiko produksi paprika hidroponik di kelompok tani paprika “Dewa Family”, (2) Menganalisis tingkat risiko yang dihadapi anggota kelompok tani paprika “Dewa Family”, dan (3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik di kelompok tani paprika “Dewa Family”.

Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok tani paprika “Dewa Family” Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat pada bulan April hingga Mei 2012. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 12 orang, yang merupakan anggota aktif kelompok tani. Penelitian ini menggunakan Analisis Risiko Produksi dan Analisis Fungsi Produksi. Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel 2007


(4)

ii Perhitungan risiko produksi menggunakan pendekatan nilai variance, standard deviation, dan coefficient variation. Sebelum menilai risiko, terlebih dahulu menghitung peluang dan nilai pengembalian harapan (expected return).

Return dalam penelitian ini adalah produktivitas dan pendapatan. Nilai produktivitas yang diharapkan adalah sebesar 6,87 yang berarti usahatani paprika hidroponik yang dilakukan petani memberi harapan perolehan hasil produksi sebesar 6,87 kg/m2, dengan memperhitungkan risiko yang ada. Sementara, harapan pendapatan yang dapat diperoleh adalah sebesar Rp 49.491.654,89 per luasan 1.093,32 m2, atau sebesar Rp 45.267,31 per m2-nya.

Adapun sumber-sumber yang menjadi penyebab risiko produksi adalah: 1) Serangan hama dan penyakit, hama thrips merupakan hama yang dominan dibanding hama lainnya karena kemunculannya dipengaruhi oleh kondisi cuaca, dengan kemungkinan kehilangan hasil sebesar 25%. Sementara penyakit yang ditemui adalah layu fusarium atau busuk akar, dengan kemungkinan kehilangan hasil sebesar 25 – 30% pada saat musim hujan. 2) Kondisi cuaca dan iklim, dengan kemungkinan kehilangan hasil sebesar 5 – 10% saat musim hujan dan 20% saat musim kemarau. 3) Penggunaan input produksi meliputi penggunaan benih, pemberian nutrisi, kelalaian tenaga kerja, dan pemberian insektisida.

Tingkat risiko yang dihadapi petani responden dalam melakukan usahatani paprika hidroponik berdasarkan nilai coefficient variation adalah sebesar 0,33. Artinya, setiap satu kilogram hasil yang diperoleh akan menghadapi risiko sebesar 0,33 kilogram atau 33 persen dari nilai produktivitas yang diperoleh, pada saat terjadi risiko produksi. Nilai risiko yang diperoleh tersebut tergolong risiko yang rendah, karena kurang dari 50 persen dari kerugian yang dihadapi.

Berdasarkan model fungsi Cobb-Douglas diperoleh nilai R-sq sebesar 83% yang berarti 83% variasi produksi paprika hidroponik dapat dijelaskan oleh model, dan sisanya 17% dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Namun, dari pendugaan tersebut hanya terdapat dua variabel yang signifikan pada taraf nyata 10%, yaitu benih dan insektisida. Adanya gejala multikolinearitas, menyebabkan model fungsi Cobb-Douglas yang diperoleh belum mampu menggambarkan fungsi produksi yang baik. Sehingga dilakukan pendugaan lain dengan Analisis Regresi Komponen Utama (Principal Component Regression). Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi yang berpengaruh signifikan terhadap produksi paprika hidroponik pada taraf nyata 5% adalah luas greenhouse, jumlah benih, jumlah nutrisi, insektisida, dan tenaga kerja. Sementara, pupuk pelengkap cair dan fungsida tidak berpengaruh nyata terhadap produksi paprika hidroponik.

Berdasarkan hasil analisis risiko dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, disarankan (1) Sebaiknya petani lebih memperhatikan pencegahan dan penanganan untuk mengurangi risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko, yaitu pensterilan greenhouse sebelum tanam untuk memutus siklus hidup hama, tidak merokok di dalam greenhouse karena dapat menimbulkan penyakit bagi tanaman, sirkulasi udara dan suhu diatur dengan baik, dan memastikan tidak ada kotoran yang terbawa masuk dari luar greenhouse. (2) Faktor produksi yang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi paprika hidroponik seperti pupuk pelengkap cair dan fungisida, dapat dikurangi penggunaannya. Mengingat hama thrips lebih dominan menyerang tanaman paprika hidroponik dan juga dapat menghemat biaya yang dikeluarkan.


(5)

iii

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN FAKTOR-FAKTOR

YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI

PAPRIKA HIDROPONIK

(Studi Kasus Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Desa Pasirlangu

Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat)

FARISAH FIRAS H34080100

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(6)

iv Judul Skripsi : Analisis Risiko Produksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik (Studi Kasus Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat)

Nama : Farisah Firas

NIM : H34080100

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP. 19530718 197803 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002


(7)

v

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Risiko Produksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik (Studi Kasus Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka dibagian akhir skripsi.

Bogor, Maret 2013

Farisah Firas H34080100


(8)

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Farisah Firas dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Oktober 1990 sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Ir. Elfan Rahman dan Ibu Ade Yeni. Penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SD IT) Nurul Fikri pada tahun 2002, dilanjutkan dengan pendidikan menengah pertama di Sekolah Menengah Islam Terpadu (SMP IT) Nurul Fikri yang lulus pada tahun 2005, dan melanjutkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Depok yang lulus pada tahun 2008.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor tahun 2008 melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis terlibat dalam kepengurusan Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) sebagai staf Departemen Public Relation and Information Media tahun 2010 – 2011. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan, serta memperoleh beasiswa dari Yayasan Toyota Astra periode 2011 – 2012.


(9)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Risiko Produksi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik (Studi Kasus Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat)”. Shalawat serta salam tidak lupa penulis hanturkan kepada junjungan Nabi dan Rosul Allah, Nabi Muhammad beserta keluarga dan para sahabat.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat risiko yang dihadapi oleh kelompok tani paprika “Dewa Family” dalam menjalani usahatani paprika hidroponik dan sumber risiko yang menyebabkan risiko tersebut. Selain itu, penelitian ini juga untuk mengetahui faktor-faktor produksi apa saja yang dapat mempengaruhi produksi paprika hidroponik. Sehingga dapat menjadi gambaran untuk produksi selanjutnya.

Upaya dan kerja keras telah dilakukan dengan maksimal dalam pembuatan skripsi ini. Penulis menyadari segala sesuatu tidak ada yang sempurna. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan berbagai pihak terkait.

Bogor, Maret 2013 Farisah Firas


(10)

viii

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulilllah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah mencurahkan nikmat, kasih sayang, dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penyelesaian skripsi ini pun tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, semangat, dan dorongan kepada penulis. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran, kesabaran, dan waktunya kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si selaku dosen penguji utama dan Ir. Harmini, M.Si selaku dosen penguji Komisi Pendidikan Departemen Agribisnis pada ujian sidang penulis, yang telah memberikan saran serta masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan saran selama perkuliahan.

4. Orang tua, Bapak Ir. Elfan Rachman dan Ibu Ade Yeni, serta adik-adik tercinta Fikri Ammar, Fasya Ajrina, dan Fadhlan Silmi yang selalu mencurahkan kasih sayang, mendoakan, dan pengorbanan tak terbatas kepada penulis. Semoga ini menjadi persembahan terbaik.

5. Keluarga besar Rachman dan Sofyan yang selalu memotivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Deden Wahyu selaku ketua, Mang Iding, Mang Nur, dan seluruh petani anggota Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” yang telah bersedia meluangkan waktu dan membantu penulis dalam pengumpulan data selama penelitian.

7. Ibu Ida, Mba Dian, Ibu Yoyoh, Bapak Yusuf, dan seluruh staf sekretariat Komisi Pendidikan Departemen Agribisnis yang telah membantu penulis. 8. Sahabat sekaligus saudara terbaik, Syifa Maulia, Haris Fatori Aldila, Syajaroh

Duri, Herawati, Diki More Sari, Arini prihatin, Andi Facino, Akbar Zaenal Mutaqin, Tiara Rulita Anggraini, dan Vedie Anka Shiddieqy, yang telah memberi warna dan arti khusus dalam persahabatan.


(11)

ix 9. Dian Puspitasari dan Rizky Ilham teman satu penelitian, yang sekaligus juga menjadi teman sekelompok Gladikarya Desa Pasirlangu (Ni Putu Ayuning WPM, Yuki Masiliana, dan Nursahaldin Sam) atas sharingnya selama penelitian dan gladikarya.

10.Teman satu bimbingan Andina Gemah Pertiwi, Mizani Adlina Puteri, dan Muhammad Fikri. Serta teman-teman Agribisnis 45 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas dukungan, semangat, dan kerjasamanya selama ini. 11.Kak Gita Kusuma Rahayu, Mba Andhika Ika P, Kak Nurzakiah, Kak Maya

Wulan Arini, Indri Permata Sevitha, dan teman-teman kosan Ar-Riyadh atas bantuan, keceriaan dan kekeluargaannya selama kurang lebih 4 tahun.

12.Ibu Lilis dan keluarga atas tumpangan rumahnya selama penelitian.

13.Dan, semua pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran, dukungan, dan harapan positif bagi penulis selama menyelesaikan studi di IPB.

Bogor, Maret 2013 Farisah Firas


(12)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Gambaran Umum Paprika Hidroponik ... 11

2.1.1. Hama dan Penyakit Tanaman Paprika ... 14

2.2. Penelitian Terdahulu ... 15

2.2.1. Kajian Mengenai Analisis Risiko Produksi ... 15

2.2.2. Kajian Mengenai Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Produksi Paprika Hidroponik ... 16

2.3. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ... 18

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 19

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 19

3.1.1. Teori Produksi ... 19

3.1.2. Konsep Risiko ... 24

3.1.2.1. Penilaian Risiko ... 26

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ... 28

IV METODE PENELITIAN ... 31

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

4.2. Metode Pengumpulan Data ... 31

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 32

4.3.1. Analisis Risiko Produksi pada Kegiatan Spesialisasi ... 32

4.3.2. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik ... 35

4.3.3. Pengujian Hipotesis ... 39

4.3.4. Analisis Regresi Komponen Utama (Principal Component Regression) ... 41

4.4. Definisi Operasional ... 43

V GAMBARAN UMUM ... 45

5.1. Keadaan Geografis dan Demografi Lokasi Penelitian ... 45

5.2. Gambaran Umum Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” ... 46


(13)

xi

5.2.2. Struktur Organisasi Kelompok Tani ... 48

5.2.3. Sarana dan Prasarana yang Dimiliki Kelompok Tani ... 50

5.3. Karakteristik Responden ... 51

5.3.1. Usia dan Tingkat Pendidikan ... 51

5.3.2. Pengalaman Bertani Paprika Hidroponik ... 52

5.3.3. Lama Bergabung dengan Kelompok Tani ... 53

5.3.4. Jumlah dan Luas Greenhoouse yang Dimiliki ... 53

5.3.5. Komoditas Lain yang Dibudidayakan ... 54

5.4. Keragaan Usahatani Paprika Hidroponik ... 54

5.4.1. Proses Kegiatan Budidaya Paprika Hidroponik ... 54

5.4.2. Kegiatan Pemasaran Paprika Hidroponik ... 66

5.4.3. Penggunaan Sarana Produksi Paprika Hidroponik ... 66

5.4.4. Analisis Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik 75

5.4.4.1. Penerimaan Usahatani Paprika Hidroponik ... 75

5.4.4.2. Biaya Usahatani Paprika Hidroponik ... 76

5.4.4.3. Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik ... 79

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 81

6.1. Sumber-sumber Risiko Produksi Paprika Hidroponik ... 81

6.2. Penilaian Risiko Produksi Paparika Hidroponik ... 86

6.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” ... 90

6.4. Rekomendasi Penanganan Risiko Produksi ... 101

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 104

7.1. Kesimpulan ... 104

7.2. Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 106


(14)

xii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Nilai PDB Hortikultura di Indonesia

Berdasarkan Harga Berlaku Periode 2007 – 2010 ... 2 2. Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas

Paprika di Indonesia Tahun 2008 – 2010 ... 4 3. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas

Paprika di Kabupaten Bandung Barat Pada Tahun

2008 – 2011 ... 5 4. Penggunaan TKLK Usahatani Paprika Hidroponik di

Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” per 1.000 m2Pada

Tahun 2011 ... 73 5. Penggunaan TKDK Usahatani Paprika Hidroponik di

Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” per 1.000 m2Pada

Tahun 2011 ... 74 6. Analisis Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik Petani

Anggota Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” per 1.000 m2

Selama Satu Periode Tanam, Tahun 2011 ... 77 7. Rata-rata Jumlah Produksi dan Produktivitas Paprika

Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Tahun

2008 – 2011 ... 81 8. Penilaian Risiko Produksi Paprika Hidroponik di Kelompok

Tani Paprika “Dewa Family” Berdasarkan Produktivitas ... 87 9. Hasil Parameter Penduga Ketiga Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Usahatani Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika

“DewaFamily” Tahun 2011 ... 91 10. Hasil Analisis Regresi Antara Variabel Terikat (Ln Y) dengan

Skor Komponen Utama ... 93 11. Analisis Signifikansi Koefisien Regresi Parsial Komponen


(15)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Perkembangan Produktivitas Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Selama Empat Periode

(2008 – 2011) ... 8 2. Hubungan antara Produk Total (PT), Produk Marjinal (PM),

dan Produk Rata-rata (PR) ... 22 3. Alur Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ... 30 4. Struktur Organisasi Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” .... 49 5. (a) Pembibitan di dalam Greenhouse Semai, dan (b) Bibit

Paprika yang Siap Tanam ... 56 6. Proses Penanaman Bibit Paprika di dalam Greenhouse Tanam . 57 7. Contoh Penanaman Dua Bibit Paprika dalam Satu Polibag ... 58 8. Contoh Pemilihan Cabang pada Tanaman Paprika ... 60 9. (a) Hama Thrips di Bawah Bunga, (b) Daun yang Terkena

Hama Thrips, dan (c) Buah yang Terkena Hama Thrips ... 62 10. (a) Daun yang Terkena Penyakit Tepung Daun, dan (b) Daun

yang Terkena Penyakit Bercak daun Serkospora ... 63 11. (a) Paprika yang akan di sortasi, dan (b) Perhitungan dan

Pembukuan Hasil Panen di Gudang Kelompok Tani ... 65 12. Bentuk Bangunan Greenhouse Tanam di Kelompok Tani


(16)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun 2007 – 2011 .... 111 2. Jumlah dan Luas Greenhouse di Kelompok Tani Paprika

“Dewa Family” Tahun 2011 ... 112 3. Komponen Biaya Persiapan Greenhouse Per 1.000 m2 Per

Periode Tanam di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family”

Tahun 2011 ... 113 4. Komponen Biaya Penyemaian per 1.000 m2 Per Periode Tanam

di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Tahun 2011 ... 113 5. Daftar Harga yang Berlaku di Kelompok Tani Paprika “Dewa

Family” Pada Saat Penelitian (Per April-Mei 2012) ... 114 6. Jumlah Permintaan Paprika Hidroponik dan Jumlah yang Dapat

Dipenuhi Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” , Tahun 2011 115 7. Skema Saluran Pemasaran Paprika Hidroponik di Kelompok

Tani Paprika “Dewa Family” ... 116 8. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja (HOK) per 1.000 m2 dalam

Usahatani Paprika Hidroponik Selama Satu Periode Tanam,

Tahun 2011 ... 117 9. Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Paprika Hidroponik per

1.000 m2 Selama Satu Periode Tanam, Tahun 2011 ... 117 10. Penilaian Risiko Produksi Paprika Berdasarkan Produktivitas di

Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Selama Empat Periode

Tanam (2008 – 2011) ... 118 11. Penerimaan dan Pendapatan Masing-masing Greenhouse di

Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Selama Empat Periode

Tanam (2008 – 2011) ... 120 12. Data Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Paprika

Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” dalam

Satu Periode Tanam, Tahun 2011 ... 122 13. Hasil Analisis Regresi Pendugaan Pertama Fungsi Produksi

Cobb-Douglas dengan MINITAB 14 ... 123 14. Hasil Analisis Regresi Pendugaan Kedua Fungsi Produksi

Cobb-Douglas dengan MINITAB 14 Setelah Mengeluarkan Data Ke-24 ... 124 15. Hasil Analisis Regresi Pendugaan Ketiga Fungsi Produksi

Cobb-Douglas dengan MINITAB 14 Setelah Mengeluarkan Data Ke-11 ... 125 16. Hasil Output Grafik MINITAB 14 Fungsi Produksi Cobb-Douglas


(17)

xv Ketiga ... 126 17. Hasil Analisis Regresi Komponen Utama dengan MINITAB 14 126 18. Hasil Analisis Regresi antara Variabel Terika (Ln Y) dengan Skor

Komponen Utama (W) dengan MINITAB 14 ... 127 19. Tranformasi Koefisien Z menjadi Variabel X ... 127 20. Dokumentasi ... 128


(18)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perekonomian Indonesia tahun 2012 mengalami pertumbuhan sebesar 6,23 persen dibandingkan dengan tahun 2011. Menurut Badan Pusat Statistik (2013) pertumbuhan terjadi pada semua sektor ekonomi, salah satunya sektor pertanian yang mengalami pertumbuhan sebesar 3,97 persen1. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi bagi perkenomian di Indonesia. Dalam struktur pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) menurut lapangan usaha, sektor pertanian menyumbang sebesar 14,44 persen pada tahun 2012, penyumbang kedua terbesar setelah industri pengolahan (BPS 2013)2. Di sisi lain, peranan sektor pertanian dapat dilihat melalui fungsinya, antara lain penyedia lapangan kerja, sebagai sumber devisa negara melalui ekspor hasil-hasil pertanian, sumber pendapatan bagi masyarakat, dan menyediakan keragaman menu pangan.

Subsektor hortikultura merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang perlu dikembangkan. Komoditas hortikultura yang meliputi buah-buahan, sayuran, biofarmaka, dan tanaman hias dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan petani baik berskala kecil, menengah maupun besar, karena memiliki keunggulan berupa nilai jual yang tinggi, keragaman jenis, penyerapan tenaga kerja, ketersediaan sumberdaya lahan dan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan internasional3. Perkembangan PDB Hortikultura di Indonesia berdasarkan harga berlaku cenderung meningkat dari tahun 2007 hingga 2010 (Tabel 1). Namun, pada tahun 2010 nilai PDB Hortikultura mengalami penurunan sebesar 2,69 persen dari tahun 2009. Hal tersebut terjadi karena nilai PDB buah-buahan dan tanaman biofarmaka mengalami penurunan sehingga mempengaruhi nilai PDB Hortikultura pada tahun 2010. Walaupun demikian, rata-rata pertumbuhan nilai PDB Hortikultura dari tahun 2007 hingga 2010 menunjukkan nilai positif yaitu sebesar 3,95 persen.

1

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Berita Resmi Statistik No. 14/02/Th. XVI 5 Februari 2013. http://bps.go.id/brs_file/pdb_05feb13.pdf [diakses pada 18 Februari 2013]

2

Loc.cit 3

Direktorat Jenderal Hortikultura. Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Hortikultura 2012. http://hortikultura.deptan.go.id [diakses pada 15 Februari 2012]


(19)

2

Tabel 1. Perkembangan Nilai PDB Hortikultura di Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Periode 2007 – 2010

Komoditas Nilai PDB (Milyar Rp) Pertumbuhan

2009-2010 (%)

2007 2008 2009 2010

Sayur-sayuran 25.587 28.205 30.506 31.244 2,42

Buah-buahan 42.362 47.060 48.437 45.482 -6,10

Tanaman Hias 4.741 5.085 5.494 6.174 12,37

Biofarmaka 4.105 3.853 3.897 3.665 -5,94

Total 76.795 84.202 88.334 85.958 -2,69

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2012), diolah.

Sayuran termasuk dalam kelompok komoditas hortikultura yang memberikan kontribusi terhadap PDB Hortikultura sebesar 36,35 persen pada tahun 2010. Berdasarkan Tabel 1, perkembangan PDB kelompok sayuran dari tahun 2007 hingga 2010 menunjukkan pertumbuhan yang positif, dengan rata-rata peningkatan sebesar 6,94 persen per tahun. Hal ini diikuti total produksi tanaman sayuran di Indonesia yang juga mengalami peningkatan dari tahun 2007 bahkan hingga 2011 (Lampiran 1). Komoditas sayuran berperan dalam meningkatkan gizi masyarakat karena merupakan sumber utama vitamin dan mineral dalam pangan, sehingga termasuk kebutuhan pangan yang tidak dapat dikesampingkan.

Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan pengetahuan gizi, berbanding lurus dengan konsumsi masyarakat akan produk sayur-sayuran. Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia, pada tahun 2010 mencapai 237.641.326 jiwa4. Seiring peningkatan jumlah penduduk, kebutuhan sayuran akan terus bertambah. Pengeluaran rumah tangga per kapita untuk mengonsumsi sayur-sayuran meningkat dari tahun 2010 ke 2011 sebesar 12,24 persen5. Selain itu, adanya gerakan kembali ke alam juga menjadi alasan untuk mengonsumsi sayuran sebagai sarana menuju hidup sehat. Total konsumsi sayuran per kapita pada tahun 2010 sebanyak 39,45 kilogram (Ditjenhorti 2012). Kondisi ini menunjukkan bahwa komoditas sayuran memiliki peluang untuk diusahakan bagi para pelaku agribisnis sayuran.

4

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kependudukan Indonesia Menurut Provinsi Tahun 1971,

1980, 1990, 1995, 2000, dan 2010.

http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=12&notab=1 [diaskes pada 8 Maret 2012]

5

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapitan Sebulan

Menurut Kelompok Barang.

http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=05&notab=7 [diakses pada 24 Januari 2013]


(20)

3 Tidak hanya sayuran asli Indonesia (sayuran lokal), berbagai jenis sayuran dari negara lain (non lokal) pun dapat tumbuh dengan baik di Indonesia. Salah satu komoditas sayuran unggulan di Indonesia menurut Ditjenhorti (2012) adalah paprika (Capsicum annuum var. grossum), karena memiliki nilai ekonomis dan strategis6. Dapat dilihat pada Lampiran 1, perkembangan produksi paprika di Indonesia pada tahun 2010 hingga 2011 menempati urutan pertama dibandingkan dengan tanaman sayuran lainnya, yaitu sebesar 136,18 persen. Beberapa macam warna paprika yang dikenal antara lain paprika hijau, paprika merah, paprika kuning, dan paprika oranye. Paprika termasuk dalam keluarga cabai-cabaian, namun rasanya tidak sepedas cabai lain bahkan cenderung manis, sehingga disebut sebagai sweet pepper (Gunadi et al. 2006). Umumnya paprika digunakan sebagai penyedap atau resep masakan luar negeri. Namun, paprika segar juga dapat dikonsumsi tanpa perlu diolah terlebih dahulu. Menurut Morgan dan Lennard (2000) dalam Gunadi et al. (2006) kandungan vitamin C pada paprika lebih tinggi dibandingkan jeruk. Dimana setiap100 gram paprika hijau segar mengandung 340 mg vitamin C, sementara jeruk hanya mengandung 146 mg vitamin C per 100 gram. Seperti cabai lain, paprika juga mengandung protein, lemak, karbohidrat, dan mineral.

Paprika bukan merupakan produk pertanian asli Indonesia, melainkan berasal dari Amerika Tengah dan Selatan yang beriklim subtropis. Sejak tahun 1990-an tanaman paprika masuk dan mulai dibudidayakan di daerah tropis seperti Indonesia (Gunadi et al. 2006). Pada awal pengembangan, paprika ditanam pada lahan terbuka (outdoor). Masalah utama yang dihadapi petani paprika di Indonesia atau di daerah tropis adalah faktor temperatur dan intensitas cahaya matahari yang tinggi. Sehingga menyebabkan transpirasi dan penguapan tanaman yang berlebihan. Pada kondisi seperti itu sering terjadi gugur tunas, bunga, dan buah, serta ukuran buah akan mengecil (Prihmantoro dan Indriani 2003).

Seiring perkembangan teknologi pertanian, kini pembudidayaan paprika di Indonesia dilakukan dengan sistem hidroponik di dalam greenhouse. Budidaya secara hidroponik adalah budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya, dimana seluruh kebutuhan tanaman seperti pupuk diberikan

6

[Ditjenhorti] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012. Data dan Statistik Komoditas Unggulan. http://hortikultura.deptan.go.id/?q=node/479 [diakses pada 4 Januari 2013]


(21)

4 dalam bentuk larutan (Moekasan et al. 2008). Beberapa keuntungan berbudidaya di dalam greenhouse dibandingkan dengan budidaya di lahan terbuka menurut Adiyoga et al. (2006) dan Gunadi et al. (2007) adalah hasil panen lebih tinggi, kegiatan produksi dapat dilakukan di luar musim, masa panen lebih lama, kualitas produk lebih baik, serta lebih terencana dan terkontrol.

Walaupun termasuk hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia, produksi paprika mengalami pertumbuhan yang positif dari tahun 2008 hingga 2011, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 90,42 persen. Dapat dilihat pada Tabel 2, penurunan luas panen pada tahun 2010 tidak serta merta menurunkan produksi paprika.

Tabel 2. Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Paprika di Indonesia Tahun 2008 – 2011

Tahun Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ton/ha)

2008 2.114 87 24,30

2009 4.462 197 22,65

2010 5.533 161 34,37

2011 13.068 - -

Keterangan: (-) data tidak tersedia

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura 2011 dan Badan Pusat Statistik (2012) [diolah]

Jika dibandingkan dengan cabai besar dan cabai rawit pada Lampiran 1, perkembangan produksi paprika merupakan yang terbesar diantaranya. Dimana rata-rata pertumbuhan cabai besar dan cabai rawit dari tahun 2007 hingga 2011 masing-masing hanya sebesar 7,15 dan 8,15 persen. Hal tersebut disebabkan dalam kegiatan pembudidayaan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan pengelolaan petani terhadap input produksi. Dimana pembudidayaan paprika sudah menggunakan greenhouse, sementara cabai lainnya masih dilakukan pada lahan terbuka atau konvensional. Sehingga berpengaruh terhadap produksi yang dihasilkan. Walaupun demikian, produktivitas paprika pada Tabel 2 terlihat berfluktuasi.

Proses budidaya paprika membutuhkan kondisi tertentu yang mirip dengan daerah asalnya, yaitu daerah yang beriklim hangat dan kering. Suhu rata-rata harian yang optimal bagi pertumbuhan paprika adalah 16 – 25o C dengan tingkat kelembapan 80 – 90 persen. Ketinggian yang baik untuk pertumbuhan paprika berkisar 500 – 1.500 meter di bawah permukaan laut (dpl) (Prihmantoro dan Indriani 2003). Berdasarkan kondisi iklim dan ketersediaan lahan yang cocok,


(22)

5 tanaman paprika menyebar di wilayah dataran tinggi Indonesia. Daerah-daerah yang menjadi sentra produksi paprika antara lain Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan. Beberapa kabupaten di Provinsi Jawa Barat seperti Bandung, Garut, Cianjur, dan Bandung Barat merupakan sentra produksi paprika yang besar7.

Seperti yang disebutkan oleh Prabaningrum et al. (2002) dalam Gunadi et al. (2006), Provinsi Jawa Barat merupakan sentra produksi paprika terluas di Indonesia. Menurut BPS (2010), Provinsi Jawa Barat merupakan wilayah yang paling banyak memproduksi paprika di Indonesia dibanding provinsi lainnya. Dari total produksi paprika di Indonesia pada tahun 2010, Provinsi Jawa Barat menyumbang sebanyak 4.661 ton atau sebesar 84,24 persen. Luas panen, jumlah produksi, dan produktivitas paprika di Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2011 menempati posisi tertinggi dibanding daerah lainnya. Perkembangan komoditas paprika di Kabupaten Bandung Barat, dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Paprika di Kabupaten Bandung Barat Pada Tahun 2008 – 2011

Tahun Produksi (ton) Luas Panen (Ha) Produktivitas (ton/ha)

2008 1.537 22 69,86

2009 7.595 63 120,55

2010 4.052 68 59,59

2011 10.856 80 135,70

Sumber:Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 20128 [diolah]

Berdasarkan Tabel 3 luas panen komoditas paprika dari tahun 2008 hingga 2011 di Kabupaten Bandung Barat cenderung meningkat, namun produktivitasnya mengalami fluktuasi. Dimana pada tahun 2010 produksi paprika menurun sebesar 46,65 persen dari tahun 2009. Penurunan produksi yang drastis terjadi dikarenakan perubahan kondisi cuaca yang ekstrim. Hal tersebut menyebabkan semakin maraknya virus dan hama yang menyerang tanaman sehingga banyak

7

[Ditjenhorti] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012. Data dan Statistik Daerah Sentra Paprika. http://hortikultura.deptan.go.id/?q=node/314 [diakses pada 28 Desember 2012]

8

Produksi Sayuran Tahun 2007-2011 Menurut Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. http://diperta.jabarprov.go.id [diakses pada 4 Januari 2013]


(23)

6 buah yang busuk9. Adanya fluktuasi produksi mengindikasikan bahwa dalam pembudidayaannya petani menghadapi kendala produksi. Seperti yang dikemukakan oleh Moekasan et al. (2008), beberapa faktor seperti serangan hama dan penyakit, kondisi cuaca dan iklim, serta human error merupakan kendala dari kegiatan budidaya paprika yang dapat menyebabkan penurunan hasil produksi paprika.

Menurut BPS (2009), Kecamatan Cisarua merupakan daerah yang memiliki produktivitas paprika tertinggi di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Desa Pasirlangu yang terletak di Kecamatan Cisarua menjadi salah satu sentra penghasil paprika terbesar, dengan luas tanam seluas 26 hektar dan produktivitas sebesar 57 ton per hektar pada tahun 2011 (Desa Pasirlangu 2011). Berdasarkan topografi, Desa Pasirlangu berada pada ketinggian 900 – 2.050 meter dpl dengan suhu rata-rata harian 20 – 25o C, dan rata-rata curah hujan 1.500 mm per tahun sangat mendukung untuk budidaya tanaman paprika. Kini paprika merupakan komoditas unggulan dan menjadi salah satu sumber pendapatan utama bagi masyarakat di Desa Pasirlangu, khususnya yang tergabung dalam kelompok tani paprika “Dewa Family”.

1.2. Perumusan Masalah

Kelompok tani paprika “Dewa Family” menjadi salah satu pionir dalam pengembangan komoditas paprika hidroponik di Desa Pasirlangu. Kelompok tani yang telah terbentuk sejak tahun 1997, diketuai oleh Bapak Deden Wahyu. Kelompok tani ini terbentuk atas inisiatif Bapak Deden Wahyu untuk mengembangkan paprika hidroponik mulai dari budidaya hingga pemasaran secara bersama-sama. Setiap anggota yang tergabung memiliki greenhouse

masing-masing. Total greenhouse yang digunakan untuk budidaya paprika hidroponik sebanyak 47 unit dengan total areal seluas 51.086 m2, dimana empat unit diantaranya dilengkapi dengan irigasi tetes (drip irrigation) dan lima unit

greenhouse baru.

9

Rachmat, Yanto. 2010. Ekspor Paprika Lembang ke Singapura Turun 66% http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/ekspor-paprika-lembang-ke-singapura-turun-66 [diakses pada 8 Desember 2012]


(24)

7 Pembudidayaan paprika seluruhnya dilakukan di bawah naungan (greenhouse) dengan sistem hidroponik, yaitu menggunakan arang sekam sebagai media tanam dan pemberian pupuk yang telah dilarutkan air terlebih dahulu. Penggunaan greenhouse baik saat penyemaian hingga penanaman bertujuan agar tanaman paprika terlindung dari terpaan cahaya matahari dan air hujan. Sistem penanaman yang dilakukan adalah tanam tunggal (monokultur). Hal ini bertujuan agar lebih terkontrol dan memperoleh hasil produksi yang maksimal, mengingat tanaman paprika hidroponik memerlukan perawatan yang intensif. Rata-rata periode pertumbuhan tanaman paprika hidroponik yang dilakukan petani anggota adalah delapan hingga sepuluh bulan, mulai dari tanam hingga tebang, yang disebut satu periode tanam.

Pemasaran kelompok tani ditujukan ke pasar tradisional, pasar swalayan, dan restoran cepat saji di wilayah Bandung dan Jakarta. Tidak hanya itu, paprika yang dihasilkan kelompok tani juga dijual untuk pasar luar negeri melalui eksportir, yaitu tujuan negara Singapura. Permintaan paprika di kelompok tani dalam seminggu mencapai 8,97 ton (Lampiran 6), namun tidak semua permintaan dapat terpenuhi. Kelompok tani baru mampu memenuhi sekitar 65,38 persen dari total permintaan per minggu. Keterbatasan produksi yang dihasilkan, disebabkan oleh masih rendahnya kuantitas maupun produktivitas paprika yang dihasilkan.

Dalam melakukan usahatani paprika hidroponik, petani anggota menghadapi risiko produksi. Dimana jumlah produksi paprika hidroponik yang dihasilkan dari masing-masing greenhouse bervariasi, dengan asumsi input

produksi yang digunakan adalah sama (ceteris paribus). Salah satu indikator untuk mengetahui adanya risiko produksi adalah terdapat fluktuasi pada produktivitas yang dihasilkan selama empat periode tanam terakhir (2008 – 2011). Dapat dilihat pada Gambar 1, perkembangan paprika hidroponik yang dilakukan anggota kelompok tani memang tidak bernilai negatif, namun adanya risiko produksi menyebabkan hasil yang diperoleh berfluktuatif dan cenderung mengalami penurunan. Produksi paprika hidroponik tertinggi berada pada tahun 2009 dan terendah pada tahun 2010, yang menurun sebesar 19,96 persen dari tahun 2009.


(25)

8

Gambar 1. Perkembangan Produktivitas Paprika Hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” Selama Empat Periode (2008 – 2011) Sumber: Kelompok Tani Paprika “Dewa Family”, diolah.

Rata-rata produktivitas paprika hidroponik yang mampu dicapai petani pada tahun 2011 adalah sebesar 6,58 kilogram per m2. Menurut Gunadi et al. (2006) berdasarkan penelitian dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, tanaman paprika hidroponik yang dibudidayakan sesuai dengan kondisi di Indonesia dapat memiliki produktivitas yang optimal, yaitu 8,00 – 9,00 kilogram per m2. Kesenjangan antara nilai produktivitas aktual dengan produktivitas potensialnya sekitar 1,42 – 2,42 kilogram per m2 atau sebesar 17,75 – 26,89 persen, menunjukkan adanya masalah yang terjadi dalam kegiatan produksi.

Adanya ketidakstabilan produksi dan kesenjangan produktivitas tersebut diduga disebabkan oleh penggunaan input produksi dan pengaruh kondisi lingkungan. Perbedaan penggunaan input produksi antar petani akan menyebabkan perbedaan pula pada hasil yang diperoleh. Di sisi lain, faktor lingkungan juga ikut berpengaruh terhadap produksi paprika hidroponik karena tidak dapat dikuasai dan tidak mudah untuk dikendalikan oleh petani, seperti kondisi cuaca dan serangan hama. Oleh karenanya hasil panen yang diperoleh tidak sesuai dengan harapan, baik kuantitas maupun kualitas.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian berkaitan dengan risiko produksi dan identifikasi faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik yang dilakukan anggota kelompok tani paprika “Dewa Family”. Rincian perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

7,588 7,813

6,253 6,584

0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000

2008 2009 2010 2011

P r o duk tv it a s (k g /m 2) Tahun Produktivitas Rata-rata Paprika Hidroponik per Tahun (kg/m²) 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0,000


(26)

9 1. Apa saja sumber-sumber yang menyebabkan risiko produksi paprika

hidroponik di Kelompok Tani Paprika “Dewa Family”?

2. Bagaimana tingkat risiko produksi yang dihadapi anggota kelompok tani paprika “Dewa Family”?

3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik di kelompok tani paprika “Dewa Family”?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi sumber-sumber yang menyebabkan risiko produksi paprika hidroponik di kelompok tani paprika “Dewa Family”.

2. Menganalisis tingkat risiko yang dihadapi anggota kelompok tani paprika “Dewa Family”.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik di kelompok tani paprika “Dewa Family”.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, bagi:

1. Penulis, sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama menempuh studi di IPB.

2. Kelompok tani paprika “Dewa Family”, diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan dalam menjalankan usahanya.

3. Pembaca, penambah wawasan dan dapat dijadikan acuan atau perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada petani anggota Kelompok Tani Paprika “Dewa Family” di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Penilaian risiko produksi difokuskan pada kegiatan spesialisasi usahatani paprika hidroponik yang dilakukan selama kurun waktu empat periode tanam terakhir (2008 – 2011), dengan menggunakan metode variance, standard deviation, dan coefficient variation. Data produksi yang digunakan adalah data


(27)

10 produksi (2008 – 2011). Data dipecah menjadi per greenhouse manual, sehingga tersedia 38 data.

Sementara analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas untuk melihat keterkaitan semua faktor produksi terhadap produksi yang dihasilkan. Data pemakaian input produksi berasal dari hasil wawancara dengan petani dalam satu periode tanam terakhir. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan data yang dimiliki oleh petani responden. Faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi paprika hidroponik adalah luas greenhouse, jumlah benih, nutrisi, pupuk pelengkap cair, insektisida, fungisida, dan jumlah tenaga kerja.


(28)

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Paprika Hidroponik

Paprika yang mempunyai nama ilmiah Capsicum annuum var. grossum

merupakan salah satu varietas cabai besar (C. annuum). Berdasarkan klasifikasi tumbuhan, tanaman paprika termasuk ke dalam famili Solanaceae dan genus

Capsicum. Paprika termasuk keluarga terung-terungan karena memiliki bentuk bunga seperti terompet, daun berukuran lebar dan berwarna hijau tua, serta bentuk buah yang mirip lonceng (bell pepper). Rasa dan aroma paprika tidak seperti cabai pada umumnya. Walaupun beraroma pedas yang menusuk, paprika memiliki rasa yang cenderung manis, sehingga dikenal dengan sebutan sweet pepper (Prihmantoro dan Indriani 2003, Gunadi et al. 2006, dan Setiadi 2008).

Paprika bukan merupakan tanaman asli Indonesia, melainkan hasil industri dari negara yang beriklim subtropis seperti Eropa, Jepang, Taiwan, serta Amerika. Komoditi paprika telah dibudidayakan sejak lama sebelum Columbus mendarat di benua Amerika. Melalui ekspedisi Columbus sekitar tahun 1500-an, penanaman paprika menyebar di Benua Eropa dan Asia. Sejak tahun 1990-an, paprika masuk dan mulai dibudidayakan di negara beriklim tropis, termasuk Indonesia (Prihmantoro dan Indriani 2003 dan Gunadi et al. 2006). Sehingga dalam pertumbuhannya membutuhkan kondisi tertentu yang mirip dengan daerah asalnya.

Faktor lingkungan yang menjadi syarat tumbuh paprika meliputi suhu, kelembapan, curah hujan, dan ketinggian. Tanaman paprika dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu antara 16 – 25 °C. Akan tetapi, tanaman paprika masih dapat tumbuh dengan baik pada suhu 30 °C. Suhu rata-rata harian yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan paprika adalah 21 – 25 °C, sementara untuk pembentukan tubuh antara 18,3 – 26,7 °C. Kelembapan yang sesuai agar bunga dan buah paprika tidak mudah gugur adalah berkisar 80 – 90 persen. Kelembapan ini dipengaruhi oleh curah hujan. Untuk itu, curah hujan rata-rata yang ideal bagi paprika adalah 600 – 1.250 mm per tahun. Curah hujan yang terlalu banyak menyebabkan buah rontok, karena tanaman paprika responsif terhadap air. Kesesuaian tempat hidup dengan daerah asalnya, tanaman paprika cocok ditanam di daerah dataran menengah-tinggi yang memiliki ketinggian


(29)

12 berkisar antara 500 – 1.600 meter di atas permukaan laut (dpl) (Prihmantoro dan Indriani 2003, Hartati 2006, dan Setiadi 2008).

Pada awal penyebarannya, paprika dibudidayakan pada lahan terbuka (outdoor) dengan kultivar determinate, dimana tanaman tumbuh pada ukuran tertentu, kemudian menghasilkan buah, tumbuh dan akhirnya tanaman mati. Lain hal dengan pembudidayaan paprika di bawah naungan (greenhouse) yang menggunakan kultivar indeterminate, tanaman secara bertahap tumbuh dan berkembang membentuk batang, daun, bunga, dan buah yang baru. Sesuai dengan kondisi iklim Indonesia yang bertemperatur tinggi, budidaya tanaman paprika pada lahan terbuka menggunakan kultivar determinate tidak berkembang dengan baik dibandingkan dengan pembudidaya paprika di bawah naungan (greenhouse) dengan menggunakan kultivar indeterminate (Gunadi et al. 2006).

Tanaman paprika menghendaki cahaya yang cukup sepanjang hari. Seperti penelitian yang dilakukan Demers et al. (1991) dan Hand et al. (1993) dalam Gunadi et al. (2007) menunjukkan bahwa pengurangan cahaya matahari sebesar satu persen akan mengakibatkan penurunan produksi paprika. Sebab menurut Nilwik (1981) dalam jurnal yang sama, tanaman paprika yang kekurangan cahaya akan mengakibatkan terjadinya klorosis dan banyak daun yang mati. Namun, sifat tanaman paprika yang peka terhadap temperatur dan intesitas cahaya matahari yang tinggi, akan menyebabkan gugur tunas dan bunga, serta ukuran buah mengecil (Prihmantoro dan Indriani 2003). Oleh karenannya, salah satu upaya perlindungan fisik pada tanaman untuk mengendalikan faktor suhu dan intesitas matahari, dikembangkan budidaya paprika di dalam rumah kasa beratap plastik yang disebut greenhouse dan dilakukan secara hidroponik. Hal tersebut dilakukan agar sesuai dengan kondisi daerah asalnya (Setiadi 2008).

Dalam Alberta (2001), menurut Seginer (1996) rumah kaca atau

greenhouse merupakan sistem dinamis yang dapat dikendalikan, dikelola untuk memproduksi produk yang berkualitas secara intensif. Sementara menurut Gauthier (1992), produksi di dalam rumah kaca memungkinkan untuk memproduksi tanaman di bawah kondisi yang beragam. Terdapat sejumlah variabel yang harus petani kelola untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Variabel tersebut meliputi suhu udara, suhu di daerah perakaran, defisit tekanan


(30)

13 uap, pemberian pupuk, pengadaan karbondioksida, pemilihan media tanam, dan pemeliharaan tanaman (Alberta 2001).

Pada umumnya, produksi yang dilakukan di rumah plastik menggunakan sistem hidroponik. Hidroponik berasal dari kata Yunani yaitu Hydro yang berarti air dan Ponos yang berarti daya. Hidroponik merupakan cara budidaya tanaman yang memanfaatkan air dan tidak menggunakan tanah sebagai media tanam. Hal ini berarti seluruh kebutuhan nutrisi yang diserap melalui akar tanaman diberikan dalam bentuk larutan. Penyiraman yang dipadukan dengan pemberian nutrisi atau pupuk yang sudah dilarutkan, disebut dengan sistem fertigasi (Gunadi et al. 2006). Menurut Alberta (2001) hidroponik disebut juga sebagai Controlled Environmental Agriculture atau pertanian dengan lingkungan yang terkontrol, seperti penggunaan air, suhu, CO2, oksigen, pH, dan nutrisi pada tanaman dapat

diatur dan terlindung dari cahaya matahari.

Tanaman paprika umumnya dapat tumbuh pada segala jenis media tanam seperti arang sekam, sabut kelapa, perlite, dan pasir kasar. Namun tidak semua memberikan hasil yang baik. Media tanam yang umum digunakan oleh petani untuk budidaya paprika hidroponik adalah arang sekam. Seperti penelitian yang dilakukan Gunadi et al. (2007), menunjukkan hasil bahwa media tanam arang sekam memberikan hasil panen yang lebih tinggi terhadap tinggi tanaman, bobot buah, dan jumlah buah per tanaman selama periode pertumbuhan dibandingkan dengan media tanam perlite.

Menurut Adiyoga et al. (2006) dan Gunadi et al. (2007) penanaman paprika secara hidroponik lebih menguntungkan dibandingkan secara konvensional karena jumlah produksi dan harga jual yang lebih tinggi, serta produknya lebih berkualitas (Prihmantoro dan Indriani 2003). Terdapat beberapa jenis warna paprika antara lain paprika merah, paprika kuning, paprika oranye, paprika hitam, paprika putih, dan paprika ungu. Sedangkan, paprika hijau dihasilkan dari paprika muda sebelum berubah warna. Beberapa literatur tidak ada yang menyebutkan secara pasti berapa umur tanaman paprika yang dapat dicapai, namun rata-rata tanaman paprika mampu menghasilkan buah terus-menerus selama 6,5 – 12 bulan dalam satu periode tanam, tergantung dari varietas yang ditanam dan kondisi iklim (Prihmantoro dan Indriani 2003, Hartati 2006, dan


(31)

14 Gunadi et al. 2006). Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura, musim panen tanaman paprika di Indonesia dapat dilakukan sepanjang tahun10.

2.1.1. Hama dan Penyakit pada Tanaman Paprika

Keberhasilan produksi paprika ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Prabaningrum et al

(2002) dalam Prabaningrum dan Moekasan (2007) menyatakan bahwa semua petani telah melakukan penyemprotan pestisida secara rutin sebagai upaya mencegah serangan OPT. Namun, hasil penyemprotannya tidak memuaskan, mengakibatkan kualitas dan kuantitas paprika menurun. Prabaningrum dan Moekasan (2007) mengidentifikasi terdapat beberapa jenis hama pada musim hujan maupun musim kemarau yang menyerang tanaman paprika, yaitu trips (Thrips sp.), kutu daun persik (M. persicae), tungau teh kuning (P. latus), dan ulat grayak (S. litura). Dari hasil penelitian tersebut, hama yang paling merusak tanaman paprika adalah thrips. Hama trips menduduki peringkat pertama sebagai kendala sistem produksi paprika dan ulat grayak S. litura menjadi kendala hama kedua. Sedangkan, tungau teh kuning P. latus, dan kutu daun persik M. persicae

yang juga menyerang daun-daun muda kalah dengan trips dan ulat gyarak. Sebaliknya, menurut Setiadi (2008) penyakit busuk buah menyerang tanaman paprika pada musim hujan dan hama lalat buah menyerang pada musim kemarau.

Menurut Hartati (2006) hama trips, tungau, dan ulat grayak menyerang daun, bunga, dan buah yang menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat, pada buah terdapat bercak berupa garis kering berwarna coklat, serta daun menjadi transparan dan belubang. Untuk penyakit yang sering menyerang tanaman paprika, antara lain layu fusarium, layu Rhizoctonia, dan virus. Penyakit ini menyebabkan tanaman tidak tumbuh secara sempurna atau kerdil dan setelah terserang penyakit tanaman tersebut mati. Cara pengendalian penyakit pada tanaman paprika dapat dilakukan dengan penyeprotan obat-obatan, pembuatan sanitasi yang baik, perbaikan drainase, mencabut dan membuang tanaman yang terkena penyakit, serta yang perlu diperhatikan penggunaan peralatan dan pengaturan jarak tanam.

10

[Ditjenhorti] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012. Musim Panen. http://hortikultura.deptan.go.id/?q=node/305 [diakses pada 28 Desember 2012]


(32)

15 2.2. Penelitian Terdahulu

2.2.1. Kajian Mengenai Analisis Risiko Produksi

Usaha pertanian rentan terhadap risiko dan ketidakpastian baik risiko harga, risiko produksi, atau risiko pasar. Risiko yang dihadapi perlu diidentifikasi terlebih dahulu agar diketahui seberapa besar tingkat risikonya. Petani harus membuat keputusan untuk setiap periode tanam selanjutnya, dalam hal ini berhubungan dengan ketidakpastian mengenai iklim, serangan hama dan penyakit, perkembangan harga, teknologi baru, ataupun perkembangan usahatani, dimana setiap keputusan yang diambil mengandung risiko.

Penelitian terdahulu mengenai risiko produksi telah dilakukan Setyarini (2011), Cher (2011), Mandasari (2012) dan Amelia (2012) menunjukkan produktivitas dari masing-masing komoditi yang diteliti mengalami fluktuasi. Hal ini mengindikasikan adanya risiko yang dihadapi petani dalam mengusahakan komoditi tersebut. Pengukuran yang digunakan dalam perhitungan risiko pada kegiatan spesialisasi maupun diversifikasi dengan metode variance, standard deviation, dan coefficient variation. Perhitungan tersebut digunakan untuk melihat seberapa besar dampak yang dihasilkan dari faktor-faktor risiko terhadap penerimaan yang diharapkan pelaku usaha.

Cher (2011), Mandasari (2012), dan Amelia (2012) membandingkan tingkat risiko antara kegiatan spesialisasi dan diversifikasi dengan dua hingga empat komoditi di masing-masing lokasi penelitian. Berbeda dengan Setyarini (2011) yang hanya menghitung satu komoditi yaitu risiko dari paprika hidroponik. Dari hasil penelitian, masing-masing komoditi memiliki tingkat risiko yang berbeda-beda untuk berbagai komoditi yang diteliti. Cher (2011) mengidentifikasi empat komoditi yaitu bayam hijau, brokoli, caisin, dan wortel. Hasil yang diperoleh pada kegiatan spesialisasi, tingkat risiko paling besar berdasarkan nilai

coefficient variation dari produktivitas adalah brokoli dan paling rendah wortel. Mandasari (2012) mengidentifikasi dua komoditi yaitu cabai merah dan tomat, hasil yang diperoleh tomat memiliki tingkat risiko paling tinggi dari segi produktivitas maupun pendapatan dibandingkan dengan tomat.

Amelia (2012) menganalisis risiko untuk tiga komoditi yaitu selada keriting, green pakcoy, dan caisin. Hasil yang diperoleh selada keriting memiliki


(33)

16 tingkat risiko paling tinggi dibanding lainnya berdasarkan produktivitas dan pendapatan. Lain halnya dengan risiko produksi di lokasi penelitian Setyarini (2011) yang mengidentifikasi satu komoditi yaitu paprika. Tingkat risiko yang dihadapi lebih rendah dibanding ketiga penelitian lainnya. Hal ini dikarenakan cara pembudidayaan komoditi yang jelas berbeda dan penanaman sayuran dari ketiga penelitian tersebut dilakukan di areal terbuka. Berbeda dengan paprika yang ditanam didalam greenhouse sehingga terlindungi dari curah hujan dan panas yang tidak menentu.

Selain risiko, keempat penelitian tersebut juga mengidentifikasi sumber-sumber penyebab terjadinya risiko. Dapat disimpulkan sumber-sumber-sumber-sumber yang menyebabkan risiko adalah kondisi cuaca dan iklim, serangan hama dan penyakit, keterampilan tenaga kerja, serta tingkat kesuburan lahan. Dari penelitian Cher (2011), Mandasari (2012) dan Amelia (2012) dilakukan penilaian risiko pada kegiatan diversifikasi sebagai penanganan untuk meminimalkan risiko, namun tidak dilakukan oleh Setyarini (2011) yang hanya ada satu komoditi yang diteliti. 2.2.2. Kajian Mengenai Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Produksi

Paprika Hidroponik

Dalam kegiatan produksi peranan hubungan input (masukan) dan output

(hasil) tidak dapat dikesampingkan. Rahim dan Hastuti (2008) menyatakan produksi komoditas pertanian merupakan hasil proses dari lahan pertanian dalam arti luas berupa komoditas pertanian (pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan) dengan berbagai pengaruh faktor-faktor produksi dan faktor-faktor hasil tangkapan (perahu, alat tangkap, nelayan, jumlah

thrips, operasional, dan musim). Faktor-faktor produksi yang digunakan pada proses produksi adalah lahan, tenaga kerja, modal, pupuk, pestisida, teknologi, dan manajemen. Faktor produksi berpengaruh terhadap besar-kecilnya produksi yang akan diperoleh. Hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) disebut dengan fungsi produksi atau factor relationship (Soekartawi 2002, Rahim dan Hastuti 2008, dan Putong 2010).

Penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik telah dilakukan oleh Kartikasari (2006), Nadhwatunnaja (2008), dan Setyarini (2011). Model fungsi yang digunakan dalam menganalisis


(34)

17 adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Beberapa kesamaan faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi paprika adalah luas lahan greenhouse, benih, nutrisi, pestisida, dan tenaga kerja. Dalam menganalisis faktor-faktor produksi, Kartikasari (2006) tidak memasukkan variabel nutrisi tapi memasukkan variabel pengalaman dan tingkat pendidikan sebagai variabel dummy. Nadhwatunnaja (2008) memasukkan status petani yang bergabung dan yang tidak bergabung dengan kelompok tani sebagai variabel dummy. Sedangkan Setyarini (2011) memasukkan variabel media tanam yang dipakai, pupuk daun dan jumlah hama thrips.

Berdasarkan hasil penelitian Kartikasari (2006) menyebutkan variabel luas lahan greenhouse, benih, tenaga kerja, dan pestisida berpengaruh positif terhadap produksi paprika. Sedangkan, variabel tingkat pendidikan dan pengalaman tidak berpengaruh siginifikan terhadap produksi paprika karena di lokasi penelitian sebagian petani mengaku mengadopsi teknik pembudidayaan paprika hidroponik dari petani lain yang dianggap berhasil, sehingga faktor pendidikan dan pengalaman tidak mempengaruhi kemampuan petani dalam berbudidaya paprika.

Hasil pendugaan yang dilakukan oleh Nadhwatunnaja (2008)

mengidentifikasikan adanya multikolinearitas di dalam model yang disebabkan oleh variabel benih, maka variabel tersebut dikeluarkan dari model. Padahal variabel benih merupakan faktor utama dalam pembudidayaan paprika. Selain itu, variabel dummy status petani juga dikeluarkan dari model karena menurutnya produksi paprika tidak dipengaruhi oleh status keanggotaan petani, lebih dikarenakan penggunaan faktor-faktor produksi. Sehingga model yang didapat menunjukkan bahwa luas lahan greenhouse, nutrisi, dan pestisida berpengaruh positif terhadap produksi paprika, sedangkan tenaga kerja tidak berpengaruh positif karena produksi paprika lebih dipengaruhi oleh keterampilan tenaga kerja bukan jumlah tenaga kerja.

Sama halnya dengan Setyarini (2011), yang mengalami masalah multikolinearitas dalam pendugaan model dengan fungsi Cobb-Douglas. Cara untuk menghilangkan multikolineritas dengan menggunakan analisis antara, yaitu analisis regresi komponen utama (principal component analysis). Model yang


(35)

18 diperoleh dari hasil regresi komponen utama selanjutnya di interpretasi untuk mengetahui faktor produksi yang mempengaruhi produksi paprika. Setyarini (2011) menyebutkan semua variabel yang dimasukkan ke dalam model berpengaruh positif dan siginifikan terhadap produksi paprika kecuali variabel jumlah hama thrips yang berpengaruh negatif dan signifikan. Hal ini dikarenakan hama thrips merupakan sumber risiko utama yang dapat mempengaruhi penurunan jumlah produksi paprika.

2.3. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, penulis mencoba menganalisis mengenai risiko produksi dan faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik serta pendapatan anggota kelompok tani paprika “Dewa Family” di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Penelitian ini memiliki persamaan dengan beberapa penelitian terdahulu dalam hal komoditas yang diteliti dan metode analisis yang digunakan, yaitu analisis risiko produksi dan model fungsi produksi Cobb-Douglas. Sementara, perbedaannya terletak pada lokasi penelitian dan topik yang dibahas, dimana penelitian mengenai analisis risiko sekaligus mengenai faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik di tempat penelitian belum pernah dilakukan.


(36)

19

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi

Menurut teori ekonomi, produksi atau memproduksi adalah suatu kegiatan untuk menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula (Putong 2010). Dalam proses produksi barang dan jasa dibutuhkan sumber daya berupa alat atau sarana yang disebut dengan faktor-faktor produksi. Faktor-faktor produksi yang dimaksud adalah manusia (tenaga kerja), modal (uang), sumber daya alam (tanah), dan skill (teknologi). Bila faktor-faktor produksi tersebut tidak ada, maka tidak ada juga produksi yang dihasilkan (Griffin dan Ebert 2003, dan Putong 2010).

Dalam pertanian, produksi merupakan perangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi dalam penciptaan suatu komoditas berupa kegiatan usahatani maupun usaha lainnya (Rahim dan Hastuti 2008). Soekartawi (1994) menyebut faktor produksi dengan sebutan “korbanan produksi”, karena faktor produksi tersebut “dikorbankan” untuk menghasilkan produksi. Faktor-faktor produksi yang digunakan adalah kekayaan sumber daya alam berupa lahan pertanian, sumber daya manusia berupa tenaga kerja, modal yang berbentuk barang (bibit, pupuk, dan obat-obatan) atau dalam bentuk uang, dan manajemen atau keterampilan (skill), serta faktor pendukung seperti iklim dan teknologi (Kadarsan 1992, Rahim dan Hastuti 2008, dan Soekartawi et al. 1986). Dapat disimpulkan bahwa produksi komoditas pertanian merupakan hasil proses dari lahan pertanian dengan berbagai pengaruh faktor-faktor produksi.

Hubungan teknis antara faktor produksi (input) dengan hasil produksi (output) disebut dengan fungsi produksi atau factor relationship. Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan sebab-akibat (Soekartawi 2002, Rahim dan Hastuti 2008, dan Putong 2010). Dimana variabel Y menggambarkan hasil produksi dan variabel Xi adalah masukan i, maka besarnya

Y dipengaruhi oleh besarnya X1, X2, …, Xi, Xn yang digunakan pada fungsi


(37)

20 Y = f (X1, X2, …, Xi, Xn)

dimana: Y = produksi atau output

X1, X2, ..., Xi, Xm = faktor produksi atau input

Dengan fungsi produksi tersebut, maka hubungan Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan X1, …, Xn, dan X lainnya juga dapat diketahui.

Menurut Soekartawi et al. (1986) dan Gujarati (2006a), pemilihan model fungsi produksi sebaiknya relevan dengan analisis ekonomi. Artinya berlaku asumsi tambahan hasil yang semakin berkurang (diminishing returns) untuk semua variabel X, dimana setiap tambahan unit masukan (input) akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibanding unti tambahan masukan tersebut. Salah satu model fungsi yang biasa digunakan dalam menganalisis usahatani adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Dalam Soekartawi (1994; 1995; dan 2002) fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang dijelaskan disebut variabel terikat (Y) dan variabel yang menjelaskan disebut variabel bebas (X). Tiga alasan pokok memilih menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas menurut Soekartawi (2002):

1) Penyelesaian fungis produksi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi lain. Fungsi Cobb-Douglas dapt dengan mudah diubah ke dalam bentuk linier.

2) Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan elastisitas.

3) Besaran elastisitas tersebut juga sekaligus menunjukkan pergerakan skala usaha (return to scale) atas perubahan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi. Untuk menetukan keadaan dari suatu usaha, apakah mengikuti kaidah increasing, constant, atau decresing to scale melalui penjumlahan seluruh koefisien regresi pada model.

a) Increasing returns to scale, jika (a1 + a2)> 1. Artinya, fungsi produksi

berada pada kenaikkan hasil yang semakin bertambah. Dimana proporsi penambahan input produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.


(38)

21 b) Constant returns to scale, jika (a1 + a2) = 1. Artinya fungsi produksi

berada pada kenaikan hasil yang tetap. Dimana penambahan input

produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. c) Decreasing returns to scale, jika (a1 + a2) < 1. Artinya, fungsi produksi

berada pada kenaikan hasil yang semakin berkurang. Dimana proporsi penambahan input produksi melebihi proporsi penambahan produksi. Hubungan antara X dan Y diselesaikan dengan cara regresi, yaitu variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X. Secara matematis, fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan seperti berikut:

Y = a0 eu

Dimana: Y = variabel yang dijelaskan (dependent variable) X = variabel yang menjelaskan (independent variable) a0, ai = besaran yang akan diduga

u = faktor kesalahan (disturbance term) e = logaritma natural (e = 2,718)

Dalam persamaan fungsi tersebut terdapat bilangan berpangkat, maka untuk memudahkan pendugaan dilakukan transformasi ke dalam bentuk logaritma natural (Ln) sehingga menjadi fungsi linier berganda (multiple linier). Persamaan fungsi dapat dituliskan kembali menjadi:

Ln Y = Ln a0 + a1 Ln X1 + a2 Ln X2 + … + ai Ln Xi + … + an Ln Xn + u

Pada persamaan tersebut terlihat bahwa nilai a1 dan a2 tetap walaupun

variabel yang terlibat telah dilogaritmakan. Hal ini tejadi karena a1 dan a2 pada

fungsi Cobb-Douglas sekaligus menunjukkan elastisitas X terhadap Y (Soekartawi 2002). Elastisitas produksi (Ep) merupakan presentase perbandingan hasil produksi atau output sebagai akibat dari presentase perubahan input atau faktor produksi yang digunakan (Soekartawi 2002 dan Rahim dan Hastuti 2008). Elastisitas produksi digunakan untuk mengetahui tingkat produksi yang optimum dari pemakaian faktor-faktor produksi, dapat dirumuskan sebagai berikut:

Ep =

Ep =

Ep

=

PM


(39)

22 Ep

=

Dimana: ΔY = perubahan hasil produksi komoditas pertanian ΔX = perubahan penggunaan faktor produksi Y = hasil produksi komoditas pertanian X = jumlah penggunaan faktor produksi

ΔY/ΔX merupakan produk marjinal (PM) yaitu tambahan produksi yang dihasilkan dari tambahan satu unit input, sementara Y/X merupakan produk rata-rata (PR) yaitu produksi per satuan input (Soekartawi 2002 dan Rahim dan Hastuti 2008). Fungsi produksi dapat dinyatakan dengan kurva produksi, yaitu kurva yang menggambarkan hubungan fisik faktor produksi (input) dan hasil produksinya (output), dengan asumsi hanya satu faktor produksi yang berubah dan faktor produksi lainnya dianggap tetap (ceteris paribus). Selain itu, fungsi produksi juga menggambarkan produk marjinal (PM) dan produk rata-rata (PR). Hubungan

input dan output dapat digambarkan seperti yang tercantum pada Gambar 2.

Gambar 2. Hubungan antara Produk Total (PT), Produk Marjinal (PM), dan Produk Rata-rata (PR)

Sumber: Rahim dan Hastuti (2008) dan Soekartawi (2002) PT

Ep>1 0<Ep<1 Ep<0

I II III

X PM/PR

PM PR X

X1 X2 X3

Y

Hasil Produksi


(40)

23 Berdasarkan Gambar 2 kurva produksi dibagi menjadi tiga daerah, yaitu: 1) Daerah produksi I dengan nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu (Ep >

1). Terjadi saat nilai PM lebih besar dari PR, artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi yang selalu lebih besar dari satu persen. Pada daerah ini belum tercapai keuntungan yang maksimum karena produksi masih dapat ditingkatkan. Sehingga, daerah ini disebut daerah irrasional atau inefisien.

2) Daerah produksi II dengan nilai elastisitas produksi antara nol dan satu (0 < Ep < 1). Terjadi penurunan PR saat PM mencapai titik nol dan PT sedang menaik mencapai titik maksimum. Hal ini menunjukkan setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Pada daerah ini terjadi penambahan hasil produksi yang semakin menurun (diminishing returns), hingga pada titik tertentu penggunaan sejumlah input dapat menghasilkan produksi yang optimum. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan input di daerah ini sudah optimal atau nilai produk marjinal sama dengan harga input

(NPM = Px), sehingga disebut daerah rasional atau efisien.

3) Daerah produksi III dengan nilai elastisitas produksi kurang dari nol (Ep < 0). Terjadi penurunan PT dan PR saat nilai PM menjadi negatif, artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penurunan jumlah produksi. Daerah ini mencerminkan penggunaan faktor produksi sudah tidak lagi efisien dan akan merugikan petani, sehingga daerah ini disebut daerah irrasional.

Soekartawi (2002) menyatakan ada beberapa hal yang menyebabkan petani sulit untuk mencapai tingkat produksi yang optimum, yaitu:

1) Petani tidak atau belum memahami prinsip hubungan input dan ouput. Dimana petani menggunakan input yang berlebihan, sehingga produksi optimum tercapai pada saat input sudah terlalu banyak diberikan. Akibatnya, jumlah keuntungan yang diterima menjadi lebih sedikit.

2) Petani sering dihadapi pada faktor risiko yang tinggi, sehingga produksi optimum tidak dapat dicapai. Misalnya, serangan hama dan penyakit atau


(41)

24 adanya iklim dan cuaca yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.

3) Petani sering dihadapkan oleh pada faktor ketidakpastian dengan harga di masa yang akan datang, sehingga pada saat panen harga produk menjadi rendah dan akhirnya keuntungan menjadi kecil.

4) Keterbatasan petani dalam menyediakan input diikuti dengan kurangnya keterampilan petani dalam berusahatani. Hal ini menyebabkan rendahnya produksi yang diperoleh, sehingga keuntungan yang diperoleh juga semakin berkurang.

3.1.2. Konsep Risiko

Menurut Soekartawi (2002), penggunaan input produksi dalam fungsi produksi masih dipengaruhi oleh faktor lain di luar kontrol manusia. Hal ini dikenal dengan istilah “faktor ketidaktentuan (uncertainty)” dan “risiko (risk)”.

Besarnya tingkat faktor ketidaktentuan ini akan menentukan besarnya risiko yang dihadapi, sehingga menyebabkan kesenjangan produktivitas (yield gap) antara produktivitas potensial dan produktivitas yang dihasilkan.

Para pelaku usaha berusaha untuk menghidari risiko dan ketidakpastian yang dianggap sama. Seperti yang dinyatakan oleh Kadarsan (1992), risiko dan ketidakpastian menjabarkan suatu keadaan yang memungkinkan adanya berbagai macam akibat dari usaha-usaha tertentu. Perbedaan keduanya, risiko merupakan keadaan yang hasil dan akibatnya mengikuti suatu penjabaran kemungkinan yang diketahui, sedangkan ketidakpastian menunjukkan keadaan yang hasil dan akibatnya tidak bisa diketahui. Secara teori definisi dari risiko dan ketidakpastian merupakan dua hal yang saling berhubungan.

Beberapa sumber mengartikan risiko dan ketidakpastian bermacam-macam. Hanggraeni (2010) memberikan definisi risiko sebagai kejadian yang berpotensi terjadinya sesuatu yang dapat menimbulkan kerugian pada suatu usaha. Timbulnya risiko karena adanya unsur ketidakpastian di masa mendatang, adanya penyimpangan, terjadinya sesuatu yang tidak diharapkan, atau tidak terjadinya sesuatu yang diharapkan. Risiko bersifat dinamis dan memiliki interdependensi satu sama lain, sehingga harus diantisipasi sejak awal agar tidak terjadi apa yang tidak diinginkan.


(1)

123

Lampiran 13

. Hasil Analisis Regresi Pendugaan Pertama Fungsi Produksi

Cobb-Douglas dengan MINITAB 14

Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1, Ln X2, ...

The regression equation is

Ln Y = - 0.76 - 0.303 Ln X1 + 0.918 Ln X2 + 0.573 Ln X3 + 0.0043 Ln X4 - 0.435 Ln X5 - 0.0034 Ln X6 + 0.065 Ln X7

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -0.760 4.181 -0.18 0.857 Ln X1 -0.3031 0.6749 -0.45 0.657 16.6 Ln X2 0.9178 0.7275 1.26 0.217 20.6 Ln X3 0.5730 0.6903 0.83 0.413 22.6 Ln X4 0.00432 0.01459 0.30 0.769 1.1 Ln X5 -0.4348 0.3704 -1.17 0.250 6.0 Ln X6 -0.00338 0.01940 -0.17 0.863 1.5 Ln X7 0.0645 0.2258 0.29 0.777 1.9

S = 0.531628 R-Sq = 51.5% R-Sq(adj) = 40.2%

PRESS = 13.6608 R-Sq(pred) = 21.88%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 7 9.0076 1.2868 4.55 0.001 Residual Error 30 8.4788 0.2826

Total 37 17.4865

Source DF Seq SS Ln X1 1 7.0674 Ln X2 1 1.2450 Ln X3 1 0.0898 Ln X4 1 0.0453 Ln X5 1 0.5045 Ln X6 1 0.0327 Ln X7 1 0.0231

Unusual Observations

Obs Ln X1 Ln Y Fit SE Fit Residual St Resid 24 7.78 7.1655 9.3387 0.1967 -2.1732 -4.40R

R denotes an observation with a large standardized residual.


(2)

124

Lampiran 14

. Hasil Analisis Regresi Pendugaan Kedua Fungsi Produksi

Cobb-Douglas dengan MINITAB 14 Setelah Mengeluarkan Data ke-24

Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1, Ln X2, ...

The regression equation is

Ln Y = - 2.11 + 0.119 Ln X1 + 0.599 Ln X2 + 0.638 Ln X3 + 0.0107 Ln X4 - 0.383 Ln X5 + 0.0054 Ln X6 + 0.001 Ln X7

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -2.111 2.539 -0.83 0.412 Ln X1 0.1193 0.4129 0.29 0.775 15.6 Ln X2 0.5986 0.4428 1.35 0.187 19.4 Ln X3 0.6378 0.4182 1.53 0.138 21.0 Ln X4 0.010725 0.008880 1.21 0.237 1.1 Ln X5 -0.3827 0.2245 -1.70 0.099 5.6 Ln X6 0.00541 0.01181 0.46 0.650 1.5 Ln X7 0.0011 0.1371 0.01 0.994 1.9

S = 0.322003 R-Sq = 80.1% R-Sq(adj) = 75.3%

PRESS = 5.15626 R-Sq(pred) = 65.90%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 7 12.1161 1.7309 16.69 0.000 Residual Error 29 3.0069 0.1037

Total 36 15.1230

Source DF Seq SS Ln X1 1 10.3395 Ln X2 1 1.0165 Ln X3 1 0.2177 Ln X4 1 0.1430 Ln X5 1 0.3727 Ln X6 1 0.0266 Ln X7 1 0.0000

Unusual Observations

Obs Ln X1 Ln Y Fit SE Fit Residual St Resid 11 5.70 7.9725 7.3788 0.1870 0.5937 2.26R

R denotes an observation with a large standardized residual.


(3)

125

Lampiran 15

. Hasil Analisis Regresi Pendugaan Ketiga Fungsi Produksi

Cobb-Douglas dengan MINITAB 14 Setelah Mengeluarkan Data ke-11

Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1, Ln X2, ...

The regression equation is

Ln Y = - 1.57 + 0.320 Ln X1 + 0.699 Ln X2 + 0.499 Ln X3 + 0.00869 Ln X4 - 0.409 Ln X5 + 0.0010 Ln X6 - 0.111 Ln X7

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -1.570 2.355 -0.67 0.510 Ln X1 0.3203 0.3899 0.82 0.418 13.9 Ln X2 0.6986 0.4109 1.70 0.100 16.7 Ln X3 0.4993 0.3902 1.28 0.211 18.7 Ln X4 0.008692 0.008241 1.05 0.301 1.1 Ln X5 -0.4091 0.2075 -1.97 0.059 5.4 Ln X6 0.00097 0.01105 0.09 0.931 1.5 Ln X7 -0.1112 0.1346 -0.83 0.415 2.1

S = 0.297312 R-Sq = 83.0% R-Sq(adj) = 78.7%

PRESS = 3.89270 R-Sq(pred) = 73.23%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 7 12.0682 1.7240 19.50 0.000 Residual Error 28 2.4750 0.0884

Total 35 14.5433

Source DF Seq SS Ln X1 1 10.0250 Ln X2 1 1.0931 Ln X3 1 0.1936 Ln X4 1 0.0844 Ln X5 1 0.5865 Ln X6 1 0.0252 Ln X7 1 0.0604

Unusual Observations

Obs Ln X1 Ln Y Fit SE Fit Residual St Resid 25 5.86 8.3483 7.7934 0.1385 0.5549 2.11R 28 7.17 8.5146 9.1299 0.0760 -0.6153 -2.14R

R denotes an observation with a large standardized residual.


(4)

126

Lampiran 16

. Hasil

Output

Grafik MINITAB 14 Fungsi Produksi

Cobb-Douglas Ketiga

Lampiran 17

. Hasil Analisis Regresi Komponen Utama dengan MINITAB 14

Principal Component Analysis: Z1, Z2, Z3, Z4, Z5, Z6, Z7

Eigenanalysis of the Correlation Matrix

Eigenvalue 3.7612 1.2860 0.9577 0.7143 0.2000 0.0473 0.0336 Proportion 0.537 0.184 0.137 0.102 0.029 0.007 0.005 Cumulative 0.537 0.721 0.858 0.960 0.988 0.995 1.000

Variable PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6 PC7 Z1 0.499 0.036 0.079 -0.044 -0.354 0.769 -0.158 Z2 0.497 0.092 -0.021 -0.080 -0.406 -0.382 0.653 Z3 0.494 0.080 -0.120 -0.222 0.005 -0.464 -0.687 Z4 0.097 -0.390 -0.843 0.352 -0.020 0.057 0.019 Z5 0.472 0.091 0.054 0.117 0.828 0.119 0.229 Z6 -0.025 0.724 -0.062 0.666 -0.119 -0.050 -0.106 Z7 0.165 -0.548 0.511 0.601 -0.096 -0.167 -0.116


(5)

127

Lampiran 18

. Hasil Analisis Regresi antara Variabel Terikat (Ln Y) dengan

Skor Komponen Utama (W) dengan MINITAB 14

Regression Analysis: Ln Y versus W1, W2

The regression equation is

Ln Y = 8.74 + 0.275 W1 + 0.0537 W2

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 8.74438 0.06134 142.56 0.000 W1 0.27484 0.03208 8.57 0.000 1.0 W2 0.05370 0.05486 0.98 0.335 1.0

S = 0.368031 R-Sq = 69.3% R-Sq(adj) = 67.4%

PRESS = 5.40022 R-Sq(pred) = 62.87%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 2 10.0735 5.0368 37.19 0.000 Residual Error 33 4.4698 0.1354

Total 35 14.5433

Source DF Seq SS W1 1 9.9437 W2 1 0.1298

Unusual Observations

Obs W1 Ln Y Fit SE Fit Residual St Resid 10 -4.27 7.0892 7.4360 0.2029 -0.3468 -1.13 X 12 3.28 8.9903 9.7025 0.1351 -0.7122 -2.08R 21 0.54 7.9714 8.8613 0.0717 -0.8899 -2.47R

R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.

Durbin-Watson statistic = 1.45128

Lampiran

19

. Tranformasi Koefisien Z menjadi Variabel X

Variabel

Rata (

̅

Standar Deviasi (S

i

)

Koefisien

Konstanta

Ln X

1

6,9067

0,4814

0,2891

-1,9967

Ln X

2

8,1622

0,4994

0,2836

-2,3147

Ln X

3

13,5982

0,5571

0,2516

-3,4211

Ln X

4

4,0005

6,4465

0,0009

-0,0036

Ln X

5

9,3786

0,5613

0,2399

-2,2503

Ln X

6

5,2875

5,5469

0,0058

-0,0305

Ln X

7

5,3274

0,5355

0,0298

-0,1587


(6)

128

Lampiran 20.

Dokumentasi

Benih Paprika yang digunakan

Larutan Nutrisi Pekat dan Encer

Paprika yang dihasilkan Kelompok Tani Paprika “Dewa Family”

Penulis (kanan) beserta Bapak Deden dan Istrinya

Penghargaan-penghargaan yang pernah diterima kelompok tani

Tempat Penyimpanan Paprika dan lemari Kondisi di dalam greenhouse tanam